EFEKTIVITAS MASASE TERAPI METODE ALI SATIA GRAHA TERHADAP PEMULIHAN CEDERA BAHU PADA
GERAKAN FLEKSI DAN EKSTENSI TUGAS AKHIR SKRIPSI
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Olahraga
Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh:
BELA DITA UTAMI NIM 19603141024
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2024
EFEKTIVITAS MASASE TERAPI METODE ALI SATIA GRAHA TERHADAP PEMULIHAN CEDERA BAHU PADA
GERAKAN FLEKSI DAN EKSTENSI TUGAS AKHIR SKRIPSI
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Olahraga
Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh:
BELA DITA UTAMI NIM 19603141024
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2024
MOTTO
Jika kamu ingin hidup bahagia, terikatlah pada tujuan, bukan orang atau benda.
(Albert Einsten)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Al-Insyirah:5)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang-orang yang bermakna bagi kehidupan penulis, diantaranya:
1. Kedua Orang Tua. Ibu Trisdiyanti dan Bapak Tarmo yang telah mendidik, menyayangi, mendoakan dan membimbing serta memberikan dukungan tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir skripsi hingga selesai.
2. Teman terdekat Fajar, Nada, Arlin, Attasya, Dindra, Weni, Tika, Mas Priyo, Kakak-kakak klinik dan keluarga besar yang telah mensupport, mendoakan, mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Teman-teman Ilmu Keolahragaan 2019, yang telah mensupport, mendukung, dan berbagi pengalaman dengan penulis.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Masase Terapi Metode Ali Satia Graha Terhadap Pemulihan Cedera Bahu pada Gerakan Fleksi dan Ekstensi” dapat disusun sesuai harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bimbingan Bapak Dr. Hadwi Prihartanta, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang terhormat:
1. Prof. Dr. Sumaryanto, M. Kes. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Nasrullah, S.Or., M.Or. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin penelitian serta segala kemudahan yang telah diberikan.
3. Dr. Sigit Nugroho, M.Or. Selaku Koordinator Departemen Ilmu Keolahragaan beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Pelayanan Masase Terapi Cedera Merode Ali Satia Graha yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.
5. Orang tua dan saudara, yang telah mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materil.
6. Teman-teman prodi Ilmu Keolahragaan 2019, yang telah memberikan
semangat dan dukungan selama proses perkuliahan.
7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, yang telah membantu proses
EFEKTIVITAS MASASE TERAPI METODE ALI SATIA GRAHA TERHADAP PEMULIHAN CEDERA BAHU PADA GERAKAN
FLEKSI DAN EKSTENSI
Oleh:
Bela Dita Utami NIM. 19603141024
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhada peningkatan Range Of Motion (ROM) dan penurunan nyeri bahu pada wanita.
Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimental menggunakan desain penelitian One Grup Pretest-Posttest. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 41 pasien wanita dengan keluhan cedera bahu di Pelayanan Masase Terapi Cedera Olahraga Metode Ali Satia Graha di Plaza UNY. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling ditentukan berdasarkan rumus slovin (nilai kritis 20%), sehingga diperoleh sampel sebanyak 17 orang. Data yang dikumpulkan adalah: (1) Skala Range Of Motion (ROM) sendi bahu yang diukur menggunakan goniometer. (2) skala nyeri sendi bahu yang diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan uji hipotesis menggunakan Uji Dependent Sample T-Test.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) masase terapi dapat mengurangi nyeri gerak fleksi sendi bahu dengan efektivitas sebesar 83,2%. (2) masase terapi dapat mengurangi nyeri gerak ekstensi sendi bahu dengan efektivitas 76,7%. (3) masase terapi dapat meningkatkan Range Of Motion (ROM) gerak fleksi sendi bahu dengan efektivitas 24,3%. (4) masase terapi dapat meningkatkan Range Of Motion (ROM) gerak ekstensi sendi bahu dengan efektivitas 71,1%. Jadi dapat disimpulkan bahwa terapi masase yang diterapkan di Pelayanan Masase Terapi Cedera Olahraga Metode Ali Satia Graha efektif untuk meningkatkan ROM dan mengurangi nyeri sendi bahu pada wanita.
Kata kunci: Masase terapi, ROM bahu, Nyeri bahu
EFFECTIVENESS OF ALI SATIA GRAHA METHOD THERAPEUTIC MASSAGE TOWARDS THE SHOULDER INJURY RECOVERY IN FLEXY AND EXTENSION
MOTION By:
Bela Dita Utami NIM. 19603141024
Abstract
This research aims to test the effectiveness of Ali Satia Graha method of therapeutic massage in increasing Range of Motion (ROM) and reducing shoulder pain in women.
This research was a pre-experimental study using a One Group Pretest-Posttest research design. The research population was 41 female patients with complaints of shoulder injuries at the Ali Satia Graha Method Sports Injury Therapy Massage Service located in Plaza UNY. The sampling technique used incidental sampling technique determined based on the Slovin formula (critical value 20%), so that a sample of 17 people was obtained. The data collected were: (1) Range of Motion (ROM) scale of the shoulder joint which was measured by using a goniometer. (2) Shoulder joint pain scale measured by using the Numeric Rating Scale (NRS). The data analysis technique used descriptive quantitative analysis and hypothesis testing used the Dependent Sample T- Test.
The research results show that: (1) therapeutic massage can reduce shoulder joint flexion pain with an effectiveness of 83.2%. (2) Therapeutic massage can reduce shoulder joint extension movement pain with an effectiveness of 76.7%. (3) Therapeutic massage can increase the Range of Motion (ROM) of shoulder joint flexion with an effectiveness of 24.3%. (4) Therapeutic massage can increase the Range of Motion (ROM) of shoulder joint extension movements with an effectiveness of 71.1%. Hence, it can be concluded that the massage therapy applied at the Ali Satia Graha Method Sports Injury Therapy Massage Service is effective for increasing ROM and reducing shoulder joint pain in women.
Keywords: Therapeutic massage, shoulder ROM, shoulder pain
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT………x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Kajian Teori ... 7
1. Masase Terapi ... 7
2. Bahu ... 14
B. Penelitian yang Relevan ... 28
C. Kerangka Berpikir ... 29
D. Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Desain Penelitian ... 32
B. Tempat Penelitian ... 33
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
D. Definisi Operasional Variabel ... 34
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Hasil Penelitian ... 40
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 40
B. Analisis Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ... 42
C. Uji Prasyarat ... 46
1. Uji Normalitas... 46
2. Uji Dependent Sampel Test ... 48
D. Efektivitas ... 49
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 51
F. Keterbatasan Penelitian ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Implikasi Penelitian ... 54
C. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56
LAMPIRAN ... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tulang yang membentuk sendi bahu dilihat dari bagian depan ... 14
Gambar 2. Dilihat dari sebelah depan (anterior) ... 15
Gambar 3. Otot Bahu (A) Anterior (B) Posterior ... 18
Gambar 4. Ligamen Bahu ... 19
Gambar 5. Kerangka Berpikir ... 30
Gambar 6. Desain Penelitian ... 32
Gambar 7. Numeric Rating Scale ... 36
Gambar 8. Goniometer ... 36
Gambar 9. Diagram Batang Usia Subjek Penelitian ... 41
Gambar 10. Diagram Lingkaran Pekerjaan ... 42
Gambar 11. Diagram Batang Skala Nyeri Gerakan Fleksi Bahu ... 44
Gambar 12. Diagram Batang Skala Nyeri Gerakan Ekstensi Bahu ... 44
Gambar 13. Diagram Batang rata-rata ROM Pretest dan Posttest ... 45
Gambar 14. Diagram Batang rata-rata ROM Pretest dan Posttest ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Treatment Manipulasi Masase Terapi ... 10
Tabel 2. Range of Motion Sendi Bahu ... 21
Tabel 3. Kategori Usia Subjek Cedera Bahu ... 40
Tabel 4. Kategori Pekerjaan Subjek ... 41
Tabel 5. Klasifikasi Durasi dan Kategori Cedera Bahu ... 42
Tabel 6. Jumlah dan Kategori Skala Nyeri Bahu Gerak Fleksi ... 43
Tabel 7. Jumlah dan Kategori Skala Nyeri Bahu Gerak Ekstensi ... 43
Tabel 8. Hasil Analisis Statistik untuk Data ROM Pretest dan Posttest ... 45
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 11. Hasil Uji Dependent Sampel Test ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin Penelitian ... 58
Lampiran 2. Standar Operasional Prosedur ... 59
Lampiran 3. Blangko Data Penelitian ... 64
Lampiran 4. Catatan Medis Pasien ... 65
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian ... 66
Lampiran 6.Hasil Analisis Deskriptif ... 67
Lampiran 7. Uji Normalitas ... 67
Lampiran 8.Uji Dependent Sample Test ... 68
Lampiran 9. Dokumentasi ... 69
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara dengan populasi paling banyak di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia mencapai 278,6 juta jiwa pada tahun 2023 menurut Badan Pusat Statistik. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki penduduk sebanyak 4,07 juta jiwa dan dengan usia dewasa sebanyak 1.011.090 jiwa.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018:115) tahun 2018 tercatat 44,7% cedera dialami di rumah dan lingkungan sekitarr. hasil tersebut berarti cedera bahu tidak hanya dialami oleh atlet saja, namun orang yang memiliki aktivitas padat, mobilitas tinggi, dan sering membawa beban yang berat juga berpotensi mengalami cedera bahu. Salah satu jenis cedera yang terjadi pada mereka yang banyak bekerja berat dengan menggunakan lengan adalah adalah cedera dislokasi bahu.
Cedera pada bagian bahu terjadi karena adanya pergeseran tulang di bagian bahu yang bergeser dari soketnya. Cedera pada bagian bahu ini banyak diakibatkan oleh pergerakan lengan yang mendadak seperti ketika seseorang terjatuh dipermukaan keras dan menumpu pada lengannya, atau ketika lengan sesorang mengalami pukulan atau tendangan yang keras.
Akibatnya lengan bagian atas terutama sekitar bahu akan mengalami nyeri yang parah dan berakibat pada sulitnya lengan untuk digerakkan. Setiap cedera memiliki karakteritik, penyebab, dan konsekuensi yang berbeda.
Cedera akut adalah cedera yang gejala awalnya dikaitkan dengan sesuatu
yang spesifik dan terjadi secara tiba-tiba. Sedangkan cedera kronis adalah cedera dengan mekanisme gejala awal bertahap yang disebabkan oleh overuse atau gerakan yang berulang dan berlebihan pada tempat yang sama.
Beban kerja dan kemampuan tubuh yang tidak seimbang menjadi pemicu munculnya cedera yang berdampak pada terhambatnya aktivitas fisik dan psikis. Kasus cedera dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal), faktor tersebut meliputi fleksibilitas, beban berlebih, ukuran tubuh, dan kesalahan biomekanika.
Nyeri bahu merupakan salah satu gangguan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari. Akibat dari kondisi tersebut akan menghambat seseorang dalam melakukan aktifitasnya secara optimal dan penderita lebih tergantung pada bantuan orang lain. Nyeri bahu atau frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya yang menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu menjadi mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett, 2007).
Tindakan medis seperti fisioterapi dan suntik adalah pilihan yang sering digunakan untuk menangani masalah persendian. Namun, disaat kedua pilihan tersebut kurang berefek dalam mengatasi keluhan yang dirasakan maka pilihan yang akan diambil oleh kebanyakan masyarakat adalah masase atau pijat yang dianggap lebih efektif. Banyak jenis masase yang sudah berkembang di Indonesia yang memiliki banyak kegunaan/kelebihan serta kelemahan yang berbeda-beda. Salah satu contohnya adalah masase terapi atau pemijatan, banyak studi yang telah
membuktikan keuntungan fisiologis dari masase. Masase dapat meredakan ketengan otot, meningkatkan sirkulasi darah dan limfatik. Otot yang tidak rileks akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dan saraf (Amirudin,Anonim, & Saaleh 2018: 83). Masase adalah pijatan yang berpengaruh untuk tubuh karena dapat menjaga kesehatan dan meningkatkan kinerja tubuh, selain itu masase juga berperan dalam pemulihan dan penyembuhan kerusakan akibat dari suatu kecelakan (Purnomo, 2015: 2). Penjelasan tersebut membuktikan bahwa masase memiliki fungsi utama untuk mengendurkan otot-otot yang tegang, itulah kenapa setelah diberikan masase badan menjadi lebih nyaman.
Masase Terapi metode Ali Satia Graha telah diterapkan atau dilakukan untuk memberikan bantuan bagi masyarakat luas dalam mengatasi cedera, baik cedera dikarenakan olahraga maupun cedera akibat aktivitas sehari-hari. Masase ini dapat mengatasi cedera ringan seperti terkilir pada sendi dan ketegangan otot karena aktivitas sehari-hari ataupun aktivitas olahraga. Masase terapi ini sebagai salah satu pengobatan secara manual dan tradisional untuk upaya peningkatan (prevention), pengobatan penyakit (curative), dan pemulihan/rehabilitas (Graha, 2019: 13).
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di pelayanan masase Plaza UNY selama bulan Mei hingga Juni 2023 sebanyak 41 pasien putri yang mengalami permasalahan, antara lain: (1) Pasien putri banyak mengalami keluhan keterbatasan gerak pada bahu akibat aktivitas sehari- hari, (2) Pasien putri mengalami keluhan nyeri pada bahu saat melakukan aktivitas sehari-hari, (3) Belum diketahui efektivitas masasse terapi metode
Ali Satia Graha terhadap peningkatan Range Of Motion pada pasien putri di pelayanan Masase Terapi plaza UNY, dan (4) Belum diketahui efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap penurunan nyeri pada pasien putri di Pelayanan Masase Terapi plaza UNY. Oleh karena itu penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Masase Terapi Metode Ali Satia Graha Terhadap Pemulihan Cedera Bahu Pada Gerakan Fleksi dan Ekstensi”.
B. Identifikasi Masalah
Beradasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas dapat didentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Pasien putri banyak mengalami keluhan keterbatasan gerak pada bahu akibat aktivias sehari-hari.
2. Pasien putri mengalami keluhan nyeri pada bahu saat melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Belum diketahui efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap penurunan nyeri di Pelayanan Masase Terapi Plaza UNY.
4. Belum diketahui efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap peningkatan Range Of Motion di Pelayanan Masase Terapi Plaza UNY.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian akan membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu pada pasien putri yang mengalami cedera sendi bahu pada gerak fleksi dan ekstensi dengan
kondisi akut akibat aktivitas sehari-hari maupun berolahraga di pelayanan masase terapi cedera Ali Satia Graha Plaza UNY.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Batasan masalah yang telah disebutkan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Adakah keefektivan masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan penuruna nyeri pada gerak fleksi?
2. Adakah keefektivan masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan penuruna nyeri pada gerak ekstensi?
3. Adakah keefektivan masase terapi cedera olahraga metode Ali Satia Graha terhadap peningkatan Range Of Motion (ROM) gerak fleksi bahu?
4. Adakah keefektivan masase terapi cedera olahraga metode Ali Satia Graha terhadap peningkatan Range Of Motion (ROM) gerak ekstensi bahu?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui efektivitas masase terapi cedera metode Ali Satia Graha terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan penurunan nyeri pada gerak fleksi.
2. Mengetahui efektivitas masase terapi cedera metode Ali Satia Graha
terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan penurunan nyeri gerak pada ekstensi
3. Mengetahui efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan peningkatan Range Of Motion (ROM) pada gerak fleksi.
4. Mengetahui efektivitas masase terapi metode Ali Satia Graha terhadap pemulihan cedera bahu ditandai dengan peningkatan Range Of Motion (ROM) pada gerak ekstensi.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber literatur dalam bidang terapi cedera pada bahu yang bermanfaat bagi ilmu pendidikan.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang sudah didapatkan selama menimba ilmu di prodi Ilmu Keolahragaan FIKK UNY dan menambah tentang masalah terkait dengan judul penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Masase Terapi a. Definisi
Masase adalah salah satu manipulasi sederhana berupa elusan pada bagian tubuh yang dirasa sakit. Masase Indonesia dikenal dengan istilah pijat atau urut. Masase merupakan sebagai pijatan yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan- gerakan mekanis terhadap tubuh manusia dengan menggunakan berbagai macam bentuk pegangan atau teknik (Zulfalina & Rahman, 2021: 139).
Masase adalah salah satu cara recovery yang dapat digunakan para atlet maupun untuk mengatasi kelelahan, kram otot, pegal otot dan ketegangan otot yang menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (Purnomo, 2015).
Banyak sekali terapi masase yang sudah tersebar dan memilki keunggulan masing-masing, seperti massage esalen, massage rolfing, deep tissue massage, sport massage, neuromuscular massage, trigger point massage, masase terapi, dan lain- lain (Graha, 2019). Dari macam-macam masase yang ada mempunyai teknik dan cara-cara penyembuhan yang berbeda, tetapi sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kesehatan.
b. Efek Fisiologi Masase
Efek fisiologi adalah sebuah dampak baik yang secara tidak langsung dihasilkan oleh tekanan yang diberikan dan kondisi tersebut berpengaruh terhadap hormon dan saraf (Widhiyanti, et al 2022: 187). Pemberian masase
juga mampu melancarkan perdaran darah didalam otot yang membuat pengangkutan oksigen menjadi lebih besar, proses metabolisme dalam tubuh menjadi lebih cepat, dan pemberian masase dapat membantu merangsang kulit dan jaringan sehingga mampu menghangatkan tubuh (Syarifudin dan Roepajadi 2019: 106). Berdasarakan pendapat ahli diatas dapat dipahami bahwa pemberian masase memiliki dampak positif bagi tubuh, mampu melancarkan peredaran darah dan mempercepat proses metabolisme dalam tubuh.
c. Kontraindikasi dan Indikasi
Kontraindikasi masase merupakan suatu pantangan ataupun kondisi yang tidak diperkenankan untuk melakukan masase karena dapat berefek buruk bagi tubuh. kontraindikasi dalam masase berupa penyakit kulit terbuka/ luka-luka dan adanya patah tulang/fracture. Indikasi masase sendiri merupakan suatu kondisi yang relevan unuk diberikan perlakuan terapi masase sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh, indikasi tersebut berupa keadaan kelelahan pada tubuh, ketegangan otot, frozen shoulder, nyeri pada persendian (Arovah, 2010:63).
d. Masase Terapi Metode Ali Satia Graha
Masase terapi meode Ali Satia Graha merupakan suatu masase yang dikembangkan oleh salah satu dosen di Universitas Negeri Yogyakarta yang ahli di Bidang Terapi dan Rehabilitasi FIKK UNY yaitu Dr. Ali Satia Graha M. Kes. Masase terapi ini sudah diciptakan sejak 1999. Masase ini tercipta karena beliau terinspirasi para ahli masase dunia yang melahirkan berbagai macam metode masase serta pengalaman saat melakukan
penanganan pada pasien cedera ringan seperi terkilir dan kontraksi otot yang disebabkan oleh kegiatan sehari-hari ataupun saat berolahraga.
Dr. Ali Satia Graha, M. Kes menciptakan berbagai macam metode masase yaitu masase terapi penyakit degeneratif yang diperuntungkan bagi penderita penyakit degeneratif dan masase terapi cedera olahraga yang digunakan untuk orang-orang yang menderita cedera karena kegiatan sehari-hari maupun olahraga. Masase terapi metode Ali Satia Graha ini sudah mendapatkan HAKI yang tentunya metode ini sudah teruji secara ilmiah. Ali Satia Graha membuat sebuah buku yang berjudul Masase Terapi Cedera Olahraga, buku tersebut membahas tentang teknik pemijatan yang baik dan benar. Buku dengan judul Masase Terapi Cedera Olahraga yang ditulis Ali Sata Graha ini menuliskan tentang tata laksana masase terapi cedera olahraga metode Ali Satia Graha pada cedera anggota gerak tubuh seperti bagian, jari tangan, pinggang, panggul, lutut, pergelangan kaki, jari kaki, leher, bahu, dan pergelangan tangan (Graha, 2019).
Masase terapi cedera olahraga metode Ali Satia Graha ini, lebih banyak menggunakan teknik berupa gerusan dan elusan yang digabungkan saat melakuan masasenya (pijat), setelah itu diberikan penarikan yang digabung dengan melakukan reposisi sendi pada anggota gerak tubuh manusia yang mengalami cedera ringan, baik keseleo atau suluksasi (sedikit pergeseran sendi) (Graha, 2019).
Tabel 1. Treatment Manipulasi Masase Terapi
No Gambar Keterangan
A. Posisi Duduk dengan Lengan Pronasi
1. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada sepanjang otot lengan bawah (otot extensor carpi ulnaris, extensor carpi radialis, dan extensor digitorum)
2. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada trisep/sepanjang otot lengan atas (otot brachialis, brachioradialis, dan triceps brachialis)
3. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan ke arah atas pada ligament sendi bahu/otot deltoideus.
4. Lakukan teknik masase dengan cara menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada otot intraspinatus yang dimulai dari titik tengah tulang scapula (belikat) kea rah tulang belakang.
b. Posisi Duduk dengan Lengan Supinasi
1. Lakukan teknik masase dengan
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada sepanjang otot lengan bawah (otot flexor carpi ulnaris, palmaris longus, flexor carpi radialis, dan brachioradialis)
2. Lakukan teknik masase dengan
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan ke arah atas pada otot bisep/lengan atas.
3. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan kea rah atas pada ligament sendi bahu/otot deltoideus.
4. Lakukan teknik masase denan cara menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada otot pectocalis mayos ke arah dalam menuju tulang tengah dada (tulang sternum).
c. Posisi Duduk pada Badan begian Belakang
1. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada otot Pundak kea rah sendi leher.
2. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan ke arah atas pada otot leher di samping sendi leher dengan posisi kepala tegak.
3. Lakukan teknik masase dengan cara
menggabungkan teknik gerusan dan gosokan pada otot belikat (instraspinatus) kea rah tulang belakang bagian atas (vertebrae thorakalis).
4. Lakukan teknik masase dengan cara menggabungkan teknik gerusan dan gosokan di lasimus dorsi (bawah ketiak) ke arah bawah dengan posisi tangan ditekuk menempel kepala.
d. Posisi Traksi dan Reposisi pada Sendi Bagian Bahu 1
.
Lakukan traksi dengan posisi satu memegang lengan atas dan satunya lagi memegang lengan bawah.
Kemudian, (1) dorong lengan atas supaya bahu naik, dan (2) Tarik ke arah bawah secara pelan-pelan
2. Lakukan reposisi sendi bahu dengan
melakukan rotasi (memutar) pada sendi bahu. Posisi tangan pasien menekuk sejajar dengan bahu, kemudian posisi tangan masseur memegang siku pasien dan satunya lagi memegang sendi bahunya.
Putarkan lengan ke arah depan dan belakang sambil menekan siku ke arah tubuh.
2. Bahu
A. Anatomi Bahu
Sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkok sendi. Sendi bahu dibentuk oleh tulang-tulang scapula, klavikula, humerus, dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi yang bekerjasama secara sinkron. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktivitas sehari-hari.
1) Tulang
Gambar 1. Tulang yang membentuk sendi bahu dilihat dari bagian depan
Dua tulang membentuk struktur yang dikenal sebagai bahu yang terdiri dari tulang klavikula adalah tulang panjang ramping dan tulang scapula adalah tulang besar berbentuk segitiga seperti sayap.
Tulang penyususn sendi bahu terdiri dari:
a) Tulang scapula yaitu tulang segitiga pipih yang membentuk shounder girdle (gelang bahu) dengan 17 perlekatan otot, pada aspek posterior terdapat glenoid yang memebentuk setengah dari sendi bahu primer.
b) Clavicula, atau tulang selangka berfungsi sebagai penyangga yang menghubungkan kerangka ektremitas aas dengan kerangka aksial di anterior, dan berartikulasi dengan tulang dada di bagian medial.
c) Humerus, tulang lengan atas berbentuk panjang, dengan kepala/caput bagian proksimal yang erartikulasi dalam sendi bahu.
2) Sendi
Gambar 2. Dilihat dari sebelah depan (anterior)
Bahu terdiri dari empat sendi utama, yaitu glenohumeral (GH), dan sendi acromioclanicular (AC), sternoclavicular (SC), dan scapulothoracis (ST) (Terry & Chopp, 2000: 250-253).
a. Sendi Glenohumeral
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang humerus (caput humerus) dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput humerus berbentuk hampir setengah bola berdiameter 3 cm bernilai sudut 153o dan cavitas glenoidalis bernilai sudut 70o, keadaan ini yang membuat sendi tidak stabil.
adanya labriu glenoidalis, jaringan fibrocartilaginous dan menghadapnya fossa glenioidalis sedikit ke atas membuat sendi ini sedikit lebih stabil.
Gerakan abduksi sendi ini dipengaruhi oleh rotasi humerus pada sumbu panjangnya. Dari posisi lengan menggantung ke bawah dan telapak tangan menghadap tubuh, gerakan aduksi lengan secara aktif hanya mungkin sampai 90o (bila dilakukan secara pasif bisa sampai 120o) dan gerakan elevasi hanya mungkin apabila disertai rotasi ke luar dari humerus pada sumbunya. Hal ini dilakukan agar turbeculum mayus humeri berputar ke belakang acromion, sehingga gerakan selanjutnya ke atas tidak terhalang lagi.
b. Sendi Acromioclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan extermitas sternalis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya berhubungan melalui suatu cakram yang terdiri dari jaringan fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligamentum acromioclavicularis superior dan inferior. Pada waktu
scapula rotasi ke atas (saat lengan elevasi) maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. rotasi ini akan menyebabkan elevasi clavicula. Elevasi pada sudut 30o pertama terjadi pada sendi sternoclavicularis kemudia 30o berikunya terjadi akibat rotasi clavicula ini.
c. Sendi Sternoclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas sternalis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga dihubungkan melalui suau cakram. Sendi ini diperkuat oleh ligamentum clavicularis dan costo clavicularis.
Adanya ligamen ini maka sendi costosternalis dan costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung mempengaruhi gerakan sendi glenohumeralis secara keseluruhan.
d. Sendi Suprahumeral
Sendi ini bukan merupakan sendi sebenernya, Tetapi merupakan articulatio (persendian) protektif antara caput humeri dengan suatu arcus yang dibentuk oleh ligamentum coracoacromialis yang melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glonohumeralis terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari caput humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi lengan.
3) Otot
Gambar 3. Otot Bahu (A) Anterior (B) Posterior
(Sumber: Bakhsh & Nicandri, 2018: 12)
Trapezius merupakan otot yang luas. Terdapat tiga perlekatan origo yaitu pada protuberentia occipitalis externa, ligamentum nuchae, dan processus spinosus vertebra C7 hingga seluruh vertebra thoracis, sedangkan insersio terletak pada superior spina scapula hingga acromion. Ini berfungsi terutama sebagai retractor scapula dan elevator dari sudut lateral scapula. Ini dipersarafi oleh saraf aksesori tulang belakang. Rhomboideus, terdiri atas otot mayor dan minor.
Perlekatan origo masing-masing pada prosesus spinosus C7 hingga T1 dan T2 hingga T5. Terletak pada aspek medial scapula berfungsi untuk mengangkat dan menarik Kembali scapula. Saraf skapularis punggung menginervasi rhomboideus.
Serratus anterior berasal dari bagian latera anterior dari Sembilan tulang rusuk atas, serratus anterior menyisip pada permukaan anterior tulang belakang (medial) scapula. Persarafan dilakukan oleh saraf
toraks yang panjang, dan cedera saraf di sini sering bermanifestasi sebagai scapula bersayap. Pectoralis minor berasal dari tulang rusuk ketiga, keempat, dan kelima dan memasukan proses koracoid scapula.
Karena tulang rusuk adalah pelekatan yang lebih stabil, kontraksi pectoralis minor menyebabkan prosesus koracoideus scapula ditarik ke arah tulang rusuk (rotasi gelang bahu ke bawah dan adduksi).
Persarafan berasal dari saraf dada bagian medial.
Otot deltoideus terdiri dari 3 bagian: anterior yang berorigo dari klavikula lateral, bagian tengah yang berorigo dari acromion, dan bagian posterior yang berorigo dari processus spinosus scapula, ke3 bagian tersebut berpusat secara distal. Inersio terletak pada tuberositas deltoid dari humerus. Bagian anterior dan tengah memungkinkan untuk elevasi pada bidang skapular dan membantu elevasi ke depan dengan bantuan dari pectoralis mayor dan bicep. Persarafan dilakukan oleh saraf axilla. Seperti disebutkan di atas, deltoid bertindak dalam pasangan gaya ang terjadi di sendi glenohumeral (Terry & Chopp, 2000:254).
4) Ligamen
Gambar 4. Ligamen Bahu
Ligamen berperan sangat penting dalam menjalankan fungsi bahu.
Stabilias statis bahu Sebagian besar disebabkan oleh ligamen GH, yang pada dasarnya merupakan penebalan kapsul sendi GH. Ligamentum glenohumeral superior (SGHL) membentang dari labrum anterior superior ke leher humerus, dan bertanggung jawab untuk menahan translasi inferior dengan lengan dalam rotasi netral dan di samping.
SGHL juga menstabilkan tendon bicep, dan bertindak sebagai katrol.
Ligamentum glenohumeral tengah terletak sedikit inferior, membentang dari labrum anterior ke humerus. Perannya adalah untuk menahan translasi anterior dan posterior pada midrange rotasi bahu dan abduksi. Ligamentum glenohumeral inferior (IGHL) sangat kompleks, dengan pita anterior, posterior dan superior. Pita anterior IGHL bertanggung jawab untuk menahan translasi anterior dan inferior dari caput humeri ketika lengan dalan posisi abduksi hingga 90o dan diputas secara eksternal. Pita posterior IGHL menahan subluksasi posterior saat lengan abduksi.
Ligamen coracohumeral berhubungan dengan bahu anterior superior. Membentang dari coracoid ke rotator/humerus, membantu menentukan interval rotator. Fungsi dari struktur ini adalah untuk membatasi translasi posterior dengan bahu tertekuk dan diputar secara internal, dan translasi inferior dengan lengan abduksi ke netral saat diputar secara eksternal. Sendi AC didukung oleh ligamen superior, inferior, anterior, dan posterior, yang paling utama adalah superior
dan posterior yang mencegah translasi horizontal pada bidang anterior posterior.
Ligamen coracoclavicularis termasuk ligamen berbentuk kerucut (conoid) dan trapezium (trapezoid), dengan conoid relative medial dan lebih kuat. Menempel di aspek medial 4,5 cm ke ujung lateral clavicula, sedangkan trapezoid menempel di aspek medial 2,5 cm ke ujung lateral (Bakhsh & Nicandri, 2018:10-11).
Coracoacromial ligament meluas secara inferomedial dari permukaan anterolateral inferior acromion ke batas lateral processus coracoid. Bersama dengan aspek inferior acromion dan processus coracoid scapula. Coracoacromial ligament membentuk lengkung coracoacromial yang bertindak untuk membatasi perpindahan superior caput humeri dari glenoid. Sambungan ligamen antara coracoacromial ligament dan kapsul rotator interval telah disebut sebagai “coracoacromial veil” dan dianggap mencegah migrasi inferior dari sendi glenohumeral (Rothenberg et al, 2017:2).
B. Range of Motion (ROM) Sendi Bahu
Dijelaskan oleh Esch & Lepley (1997:15-17), bahwa Range of Motion pada sendi bahu adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Range of Motion Sendi Bahu
Gerakan ROM (Derajat)
Fleksi 180o
Ekstensi 60o
C. Patofisiologi Cedera Bahu
Menurut Arovah (2010:3), patofisiologi terjadinya cedera bermula ketika sel mengalami kerusakan, kemudian sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang peradangan. Mediator tersebut di antaranya: bradikinin, prostaglandin, histamin, dan leukotrien. Mediator kimiawi tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh arah serta penarikan populasi sel-sel kekebalan pada lokasi cedera, proses ini disebut dengan peradangan. Peradangan ini kemudian perlahan berkurang sejalan dengan terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut.
Pada fase akut, cedera ditandai dengan gejala: nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungtiolaessa). Saat jaringan mengalami trauma, pembuluh darah di sekitar area cedera akan mengalami vasodilatasi yang bertujuan untuk mengirim nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh darah, akibatnya area cedera mengalami peningkatan metabolisme sehingga timbul kemerahan (rubor) dan panas (kolor). Banyaknya cairan darah yang mengalir di sekitar cedera akan merembes menuju ruang intersal yang menimbulkan bengkak (tumor). Tumpukan cairan dan zat kimia yang muncul akan menekan ujung saraf tepi di sekitar lokasi cedera dan hal tersebut mengakibatkan nyeri (dolor). Nyeri pertama kali muncul saat serat otot atau tendon mulai mengalami kerusakan, kemudian terjadi iritasi syaraf.
Jika gejala peradangan cukup berat, rasa nyeri biasanya terjadi hingga beberapa hari setelah cedera. Kelemahan fungsi berupa lemahnya kekuatan dan keterbatasan gerakan sendi juga ssering terjadi.
Jenis cedera berdasarkan waktu terjadinya ada dua jenis, yaitu cedera trauma acute dan cedera kronis (overuse syndrome) (Margono 2006:60).
Menurut Stark & Shimer, (2010;2) Cedera kronis atau oveuse terjadi ketika jaringan yang terlibat yaitu otot, tendon, dan tulang tidak mampu mempertahankan kondisi atau beban yang berulang sampai memecah dan menyebabkan rasa sakit. Cedera akut biasa terjadi setelah trauma atau kontak langsung misalnya pergelangan kaki terkilir, atau benturan dengan benda keras. Menurut Sufitni (2004:1), cedera bahu sering disebabkan karena internal violence (sebab yang berasal dari dalam) seperti lelah, tetapi sering juga terjadi pada atlet-atlet cabang olahraga, bisa juga disebabkan oleh external violence (sebab-sebab yang yang berasal dari luar seperti akibat body contact seperti: sepak bola, beladiri, atau rugby).
Kilic et al (2015) menjelaskan beberapa cedera yang mungkin dapat dialami pada sendi bahu diantaranya:
1. Subacromial Impingement Syndrome (SIS)
Merupakan peradangan pada bursa subdeltoid (bustitis) yaitu bursa penting yang terdapat di sendi bahu. Bursitis dapat bervariasi dari peradangan ringan hingga pembentukan abses yang menyebabkan rasa sakit yang berlebihan. Hal ini biasa terjadi pada contact sport sehubungan dengan kondisi otot yang tidak adequat, pemanasan yang kurang sebelum latihan dan tidak menggunakan bahan pelindung yang memadai yang dapat menyebabkan cedera.
2. Rotator Cuff Tear
Rotator Cuff Tear adalah robeknya salah satu atau lebih tendon pada rotator cuff, tendon tidak lagi seluruhnya menempel pada caput humeri, dan bursa juga akan mengalami peradangan. Hal yang demikian ini akan melemahkan kekuatan dan menimbulkan rasa nyeri, sehingga dapat menghambat aktivitas sehari-hari yang menggunakan sendi bahu. Robeknya rotator cuff biasa menjadi penyebab umum nyeri bahu yang terjadi pada orang dewasa, yang paling sering mengalami robek adalah tendon dari otot supraspinatus.
3. Shoulder Dislocation
Dislokasi bahu adalah dislokasi kedua yang paling sering ditemui setelah dislokasi kecil dan minor pada persendian di antara jari-jari tangan. Biasanya disebabkan karena aktivitas yang membutuhkan gerakan melempar, mengangkat, memukul, dan berputar dalam olahraga seperti american football, gulat, sepak bola atau basket.
Anterior instability merupakan kasus yang paling sering terjadi jika pada usia muda pernah mengalami dislokasi bahu anterior maka cedera ini sangat mungkin kambuh.
4. Acromioclavicular Joint (ACE) Osteoathritis
Sendi akromioklavikularis adalah sendi diarthrodial. Ada discus fibrosa di antara permukaan sendi perubahan degeneratif dapat terjadi pada jaringan tulang rawan yang menutupi permukaan sendi, yang mengalami trauma akibat terjatuh dan kontak olahraga serta pada discus tengah, khususnya di kalangan anak muda.
Osteoarthritis sekunder atau ketidakstabilan yang berkembang setelahnya dapat menyebabkan osteolysis klavikula distal atau reapportasi tulang. Disfungsi sendi akromioklavikularis banyak dijumpai di kalangan anak muda yang melakukan tenis, renang, atau lempar cakram. Pasa usia lanjut perubahan degenerative terjadi pasa sendi acromyclavicular, tali ostofit dapat berkembang dan ligamen menjadi lebih tebal.
5. Adhesive Capsulitis (Frozen Shoulder)
Frozen shoulder adalah gangguan pergelangan bahu yang terbatas sehingga kadang tidak mampu untuk digerakan sam sekali. Frozen shoulder biasanya muncul dan memburuk secara progresif, dan dapat berlangsung selama 1-3 tahun.
D. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Perasaan emosional dan sensasi sensorik yang tidak nyaman akibat adanya jaringan yang rusak disebut nyeri. Nyeri bersifat subjektif dan setiap individu memahami nyeri tersebut berkaitan dengan adanya luka (Bahrudin, 2018: 8). Rasa nyeri yang dialami akan diikuti dengan timbulnya stress, seperti rasa cemas, denyut jantung, frekuensi nafas, dan tekanan darah (Rakhma, 2015). Rasa nyeri yang dialami tentunya tergantung dengan intensitas (nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat), durasi nyeri (sejenak, hilang timbul, dan terus menerus), dan diseminasi (bagian dalam kulit atau hanya bagian tubuh tertentu saja).
2. Pengelompokan Nyeri
Durasi nyeri dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu akut dan kronis (Janasuta, 2017: 21).
a) Nyeri akut (nyeri dengan durasi tidak lama atau sesaat), nyeri akut juga berfungsi sebagai sinyal atau rangsangan bagi tubuh individu bahwa terjadi kerusakan jaringan. Pasien hanya fokus dengan nyerinya seperti memberikan respon menangis atau mengusap daerah nyeri.
b) Nyeri Kronis (nyeri dengan durasi lama hingga berbulan-bulan), rasa nyeri kronis bersifat kontinyu atau bahkan meningkat dan hal tersebut berefek pada fisik, psikologis, dan emosional penderita.
Berdasarkan proses terjadinya nyeri dibedakan menjadi 3 jenis, antara lain. (Anitescu, Benzon, & Wallace, 2017)
1) Nyeri neurogenic diakibatkan karena terjadi masalah fungsi pada saraf perifer dan penderita akan merasakan seperti ditusuk-tusuk diikuti dengan sensai panas.
2) Nyeri nonseptif ditimbulkan karena terjadi kerusakan di bagian tubuh, meliputi: memar, patah tulang.
3) Nyeri psikogenik merupakan nyero yang berkaitan dengan psikologi individu, seperti cemas dan depresi.
3. Fisiologi Nyeri
Proses adanya nyeri yang dirasakan dilandasi oleh beberapa proses, yaitu: fenotip, nonsiseptif, tubuh merasakan adanya nyeri yang tidak biasa, sensitisai perifer, perubuhan sistem, eksitabilitas ektopik, dan pengurangan inhibisi. Sensasi subjektif yang dialami dengan stimulus
pada jaringan cedera melewati beberapa proses, sebagai berikut (Bahrudin, 2018: 8).
a) Tranduksi, proses akhiran saraf afaren mengartikan stimulus ke dalam impuls oniseptif.
b) Transmisi, impuls nyeri dari reseptor yang berada di perifer dialirkan mengarah ke cornu dorsalis medulla spinalis hingga ke trakstus senosorik sampai ke otak.
c) Modulasi, proses penyaluran sinyal nyeri. Peningkatan aktivitas nonsiseptor yang dimediasi oleh faktor kimiawi (neurotransmiter).
d) Presepsi nyeri, pemahaman atau kesadaran sensasi nyeri yang dirasakan, presepsi nyeri berasal dari intraksi proses tranduksi, transmisi, modulasi, dan aspek psikologi.
4. Penanganan Nyeri
Pengurangan rasa nyeri dapat dilakukan melalui 2 cara seperti farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi berupa penggunaan obat-obat analgesik seperti morfin untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan pengobatan non farmakologi berupa perawatan secara fisik seperti stimulasi kulit kulit (Putri & Maria, 2015).
Pengunaan pengobatan secara non farmakologi membuat nyeri berkurang secara bertahap sehingga tidak ada efek samping yang ditimbulkan, penggunaan pengobatan secara farmakologi membuat nyeri berkurang dengan cepat karena penggunaan obat analgesik tetapi jika dikonsumsi dalam kurun waktu cukup lama tentunya akan memicu efek kurang baik bagi tubuh seperti gangguan pada ginjal (Dewi, et al. 2019).
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Saraswati (2021) yang berjudul “Efektivitas Terapi Manipulatif Dalam Menurunkan Skala Nyeri dan Meningkatkan Kemampuan Gerak Sendi Penderita Cedera Bahu di Klinik Terapi Fisik dan Manipulatif UNY” tujuan dari penelitian yang dilakukan Saraswati adalah untuk mengetahui efektivitas terapi manipulatif dalam menurunkan skala nyeri dan meningkatkan kemampuan gerak sendi penderita cedera bahu. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi masase manipulatif (efflurage, friction, petrissage, dan tapotement), stretching dan mobilisasi pada otot-otot bahu dan sekitarnya dapat meningkatkan kemampuan gerak fleksi sebesar 26,67%, ekstensi 34,52%, abduksi 25,03%, adduksi 13,30%, medial rotasi 33,16%, dan lateral rotasi 16,56%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan masase dan streching tersebut efektif dalam memperbaiki nyeri gerak dan kemampuan gerak cedera bahu.
2. Penelitian Susanto (2017) yang berjudul “Efektivitas Topurak Untuk Meningkatkan Range Of Motion Sendi Bahu Pada Penderita Frozen Shoulder Pasien Klinik Terapi Masase Cedera Olahraga Mafaza” tujuan dari penelitian yang dilakukan Susanto adalah mengkaji efektivitas manipulasi Topurak dalam meningkatkan ROM sendi bahu pada penderita kaku dan nyeri bahu (frozen shoulder). Hasil penelitian menunjukan bahwa manipulasi topurak dapat meningkatkan ROM penderita frozen shoulder yaitu fleksi 14,79%, ekstensi 9,07%, adduksi 11,19%, abduksi 19,69%, endorotasi 7,6%, dan eksorotasi 7,46%.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan perlakuan manipulasi topurak signifikan dalam meningkatkan range of motion sendi bahu pada penderita frozen shoulder.
C. Kerangka Berpikir
Cedera bahu adalah cedera yang banyak ditemukan dalam aktivitas sehari-hari ataupun saat berolahraga. Penyebab cedera bahu adalah benturan fisik yang terjadi pada area lengan atas sehingga terjadi overuse syndrome.
Mengangkat, menjinjing, mendorong barang berat dan penggunaan berulang-ulang juga menjadi salah satu penyebab terjadinya cedera pada bahu. Cedera tersebut menyebabkan penurunan fungsi gerak dan nyeri pada area cedera yang diakibatkan oleh adanya robekan pada ligamen atau serabut otot.
Salah satu pengobatan yang dapat digunakan untuk menurunkan rasa nyeri pada bahu adalah dengan masase terapi metode Ali Satia Graha. Teknik yang digunakan dalam masase terapi metode Ali Satia Graha meliputi: (1) Gerusan, (2) Elusan, (3) Tarikan atau Traksi, (4) Reposisi. Teknik yang digunakan memiliki manfaat untuk menghancurkan myogilosis pada otot yang menyebabkan pergeseran pada serabut otot, melancarkan peredaran darah, membantu mengurangi proses peradangan, dan mengembalikan posisi sendi yang geser ke posisi normal.
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah disebutkan maka diharapkan penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi Pelayanan Masase Terapi Plaza UNY yang digambarkan dalam bentuk dibawah ini:
Gambar 5. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Masase terapi metode Ali Satia Graha efektif terhadap pemulihan cedera bahu pada gerak fleksi yang ditandai dengan penurunan skala nyeri.
b. Masase terapi metode Ali Satia Graha efektif terhadap pemulihan cedera bahu pada gerak ekstensi yang ditandai dengan penurunan skala nyeri.
c. Masase terapi metode Ali Satia Graha efektif terhadap pemulihan cedera bahu pada gerak fleksi yang ditandai dengan peningkatan Range Of Motion (ROM).
d. Masase terapi metode Ali Satia Graha efektif terhadap pemulihan cedera bahu pada gerak ekstensi yang ditandai dengan peningkatan Range Of Motion (ROM).
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kuantitatif.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen atau percobaan dimana kegiatan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakukan tertentu dengan rancangan One Grup Pretest-Posttest untuk menilai atau mengukur tingkat keberhasilan dari masase terapi di Pelayanan Masase Plaza Universitas Negeri Yogyakarta. Pada penelitian ini pengukuran/tes dilakukan sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan masase terapi pada variable ROM.
Desain penelitian yang digunakan digambarkan sebagai berikut.
Gambar 6. Desain Penelitian
Keterangan:
O₁ = Tes awal atau nilai Pretest (sebelum diberikan perlakuan masase) X = Perlakuan masase terapi
O₂ = Tes akhir atau nilai Posttest (sesudah diberikan perlakuan masase)
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pelayanan Masase Terapi Cedera Olahraga Metode Ali Satia Graha. Waktu penelitian dilaksanakan pada 20 Mei sampai dengan 20 Juni 2023.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien perempuan yang mengalami cedera akut dan kronis persenian bahu. Penentuan sampel pada penelitian ini dengan tehnik incidental sampling yang menentukan sampel pada subjek yang tidak sengaja bertemu kemudian dipilih berdasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel ditentukan rumus slovin sebagai berikut:
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁(𝑒)2 Keterangan:
n : Ukuran sampel/ jumlah responden
N : Ukuran populasi : 41 (jumlah pasien cedera bahu di pelayanan masase terapi bulan Desember 2022)
e : Persen kelonggaran 𝑛 = 41
1 + 41(0,2)2
= 41
1 + 1,64
= 41
2,64
= 15,530
Dengan rumus tersebut didapatkan bahwa jumlah sampel miniman menjadi 15,530 dan dalam penelitian ini ditentukan jumlah sampel 17 orang.
Dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Bersedia menjadi responden dibuktikan pada formular informed concent
b. Bersedia mengisi formulir informed concent.
2. Kriteria Eksklusi
a. Penderita mengalami luka terbuka pada bagian lengan, bahu, dan punggung atas.
b. Penderita mengalami fraktur tulang D. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang saling mempengaruhi disebut juga variabel bebas dan variabel terikat (Ansori dan Iswati, 2017:62).
Penelitian ini menggunakan definisi operasional variabel sebagai berikut.
1. Masase Terapi dalam penelitian ini menggunakan teknik masase terapi metode Ali Satia Graha yakni gabungan dari elusan dan gerusan dengan menggunakan ibu jari. Durasi masase terapi ini dilakukan selama 10-12 menit setelah subjek memperoleh data pretest.
Pemberian masase dilakukan pada sekitar sendi bahu dan pada area cedera hanya diberikan elusan tanpa tekanan, kemudian dilanjutkan dengan traksi dan reposisi. Masase ini dilakukan terhadap tubuh dalam posisi duduk. Tujuan dari pemberian masase untuk menurunkan nyeri dan memperlancar peredarah darah.
2. Nyeri adalah stimulasi subjektif yang dirasa tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan pada sendi bahu akibat cedera pada saat melakukan gerakan yang diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) dengan rentang nyeri angka 0-10, angka 0 tidak terasa nyeri, angka1-3 terasa nyeri ringan, angka 4-6 nyeri sedang, angka 7-9 nyeri berat dan angka 10 rasa nyeri yang paling berat.
3. Range of Movement (ROM) sendi bahu adalah kemampuan sendi untuk melakukan gerakan sesuai dengan skala normal ROM mulai dari gerak fleksi dan ekstensi yang diukur menggunakan goniometer. Normalitas pada ROM bahu yaitu gerakan fleksi sebesar 0-1800 dan gerakan ektensi sebesar 0-600.
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat untuk mengukur variable digunakan oleh para peneliti. Suatu instrumen dikatakan valid apabila datanya valid berdasarkan data asli dan instrumen penelitian dapat diandalkan jika mereka masih menunjukkan kesamaan pada waktu yang berbeda (Kurniawan, 2016: 88).
a. Numeric Rating Scale (NRS)
Instrument pada penelitian ini menggunakan NRS untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami subjek penelitian, dengan skala nyeri 0 sampai dengan 10, dari tidak ada nyeri sampai dengan yang sangat berat (Nugent, et al 2012).
Gambar 7. Numeric Rating Scale
Skala nyeri pada NRS dijelaskan sebagai berikut:
a. Skala 0 : tidak nyeri b. Skala 1-3 : nyeri ringan c. Skala 4-6 : nyeri sedang d. Skala 7-9 : nyeri berat
e. Skala 10 : nyeri terberat yang dirasakan b. Goniometer
Instrumen pada penelitian menggunakan pemeriksaan ROM pada bahu dilakukan dengan mengukur besar sudut dengan datuan derajat menggunakan alat ukur goniometer. Goniometer digunakan sebagai penentu sudut sendi dan jumlah total dari seluruh gerakan yang dilakukan sendi. Goniometer digunakan untuk mengukur ROM dan melihat perbandingan antara data sebelum dan sesudah pemberian masase.
Gambar 8. Goniometer
(sumber: https://www.physiosupplies.eu/plastic-goniometer-20-cm.
Diunduh pada tanggal 18 Juli 2023 pukul 21.00 WIB)
2. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini probandus menyatakan rasa nyeri dengan skala 0 sampai 10 dan peneliti mengukur ROM sebelum dilakukan treatment untuk memperoleh data pretest dan setelah dilakukan treatment nyeri dan ROM probandus diukur kembali untuk memperoleh data.
Langkah-langkah pengumpulan data antara lain:
a. Peneliti melakukan permohonan izin kepada pasien untuk dijadikan subjek penelitian.
b. Peneliti memberikan penjelasan terkait alur penelitian.
c. Subjek penelitian mengisi formulir kesediaan menjadi responden.
d. Pengumpulan data pretest dilakukan dengan mengukur ROM dan nyeri.
e. Subjek penelitian dilakukan treatment masase terapi metode Ali Satia Graha.
f. Peneitian dibantu oleh masseur dan masseus untuk memberikan treatment penanganan masase terapi untuk cedera bahu.
g. Masseur dalam penelitian ini sudah bekerja diatas 5 tahun sebagai praktisi masase terapi.
h. Masseur sudah memperoleh sertifikat keahlian dari BNSP.
i. Pengukuran nyeri dan ROM diukur setelah pasien mendapatkan treatment agar diperoleh data posttest.
j. Data mentah yang telah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan SPSS 25.
F. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui, menggambarkan, dan mendeskripsikan subyek penelitian yang meliputi data umur, pekerjaan, tinggi badan dan berat badan, durasi sakit, ROM, dan penurunan nyeri baik menggunakan tabel, ataupun diagram batang.
2. Analisis Statistik
Data yang sudah diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS dan dilakukan uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk memastikan bahwa data tersebut terdistribusi normal atau tidak normal.
Jika data yang diperoleh terditribusi normal maka proses perhitungan menggunakan parametrik, sebaliknya jika data yang diperoleh terdistribusi tidak normal maka akan dilakukan perhitungan non parametrik. Data yang berdistribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik yaitu T-test Dependent untuk mengetahui distribusi data. Sehingga diketahui signifikansi pengaruh antara pretest dan post-test untuk menentukan ada tidaknya pengaruh manipulasi masase terapi untuk meningkatkan ROM dan penurunan nyeri dengan taraf signifikansi ditentukan 5% (0,05). Signifikasi ditentukan jika nilai (p < 0,05) maka ada perbedaan yang signifikan, jika (p > 0,05) maka tidak ada perbedaan signifikan.
3. Rumus Efektivitas
Rumus perhitungan yaitu data fungsi gerak sendi bahu sebelum dan sesudah masase dianalisis untuk mengetahui efektivitas, yang diperoleh melalui rumus:
Efektivitas = 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 x 100%
𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian a. Usia
Rentang usia pada subjek penelitian ini adalah 25-64 tahun dengan rata- rata 47,41 tahun dan standar deviasi 10,949. Dan kategori usia subjek disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3. Kategori Usia Subjek Cedera Bahu
Kategori Usia Jumlah Subjek
25-34 Tahun 2 Subjek
35-44 Tahun 6 Subjek
45-54 Tahun 5 Subjek
55-64 Tahun 4 Subjek
Jumlah 17 Subjek
Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat diketahui kasus cedera bahu pada penelitian ini banyak terjadi pada subjek yang berusia 35- 44 tahun dikarenakan subjek usia ini mayoritas melakukan aktivitas pekerjaan berat sehingga terjadi benturan, salah posisi tidur, dan overuse. Diikuti dengan subjek 45-54 tahun sebanyak 5 subjek dan 55-64 tahun sebanyak 4 subjek, mayoritas subjek pada usia 45-54 tahun banyak melakukan aktivitas olahraga dan kurangnya pemanasan dan yang dilakukan dan pada usia 55-64 tahun mayoritas subjek mengalami jatuh atau salah tumpuan saat melakukan aktivitas fisik.
Data usia subjek disajikan dalam bentuk diagram batang berikut:
Gambar 9.Diagram Batang Usia Subjek Penelitian
b. Pekerjaan
Pekerjaan subjek pada penelitian ini terdapat empat jenis pekerjaan yang tertera disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4. Kategori Pekerjaan Subjek
Pekerjaan Jumlah Subjek (%)
Ibu Rumah Tangga 9 Subjek (53%)
Guru 2 Subjek (12%)
Tenaga Kesehatan 2 Subjek (12%)
Swasta 4 Subjek (23%)
Hasil diatas menunjukan bahwa yang mengalami cedera bahu pada gerakan fleksi dan ekstensi paling banyak dialami oleh ibu rumah tangga kemudian pegawai swasta, guru, dan tenaga kesehatan. Data pekerjaan subjek juga disajikan dalam diagram lingkaran berikut:
8
Usia
6
4
2
0
25-34 Tahun 35-44 Tahun 45-54 Tahun 55-64 Tahun usia
Gambar 10. Diagram Lingkaran Pekerjaan
c. Tinggi Badan dan Berat Badan
Rentang tinggi badan subjek pada penelitian ini adalah 150-165 cm dengan rata-rata 157,8 cm dan standar deviasi 4,275.
Sedangkan rentang berat badan subjek 43-70 kg dengan rata-rata 56,5 kg dan standar deviasi 6,443.
B. Analisis Deskriptif Statistik Variabel Penelitian 1. Durasi Cedera Bahu
Rentang durasi cedera bahu subjek pada penelitian ini mayoritas adalah 2 hari hingga 3 bulan dengan rata-rata 35,17 hari dan standar deviasi 47,97. Adapun data jumlah klasifikasi durasi dan kategori cedera bahu disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 5. Klasifikasi Durasi dan Kategori Cedera Bahu Kategori Cedera Durasi Cedera Jumlah Subjek (%)
Akut < 2 Minggu 9 Subjek (53%)
Subakut 2-4 Minggu 3 Subjek (18%)
Kronis > 4 Minggu 5 Subjek (29%)
Pekerjaa n
23%
12%
12
%
53%
Ibu Rumah Tangga Guru
Tenaga Kesehaan Pegawai Swasta
2. Skala Nyeri Cedera Bahu
Pengukuran skala nyeri bahu menggunakan Numeric Rating Scale.
Data yang dikumpulkan berupa tingkat nyeri gerak fleksi dan ekstensi yang diukur dari 0 : tidak nyeri, angka 1-3 : nyeri ringan, angka 4-6 : nyeri sedang, angkat 7-9 : nyeri berat dan angka 10 : nyeri terberat yang dirasakan.
Tabel 6. Jumlah dan Kategori Skala Nyeri Bahu Gerak Fleksi
Kategori Pretest Posttest
f Presentase F Presentase
Tidak Nyeri 0 0% 5 29%
Nyeri Ringan 0 0% 11 65%
Nyeri Sedang 0 0% 1 6%
Nyeri Sekali 16 94% 0 0%
Sangat Nyeri 1 6% 0 0%
Jumlah 17 100% 17 100%
Tabel 7. Jumlah dan Kategori Skala Nyeri Bahu Gerak Ekstensi
Kategori Pretest Posttest
f Presentase F Presentase
Tidak Nyeri 0 0% 6 35%
Nyeri Ringan 2 12% 10 59%
Nyeri Sedang 11 65% 1 6%
Nyeri Sekali 4 23% 0 0%
Sangat Nyeri 0 0% 0 0%
Jumlah 17 100% 17 100%
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat menunjukan bahwa mayoritas subjek pretest terdapat pada kategori skala nyeri sekali untuk gerak fleksi. Kemudian untuk gerak ekstensi mayoritas subjek pretest terdapat pada kategori nyeri sedang. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor penyebab cedera seperti salah posisi tidur, jatuh (tangan sebagai
tumpuan), mendorong, dan angkat barang berat. Data posttest subjek mengalami penurunan nyeri dimana terdapat subjek dengan kategori tidak nyeri. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas masase terapi cedera olahraga terhadap penurunan skala nyeri pada sendi bahu pasien wanita.
Data kategori tingkat nyeri pasien pada penelitian ini juga disajikan dalam bentuk diagram batang berikut:
- Skala Nyeri Fleksi
Gambar 11. Diagram Batang Skala Nyeri Gerakan Fleksi Bahu
- Skala Nyeri Ekstensi
Gambar 12. Diagram Batang Skala Nyeri Gerakan Ekstensi Bahu
Skala Nyeri Fleksi
20
16 15
11 10
5 5
1 1
0
Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Sekali Sangat Nyeri pre-test post-test
Skala Nyeri Ekstensi
15
10
5
0
Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Sekali Sangat Nyeri pre-test post-test
3. Range of Movement (ROM)
Goniometer digunakan untuk mengukur ROM dan memperoleh nilai pretest dan posttest gerak fleksi dan ekstensi. Dari hasil analisis statistika deskriptif dari keseluruhan data ROM nilai pretest dan posttest pada gerak fleksi dan ekstensi penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Analisis Statistik Deskriptif untuk Data ROM Pretest dan Posttest
Data ROM N Min Max Mean Std.Dev
Fleksi
Pretest 17 111 157 126,59 13,323
Posttest 17 130 180 157,35 14,891
Ekstensi Pretest 17 15 44 29,76 8,393
Posttest 17 40 60 50,94 6,833
Data rata-rata ROM pada penelitian ini disajikan juga dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:
- Skala ROM Fleksi
Gambar 13. Diagram Batang rata-rata ROM Pretest dan Posttest
200 150 100 50 0
Fleksi
Pretest Posttest