• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of THE EFFECT ON SINTERING TEMPERATURE TO THE CHARACTERISTICS OF WHITEFISH (CHANOS-CHANOS FORSK) BONE-BASED HYDROXYAPATITE

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of THE EFFECT ON SINTERING TEMPERATURE TO THE CHARACTERISTICS OF WHITEFISH (CHANOS-CHANOS FORSK) BONE-BASED HYDROXYAPATITE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

53

THE EFFECT ON SINTERING TEMPERATURE TO THE CHARACTERISTICS OF WHITEFISH (CHANOS-CHANOS

FORSK) BONE-BASED HYDROXYAPATITE

Zulfalina*, Heti Nurindahsari, Rini Safitri, Irhamni, Fauzi

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syia Kuala Jl. Syekh Abdul Rauf, Darussalam, Banda Aceh 23111 Indonesia

Email : zulfalina@unsyiah.ac.id

ABSTRACT

Research on the effect of sintering temperature variations on the microstructure characteristics of hydroxyapatite from whitefish bones has been successfully carried out. Hydroxyapatite (HAp) based on whitefish bones (chanos - chanos forsk) can be applied as a bonegraft material. In this study, hydroxyapatite material was synthesized by preheating using an oven at a temperature of 100oC to obtain dry samples and then a sintering process was carried out with temperature variations by 800, 900 and 1000 oC. After the sintering process is complete, the sample is milled at a rotating speed of 350 rpm with a milling time of 15 hours. The synthesized hydroxyapatite material is then characterized by microstructure using XRD, which can then be applied as bonegraft material. Based on the results of XRD testing, the hydroxyapatite phase was successfully formed. Based on the characterization results, it shows that the sintering temperature affects the crystal size value, with values between 28.23 – 57.82 nm

Keywords: hydroxyapatite, whitefish bones, crystal phase, crystal size, bonegraf 1. PENDAHULUAN

Ikan memiliki kandungan gizi yang menyehatkan seperti asam amino, protein, lemak sehat dan berbagai vitamin seperti vitamin B12, B3, dan B6. Faktor ini menyebabkan ikan menjadi menu utama yang banyak dikonsumsi oleh bagi masyarakat di Indonesia. Ikan bandeng (chanos chanos forks) merupakan salah satu jenis ikan yang dapat hidup di daerah air tawar, air payau, maupun air laut dan dikenal sebagai jenis ikan yang mempunyai banyak tulang. Menurut Data Statistik Kementeriaan Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2019 produksi ikan Bandeng di Indonesia mencapai 822, 372 ton. Untuk daerah Aceh, produksi ikan Bandeng pada tahun 2019 sebesar 32,723 ton, jumlah produksi ini meningkat dari 20,007 ton pada tahun 2018 [1].

Disamping berbagai kandungan gizi, ikan juga mengandung limbah organik dengan komponen utama adalah tulang ikan. Tulang ikan merupakan limbah perikanan dengan jumlah yang mencapai 15% dari berat tubuh ikan terdiri dari 70% mineral anorganik, 20% bahan organik, dan 10% air. Penelitian Elyda mendapatkan bahwa kandungan tepung tulang ikan bandeng berupa: Protein 25,54 %, phospat 17 % , air 5,52 %, lemak 3,80

%, serat 1,80% serta kalsium 46,34%. Potensi kandungan kalsium yang berasal dari tulang ikan bandeng ini dapat di aplikasikan sebagai bahan pembuatan HAp [2].

Hidroksiapatit (HAp) dengan struktur kimia Ca10(PO4)6(OH)2 adalah salah satu senyawa turunan kalsium fosfat yang memiliki sifat biocompatible yang lebih baik dari senyawa turunan lainnya. Selain itu hidroksiapatit merupakan komponen penyusun struktur jaringan tulang alami, dimana didalam jaringan tulang alami terdapat kandungan hidroksiapatit berkisar 70% dan 30% kandungan organik lainnya [3]. Hal ini yang mendasari penggunaan hidroksiapatit sebagai material bone graft. Seperti yang diketahui tingginya kasus kerusakan tulang dalam kesehatan, serta penanganannya memerlukan pembedahan dan grafting (pencangkokan) dengan menggunakan biomaterial.

Adapun aplikasi biomaterial yang telah dikembangkan di Indonesia adalah biomaterial yang berasal dari berbagai sumber kalsium yang berasal dari alam, seperti cangkang telur, kulit kerang dan tulang sapi. Metode sistesis hidroksiapatit yang umum digunakan adalah Hydrolisis, hydrothermal, sol-gel dan solid state reaction.

Metode solid state reaction merupakan metode sistesis hidroksiapatit yang melibatkan proses milling dan sintering untuk mendapatkan hidroksiapatit yang homogen dengan struktur kristalnya [4].

Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi hidroksiapatit dari tulang ikan bandeng dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi suhu sintering terhadap karakteristik pada tulang ikan bandeng Variasi suhu yang digunakan adalah tanpa sintering dan dengan sintering, yaitu : 800, 900 dan 1000 °C.

(2)

54 2. METODE PENELITIAN

Tahap awal adalah membersihkan tulang ikan dari sisa daging yang menempel pada tulang tersebut dengan merebusnya selama 30 menit dan membersihkannya dengan air dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C selama 28 jam. Tulang ikan yang telah kering kemudian di haluskan dengan menggunakan mortar dan di ayak untuk mendapatkan serbuk lolos ayakan 80 mesh. Selanjutnya serbuk dibagi menjadi 4 bagian, satu bagian tanpa perlakuan sintering dan tiga bagian lainnya masing-masing diberi perlakuan sintering yang berbeda, yaitu 800 °C, 900 °C dan 1000 °C selama 5 jam. Tahap selanjutnya, serbuk digiling menggunakan mesin ball mill, waktu milling selama 15 jam dengan kecepatan putaran 350 rpm dengan perbandingan bola dan serbuk (ball to powder ratio: 10:1) Tahap akhir adalah karakterisasi struktur kristal sampel, meliputi identifikasi fasa kristal dan ukuran kristal HAp menggunakan perangkat X-Ray Diffraction (XRD).

3. HASIL dan PEMBAHASAN

Hasil pengujian XRD sampel tulang ikan tanpa sintering

Karakterisasi menggunakan X-ray Difraction (XRD) adalah untuk mengetahui fasa kristal dan ukuran kristal dari setiap sampel yang di uji. Penyesuaian hasil uji XRD dengan database JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standars) yang dilakukan dengan cara mencocokkan sudut 2θ dan celah kisi (d) dari data. Grafik hasil pebgujian XRD dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 1. Grafik XRD sampel tulang ikan tanpa sintering

Gambar 1. menunjukkan pola difraksi dari tulang ikan bandeng yang rendah, dari hasil identifikasi dengan pencocokan data hasil pengujian dan data base memperlihatkan bahwa adanya fasa kristal dari hikdroksiapatit (Hap) yang masih tercampur dengan fasa lainnya. Tiga fasa lain yang teridentifikasi adalah senyawa apatit karbonat tipe A (AKA) dengan rumus molekul (Ca10(PO4)6(CO3)2) senyawa apatit tipe B (AKB) dengan rumus molekul (Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2), dan okta kalsium fosfat (OKF) dengan rumus molekul (Ca8H2(PO4)6.5H2O). Selengkapnya dapat dilihat pada eperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi fasa tulang ikan dengan pencocokan data hasil pengujian XRD dan data base JCPDS

(3)

55

Berdasarkan hasil pencocokan ini dapat dikatakan bahwa tulang ikan bandeng merupakan mineral Hidroksiapatit dengan tingkat kristalinitas yang masih rendah. Adanya tiga fasa mineral apatit lainnya merupakan mineral yang tekandung pada tulang ikan dengan kristalinitas yang rendah [5].

Hasil pngujian XRD sampel tulang ikan dengan variasi suhu sintering

Pola difraksi sinar-X pada suhu sintering 800°C, 900°C, 1000oC dengan variasi waktu milling dapat dilihat pada Gambar 2. berikut:

(4)

56

Gambar 2. Grafik variasi suhu sintering hasil uji XRD Hidroksiapatit pada waktu milling 15 jam

Pola difraksi hasil pengujian XRD yang diperoleh memperlihatkan puncak-pola fasa hidroksiapatit. Dari hasil pencocokan, dua puncak tertinggi dari sampel yang telah disintesis masing-masing adalah pada 2θ = 31,8°

dan 32,9°, kedua puncak ini merupakan fasa hidroksiapatit yang sesuai dengan data base.Pada sampel hidroksiapatit dengan waktu milling 15 jam, saat suhu sintering 800oC memiliki puncak tertinggi pada 2θ = 31,7974° dan 32,9184°, saat suhu sintering 900 oC memiliki puncak tertinggi pada 2θ = 31,8028° dan 32,9330°, dan puncak tertinggi pada suhu 1000°C teridentifikasi pada sudut 2θ = 31,7772° dan 32,9137°.

Dari data diatas dapat di analisis bahwa hidroksiapatit dengan sifat kristalinitas tertinggi terbentuk pada suhu sintering 1000oC. Hal ini terlihat pada suhu 1000oC puncak intensitas yang terbentuk tertinggi dibandingkan dengan suhu sintering 800 oC dan 900oC. Puncak tertinggi pada pola difraksi sampel pada suhu 1000oC terdapat pada sudut 2θ = 32,9137o dengan intensitas 100 dan sudut 31,7772° dengan intensitas sebesar 98.

Pengaruh suhu sintering terhadap ukuran kristal Hidroksiapatit

Ukuran kristal merupakan besar diameter suatu kristal pada material yang sedang di uji. Ukuran kristal menjadi salah satu karakteristik yang harus dipenuhi untuk dapat menganalisa kristal yang terbentuk pada hidroksiapatit tulang ikan bandeng. Nilai ukuran kristal tiap variasi suhu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.1 Hasil analisa data ukuran kristal dengan waktu milling 15 Jam

Suhu Sintering oC FWHM 2θ (o)

Ukuran Kristal Hidroksiapatit (nm)

800 0.27640 31.7974 31.56

900 0.20300 31.8028 42.97

1000 0.15130 32.9137 57.82

Pada Tabel 3.1 diperoleh ukuran kristal yang semakin besar dengan pertambahan suhu sintering yang diberikan. Data ini sesuai dengan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Aida pada material tulang sapi.

Bahwa nilai FWHM berbanding terbalik dengan ukuran kristal [6]. Besar ukuran kristal sampel dengan suhu sintering 800oC lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran kristal material hidroksiapatit pada suhu 900oC dan 1000oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu sintering mempengaruhi proses pertumbuhan kristal yang disebabkan adanya atom-atom yang berdifusi.

Proses sintering menyebabkan bersatunya partikel sehingga kepadatan bertambah. Semakin tinggi temperatur sintering yang diberikan maka ukuran kristal akan cenderung semakin besar. Dengan semakin besar ukuran kristal pada setiap butir sampel tersebut akan menyebabkan masing- masing butir mengalami pertumbuhan hal inilah yang menyebabkan butir tersebut semakin rapat [7].

Dari analisis dan perhitungan didapat nilai ukuran kristal memenuhi karakteristik material hidroksiapatit yang diaplikasikan sebagai bahan dasar Bone Graft dengan standar besar ukuran kristal antara 20-60 nm, yaitu 31,56 nm – 57,82 nm

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, didapatka kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pengujian XRD, tulang ikan bandeng dapat dijadikan material Hidroksiapatit karena memenuhi kondisi yang sesuai untuk aplikasi Bone graft, dengan ukuran kristal 28,23 nm - 57,8 2nm, 2. Nilai ukuran kristal pada Hidroksiapatit dipengaruhi oleh suhu pada proses sintering dimana saat suhu

semakin tinggi maka nilai ukuran kristal akan semakin besar.

3. Hal ini menunjukkan pentingnya proses sintering untuk mengoptimalkan pembentukan kristal.

4.2. Saran

Saran agar dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan meninjau sifat mekanik dan sifat fisis dari hidroksiapatit sebagai material bone graft.

(5)

57 5. DAFTAR PUSTAKA

[1] https://statistik.kkp.go.id/

[2] Amelia, Elyda Noor. 2013. Pencegahan Osteoporosis Pada Anak Usia Dini dengan Mengkonsumsi Olahan Tepung Tulang Bandeng (Chanos chanos). Fakultas teknologi pertanian. Universitas brawijaya malang

[3] Bhowmick, A., Banerjee, S., Kumar, R., and Kundu, P.P. 2013. Hydroxyapatite-Packed Chitosan-PMMA Nanocomposite: A Promising Material for Construction of Synthetic Bone. Advanced in Polymer Sciences.

254:135-167.

[4] Shi, D. 2009. NanoScience in Biomedicine. Springer. Beijing

[5] Nurmawati, Melly. 2007. Analisis Derajat Kristalinitas, Ukuran Kristal Dan Bentuk Partikel Mineral Tulang Manusia Berdasarkan Variasi Umur Dan Jenis Tulang. Departemen Fisika FMIPA. Institut Pertanian Bogor [6] Rachmania, P. Aida. 2012. Skripsi: Preparasi Hidroksiapatit dari Tulang Sapi dengan Metode

Kombinasi Ultrasonik dan Spray Drying. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia

[7] D.Callister, Jr. William. 2009. Materials Science and Engineering An Introduction. Department of Metallurgical Engineering The University of Utah.

Referensi

Dokumen terkait

The results of this study strengthen and confirm previous research which says that transformational leadership has a positive and significant effect on readiness to change, which means