• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI BERBANTUAN PHET SIMULATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI BERBANTUAN PHET SIMULATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

185

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI BERBANTUAN PHET SIMULATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH SISWA

Lutfiyatul Amanah1), Anwar Ardani2), Dian Purwaningsih3)

1,2,3)

Universitas Peradaban, jalan raya Pagojengan km. 3 Paguyangan, Brebes;

lutfiyatulamanah@gmail.com, anwarardani3@gmail.com, dedepurwa24@gmail.com

Abstract

The low students’ problem-solving ability was the background for researcher to conduct research.

The purpose of this study was to determine whether learning using the PhET Simulation-assisted simulation learning model is more effective than the conventional learning model in improving the students’ problem-solving abilities and to investigate whether there is an increase in students’

problem-solving abilities before and after using the PhET Simulation-assisted simulation learning model. The method used was an experimental method with a quasi-experimental research design.The population of this study consisted of students in the fourth grade of two public elementary schools in Mlayang Village, namely 28 students. The sample included fourth-grade students from SD Negeri Mlayang 02 as the experimental class of 16 students and fourth-grade students from SD Negeri Mlayang 01 as the control class of 12 student. Data collection techniques applied observation, interviews, documentation, and tests. The data analysis techniques used were the independent sample t-test and paired sample t-test. The results showed that (1) students’ problem-solving abilities are better when the students are by taught using the PhET Simulation-assisted simulation learning model compared to students taught using the conventional learning models, and (2) there is an increase in the students’ problem-solving abilities between before and after using the PhET Simulation-assisted simulation learning model.

Keywords: Effectiveness, PhET Simulation Media, Problem-Solving Ability, Simulation Learning Model

Abstrak

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation lebih baik dari model pembelajaran konvensional jika dalam kemampuan pemecahan masalah siswa, dan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum dengan setelah menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain penelitian quasi experimental. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dua SD Negeri se-Desa Mlayang yaitu sejumlah 28 siswa dengan sampel siswa kelas IV SD Negeri Mlayang 02 sebagai kelas eksperimen sejumlah 16 siswa dan siswa kelas IV SD Negeri Mlayang 01 sebagai kelas kontrol sejumlah 12 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data yang digunakan yaitu independent sample t test dan paired sample t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation lebih baik dibandingkan dengan yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional, dan (2) terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum dengan setelah menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation.

Kata Kunci: Efektivitas, Kemampuan Pemecahan Masalah, Media PhET Simulation, Model Pembelajaran Simulasi,

(2)

186

Cara Menulis Sitasi: Amanah, L., Ardani, A., & Purwaningsih, D. (2023). Efektivitas model pembelajaran simulasi berbantuan phet simulation terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Jurnal Edukasi dan Sains Matematika (JES-MAT), 9 (2), 185-198.

PENDAHULUAN

Pemecahan masalah menurut Roebyanto & Harmini (2017) adalah usaha yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sejak usia sekolah dasar seharusnya siswa sudah memiliki kemampuan pemecahan masalah, hal ini karena sebagai bekal saat siswa memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi dan mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah yang berdampak pada masa depan siswa dalam menghadapi masalah di dunia nyata. Sebagaimana menurut Rini & Hidayati (2021) penting bagi siswa sejak usia sekolah dasar untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam mata pelajaran Matematika.

Namun pada kenyataanya, di Indonesia kemampuan siswa dalam Matematika masih terbilang rendah (Lestari, Sumarni,

& Riyadi, 2022). Hal ini dibuktikan dengan hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018, di bidang Matematika siswa Indonesia memperoleh nilai rata-rata 379.

Menurut Pusat Penelitian Pendidikan Badan Penelitian dan Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2019) menyatakan bahwa di Indonesia, sekitar 71% siswa tidak mencapai tingkat kompetensi minimum Matematika, masih banyak siswa yang kesulitan dalam menghadapi situasi yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah menggunakan Matematika.

Selain hasil PISA, beberapa penelitian terdahulu juga menyatakan jika kemampuan pemecahan masalah matematis di sekolah dasar masih rendah. Hasil penelitian Utami & Setiyawati (2022)

menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar masih cenderung rendah. Hal ini terbukti dari hasil kajian literatur yang menunjukkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mencapai indikator-indikator pemecahan masalah matematika. Masalah yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi & Alyani (2022) menunjukkan bahwa banyaknya siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi yaitu 16,67%, siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah sedang 26,67%, dan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah 56,67%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam kategori rendah.

Berdasarkan permasalahan tersebut, sama halnya yang terjadi di dua SD Negeri se-Desa Mlayang. Laporan rapor pendidikan di dua SD Negeri se-Desa Mlayang pada AN (Asesmen Nasional) tahun 2022 nilai AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) kemampuan numerasi siswa di dua SD Negeri se-Desa Mlayang masih tergolong rendah dengan masing-masing memperoleh nilai sebesar 1,36 dengan kategori capaian jauh di bawah kompetensi minimum dan 1,46 dengan kategori capaian di bawah kompetensi minimum. Selain itu, hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti memperlihatkan rata-rata nilai PAS (Penilaian Akhir Semester) siswa kelas IV khususnya mata pelajaran Matematika di dua sekolah dasar tersebut masih berada di bawah KKTP (Kriteria Ketercapaian

(3)

187 Tujuan Pembelajaran) yaitu 32,5 dan 47,22 sedangkan guru telah menentukan untuk KKTP mata pelajaran Matematika adalah 65. Rendahnya hasil belajar tersebut dapat dipengaruhi karena kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. Menurut Hilman dalam Hasmira (2023) ada dua faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal salah satunya yaitu model atau metode pembelajaran yang digunakan guru.

Oleh karena itu, dalam menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah siswa, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan variasi model pembelajaran. Untuk itu, peneliti bermaksud menerapkan inovasi baru dengan menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Herawati (2017) memperoleh hasil bahwa pengelolaan pembelajaran Matematika dengan model pembelajaran simulasi dapat meningkatkan pemahaman masalah sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal meningkat, dapat menciptakan kegembiraan dan kesenangan sehingga meningkatkan minat siswa dalam belajar. Kebaruan penelitian ini adalah model pembelajaran simulasi yang berbantuan PhET Simulation, yaitu salah satu media berbasis TIK berupa laboratorium virtual untuk simulasi.

Menurut Kurniyawati & Prastowo (2021) model pembelajaran simulasi berbasis TIK adalah salah satu model pembelajaran active learning yang menyenangkan di mana pembelajaran tidak hanya tertuju pada guru tetapi siswa juga ikut mengambil peran dalam pembelajaran.

Sebagaima penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Susilawati et al (2022) menyatakan bahwa PhET Simulation dapat meningkatkan motivasi belajar dan keterampilan pemecahan masalah siswa.

LANDASAN/KAJIAN TEORI

Model Pembelajaran Simulasi Berbantuan PhET Simulation

Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang memuat kegiatan dan tahapan-tahapan yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran adalah model simulasi. Menurut Amri & Isnaini (2022) model simulasi adalah model yang dirancang dengan situasi tiruan layaknya keadaan sebenarnya dalam pembelajaran, yang mana tujuan dari model ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait konsep pelajaran yang sedang dipelajarinya atau dapat juga melatih kemampuan pemecahan masalah sosial yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media PhET Simulation sebagai media bantu untuk model pembelajaran simulasi, yaitu pembelajaran dengan tiruan layaknya situasi nyata dengan menggunakan laboratorium virtual berupa software yang

diakses melalui website

http://PhET.colorado.edu.

Secara sederhana langkah-langkah model pembelajaran simulasi berbantuan PhET sebagai berikut:

Fase 1 orientasi : Guru memberikan materi tentang pecahan yang akan dibahas dalam pembelajaran, yaitu pecahan tidak sejati, pecahan senilai, dan penjumlahan dan pengurangan pecahan. Guru menjelaskan tentang proses pembelajaran yang akan menggunakan PhET Simulation dan tahapan-tahapan materi pecahan yang

(4)

188 akan di simulasikan menggunakan PhET Simulation.

Fase 2 latihan pemeran : Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan banyaknya komputer yang akan digunakan untuk simulasi, dalam setiap kelompok guru memilih satu anak untuk menjadi ketua, semua siswa melakukan percobaan menggunakan PhET Simulation dengan mengikuti arahan guru di layar proyektor.

Fase 3 simulasi : Siswa melakukan simulasi secara mandiri bersama kelompoknya, guru mengamati dan memberikan arahan apabila ada kesulitan dalam setiap proses simulasi, serta guru memberikan penilaian dan evaluasi kepada siswa pada setiap tahap simulasi dilanjutkan dengan simulasi berikutnya.

Fase 4 pengarahan pemeran : Setelah melakukan simulasi guru dan siswa merangkum kejadian dan persepsi, merangkum kesulitan dan pendalaman, menganalisis proses, membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata, menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi ajar, memberi penghargaan dan merancang ulang simulasi.

Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Siswono (2018) pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk menghadapi suatu halangan atau kendala ketika suatau jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.

Pemecahan masalah menerapkan pengetahuan (knowledge) yang dimiliki siswa sebelumnya ke situasi yang baru.

Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah berbeda-beda bergantung pada tingkat perkembangan siswa (Susanto 2013; Nurhasanah, Sumarni, & Riyadi, 2022). Untuk itu, menurut Asfar & Nur (2018) kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan, pengetahuan yang

dimiliki setiap siswa berbeda-beda dalam pemecahan masalah, hal ini bergantung pada apa yang dilihat, diamati, diingat, dan dipikirkannya sesuai dengan kejadian dikehidupan nyata.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. Menurut Hilman dalam Hasmira (2023) ada 2 faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor- faktor yang berpeluang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dari faktor internal antara lain minat, intelegensi, dan kemampuan kognitif yang dimiliki siswa.

Sedangkan faktor dari eksternal antara lain model atau metode pembelajaran yang digunakan guru, lingkungan belajar yang diciptakan dan pemberian motivasi dari guru.

Indikator langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (2004) yaitu:

a. Memahami masalah, yaitu kemampuan memahami bagian dari masalah misalnya apa yang belum diketahui, data, dan kondisi

b. Memikirkan rencana, yaitu mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah. Strategi pemecahan masalah dapat diperoleh dengan mengaitkan pengalaman dan pengetahuan yang dipunyai dengan masalah yang dihadapi

c. Melaksanakan rencana, yaitu mempresentasikan setiap langkah proses pemecahan masalah, apakah sudah sesuai dengan rencana atau belum, dan apabila belum sesuai maka dapat diperbaiki dengan melihat data dan apa yang harus diperoleh

d. Melihat kembali, yaitu melihat kembali proses pemecahan masalah yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan

(5)

189 dan memeriksa kembali hasil dan langkah-langkah yang telah dilaksanakan. Dari melihat kembali jawaban, kemungkinan dapat menemukan pemecahan yang lebih baik (Sofyan, Sumarni, & Riyadi, 2021; Sumarni, Darhim, & Fatimah, 2021).

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Adapun pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif dengan bentuk desain quasi experimental yang menggunakan metode noneequivalen control group design. Gambar desain noneequivalen control group design dapat dilihat dalam tabel 1 berikut:

Tabel 1. Metode Desain Penelitian

Kelompok Pretest Treatment Posttest

OE O1 X O2

OK O3 - O4

Keterangan:

OE = Kelompok eksperimen OK = Kelompok kontrol

O1 = Kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen sebelum diberi perlakuan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation

O3 = Kemampuan pemecahan masalah pada kelas kontrol sebelum diberi perlakuan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation

X = Treatment (perlakuan) dengan menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation

O2 = Kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen setelah diberi perlakuan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation

O4 = Kemampuan pemecahan masalah pada kelas kontrol setelah diberi

perlakuan model pembelajaran konvensional

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2022 sampai bulan Juli 2023, dilaksanakan di dua SD Negeri se-Desa Mlayang, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, yaitu di SD Negeri Mlayang 01 dan SD Negeri Mlayang 02.

Populasi-Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di dua SD Negeri se-Desa Mlayang, Kecamatan Sirampog Tahun 2022/2023 yaitu sebanyak 28 siswa dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV di SD Negeri Mlayang 02 sebagai kelas eksperimen sebanyak 16 siswa dan siswa kelas IV di SD Negeri Mlayang 01 sebagai kelas kontrol sebanyak 12 siswa. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling, jenis yang dipakai adalah sampling jenuh yaitu semua anggota

(6)

190 populasi digunakan sebagai sampel, hal ini karena jumlah SD Negeri yang berada di Desa Mlayang hanya ada dua SD dan seluruh siswa kelas IV di dua SD Negeri se-Desa Mlayang hanya berjumlah 28 siswa, dalam setiap SD untuk kelas IV hanya ada satu kelas sehingga siswa kelas IV di SD Negeri Mlayang 02 dijadikan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV di SD Negeri Mlayang 01 dijadikan sebagai kelas kontrol.

Prosedur

1. Kegiatan Pendahuluan

Pada tahap ini peneliti menentukan daerah penelitian dan berkoordinasi dengan pihak sekolah terkait waktu penelitian.

2. Menyusun Instrumen Penelitian

Tahap selanjutnya adalah menyusun instrumen. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah lembar tes. Lembar tes yang digunakan berupa soal uraian yang sudah melalui tahap uji validitas, uji tingkat kesukaran, uji daya pembeda, dan uji reliabilitas.

3. Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan melakukan pretest dan posttest pada kelas eksperimen serta posttest pada kelas kontrol.

4. Analisis Data

Tahap yang terakhir adalah menganalisis data, yaitu dengan menggunakan independent sample t test dan paired sample t test.

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Instrumen yang digunakan adalah

lembar tes yang berupa soal uraian. Jumlah soal yang diuji cobakan adalah 16 soal sedangkan yang dipakai sebagai instrumen penelitian dalam pretest dan posttest berjumlah 10 soal yang mana 10 soal tersebut adalah soal yang telah diuji validitas yang dinyatakan valid yaitu soal yang sudah memenuhi kesesuaian indikator dengan tujuan pengembangan instrumen, kesesuaian indikator dengan cakupan materi atau kesesuaian teori, kesesuaian instrumen dengan indikator butir, kebenaran konsep butir soal, kebenaran isi, kebenaran kunci jawaban, bahasa dan budaya. Soal yang telah memenuhi kriteria uji tingkat kesukaran yaitu soal kategori sedang (0,30 – 0,70), soal yang memenuhi kriteria daya pembeda yaitu soal dengan daya pembeda > 0,25, dan soal tersebut adalah reliabel yaitu menurut Sudijono dalam Rahman & Nasryah (2019) dikatakan reliabel apabila koefisien  0,70.

Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk hipotesis yang pertama menggunakan independent sample t test dengan uji prasyarat uji normalitas dan uji homogenitas. Uji hipotesis yang pertama ini untuk mengetahui mana model pembelajaran yang lebih baik antara model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation dengan model pembelajaran konvensional jika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa dan hipotesis yang kedua menggunakan paired sample t test dengan uji prasyarat uji normalitas. Uji hipotesis kedua ini untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum dengan sesudah menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation.

(7)

191

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Penelitian ini terdapat dua analisis yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statististik inferensial. Pertama, analisis statistik deskriptif.

Deskripsi Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Terdapat 4 indikator kemampuan pemecahan masalah yang dinilai dalam penelitian ini yaitu memahami masalah, memikirkan rencana, menjalankan rencana, dan melihat kembali. Adapun uraian hasil posttest berdasarkan indikator tahapan kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:

Tabel 2. Uraian Hasil Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah No Aspek Kemampuan

Pemecahan Masalah

Jumlah Skor Keterangan Tingkatan

1 Memahami Masalah 338 Tinggi

2 Memikirkan Rencana 231 Sedang

3 Melaksanakan Rencana 324 Tinggi

4 Melihat Kembali 166 Rendah

Jumlah 1059

Rata-Rata 264,75

Standar Deviasi

Berdasarkan tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata dari 4 indikator tahapan kemampuan pemecahan masalah setelah dilakukan perlakuan menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation sebesar 264,75 dan standar deviasi sebesar 81,1721. Pada indikator memahami masalah memiliki jumlah nilai sebesar 338 dengan kategori tinggi, memikirkan rencana 231 dengan kategori sedang, melaksanakan rencana 324 dengan kategori tinggi dan melihat kembali sebesar 166 dengan kategori rendah.

Selanjutnya, analisis statistik inferensial untuk membuktikan hipotesis penelitian yang sudah ditentukan.

Penelitian ini terdapat dua hipotesis, uji

hipotesis 1 menggunakan independent sample t test dan uji

hipotesis 2 menggunakan paired sample t test. Sebelum melakukan uji hipotesis pada uji hipotesis 1 dan uji hipotesis 2 dilakukan uji prayasat sesuai dengan syarat analisis masing-masing.

Uji hipotesis 1

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan independent sample t test dengan menguji data hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji prasyarat yang diperlukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji liliefors.

Berdasakan perhitungan hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel 3 berikut:

(8)

192

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Hasil Posttest

Data Lhitung Ltabel Kesimpulan

Eksperimen 0,213 H0 diterima

Kontrol 0,242 H0 diterima

Berdasarkan tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji normalitas data hasil posttest pada kelas eksperimen

didapatkan yaitu

Sedangkan data hasil posttest pada kelas kontrol didapatkan

yaitu

Maka dapat disimpulkan bahwa nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol adalah berdistribusi normal karena . Setelah data normal uji prasyarat selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji Homogenitas pada penelitian ini yaitu menggunakan metode fisher. Berdasakan perhitungan hasil uji homogenitas dapat dilihat dalam tabel 4 berikut:

Tabel 4.Hasil Uji Homogenitas Hasil Posttest

Data Fhitung Ftabel Kesimpulan

Nilai Posttest H0 diterima

Berdasarkan tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji homogenitas data hasil posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

yaitu Maka

dapat disimpulkan bahwa nilai posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen karena .

Kemudian setelah data memenuhi uji prasyarat data dihitung menggunakan uji independent sample t test. Kriteria dalam uji independent sample t test jika thitung <

ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, dan sebaliknya. Hasil perhitungan uji Independent Sample T Test dapat dilihat dalam tabel 5 berikut:

Tabel 5. Uji Independent Sample T Test

Data thitung ttabel Kesimpulan

Posttest 1,706 H0 ditolak

Berdasarkan tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji independent sample t test data hasil posttest pada kelas eksperimen didapatkan nilai

dan uji

satu pihak yaitu sebesar 1,706. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1

diterima, artinya kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan menggunakan

(9)

193 model pembelajaran konvensional karena

yaitu

Uji Hipotesis 2

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan paired sample t test dengan menguji data hasil pretest dan posttest pada

kelas eksperimen. Uji prasyarat yang diperlukan adalah uji normalitas. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji liliefors. Berdasakan perhitungan hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Hasil Pretest dan Posttest

Data Lhitung Ltabel Kesimpulan

Pretest 0,1429 0,213 H0 diterima

Posttest 0,1031 0,213 H0 diterima

Berdasarkan tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji normalitas data hasil posttest kelas eksperimen

didapatkan yaitu

Sedangkan data hasil posttest kelas eksperimen didapatkan

yaitu

Maka dapat disimpulkan bahwa nilai pretest dan posttest pada kelas eksperimen

adalah berdistribusi normal. Kemudian setelah data memenuhi uji prasyarat data dihitung menggunakan uji paired sample t test. Kriteria dalam uji paired sample t test jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1

ditolak, dan sebaliknya. Hasil perhitungan uji Paired Sampe T Test dapat dilihat dalam tabel 7 berikut:

Tabel 7. Uji Paired Sample T Test

Data thitung ttabel Kesimpulan

Nilai Pretest dan Posttest 1,753 H0 ditolak Berdasarkan tabel 7 diatas

memperlihatkan bahwa uji paired sample t test data hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen didapatkan nilai

dan uji

satu pihak yaitu sebesar 1,753. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1

diterima, artinya terdapat peningkatan kemampuan pemecahan siswa sebelum menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation dengan setelah menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation,

karena yaitu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tahap orientasi dapat melatih siswa dalam indikator kemampuan pemecahan masalah pada bagian memahami masalah dan memikirkan rencana karena pada tahap ini terdapat penyajian topik dan konsep yang akan ditunjukan melalui simulasi. Pada tahap latihan pemeran dapat melatih siswa dalam indikator kemampuan pemecahan masalah pada bagian memikirkan rencana dan melaksanakan rencana karena pada tahap ini dilakukan latihan singkat dengan memperhatikan langkah-langkah yang

(10)

194 dilaksanakan guru di proyektor. Pada tahap simulasi dapat melatih siswa dalam indikator kemampuan pemecahan masalah pada bagian memahami masalah, memikirkan rencana, melaksanakan rencana, dan melihat kembali karena pada tahap ini setiap siswa dilatih melaksanakan simulasi secara mandiri. Tahap terakhir yaitu pengarahan pemeran dapat melatih siswa dalam indikator kemampuan pemecahan masalah pada bagian memahami masalah, memikirkan rencana, melaksanakan rencana, dan melihat kembali karena pada tahap ini siswa merangkum kejadian dan persepsi, membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata, dan menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi ajar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Herawati (2017) yang menyatakan bahwa pengelolaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran simulasi dapat meningkatkan pemahaman masalah, sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah meningkat, dan menurut Oktapyanto (2016) model pembelajaran simulasi bermanfaat untuk melatih memecahkan masalah.

Penerapan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation pada kelas eksperimen juga memperlihatkan bahwa selama proses pembelajaran siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Sebagian besar siswa sudah aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, mencatat materi yang guru sampaikan, memperhatikan dan mendengarkan guru saat menjelaskan materi, dan siswa mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini sejalan dengan Shoimin (2014) yang menyatakan bahwa kelebihan model simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa, serta menjadikan siswa lebih paham materi pembelajaran.

Handayani (2017) menyatakan bahwa kemampuan siswa terhadap konsep-konsep Matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Maka, semakin siswa mudah memahami materi Matematika maka akan semakin mudah siswa dalam memecahkan masalah. Selain itu, siswa merasa senang saat proses pembelajaran karena dengan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation siswa dapat belajar sambil bermain, materi ditampilkan dalam bentuk game serta tampilan menarik. Sama seperti kelebihan PhET Simulation yang disampaikan oleh Mardhatilla (2021) bahwa PhET Simulation menyediakan konten yang menarik dan bervariasi, serta mampu membangkitkan minat belajar siswa. Di mana jika ditinjau dari minat belajar apabila minat belajar tinggi maka kemampuan pemecahan masalah tinggi.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Wulansari & Pujiastuti (2023) di mana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ditinjau dari minat belajar rendah mendapatkan hasil rata-rata yang rendah, minat belajar sedang mendapatkan hasil rata-rata yang rendah, dan minat belajar tinggi mendapatkan hasil rata-rata yang tinggi. Berbeda dengan kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Pada kelas kontrol, sebagian siswa masih kurang aktif dalam bertanya dan menyampaikan pendapat, masih banyak siswa yang bermain sendiri ketika guru menjelaskan materi pelajaran, saat diberikan soal masih banyak siswa yang bingung untuk menjawab karena sebagian siswa hanya paham pada teori, dan siswa terlihat masih pasif karena pembelajaran lebih berpusat kepada guru dan tidak adanya media pendukung saat proses pembelajaran sehingga siswa hanya

(11)

195 mendengarkan saja. Seperti halnya menurut Helmiati (2012) yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar konvensional umumnya berlangsung satu arah yang merupakan transfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, norma, nilai, dan lain-lainnya dari seorang pengajar kepada siswa. Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartley dan Davis dalam Helmiati (2012) menyebutkan bahwa pada 10 menit pertama penyampaian materi dengan ceramah, siswa dapat menyerap 70% dari materi yang disampaikan. Selanjutnya tingkat perhatian siswa mengalami penurunan. Pada sepuluh menit terakhir mereka hanya dapat menyerap 20% saja dari materi yang disampaikan. Selain ini, peran media pembelajaran juga sangat penting sama seperti yang dikatakan oleh Kristanto (2016) bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Labibah &

Jumadi (2018) dan penelitian Rahayu &

Dwikoranto (2020). Kedua penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, di mana dalam penelitian Labibah & Jumadi (2018) menunjukkan hasil penelitian bahwa model pembelajaran simulasi berbantuan PhET dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Penelitian Rahayu & Dwikoranto (2020) menunjukkan bahwa model pembelajaran simulasi berbantuan PhET dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mendapatkan respon sangat baik dari siswa, sedangkan hasil penelitian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation lebih baik daripada model konvensional jika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa, dan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Sehingga hasil penelitian ini dikatakan relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Labibah & Jumadi (2018) dan penelitian Rahayu & Dwikoranto (2020) karena dari ketiga penelitian tersebut menjukkan pengaruh adanya model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation. Hanya saja yang membedakan adalah materi yang digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

1. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation dengan setelah menggunakan model pembelajaran simulasi berbantuan PhET Simulation.

Saran

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang lebih banyak di dalam penelitiannya supaya didapatkan hasil penelitian yang lebih akurat apabila dalam penelitiannya akan mengkaji hal yang serupa dengan penelitian ini atau

(12)

196 mengkaji model dan media pembelajaran yang lain yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, D. R., & Isnaini, R. L. (2022).

Implementasi Model Simulasi dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Arab pada Siswa Kelas V di MIN 1 Bantul Tahun Ajaran 2021/2022. Journal of Arabic Studies and Teaching, 45–59.

Asfar, A. M. I. T., & Nur, S. (2018). Model Pembelajaran PPS (Problem Posing

& Solving). Sukabumi: CV Jejak.

Handayani, K. (2017). Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Soal

Cerita Matematika.

SEMNASTIKAUNIMED.

Hasmira, N. (2023). Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Logis Matematis. Journal of Matematics Education, 1(1), 18-24.

Helmiati. (2012). Model Pembelajaran.

Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Herawati, N. (2017). Pengelolaan Pembelajaran Matematika dengan Menerapkan Model Simulasi. Manajer Pendidikan, 11(6), 560–568.

Kristanto, A. (2016). Media Pembelajaran.

Surabaya: Penerbit Bintang Sutabaya.

Kurniyawati, S. U., & Prastowo, A. (2021).

Kontribusi Model Simulasi TIK untuk Menumbuhkan Berfikir Logis dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Teknologi Pendidikan, 14(2), 88–94.

Labibah, U. N., & Jumadi. (2018).

Efektivitas Model Pembelajaran Simulasi Berbantuan PhET pada Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Aspek Kognitif Peserta Didik SMA. Jurnal Pendidikan Fisika, 7(2), 211–222.

Lestari, S. D., Sumarni, S., & Riyadi, M.

(2022). Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMK ditinjau dari gaya kognitif field

independent dan field dependent.

Range: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 113-128

Mardhatilla, Z. M. (2021). PhET Simulation Sebagai Penunjang Pembelajaran IPA Secara Online Selama Pandemi Covid-19. PISCES:

Proceeding of Integrative Science Edycation Seminar, 1, 441–448.

Nurhasanah, F., Sumarni, S., & Riyadi, M.

(2022). PENGEMBANGAN E- MODUL MATERI BARISAN DAN DERET UNTUK MEMFASILITASI

KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS. SIGMA:

JURNAL PENDIDIKAN

MATEMATIKA, 14(2), 104-117.

Oktapyanto, R. R. Y. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Simulasi Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Sekolah Dasar. JPSD, 2(1), 96–

108.

Polya, G. (2004). How to Solve It. United States of America: Princeton University Press.

Pratiwi, D. T., & Alyani, F. (2022).

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V SD Pada Materi Pecahan. Journal for Lesson and Learning Studies, 5(1), 136–142.

Pusat Penelitian Pendidikan Badan Penelitian dan Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019).

Pendidikan di Indonesia Belajar dari Hasil PISA 2018. Jakarta: Puspendik Kemdikbud.

Rahayu, N. P., & Dwikoranto. (2020).

Efektivitas Model Pembelajaran Simulasi Berbantuan PhET untuk Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik SMA. Inovasi Pendidikan Fisika, 09(02), 104–110.

Rahman, A. A., & Nasryah, C. E. (2019).

Evaluasi Pembelajaran. Ponorogo:

Uwais Inspirasi Indonesia.

Rini, E. S., & Hidayati, K. (2021).

Komparasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika antara yang

Menggunakan dan Tidak

(13)

197 Menggunakan Pembelajaran RME.

Jurnal Kajian Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(1), 25–32.

Roebyanto, G., & Harmini, S. (2017).

Pemecahan Masalah Matematika untuk PGSD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.

Siswono, T. Y. E. (2018). Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sofyan, Y., Sumarni, S., & Riyadi, M.

(2021). PENGEMBANGAN

PERANGKAT PEMBELAJARAN

PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR BERBASIS MODEL PROJECT BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIS SISWA.

SIGMA: JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, 13(2), 129-142.

Sumarni, S., Darhim, D., & Fatimah, S.

(2021). Kemampuan pemecahan

masalah mahasiswa calon guru matematika sekolah menengah berdasarkan tahapan polya.

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 10(3), 1396- 1411.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana.

Susilawati, A., Yusrizal, Halim, A., Syukri, M., Khaldun, I., & Susanna. (2022).

The Effect of Using Physics Education Technology (PhET) Simulation Media to Enhance Students’ Motivation and Problem-Solving Skills in Learning Physics. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 8(3), 1157–1167.

Utami, D. S. P., & Setiyawati, E. (2022).

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di Sekolah Dasar.

Academia Open, 7, 6-11.

Wulansari, A., & Pujiastuti, H. (2023).

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Ditinjau dari Minat Belajar. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(2), 3762–3768.

(14)

198

Referensi

Dokumen terkait

Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode drill berbantuan “ Smart Mathematics Modul e” lebih dari rata-rata

Penelitian ini bertujuan untuk melihat (1) Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuan Software

Secara umum, dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diberikan pembelajaran menggunakan

Penelitian ini bertujuan(1) mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan melalui model RME berbantuan

Dari beberapa hal yang sudah dikemukakan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan simulasi PhET untuk

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan strategi problem solving berbantuan PhET (PS + PhET), problem solving

Hasil penelitian menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model PBL berbantuan Slice Fraction lebih baik daripada kemampuan pemecahan