Journal of Indonesian Dental Association
http://jurnal.pdgi.or.id/index.php/jida ISSN: 2621-6183 (Print); ISSN: 2621-6175 (Online)
The Effect of Polishing Techniques on Color Change of Nanofill
Composite Resin Immersed in Green Tea (Camellia sinensis)
Claudia Nathania Batihalim1, Dina Ratnasari2§
1 Undergraduate student, Faculty of Dentistry, Trisakti University, Indonesia
2 Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Trisakti University, Indonesia Received date: May 5, 2020. Accepted date: November 25, 2020. Published date: April 30, 2021.
KEYWORDS
color change;
green tea;
nanofill composite resin;
polishing techniques
ABSTRACT
Introduction: Nanofill composite resin with its filler particle 0.005-0.1 µm can have better polishing result so that as a restoration it is more resistant towards staining that is susceptible to occur by the exposure to food and beverage. Polishing is done to improve the color stability of composite resin. Polishing techniques can be divided into one-step technique and multi-step technique. One of the staining agents, green tea tannin can cause discoloration in composite restoration. Objective: This research determine the effect of polishing techniques on the color change of nanofill composite resin after green tea immersion. Methods: The sample used was nanofill composite resin with the diameter of 10 mm and thickness of 2 mm. Samples were divided into 2 groups, 10 samples with one-step polishing technique and 10 samples with multi-step polishing technique. Samples were soaked in distilled water for 24 hours at 37oC and initial color measurements were taken. The treatment was given by immersing the samples in green tea solution for 5x24 hours at 37°C incubator. Measurements of the samples final color after the treatment were done after the fifth day. Results: One-step and multi-step polishing techniques affect the overall color value of the nanofill composite resin after treatment. The multi-step technique group had lower overall color value than the one-step technique (p=0.00). There were significant differences in the L, C, and H values after treatment with one-step and multi-step groups (p<0.05). Conclusion: The multi-step polishing technique produced better roughness reduction with the result that less color change.
§ Corresponding Author
E-mail address: [email protected] (Ratnasari D) DOI: 10.32793/jida.v4i1.471
Copyright: ©2021 Batihalim CN, Ratnasari D. This is an open access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original author and sources are credited.
KATA KUNCI
perubahan warna;
resin komposit nanofil;
teh hijau;
teknik pemolesan
ABSTRAK
Pendahuluan: Resin komposit nanofil dengan ukuran filler 0,005-0,1µm dapat memiliki hasil pemolesan yang lebih baik sehingga restorasi lebih tahan terhadap staining yang rentan terjadi karena oleh paparan makanan dan minuman. Pemolesan dilakukan dalam upaya meningkatkan stabilitas warna resin komposit. Teknik pemolesan dapat dibagi menjadi teknik one-step dan teknik multi-step. Salah satu staining agent, tanin pada teh hijau dapat menyebabkan perubahan warna pada restorasi komposit. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pemolesan terhadap perubahan warna resin komposit nanofil pasca perendaman teh hijau. Metode: Sampel yang digunakan adalah resin komposit nanofil dengan diameter 10 mm dan ketebalan 2 mm. Pembagian sampel ke dalam 2 kelompok, yaitu 10 sampel dengan teknik pemolesan one-step dan 10 sampel dengan teknik pemolesan multi-step. Sampel direndam dalam akuades selama 24 jam dengan suhu 37oC dan dilakukan pengukuran warna awal.
Perlakuan diberikan dengan melakukan perendaman sampel dalam larutan teh hijau selama 5x24 jam pada inkubator 37oC. Pengukuran warna akhir sampel dilakukan setelah hari ke-5.
Hasil: Terdapat pengaruh teknik pemolesan terhadap nilai keseluruhan warna resin komposit nanofil sesudah perlakuan antar kelompok one-step dan multi-step. Kelompok teknik multi- step mengalami penurunan nilai keseluruhan warna lebih rendah dibandingkan teknik one-step (p=0,00). Terdapat perbedaan bermakna pada nilai L, C, dan H sesudah perlakuan antar kelompok one-step dan multi-step (p<0,05). Kesimpulan: Teknik pemolesan multi-step menghasilkan penurunan kekasaran lebih baik, sehingga perubahan warna yang terjadi lebih rendah.
PENDAHULUAN
Restorasi gigi yang tahan lama, kuat dan estetis memiliki aspek penting dalam dunia kedokteran gigi.1 Resin komposit memiliki warna yang menyerupai gigi asli sehingga sering digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang, serta memodifikasi warna dan bentuk gigi untuk meningkatkan estetika wajah.2 Perkembangan nanoteknologi dalam dunia kedokteran gigi, menghasilkan resin komposit yang memiliki skala nano dengan ukuran filler 0,005-0,1µm.3,4 Partikel filler nano pada resin komposit nanofil mengisi ruang interstisial antar partikel filler yang meningkatkan sifat mekanis dan menghasilkan hasil pemolesan yang lebih baik dibanding resin komposit lain, sehingga didapatkan suatu restorasi yang tahan lama.5
Staining dan diskolorasi adalah salah satu penyebab utama pasien mengganti restorasi kompositnya.6 Studi menunjukkan dalam perkembangan bahan restorasi selama beberapa tahun terakhir, stabilitas warna resin komposit masih menjadi masalah utama.7 Stabilitas warna restorasi penting dipertahankan tidak hanya di awal penumpatan tetapi juga untuk jangka waktu yang lama.8 Perubahan warna resin komposit disebabkan oleh adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik.7 Faktor intrinsik disebabkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis matriks dalam resin komposit serta reaksi kimia antara matriks dan filler.8 Faktor ekstrinsik berhubungan dengan tingkat kebersihan mulut serta penyerapan warna oleh paparan makanan, minuman, dan kebiasaan merokok.6 Beberapa studi menunjukkan, konsumsi anggur merah, kopi, dan teh menyebabkan perubahan warna pada resin komposit.9,10
Minuman teh hijau atau Camellia sinensis memiliki nilai konsumsi harian paling tinggi di Asia. Studi menunjukkan dari 20% dari total 2,5 juta ton daun teh yang diproduksi setiap tahunnya adalah teh hijau.11 Kadar katekin teh hijau di Indonesia dengan manfaat antibakteri, antidiabetik, anti-HIV, antiaging, dan antiinflamasi lebih baik dibanding negara lain, yaitu sebesar 11,60%.12 Keyakinan penduduk manula akan manfaat kesehatan teh menjadi daya tarik kuat permintaan teh dan mendorong penjualan produk teh hijau.13 Teh memiliki kandungan tanin atau zat polifenol yang merupakan antioksidan, antimikroba, dan merupakan staining agent. Hal ini menyebabkan tingginya kemungkinan restorasi mengalami perubahan warna.14,15
Permukaan restorasi yang halus merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan restorasi yang tahan lama. Restorasi komposit dengan permukaan yang kasar akibat pemolesan dan finishing yang kurang tepat dapat menyebabkan akumulasi plak, gingivitis, diskolorasi gigi, karies sekunder, dan berkurangnya estetika restorasi.16 Pemolesan menghasilkan permukaan resin komposit yang lebih kuat, keras, tahan aus, dan permukaan yang lebih estetis.17 Bahan pemolesan yang umum digunakan meliputi bur karbid, bur diamond, stone, disk abrasif, strip, pasta, rubber cup, dan wheel abrasif.18 Teknik pemolesan dapat dibagi menjadi teknik one-step dan multi-step. Teknik one-step merupakan teknik penghalusan permukaan restorasi dengan 1 jenis bahan poles.1 Teknik multi-step dilakukan dengan menggunakan bahan poles dengan tingkat kekasaran tinggi sampai rendah.17
Penelitian sebelumnya membuktikan pemolesan dengan teknik pemolesan one-step mengalami perubahan warna yang lebih besar dibandingkan teknik multi-step.
Pemakaian disk abrasif yang diikuti pasta (multi-step) menunjukkan perubahan warna yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemakaian disk abrasif saja (one- step) setelah dilakukan perendaman pada larutan kopi selama 48 jam.19 Penelitian lain membuktikan hal yang sebaliknya, teknik pemolesan multi-step menghasilkan kekasaran permukaan yang lebih tinggi dibanding teknik pemolesan one-step.20 Permukaan yang kasar memudah- kan terjadinya perubahan warna.16 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam membuktikan pengaruh teknik pemolesan terhadap perubahan warna restorasi.
Penelitian mengenai pengaruh teknik pemolesan pada perubahan warna resin komposit yang dilakukan perendaman teh hijau masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji pengaruh teknik pemolesan resin komposit nanofil terhadap perubahan warna setelah perendaman teh hijau.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Dental Material and Testing Center of Research Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. Penelitian merupakan eksperimental laboratorik dengan mengguna-kan desain pre dan post test untuk melihat pengaruh teknik pemolesan terhadap perubahan warna resin komposit nanofil. Penelitian menggunakan resin komposit nanofil (Z350 XT shade A3 Body, 3M ESPE, United States, LOT NA08308) dengan diameter 10 mm dan ketebalan 2 mm. Sampel yang digunakan berjumlah 20 sampel pada keseluruhan 2 kelompok sampel. Kelompok I dengan jumlah 10 sampel dilakukan teknik pemolesan one-step menggunakan bur disk rubber (OptraPol, Ivoclar Vivadent, Liechtenstein).
Kelompok II dengan jumlah 10 sampel dilakukan teknik pemolesan multi-step menggunakan bur disk abrasif aluminium oksida (Eve Diacomp Plus Twist, EVE Ernst Vetter, Germany).
Penelitian diawali dengan pembuatan sampel penelitian menggunakan cetakan stainless steel dan dilakukan light curing selama 40 detik. Sampel yang telah jadi kemudian dilakukan proses pemolesan di atas timbangan digital dengan kecepatan 10,000 rpm. Gerakan pada pemolesan adalah gerakan dari kanan ke kiri sebanyak 15 kali pemolesan. Handpiece stand digunakan untuk menjaga tekanan pemolesan tetap stabil, yaitu 200g pada kelompok teknik pemolesan one-step dan 30g pada kelompok teknik pemolesan multi-step berdasarkan instruksi pemakaian dari setiap bur poles. Kelompok I, sebanyak 10 sampel dilakukan pemolesan teknik one-step dengan menggunakan bur disk rubber. Pada kelompok II dengan jumlah 10 sampel dilakukan pemolesan teknik multi-step menggunakan bur disk aluminium oksida dengan dua tingkat kekasaran, yaitu sedang dan halus.
perendaman sampel dilakukan dalam larutan akuades dilakukan selama 24 jam yang disimpan di inkubator dengan suhu 37oC. Setelah perendaman dalam larutan akuades, dilakukan pengukuran warna awal sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer (Easyshade®
V, VITA, Germany). Sampel diberikan perlakuan berupa perendaman dalam larutan teh hijau selama 5x24 jam.
Larutan teh hijau dibuat dengan mencampurkan 2g bubuk teh hijau dengan air 200 mL bersuhu 100oC selama 5 menit. Suhu larutan teh hijau kemudian ditunggu hingga sesuai dengan suhu rongga mulut, yaitu ± 37oC. Sampel yang telah diberikan perlakuan diangkat satu persatu menggunakan pinset dan dibilas dengan akuades selama 5 detik. Kemudian sampel dikeringkan dengan absorbent paper. Pengukuran warna akhir sampel yang telah diberikan perlakuan berupa perendaman larutan teh hijau dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer.
Analisis Statistik
Data penelitian ini adalah data parametrik, maka dari itu dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas Saphiro Wilk digunakan karena jumlah sampel kurang dari 50 buah. Data terdistribusi normal dengan tingkat kemaknaan (p>0,05) maka analisis data menggunakan uji t (SPPS, IBM, Armonk, NY).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji normalitas data, metode analisis data yang dilakukan adalah uji t tidak berpasangan. Tabel 1 menunjukkan nilai keseluruhan warna kelompok resin komposit nanofil dengan teknik pemolesan one-step.
Tabel 2 menunjukkan nilai keseluruhan warna dari kelompok resin komposit nanofil dengan teknik pemolesan multi-step.
Hasil deviasi warna sebelum dan sesudah dilakukan perendaman teh hijau didapat dalam bentuk nilai keseluruhan warna gigi (E), lightness atau value (L), chroma (C), dan hue (h). Nilai E menggambarkan nilai keseluruhan warna permukaan sampel resin komposit nanofil. Semakin besar nilai ΔE maka semakin besar perubahan warna. Nilai L merupakan tingkat kecerahan suatu objek, semakin tinggi nilai L maka semakin cerah warna suatu objek dan semakin rendah nilai L akan semakin gelap warna suatu objek. Nilai C menentukan tinggi dan rendahnya kepekatan warna suatu objek, sedangkan h menentukan derajat warna ke arah kekuningan h(+) atau kemerahan h(-). Terdapat perubahan warna pada sampel kelompok teknik one-step dan multi-step yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Tabel 4 menunjukkan perbedaan bermakna pada nilai rata-rata E, L, C, dan h sesudah perlakuan dengan nilai p antar kelompok one-step dan multi-step menunjukkan kurang dari 0,05. Kelompok teknik pemolesan one-step mengalami penurunan nilai E atau
nilai keseluruhan warna lebih besar dibandingkan teknik pemolesan multi-step. Peningkatan nilai L, C, dan h kelompok teknik pemolesan one-step lebih besar dibandingkan pada teknik pemolesan multi-step.
Gambar 1. A. Sampel sebelum perlakuan, B. Sampel sesudah perlakuan berupa perendaman teh hijau
Tabel 1. Nilai keseluruhan warna sampel dengan teknik one-step sebelum dan sesudah perendaman teh hijau menggunakan spektrofotometer
E : Nilai keseluruhan warna
Tabel 2. Nilai keseluruhan warna sampel dengan teknik multi-step sebelum dan sesudah perendaman teh hijau menggunakan spektrofotometer
E : Nilai keseluruhan warna
Tabel 3. Analisis statistik nilai rata-rata keseluruhan warna resin komposit nanofil dengan uji t-berpasangan
*signifikansi p< 0,05 E : Nilai keseluruhan warna L : Tingkat kecerahan C : Kepekatan warna
h : Kekuningan h(+) atau kemerahan h(-)
Tabel 4. Analisis statistik nilai rata-rata keseluruhan warna resin komposit nanofil dengan uji t tidak berpasangan
*signifikansi p< 0,05 E : Nilai keseluruhan warna L : Tingkat kecerahan C : Kepekatan warna
h : Kekuningan h(+) atau kemerahan h(-) PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pemolesan terhadap perubahan warna resin komposit nanofil pasca perendaman dalam teh hijau.
Resin komposit nanofil packable pada penelitian ini memiliki kandungan filler tinggi sebesar 78,5% yang menyebabkan tingkat penyusutan resin komposit ini rendah. Resin komposit rentan terhadap staining sehingga
A B
Sampel Sebelum Sesudah
Shade E Shade E
1 4M1 C2 3,3 4M1 C3 0,2
2 4M1 C2 3,3 4M1 C3 0,3
3 4M1 C2 3,1 4M1 C3 0,2
4 4M1 C2 3,8 4M1 C3 0,6
5 4M1 C2 3,5 4M1 C3 1,0
6 4M1 C2 3,4 3M1 C3 0,6
7 4M1 C2 3,3 4M1 C3 0,5
8 4M1 C2 3,4 4M1 C3 0,7
9 4M1 C2 3,4 4M1 C3 0,4
10 4M1 C2 3,4 4M1 C3 1,1
Sampel Sebelum Sesudah
Shade E Shade E
1 4M1 C2 3,2 4M1 C3 1,1
2 4M1 C2 3,8 4M1 C3 0,9
3 4M1 C2 3,3 4M1 C3 1,8
4 4M1 C2 3,5 4M1 C3 1,4
5 4M1 C2 3,8 4M1 C3 1,4
6 4M1 C2 3,2 3M1 C3 1,6
7 4M1 C2 3,0 4M1 C3 0,8
8 4M1 C2 3,7 4M1 C3 1,4
9 4M1 C2 3,4 4M1 C3 1,2
10 4M1 C2 3,3 4M1 C3 1,0
Kelompok Teknik Rata-rata Nilai p One-Step E sebelum-
sesudah 2,83 0,00*
L sebelum-
sesudah -2,81 0,00*
C sebelum-
sesudah -1,70 0,00*
h sebelum-
sesudah -0,02 0,93
Multi-Step E sebelum-
sesudah 2,16 0,00*
L sebelum-
sesudah -3,24 0,00*
C sebelum-
sesudah -0,91 0,00*
h sebelum-
sesudah -0,58 0,00*
One-Step Multi-Step
Nilai p
Mean SD Mean SD
E sesudah 0,56 0,31 1,26 0,32 0,00*
L sesudah 0,09 0,50 0,48 0,23 0,04*
C sesudah -0,27 0,25 -1,07 0,25 0,00*
h sesudah 0,05 0,60 0,72 0,30 0,01*
stabilitas warna dalam jangka panjang kurang terjamin.1 Beberapa penelitian membuktikan kandungan asam pada komposisi makanan dan minuman dapat menyebabkan perubahan warna bahan restorasi estetik.9,21
Periode waktu perendaman pada penelitian ini adalah 5 hari yang mewakili konsumsi teh hijau selama 5 tahun.
Hal ini berdasarkan ketahanan aus restorasi resin komposit adalah dalam 5 tahun.22 Pemilihan periode ini berdasarkan survei konsumsi teh adalah 4 gelas teh setiap hari dengan durasi satu menit. Setiap harinya orang minum teh dengan total 4 menit.1 Lama waktu perendaman teh hijau berdasarkan perhitungan terdapat 24 jam atau 1.440 menit dalam waktu 1 hari. Waktu 1.440 menit apabila dibagi 4 menit waktu minum teh adalah 360 hari atau 1 tahun, maka setiap 24 jam perendaman sampel dalam larutan teh akan sesuai dengan satu tahun konsumsi teh.11
Staining dapat dikurangi dengan proses finishing dan polishing. Permukaan yang halus akan memantulkan cahaya lebih teratur dan menghasilkan warna yang lebih muda.23 Filler partikel nano pada resin komposit nanofil terdiri dari nanomer dan nanocluster. Bagian yang ikut terangkat pada proses pemolesan adalah nanomer atau partikel nano tunggal. Nanocluster tidak ikut terangkat dari matriks resin sehingga hasil pemolesan pada resin komposit nanofil lebih baik.24
Pengukuran warna sampel resin komposit dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan perendaman dalam teh hijau. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai keseluruhan warna atau nilai E pada sampel dengan teknik pemolesan one-step dan sampel dengan teknik pemolesan multi-step pasca perendaman. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara nilai keseluruhan warna atau nilai E kelompok sampel one-step dan kelompok sampel multi-step pasca perendaman dalam teh hijau (Tabel 3). Perbedaan bermakna juga terdapat pada nilai L, C, dan h antara dua kelompok pasca perendaman dalam teh hijau. Penurunan nilai keseluruhan warna terjadi lebih besar pada kelompok sampel dengan teknik pemolesan one-step dibandingkan kelompok sampel multi-step. Perubahan warna resin komposit dapat terjadi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyerapan air pada matriks resin dan proses oksidasi akselerator amin.6 Faktor ekstrinsik pada penelitian ini adalah kandungan tanin pada teh hijau.
Tanin merupakan zat polifenol dengan pigmen kuning kecoklatan.14
Hasil penelitian membuktikan teknik pemolesan multi-step menghasilkan stabilitas warna resin komposit yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Sapra bahwa penggunaan bur disk abrasif alumunium oksida dalam teknik pemolesan multi-step merupakan bahan
poles terbaik bagi resin komposit nanofil dalam menghasilkan permukaan yang halus.25 Penelitian sebelum membuktikan teknik pemolesan multi-step lebih baik dibandingkan teknik one-step dalam hal stabilitas warna.19 Teknik pemolesan multi-step menghilangkan matriks resin secara merata dan tidak menyebabkan ikut terangkatnya partikel filler sehingga permukaan yang dihasilkan akan lebih halus.26
Penggunaan teknik pemolesan multi-step lebih efektif dalam menghasilkan permukaan yang halus. Teknik pemolesan multi-step menggunakan urutan bahan pemolesan dari abrasif ke bahan yang paling halus sehingga menghilangkan partikel matriks resin dan filler secara bersamaan, dan menghasilkan kekasaran permukaan yang lebih rendah.27 Tingkat kekasaran resin komposit setelah dilakukan pemolesan dengan teknik multi-step berbahan disk abrasif aluminium oksida dalam beberapa tingkat kekasaran menurun 0,91 µm, yaitu dari sebelumnya 1,0 µm menjadi 0,09 µm. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa teknik pemolesan one- step menghasilkan permukaan resin komposit yang lebih kasar dibandingkan dengan teknik multi-step karena partikel filler ikut terangkat.28 Kekasaran permukaan resin komposit dengan pemolesan teknik one-step menggunakan bahan silicone synthetic rubber akan menurun sebesar 0,8 µm, dari sebelumnya 1,0 µm menjadi 0,2 µm.2
Resin komposit memiliki sifat yang cenderung menyerap air. Perendaman sampel mengakibatkan terjadinya penyerapan air oleh resin komposit.
Penyerapan air pada matriks resin menyebabkan degradasi hidrolitik dan merusak ikatan filler serta matriks resin.1 Degradasi hidrolitik dimulai pada ion filler, di mana sifat elektropositif ion memiliki kecenderungan untuk bereaksi dengan air dan menyebabkan ion hidrogen air menggantikan ruang yang ditinggalkan oleh ion tersebut. Konsentrasi ion hidroksil yang tinggi akan menghasilkan degradasi permukaan.14 Permukaan kasar akan meningkatkan akumulasi plak, diskolorasi warna, karies sekunder, dan estetika restorasi yang berkurang.18 Ikatan filler dan matriks resin yang rusak juga disebabkan oleh penyerapan air. Terjadi microcracks akibat degradasi matriks resin karena banyaknya penyerapan air. Microcracks ini mempermudah penyerapan pigmen warna dan terjadinya diskolorasi.9
Hasil penelitian juga menunjukkan perbedaan pada nilai L, C, dan h sesudah perlakuan. Peningkatan nilai L, C, dan h kelompok teknik pemolesan one-step lebih besar secara bermakna dibandingkan pada teknik pemolesan multi-step. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa terjadi perubahan warna resin komposit setelah dilakukannya perendaman dalam larutan teh hijau selama selama 7 hari.29 Nilai L yang meningkat setelah diberi
perlakuan menunjukkan peningkatan tingkat kecerahan resin komposit. Peningkatan nilai C setelah diberi perlakuan menentukan terjadinya peningkatan kepekatan warna resin komposit, sedangkan nilai h (+) pada penelitian ini menentukan derajat warna resin komposit ke arah kekuningan. Salah satu faktor instrinsik pada resin komposit yang mempengaruhi terjadinya perubahan warna adalah sistem akselerator-inisiator.30 Tertiary amine atau aliphatic amine yang merupakan akselerator ini cenderung memberikan pengaruh perubahan warna kekuningan atau kecoklatan pada paparan cahaya dan panas.6 Paparan cahaya dan panas terjadi saat dilakukannya proses light curing. Perubahan warna yang dihasilkan bersifat menetap dan mengurangi estetika restorasi.30
Teknik pemolesan one-step menghasilkan perubahan warna yang lebih besar dibandingkan teknik pemolesan multi-step karena penurunan kekasaran permukaan yang dihasilkan lebih rendah. Penelitian sebelumnya menyatakan partikel filler terangkat pada proses dilakukannya teknik pemolesan one-step.28 Filler yang terlepas dari matriks resin akan menyebabkan terdapatnya ruang kosong sehingga penurunan kekasaran permukaan yang dihasilkan akan lebih rendah.31 Nilai kekasaran permukaan yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan kerentanan resin komposit terhadap noda ekstrinsik.28
Penelitian selanjutnya disarankan membandingkan resin komposit berbahan dasar silorane dengan resin komposit berbahan methacrylate dalam melihat pengaruh teknik pemolesan. Diperlukan penelitian mengenai pengaruh teknik pemolesan terhadap karakteristik mekanik resin komposit dengan menggunakan bur poles yang memiliki 4 tingkat kekasaran bahan dan bur poles generasi terbaru dengan butiran sangat halus atau extra fine.
KESIMPULAN
Teknik one-step dan teknik multi-step memiliki pengaruh pada perubahan warna resin komposit nanofil.
Teknik pemolesan multi-step menghasilkan perubahan warna lebih rendah, sehingga penurunan nilai keseluruhan warna yang terjadi pada perendaman teh hijau lebih rendah dibandingkan teknik pemolesan one- step. Dapat disimpulkan teknik multi-step merupakan teknik pemolesan yang baik untuk restorasi resin komposit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Dental Material and Testing Center of Research Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti karena telah membantu jalannya penelitian ini.
KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dalal KB. A comparative evaluation of surface texture and stain absorption of microfilled and nanofilled resins using different methods of finishing and polishing. Guid J. 2014;7(2):80–4.
2. Alawjali SS, Lui JL. Effect of one-step polishing system on the color stability of nanocomposites. J Dent. 2013;41(Suppl. 3):e53–61.
3. Ure D, Harris J. Nanotechnology in dentistry:
reduction to practice. Dent Update. 2017;30(1):10–5.
4. Asmatulu E, Twomey J, Overcash M. Recycling of fiber-reinforced composites and direct structural composite recycling concept. J Compos Mater.
2014;48(5):593–608.
5. Khurshid Z, Zafar M, Qasim S, Shahab S, Naseem M, AbuReqaiba A. Advances in nanotechnology for restorative dentistry. Multidiscip Digit Publ Inst.
2015;8(2):717–31.
6. Barutcigil Ç, Yildiz M. Intrinsic and extrinsic discoloration of dimethacrylate and silorane based composites. J Dent. 2012;40(Suppl. 1):57–63.
7. Gaynor W, Hofmann S, Christoforo MG, Sachse C, Mehra S, Salleo A, et al. Color in the corners: ITO- free white OLEDs with angular color stability. Adv Mater. 2013;25(29):4006–13.
8. Ishikawa-Nagai S, Yoshida A, Da Silva JD, Miller L.
Spectrophotometric analysis of tooth color reproduction on anterior all-ceramic crowns: Part 1:
Analysis and interpretation of tooth color. J Esthet Restor Dent. 2010;22(1):42–52.
9. Arocha MA, Mayoral JR, Lefever D, Mercade M, Basilio J, Roig M. Color stability of siloranes versus methacrylate-based composites after immersion in staining solutions. Clin Oral Investig.
2013;17(6):1481–7.
10. Alharbi A, Ardu S, Bortolotto T, Krejci I. Stain susceptibility of composite and ceramic CAD/CAM blocks versus direct resin composites with different resinous matrices. Odont. 2017;105(2):162–9.
11. Jenabian N, Moghadamnia AA, Karami E, Mir A PB. The effect of Camellia Sinensis (green tea) mouthwash on plaque-induced gingivitis: a single- blinded randomized controlled clinical trial. J Pharm Sci. 2012;20(1):1–6.
12. Chacko SM, Thambi PT, Kuttan R, Nishigaki I.
Beneficial effects of green tea: a literature review.
Chin Med. 2010;5(1):13.
13. Anjarsari IRD. Katekin teh Indonesia : prospek dan manfaatnya. J Kultiv. 2016;15(2):99–106.
14. Heshmat H, Hajian M, Ganjkar MH, Arjomand ME.
Effect of tea on color change of silorane and methacrylate based composite resins. J Islam Dent
Assoc Iran. 2013;25(3):198–202.
15. Senanayake S. Green tea extract: Chemistry, antioxidant properties and food applications - A review. J Funct Foods. 2013;5(4):1529–41.
16. Uskoković V, Bertassoni LE. Nanotechnology in dental sciences: moving towards a finer way of doing dentistry. Mater. 2010;3(3):1674–91
17. Berger SB, Palialol ARM, Cavalli V, Giannini M.
Surface roughness and staining susceptibility of composite resins after finishing and polishing. J Esthet Restor Dent. 2011;23(1):34–43.
18. Chour R, Moda A, Arora A, Arafath M, Shetty V, Rishal Y. Comparative evaluation of effect of different polishing systems on surface roughness of composite resin: an in vitro study. J Int Soc Prev Community Dent. 2016;6(Suppl 2):166–70.
19. Güler AU, Güler E, Yücel AÇ, Ertaş E. Effects of polishing procedures on color stability of composite resins. J Appl Oral Sci. 2017;17(2):108–12.
20. Korkmaz Y, Ozel E, Attar N, Aksoy G. The influence of one-step polishing systems on the surface roughness and microhardness of nanocomposites. Oper Dent. 2008;33(1):44–50.
21. Oliviera A, Lorenzetti C, Garcia P, Giro E. Effect of finishing and polishing on color stability of a nanofilled resin immersed in different media. Rev Odontol UNESP. 2014;45(3):338–42.
22. Powers J, Sakaguchi R. Craig’s restorative dental materials. 13th ed. Amsterdam, Netherlands:
Elsevier; 2012:28–31.
23. Rocha A, Lima C, Santos M. Evaluation of surface roughness of a nanofill resin composite after simulated brushing and immersion in mouthrinses,
alcohol and water. Mater Res. 2010;13(1):77–80.
24. Itanto B, Usman M, Margono A. Comparison of surface roughness of nanofilled and nanohybrid composite resins after polishing with a multi-step technique. J Phys. 2017;01(20):91.
25. Sapra V, Taneja S, Kumar M. Surface geometry of various nanofiller composites using different polishing systems: a comparative study. J Conserv Dent. 2013;16(6):559–63.
26. Fajar S, Mulyawati E. Pengaruh teknik pemolesan one-step system dan multi-step system pada perubahan warna permukaan resin komposit mikrohibrid setelah perendaman dalam larutan kopi hitam (Penelitian laboratorium) [Skripsi].
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada; 2017.
27. Nair V, Sainudeen S. Three-dimensional evaluation of surface roughness of resin composites after finishing and polishing. J Conserv Dent.
2016;19(1):91–5.
28. Schmitt VL, Nauvel F, Rontani R, Flavia N. Effect of the polishing procedures on color stability and surface roughness of composite resins. ISRN Dent.
2011;6(1):672.
29. Dinc G, Mujdeci A, Gokay O, Tugba K. Effect of various teas on color stability of resin composites.
Am J Dent. 2017;30(6):323–8.
30. Manappallil JJ. Basic dental materials. 4th ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Pub; 2015:177–8.
31. Erdemir U, Sancakli HS, Yildiz E. The effect of one- step and multi-step polishing systems on the surface roughness and microhardness of novel resin composites. Eur J Dent. 2012;6(2):198–205