• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Asas Keterbukaan Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN)

N/A
N/A
Syafrudin Fiqri

Academic year: 2023

Membagikan "Implementasi Asas Keterbukaan Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

RESEARCH ARTICLE

Implementasi Asas Keterbukaan Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022

Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN)

Wiwik Diah Muliasih

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.

 wiwikdiah11@student.uns.ac.id

ABSTRACT

The enactment of Law Number 3 of 2022 concerning the State Capital (UU IKN) has become an actual discussion. The relatively short time in its preparation and also contradicts the principles of establishing good laws and regulations identified in this IKN Law. One of the highlights comes from the side of public participation or the principle of information disclosure. Based on this background, the formulation of the problem discussed in this paper is, how is the implementation of the principle of openness in the process of forming the State Capital Law. Based on the formulation of the problem, the purpose of this paper is to find out and understand whether the principle of openness has been implemented properly and correctly in the formation of Law Number 3 of 2022 concerning the State Capital (UU IKN) or vice versa. In this paper, a qualitative approach is used which will be compiled using normative juridical research, namely research that is focused on examining the application of rules or norms in positive law. The conclusion of this research is that the implementation of the principle of public openness in the formation of Law Number 3 of 2022 concerning the State Capital (UU IKN) has not been maximized. In other words, the discussion carried out by the DPR RI in the formation of the IKN Law is unconstitutional.

Keywords: Implementation; Principle of disclosure, Formation of the IKN Law.

ABSTRAK

Disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) menjadi pembahasan yang actual. Waktu yang realtif singkat dalam penyusunannya dan juga bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik teridentifikasi dalam UU IKN ini. Salah satu yang disoroti berasal dari sisi partisipasi publik atau asas keterbukaan informasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah, bagaimana implementasi asas keterbukaan dalam proses pembentukan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami apakah asas keterbukaan sudah terimplementasi dengan baik dan benar dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) atau malah sebaliknya. Dalam penulisan ini menggunakan metode pendekatan kualitatif

(2)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

yang akan disusun dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan aturan atau norma dalam hukum positif.

Kesimpulan dari penilitian ini adalah belum maksimalnya pengimplementasian asas keterbukaan publik dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Dengan kata lain pembahasan yang dilakukan DPR RI dalam pembentukan UU IKN bersifat inkonstitusional.

Kata Kunci: Implementasi, Asas Keterbukaan, Pembentukan UU IKN.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum yang diatur dalam Pasal 1(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mohtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa konsekuensi logis dari negara hukum adalah: “……. kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama kedudukannya di dalam hukum…….” dengan kata lain setiap orang berhak sepenuhnya atas pemeriksaan yang adil dan terbuka di hadapan pengadilan yang independen dan tidak memihak dalam menentukan hak dan kewajibannya dan setiap tuntutan pidana terhadapnya. artinya Indonesia sebagai negara hukum yang mengakui supremasi hukum, dimana sistem negara harus tunduk pada semua hukum hukum yang ada, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam undang-undang lainnya. Dalam menciptakan hal tersebut tentunya memerlukan suatu perencanaan yang baik untuk menentukan tegak tidaknya supremasi hukum. Dengan perencanaan yang baik, undang- undang yang baik juga akan terbentuk. Dalam merencanakan pembuatan aturan tentunya tidak lepas dari apa yang disebut dengan konsep. Konsep ini akan memainkan peran kunci dalam membangun aturan dan regulasi yang baik. Dapat menciptakan supremasi hukum dengan kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

Indonesia sebagai negara hukum yang mana suatu aturan hukum harus dirumuskan dengan konsep yang baik dan terencana, sehingga suatu hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menjadi hukum yang baik yang mencerminkan keadilan. Oleh karena itu, konsep peraturan perundang-undangan sangat penting dalam menciptakan hukum yang baik. Konsep perundang-undangan di Indonesia harus selaras dengan nilai-nilai dan prinsip- prinsip dasar pembuat undang-undang. Dengan demikian, penerapan peraturan perundang- undangan akan menciptakan hukum yang sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia sendiri dan akan menjamin akal sehat dalam pengembangan sistem hukum yang baik yang mampu mengatur, melindungi dan mengayomi seluruh warga khususnya Warga Negara Indonesia.

Pembentukan peraturan perundang-undangan tentunya memerlukan proses dan rencana yang baik sehingga akan terbentuk pula suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan harus mencerminkan prinsip- prinsip perlindungan, karakter, negara, persaudaraan, kepulauan, keanekaragaman, keadilan, persamaan dalam hukum dan ketertiban, ketertiban hukum dan kebenaran dan/atau keadilan dan kerukunan. Pengembangan peraturan perundang-undangan Indonesia yang baik harus mendahului persyaratan hukum Indonesia dalam menangkap konsep kepatuhan yang sebenarnya. Selanjutnya, landasan pemerintahan yang berbasis pemerintahan merupakan landasan nyata bagi pembangunan hukum yang baik.

(3)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang hanya memakan waktu selama 47 hari selama prosesnya. Waktu yang realtif singkat untuk menyusun sebuah undang-undang ini dinilai oleh banyak tokoh minim partisipasi publik dan juga bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Partisipasi pulik atau masyarakat yang dimaksud tersebut setidaknya harus memenuhi tiga syarat, yakni hak untuk didengarkan, hak dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah, bagaimana implementasi asas keterbukaan dalam proses pembentukan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami apakah asas keterbukaan sudah terimplementasi dengan baik dan benar dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

METODE

Penulisan ini menggunakan metode pendekatan kualitatif untuk mengetahui bagaimana implementasi asas keterbukaan dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Penulisan ini akan disusun dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan aturan atau norma dalam hukum positif. Jenis sumber data yang digunakan ini antara lain: Bahan Hukum Primer, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Bahan Hukum Sekunder meliputi Skripsi, Skripsi dan Disertasi Hukum; Jurnal hukum; Buku dan Makalah yang berkaitan dengan judul penelitian; Internet.

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penulisan ini diambil dengan prosedur studi kepustakaan.

HASIL & DISKUSI

3.1 Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tentunya tak bisa lepas dari penggunaan asas hukum. Sudikno Mertokusumo berpendapat asas hukum bukan merupakan peraturan konkrit dalam hukum, melainkan merupakan pikiran dasar atau latar belakang yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang menjelma dalam setiap peraturan perundang-undangan dan putusan hakim (hukum positif) dan bisa ditemukan dengan menggali sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.1

Untuk menciptakan peraturan perundang-undangan yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat, maka proses pembentukan peraturan harus dan berasal dari suatu sistem yang baik. Dalam ilmu hukum, teori-teori mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat

1 Fence M., Wantu, Dkk. (2019). Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Reviva Cendekia Hal 13.

(4)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

penting dalam menciptakan hukum itu sendiri.2 Teori dan asas hukum menjadi pijakan dan landasan para pembuat undang-undang dalam merumuskan dan menghasilkan berbagai kebijakan yang mampu membawa keadilan didalamnya.3 Asas hukum dapat dikatakan sebagai landasan berpijak dan tolok ukur apakah suatu materi muatan peraturan perundang- undangan telah mampu membawa tujuan keadilandidalamnya. Sehingga dengan demikian, pembahasan mengenai teoridan asas hukum dalam pembentukan peraturan perundang- undangan menjadi sangat penting dibahas.

Menurut I.C. Van Der Vlies dan A. Hamid S. Attamimi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik terbagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yaitu Asas-asas yang formal meliputi: asas tujuan yang jelas (beginsel van duideleijke doelstelling); asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan); asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel); asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

asas konsensus (het beginsel van consensus). Sedangkan asas-asas materiil meliputi: asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologi en duidelijke systematiek); asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid); asas perlakuan sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel); asas kepastian hukum (het rechtszekerheids beginsel); asas pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtbedeling).4

Sebagai negara hukum yang mempunyai jenjang hukum, harus mementingkan hierarki perundang-undangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terutama konstitusi sebagai hukum tertinggi. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia harus berpedoman beberapa hal sebagai berikut. Pertama adalah ideologi bangsa yaitu Cita Hukum Indonesia yang tidak lain melainkan Pancasila. Kedua adalah Norma Fundamental Negara juga tidak lain melainkan Pancasila. Ketiga adalah asas-asas negara berdasar atas hukum dan asas-asas pemerintahan berdasar konstitusi.

Prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik antara lain:5 Asas tujuan yang jelas,

Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap peratiran perundang-undangan harus memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai;

Asas kelembagaan atau pejabat yang layak,

Asas ini berarti bahwa segala bentuk peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang yang membentuk peraturan perundang-undangan. Pemerintah atau pejabat yang tidak berwenang maka Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum;

Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan,

Asas ini mengandung pengertian bahwa dalam perancangan peraturan perundang- undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang benar sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan;

2 Salman, Otje dan Susanto, A. F. (2008). Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: PT.Refika Aditama Hal. 1-2.

3 Dimyati, K. (2010). Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia.

Yogyakarta: Genta Publishing Hal. 60.

4 Soeprapto, M. F. I. (2010). Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta:

Kanisius h. 228.

5 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(5)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

Asas dapat dilaksanakan,

Asas ini mengandung arti bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis;

Asas kegunaan dan kegunaan,

Asas ini berarti bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena benar- benar diperlukan dan berguna untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

Asas kejelasan kata,

Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap ketentuan Peraturan Perundangundangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah dan bahasa hukum yang jelas dan mudah dipahami agar tidak menimbulkan perbedaan pendapat dan multitafsir;

Asas keterbukaan,

Asas ini berarti bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengumuman dilakukan secara transparan dan terbuka. Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam perumusan peraturan perundang-undangan.

3.2 Asas Keterbukaan dan Implementasinya dalam Pembentukan Undang-Undang Ibukota Negara

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memiliki asas hukum yang memberikan pedoman dan instruksi untuk menyediakan bentuk dan kerangka kerja yang sesuai dengan penggunaan metode pembentukan yang sesuai dan mengikuti prosedur dalam regulasi. Perlunya memperhatikan asas hukum yang baik berlandaskan prinsip negara hukum di Indonesia tentunya mengacu pada berlakunya ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945. Dapat dikatakan karena hukum suatu negara diatur oleh undang- undang atau peraturan selain individu, atau yang sering disebut ahli hukum sebagai

“government by law, not by men”. Dalam hal ini hukum memiliki kedudukan yang tinggi dari sumber perintah atau peraturan yang lain.

Asas Keterbukaan dalam Pembentukan Undang-Undang telah diatur dalam dalam Penjelasan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pentingnya Pengaturan Asas Keterbukaan dalam hal ini dapat dilihat dari 2 (dua) sudut pandang, yang pertama dilihat dari pihak yang terkena dampak diberlakukanya suatu Undang-Undang yang mana pengaturan dan pelaksanaan ketentuan mengenai keterbukaan merupakan hak konstitusional warga negara Indonesia. Dilaksanakannya Asas Keterbukaan dalam Pembentukan Undang-Undang dapat meminimalisir kerugian hak konstitusional setiap orang, karena dalam prosesnya pembentukannya dari awal hingga akhir diketahui secara jelas. Oleh karenanya, pihak manapun dapat secara langsung mengajukan pertanyaan, kritik maupun saran perbaikan sebagai bentuk partisipasi publik dalam Pembentukan Undang- Undang. Kedua, dilihat dari pihak pemerintah, tidak dibentuknya Undang-Undang

(6)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

berdasarkan Asas Keterbukaan akan menyebabkan ketidaktercapaian efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan secara umum.

Diaturnya kelengkapan peraturan hukum yang mengatur terkait dengan Asas Keterbukaan dalam Pembentukan Undang-Undang berakibat pada semakin kecilnya potensi Pembentuk Undang-Undang tidak melaksanakan Asas ini sebagaimana yang seharusnya. Sehingga Pembentuk Undang-Undang tidak dapat mengelak bahwa tidak dilakukannya Keterbukaan atas Pembentukan Undang-Undang dikarenakan tidak diaturnya asas tersebut dalam Peraturan Perundang-undangan. Keterbukaan dalam pembuatan undang-undang juga berfungsi untuk menciptakan ruang yang menyediakan referensi ketentuan hukum yang dinamis sesuai perkembangan dan kondisi senyatanya dalam kehidupan masyarakat.

Sementara itu, dalam melakukan pembuatan UU IKN tidak mengedepankan asas keterbukaan. Hal ini karena tidak terbukanya informasi pada setiap pembahasan dimana dari 28 tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN, hanya tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat dilihat dan diakses pada situs resmi DPR. Sementara 21 lainnya tidak dapat diakses publik.

Selain itu partisipasi masyarakat dalam pembuatan UU IKN juga rendah. Partisipasi masyarakat yang dimaksud setidaknya harus memenuhi tiga syarat, yaitu hak atas informasi (right to information), hak untuk dilibatkan (right to be involved) dan hak untuk meminta pertanggungjawaban dan mempertanyakan (right to claim). Dalam asas keterbukaan harus menyertakan partisipasi masyarakat yang meaningful participation (maksimal dan bermakna). Arti “bermakna” dalam hal ini ditujukan untuk kelompok-kelompok masyarakat, bahkan seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali yang terdampak dari diberlakukannya satu norma hukum atau undang-undang. Seperti dimintai pertimbangan merugikan atau menguntungkan? baik atau buruk? adil atau tidak adil? Dan lain sebagainya hingga mencapai titik keseimbangan. titik keseimbangan ini penting khusunya dalam proses pembuatan UU IKN, pasalnya, UU ini memiliki karakteristik lintas sektoral dan berdampak luas kepada masyarakat.

Dalam kasus ini pemerintah telah mengklaim bahwa selama proses pembentukan RUU IKN telah sesuai prosedur dan menerapkan prinsip/ asas keterbukaan dengan dilakukannya konsultasi publik di Universitas Mulawarman, Samarinda pada 11 Januari 2022, kendati demikian sangat disayangkan karena konsultasi yang diadakan oleh oleh DPR RI dan BAPPENAS bersifat tertutup.6 Padahal dalam pemenuhan right to be involved bukan hanya sekedar melaksanakan prosedur partisipasi, tapi juga memperhitungkan partisipan atau siapa saja yang mungkin akan terdampak dari diberlakukannya suatu kebijakan, baik individu maupun kelompok bukan hanya kalangan tertentu. Merekalah kelompok/

individu yang diprioritaskan pendapatnya untuk didengar dan dilibatkan sejak awal proses hingga tahap konsultasi dalam setiap pengambilan keputusan terhadap pasal yang ada dalam RUU IKN.

Terakhir, partisipasi publik dianggap berfaedah jika memenuhi hak untuk mempertanyakan dan meminta pertanggungjawaban (right to claim) DPR atas kebijakan yang telah mereka keluarkan. Sejauh mana aspirasi (baik kritik maupun saran) yang disampaikan melewati mekanisme partisipasi telah terakomodir dalam undang-undang yang disahkan. Publik berhak mempertanyakan pertimbangan yang digunakan DPR dalam

6 https://www.sketsaunmul.co/opini/pembahasan-ruu-ikn-yang-miris-dan-tak-dinamis/baca

(7)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License . Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

menggunakan suatu aspirasi dibanding aspirasi-aspirasi lain yang ada ke dalam pasal-pasal yang disahkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang sudah penulis bahas pada penulisan ini, dapat disimpulkan bahwa, implementasi asas keterbukaan publik belum diterapkan secara maksimal. Meskipun pemerintah mengklaim telah melakukan pembentukan Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) sesuai prosedur namun pada kenyataanya pihak yang terlibat belumlah tepat sasaran. Pihak yang menerima dampak diberlakukannya UU IKN ini kurang terlibat secara aktif dikarenakan konsultasi dilakukan secara tertutup dan terbatas pada kalangan tertetu. Dengan kata lain pembahasan yang dilakukan DPR RI dalam pembentukan UU IKN bersifat inkonstitusional.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, K. (2010). Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia.

Yogyakarta: Genta Publishing Hal. 60.

Fence M., Wantu, Dkk. (2019). Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Reviva Cendekia Hal 13.

https://www.sketsaunmul.co/opini/pembahasan-ruu-ikn-yang-miris-dan-tak- dinamis/baca

Salman, Otje dan Susanto, A. F. (2008). Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: PT.Refika Aditama Hal. 1-2.

Soeprapto, M. F. I. (2010). Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan.

Yogyakarta: Kanisius h. 228.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan.

Referensi

Dokumen terkait