• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAKTERI ENDOFIT, 3 BAE, 2RWB2, BK-3(2) SEBAGAI AGENS ANTAGONIS PATOGEN PYRICULARIA ORYZAE SECARA IN-VITRO DAN SEBAGAI AGEN PGPR ( PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) PADA TANAMAN PADI”

N/A
N/A
Ibnu Fajar

Academic year: 2023

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAKTERI ENDOFIT, 3 BAE, 2RWB2, BK-3(2) SEBAGAI AGENS ANTAGONIS PATOGEN PYRICULARIA ORYZAE SECARA IN-VITRO DAN SEBAGAI AGEN PGPR ( PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) PADA TANAMAN PADI” "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

“UJI EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAKTERI ENDOFIT, 3 BAE, 2RWB2, BK-3(2) SEBAGAI AGENS ANTAGONIS PATOGEN PYRICULARIA ORYZAE SECARA IN-VITRO DAN SEBAGAI AGEN

PGPR ( PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) PADA TANAMAN PADI”

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT

Oleh : IBNU FAJAR

D1F121003

JURUSAN/PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2023

(2)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang sangat penting dan dijadikan sebagai sumber makanan pokok bagi penduduk indonesia. Bahan makanan ini telah dikonsumsi oleh 95% penduduk Indonesia. Kandungan gizi di dalam beras tersebut yang menjadikan komoditas padi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan (Lutfi et al., 2013). Sebagai sumber makanan pokok, beras sangat sulit untuk digantikan dengan bahan pokok lainnya sehingga keberadaan beras dijadikan sebagai prioritas utama masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat yang membuat kenyang dan menjadi sumber karbohidrat utama yang mudah diubah menjadi energi (Donggulo et al., 2017) .

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) selama sepuluh tahun terakhir produktivitas padi nasional tidak mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada tahun 2010 produktivitas padi sebesar 5,015 ton/ha, tahun 2011 sebesar 4,980 ton/ha, tahun 2012 sebesar 5,136 ton/ha, tahun 2013 sebesar 5,152 ton/ha, tahun 2014 sebesar 5,135 ton/ha, pada tahun 2015 sebesar 5,341 ton/ha, pada tahun 2016 sebesar 5,236 ton/ha, tahun 2017 sebesar 5,165 ton/ha , tahun 2018 sebesar 5,192 ton/ha, tahun 2019 sebesar 5,114 ton/ha, dan tahun 2020 sebesar 5,128 ton/ha. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2019 luas panen padi mengalami penurunan dari 10,68 juta hektar ke 700,05 ribu hektar atau 6,15 % dibandingkan pada tahun 2018. Pada tahun 2019 produksi padi sebesar 54,60 juta

(3)

ton GKG (Gabah Kering Giling) atau mengalami penurunan sebesar 4,60 juta ton atau 7,76% dibandingkan pada tahun 2018 sedangkan jika produksi padi dikonversikan dalam beras untuk konsumsi pangan, pada tahun 2019 produksi beras mengalami penurunan sebanyak 2,63 juta ton atau sebesar 7,75%

dibandingkan pada tahun 2018 (BPS, 2020).

Usaha peningkatan produksi pangan yang sering mengalami kendala, variabilitas iklim dan cuaca yang tidak menentu dapat mempengaruhi keberadaan dan besarnya tingkat serangan hama dan penyakit tumbuhan (HPT), dimana HPT cenderung berkembang pesat di lokasi dengan kondisi perubahan iklim yang ekstrim. Penurunan produksi pangan yang disebabkan kondisi perubahan iklim yang ekstrim (awal musim hujan dan musim kemarau yang tidak teratur) dan adanya serangan dan perkembangan HPT yang meningkat merupakan masalah yang sangat serius dalam budidaya tanaman pangan karena dapat mengakibatkan gagal panen. Dikaitkan dengan upaya peningkatan produksi tanaman, pendapatan petani, daya saing produksi dan pelestarian lingkungan maka diperlukan suatu tehnik pengendalian OPT yang tepat dan fokus pada prinsip bahwa sistem pengendalian di suatu wilayah dapat dilakukan secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan (Farid et al., 2020).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah semua organisme yang dapat menyebabkan dan menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Terjadinya penurunan produksi padi salah satunya disebabkan oleh penyakit hawar daun yang menyerang tanaman padi mulai dari semai hingga menjelang panen. Dampak

(4)

penyakit ini dapat membuat tanaman tumbuh tidak normal, menurunnya hasil produksi, menurunnya kualitas gabah dan kualitas benih sehingga penyebaran penyakit di lapangan sulit dikendalikan (Kurniatuhadi et al., 2021).

Salah satu cara pengendalian hama dan penyakit tanaman pangan adalah dengan aplikasi pestisida. Penggunaan pestisida kimiawi untuk pengendalian OPT masih banyak dilakukan. Cara ini disukai petani karena serangan hama dan penyakit dapat cepat diatasi. Petani juga merasa dimudahkan dalam mengaplikasikan pestisida kimia dengan adanya petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan. Meskipun demikian, hal ini tidak menjamin bahwa perilaku petani dalam mengaplikasikan pestisida sudah tepat. Penggunaan pestisida kimia ini dikhawatirkan menimbulkan akibat buruk bagi lingkungan dan kesehatan petani, terutama apabila penggunaannya berlebihan dan jangka Panjang (Saridewi et al., 2020).

Pemanfaatan mikroba antagonis untuk mengendalikan patogen tumbuhan adalah salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif pengunaan pestisida kimia sintetis terhadap lingkungan, tanaman budidaya maupun konsumen.

Pengendalian ini dikenal sebagai pengendalian hayati atau biological control yang sekarang banyak diterapkan. Penggunaan bakterisida sintetik yang memiliki keefektifan yang tinggi dalam mengendalikan bakteri patogen, pengendalian ini memiliki prospek yang baik karena diyakini bersifat efektif, kompatibel atau sinergi dengan teknik pengendalian lain dan aman bagi lingkungan. Penggunaan bakteri antagonis juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme sehingga memberikan perlindungan terhadap tanaman dari

(5)

serangan fitopatogen. Kemampuan bakteri inilah yang perlu dimanfaatkan untuk mencegah serta mengurangi kerusakan akibat patogen tumbuhan (Giyanto et al., 2015).

Bakteri antagonis yang akan digunakan sebagai agens pengendalian secara hayati tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan cara eksplorasi dan isolasi bakteri antagonis dari tanaman padi. Eksplorasi merupakan langkah awal dari pelaksanaan teknik–teknik pengendalian hayati. Kegiatan ini didasarkan atas fenomena alam bahwa ada hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Eksplorasi dilakukan untuk melestarikan musuh alami untuk dapat dikembangkan dan diperbanyak, serta dimanfaatkan untuk pengendalian. Kegiatan eksplorasi dapat dilakukan dengan cara mencari spesimen di lapangan, berupa bagian tanaman (daun, akar, batang) dan tanah di sekeliling tanaman (Rachmawati et al., 2014).

Sedangkan isolasi bakteri yaitu memindahkan bakteri dari lingkungan alamiahnya dan menumbuhkannya pada media buatan sehingga diperoleh kultur murni.

Isolasi bakteri antagonis pada tanaman padi dapat dilakukan dengan menggunakan akar, batang serta daun tanaman padi (Nugraha dan Mikdarullah, 2017).

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk melakukan eksplorasi dan isolasi bakteri antagonis. Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang sangat penting di dunia, tanaman padi menjadi bahan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia. Padi sangat dibutuhkan sebagai pangan utama bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia, karena memiliki kandungan karbohidrat tinggi dan sumber energi

(6)

utama bagi penduduk indonesia terutama pada masyarakat pedesaan karena padi mampu memenuhi kebutuhan kalori 35-60% bagi tubuh (Sylvia, 2019).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan praktikum mengenai eksplorasi dan potensi bakteri antagonis asal tanaman padi (oryza sativa L.) sebagai agens PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) serta agens pengendalian cendawan patogen tanaman secara in- vitro.

I.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ada bakteri yang diisolasi dari tanaman Padi (Oryza sativa L.) yang mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen secara In vitro?

2. Jika ada, isolat bakteri apa saja yang berpotensi dikembangkan sebagai agens antagonis?

3. Mekanisme antagonis apa saja yang dimiliki isolat bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agens antagonis?

4. Apakah ada isolate bakteri yang diisolasi dari tanaman padi yang berpotensi sebagai agens PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)?

I.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri yang diisolasi dari tanaman Padi (Oryza sativa L.) yang mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen secara In-vitro.

2. Untuk mengetahui isolat bakteri apa saja yang berpotensi dikembangkan sebagai agens antagonis.

(7)

3. Untuk mengetahui mekanisme antagonis apa saja yang dimiliki isolat bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agens antagonis.

4. Untuk mengetahui apakah ada isolate bakteri yang diisolasi dari tanaman padi yang berpotensi sebagai agens PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).

Kegunaan dari praktikum ini adalah para mahasiswa dapat mengetahui ada tidaknya bakteri yang diisolasi dari tanaman Padi (Oryza sativa L.) yang mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen secara In vitro, para mahasiswa dapat mengetahui isolat bakteri apa saja yang berpotensi dikembangkan sebagai agens antagonis, untuk mengetahui mekanisme antagonis apa saja yang dimiliki isolat bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agens antagonis serta untuk mengetahui apakah ada isolate bakteri yang diisolasi dari tanaman padi yang berpotensi sebagai agens PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Dasar Teori

Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu dari tiga tanaman pangan utama yang banyak dikembangkan di berbagai wilayah dunia terutama di Asia. Di Indonesia, beras telah menjadi salah satu bahan pangan utama. Kebutuhan beras yang cukup tinggi, menghendaki untuk meningkatkan kebutuhan beras dengan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi. Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang memiliki peran nyata dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil komoditas pertanian. Perolehan varietas unggul dapat dicapai salah satunya dengan introduksi varietas dari negara lain yang memiliki daya stabilitas tinggi dengan penampilan agronomi baik, hasil lebih tinggi dan memiliki sifat agronomis baik dapat digunakan sebagai sumber gen atau tetua dalam perbaikan varietas (Asadi, 2014).

Penyakit tumbuhan merupakan jenis organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian besar pada tanaman dan dapat mengancam kerugian para petani. Penyebaran penyakit tanaman meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit tanaman mudah menyebar ke beberapa negara dan mencapai proposi epidemi. Penyakit merupakan satu hal yang tidak dapat terpisahkan dalam usaha budidaya tanaman di persemaian (Nurul et al., 2021).

Penyakit pada tanaman didefinisikan sebagai penyimpangan dari sifat normal yang menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan kegiatan fisiologisnya secara normal dengan sebaik-baiknya (Irawan et al., 2015). Tumbuhan dikatakan

(9)

sakit apabila mengalami suatu perubahan dalam proses fisiologis tubuhnya yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab penyakit sehingga jelas ditunjukkan adanya gejala. Faktor-faktor penyebab penyakit tersebut dapat meliputi factor biotik dan abiotik. Faktor biotik yaitu fungi, bakteri, virus, mikoplasma, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Sedangkan faktor abiotik yaitu seperti cuaca, suhu, mineral, senyawa toksik dan penyebab lainnya (Sutarman, 2017).

2.1.1. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) 2.1.1.1 Klasifikasi Tanaman Padi

Klasifikasi botani tanaman padi menurut USDA (2018) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Division : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Subclass : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Family : Gramineae

Genus : Oryza L.

Species : Oryza sativa L

Terdapat 25 spesies Oryza yang ditanam di Indonesia, yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan

(10)

penggenangan (Safitri, 2018). Padi sawah biasanya ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan penggenangan, sedangkan padi gogo ditanam di dataran tinggi pada lahan kering. Tidak terdapat perbedaan morfologis dan biologis antara padi sawah dan padi gogo, yang membedakan hanyalah tempat tumbuhnya (Norsalis, 2011).

Tanaman padi memiliki batang silindris, agak pipih atau bersegi, berlubang atau massif, pada buku selalu massif dan sering membesar, berbentuk herba. Batang dan pelepah daun tidak berambut. Tinggi tanaman padi liar dapat mencapai ukuran melebihi orang dewasa, yaitu sekitar 200 cm, tetapi varietas padi yang dibudidayakan secara intensif sudah jauh lebih rendah, yaitu sekitar 100 cm.

batang padi umumnya berwarna hijau tua dan ketika memasuki fase generatif warna batang berubah menjadi kuning (Utama dan Harja, 2015).

2.1.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang memiliki curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup.

Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7 (Salman, 2014).

Menurut Salman (2014), Syarat tumbuh tanaman padi terbagi atas 7 yaitu :

(11)

1. Iklim

Keadaaan suatu iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, termasuk padi. Tanaman padi sangat cocok tumbuh di iklim yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Keadaan iklim ini, meliputi curah hujan, temperatur, ketinggian tempat, sinar matahari, angin, dan musim.

2. Curah Hujan

Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200 mm/bukan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Curah hujan yang baik akan memberikan dampak yang baik dalam pengairan, sehingga genangan air yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.

3. Temperatur

Suhu memliki peranan penting dalam pertumbuhan padi. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi, misalanya daerah tropika yang dilalui garis khatulistiwa, seperti di negara kita. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 230C ke atas, sedangkan di Indonesia suhu tidak terasa karena suhunya hampir konstan sepanjang tahun. Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi ialah kehampaan pada biji.

4. Tinggi Tempat

Jughun berpendapat, hubungan antara tinggi tempat dengan tanaman padi adalah (1) daerah antara 0 - 650 meter dengan suhu 20,5 0C - 22,5 0C, termasuk 96% dari luas tanah di jawa cocok untuk tanaman padi dan (2) daerah antara 650- 1.500 meter dengan suhu 22,5 0C masih cocok untuk tanaman padi.

5. Sinar Matahari

(12)

Sinar matahari adalah sumber kehidupan. Semua makhluk hidup membutuhkan sinar matahari, termasuk padi. Sinar matahari diperlukan padi untuk melangsungkan proses fotosintesis, terutama proses penggembungan dan kemasakan buah padi akan tergantung terhadap intensitas sinar matahari.

6. Angin

Angin memiliki peran yang cukup penting terhadap pertumbuhan tanaman padi. Dengan angin, tanaman padi dapat melakukan proses penyerbukan dan pembuahan. Namun, angin juga memiliki peran negatif terhadap perkembangan padi. Berbagai penyakit, ditularkan oleh angin. Selain itu, angin juga mengakibatkan buah menjadi hampa dan tanaman menjadi roboh.

7. Musim

Pertumbuhan tanaman padi sangat dipengaruhi oleh musim. Musim yang kita kenal, khususnya di Indonesia, adalah musim kemarau dan musim hujan.

Penanaman padi pada musim kemarau dan musim hujan memiliki dampak yang cukup besar terhadap kuantitas dan kualitas padi. Penanaman padi pada musim kemarau akan lebih baik dibandingkan padi musim hujan, asalkan pengairannya baik. Proses penyerbukan dan pembuahan padi pada musim kemarau tidak akan terganggu oleh hujan sehingga padi yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Akan tetapi, apabila padi ditanam pada musim hujan, proses penyerbukan dan pembuahannya menjadi terganngu oleh hujan. Akibatnya, banyak biji padi yang hampa.

2.1.1.3. Biologi Tanaman Padi

(13)

Menurut Norsalis (2011), secara garis besar bagian-bagian tanaman digolongkan kedalam dua bagian besar, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang dan daun serta bagian generatif yang meliputi malai yang terdiri dari bulir- bulir, bunga dan buah. Secara morfologi tanaman padi mempunyai tiga fase perkembangan: (1) fase vegetatif (perkecambahan sampai inisiasi malai), (2) fase reproduktif (inisiasi malai sampai pembungaan), dan (3) fase pemasakan (pembungaan sampai pemasakan) (Sitorus, 2014).

Akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut (Makarim dan Suhartatik, 2017). Akar serabut muncul hanya setelah perkecambahan dan selanjutnya perakaran padi didasarkan pada perakaran dibawah tanah yang fungsinya menyerap air dan cadangan makanan. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar yang disebut dengan radikula. Akar yang baru atau bagian akar yang masih muda berwarna putih (Hanum, 2008). Padi memiliki batang yang beruas-ruas yang dibatasi oleh buku. Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal atau batang utama (Hanum, 2018). Ruas batang padi di dalamnya berongga dan bentuknya bulat.

Pada buku-buku dipangkal terdapat kuncup ketiakyang tumbuh menjadi batang baru yang disebut sebagai anakan (Wulandari, 2013). Daun pada tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling satu daun tiap buku.

Setiap daun terdiri dari helai daun, pelepah daun, telinga daun, lidah daun (Sitorus, 2014). Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan koleoptil. Daun teratas disebut dengan daun bendera yang posisi dan ukurannya berbeda dari daun yang lain.

(14)

2.1.2. Bakteri Antagonis

Bakteri antagonis merupakan salah satu agen pengendali hayati yang menghasilkan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk mengendalikan patogen yang menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Penggunaan agen hayati menjadi alternatif yang tepat untuk mengendalikan patogen penyebab penyakit pada tanaman. bakteri antagonis dapat mengeluarkan senyawa antibiotik yang bersifat toksik terhadap jamur patogen. Bakteri antagonis dengan spektrum yang luas merupakan persyaratan untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati patogen (Mulya et al., 2014).

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman inang tanpa menyebabkan gejala-gejala penyakit. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar, namun bagian tanaman yang terpapar udara langsung seperti bunga, batang dan kotiledon, juga dapat menjadi jalur masuk bakteri endofit. Mikroorganisme ini dapat hidup di dalam pembuluh vaskular atau di ruang intersel, akar, batang daun dan buah. Jumlah bakteri endofit di dalam tanaman tidak dapat ditentukan secara pasti, namun bakteri ini dapat dideteksi dengan mengisolasi pada media agar. Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupun fakultatif dalam mengkolonisasi inangnya dan pada satu tanaman inang umumnya terdiri dari beberapa genus dan spesies. Meskipun bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas, namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang dari famili tertentu (Desriani et al., 2014).

Beberapa jenis bakteri endofit diketahui mampu menghasilkan senyawa aktif yang bersifat antibiotik, antimalaria dan antifungi. Kemampuan bakteri

(15)

endofit menghasilkan senyawa aktif tersebut merupakan potensi yang dapat dikembangkan mengingat umumnya senyawa aktif diperoleh dengan mengekstraksi tanaman, khususnya tanaman obat. Bakteri endofit yang telah masuk ke dalam tanaman dapat tumbuh hanya di satu titik tertentu atau menyebar ke seluruh tanaman. Interaksi bakteri endofit dan tanaman merupakan suatu bentuk simbiosis. Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat netral, mutualisme atau komensalisme. Bakteri endofit dapat ditemukan pada semua jenis tanaman mulai dari rumput-rumputan, pohon berkayu, herba dan alga, dengan hidup bersimbiosis dan menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas seperti enzim, antimikroba, antifungi, antidiabet dan antimalaria (Purwanto et al., 2014).

II.2.Potensi Bakteri Antagonis sebagai Agens PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)

PGPR (Plant Grwoth Promoting Rhizobacteria) adalah mikroba tanah yang berada di sekitar akar tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam memacu pertumbuhan serta perkembangan tanaman. PGPR (Plant Grwoth Promoting Rhizobacteria) dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan tanah karena beberapa bakteri dari kelompok PGPR adalah bakteri penambat nitrogen seperti genus Azospirillum, Rhizobium, Azotobacter dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Bacterium dan Mycobacterium (Utami et al., 2018).

Alternatif pengendalian yang aman dan ramah lingkungan yang saat ini banyak digunakan adalah menggunakan agens hayati. Agens hayati yang berasal

(16)

dari mikroorganisme yaitu dari kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) mulai banyak dikembangkan dalam upaya pengendalian penyakit.

Mikroba menguntungkan (PGPR) merupakan mikroorganisme yang hidup disekitar perakaran (rizosfer). Akar tanaman mengeluarkan eksudat sebagai nutrisi bagi mikroba. Bakteri tersebut diantaranya sebagai endofit pada batang, mengkoloni bagian dalam akar tanaman mulai dari korteks sampai melewati lapisan endodermis dan jaringan pembuluh. Selain itu, dapat juga ditemukan pada daun dan organ tanaman lainnya (Nurul et al., 2018).

PGPR mampu meningkatan sintesis hormon seperti Indole acetic acid (IAA) atau giberalin (GA3) sebagai pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam perkecambahan. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) memiliki peran sebagai biostimulant, bioprotectan maupun biofertilizer. PGPR mampu menghasilkan hormon auksin yang juga berperan untuk menjaga tingkat kesegaran dari tanaman. Mekanisme secara langsung yang dilakukan oleh PGPR yaitu dengan cara mensintesis metabolit misalnya senyawa yang merangsang pembentukan fitohormon seperti indole acetic acid (IAA) atau dengan meningkatkan pengambilan nutrisi tanaman (Aiman et al., 2017).

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Farid M, Baharuddin, Ala A, Sudewi S. 2020. Keragaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Padi Varietas Unggul Baru (VUB) dan Varietas Lokal pada Percobaan Semi Lapangan. Jurnal Agrikultura. 31 (1): 15-24.

Kurniatuhadi R, Mukarlina, Larasaty S. 2021. Uji Antagonis Pseudomonas flourescens spp. Terhadap Isolat Bakteri Xanthomonas (SL3) dari Daun Padi Bergejala Hawar di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Bios Logos. 11(1):

13-18.

Maesya A, Rusdiana S. 2017. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Pangan di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 6(1): 12-25.

Nurul D, Ramdan EP, Purba SRF, Septiarini D, Astuti D, Melani D, Nurcahaya I, Nirwanto Y, Riyanto, Karenina T, Arsi, wati C. 2021. Hama dan Penyakit Tanaman. Medan. Yayasan Kita Manulis.

Utami AP, Agustiyani D, Handayanto E. 2018. Pengaruh PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), Kapur dan Kompos pada Tanaman Kedelai di Ultisol Cibinong, Bogor. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 5(1): 629- 635.

Yanuar A, Nurcahyanti SD, Addy HS. 2016. Potensi Agens Hayati dalam Menekan Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae Pv. oryzae) in rice. Jurnal Agrotek Tropika. 5(2): 70-76.

Desrianu, Safira UMP, Bintang M, Rivai A, Lisdiyanti P. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit dari Tanaman Binahong dan Katepeng China. Jurnal Kesehatan Andalas. 3(2): 90-93.

Purwanto UMS, Pasaribu FH, Bintang M. 2014. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Potensinya sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri. Jurnal Curr Biochem. 1 (1): 51-57.

Isnaeni SJ, Masnilah R. 2020. Identifikasi Penyebab Penyakit Busuk Bulir Bakteri pada Tanaman Padi (Oryza sativa) dan Pengendaliannya Menggunakan Isolat Bacillus Spp. secara In Vitro. Jurnal Proteksi Tanaman

Tropis. 1(1): 14-20.

Kurniatuhadi R, Mukarlina, Larasaty S. 2021. Uji Antagonis Pseudomonas flourescens spp. Terhadap Isolat Bakteri Xanthomonas (SL3) dari Daun

(18)

Padi Bergejala Hawar di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Bios Logos. 11(1):

13-18.

Utama MZH, Harja MZ. 2015. Budidaya Padi Lahan Marginal Kiat Meningkatkan Produksi Padi. Jurnal Tanah Tropika.15(3) : 189-194

Donggulo CV, Lapanjang IM, Made U. (2017). Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) Pada Berbagai Pola Jajar Legowo dan Jarak Tanam. Jurnal Agroland, 24(1): 27–35.

Referensi

Dokumen terkait