Penyitaan barang bukti milik tersangka oleh tim penyidik didasarkan pada kewenangan hukum dan kewajiban penyidik untuk menyita barang bukti sehubungan dengan perkara pidana yang dilakukan tersangka untuk menunjang alat bukti. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 5 KUHAP, untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan penyidikan, yaitu serangkaian tindakan penyidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang patut disangkakan sebagai tindak pidana. bertindak mengenai menentukan apakah suatu penyelidikan dapat dilakukan atau tidak. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam rangka mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk memperjelas tindak pidana yang terjadi dan untuk menemukan tersangkanya (UU Acara Pidana Pasal 1 Angka 2).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa yang biasa dialami penyidik terhadap pelaku. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana penyidikan terhadap pelaku kejahatan dilakukan dan permasalahan apa saja yang biasa dihadapi oleh penyidik. Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan dijadikan sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu hukum terkait penyidikan pelaku.
Kewenangan penyidikan yang dimiliki pejabat publik hanya terbatas sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus. Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma negara hukum, dalam undang-undang ini secara tegas tertuang dalam rincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap segala tindak pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Penyidikan sendiri berarti serangkaian tindakan penyidikan menurut cara dan cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti yang dapat memperjelas tindak pidana yang terjadi dan untuk menemukan tersangkanya.
Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana untuk menentukan dapat dilakukannya penyidikan atau tidak menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang.
PEMBAHASAN
Proses penyidikan yang bertujuan untuk mengetahui benar atau tidaknya seseorang yang disangkakan melakukan tindak pidana atau tindak pidana, yaitu dengan mengumpulkan alat-alat bukti yang dengan alat bukti tersebut akan memberikan pencerahan terhadap peristiwa pidana tersebut, karena proses penyidikan merupakan syarat untuk terjadinya tindak pidana tersebut. berkas perkara tersangka untuk diserahkan kepada penuntut umum yang selanjutnya perkara itu akan diselidiki dan dibuktikan oleh hakim di sidang pengadilan.
Tinjauan Umum Terhadap Pelaksanaan Penyidikan
Setelah penyidikan selesai maka proses penyidikan dapat dimulai dengan mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat memperjelas tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Penyidikan yang dilakukan harus mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang pada mulanya harus memberikan keyakinan kepada penuntut umum, walaupun masih bersifat sementara, tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana yang dilakukan dan siapa tersangkanya. Namun kalaupun tersangka menjadi titik tolak, namun dalam pemeriksaan tersangka tidak boleh dijadikan sebagai obyek penyidikan (penyidik).
Peran polisi dalam penegakan hukum dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban kepolisian yaitu Undang-Undang Nomor. Artinya penyidik terikat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. Tugas penyidikan penyidik Polri adalah sebagai penyidik tunggal dalam tindak pidana umum.
Penyidikan adalah suatu kegiatan hukum yang dilakukan oleh petugas penyidik untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sebenarnya serta memperjelas peristiwa pidana yang terjadi. Tujuan utama penyidikan dengan demikian adalah untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti, yang dengan alat bukti tersebut dapat memberikan petunjuk mengenai suatu tindak pidana yang telah terjadi, dan dengan maksud untuk menemukan tersangkanya. Dalam penyidikan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, perlindungan harkat dan martabat tersangka harus tetap dijaga, demikian pula saksi dan ahli harus diperlakukan secara manusiawi dan beradab.
Pasal 13 ayat (1) Perpres tersebut mengatur bahwa setiap pejabat Polri dilarang melakukan kegiatan penyidikan. Mengenai pembatasan tindakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka proses penyidikan, kini juga disebutkan dalam Peraturan a quo. Pembatasan tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa pejabat dilarang melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, atau pemeriksa.
Penyidik dalam melaksanakan proses penyidikan sudah sesuai dengan pasal 52 dan 117 KUHAP yang dalam hal ini jawaban atau keterangan yang diberikan oleh tersangka pidana kepada penyidik tanpa ada tekanan dari siapapun dan dalam bentuk apapun dan/atau dengan perbuatan. dari kekerasan dan pelecehan. Segala sesuatu yang dijelaskan tersangka kepada penyidik tentang apa yang sebenarnya terjadi atau dilakukan sehubungan dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Memuat dugaan tindak pidana dengan menyebutkan waktu, tempat, dan keadaan terjadinya tindak pidana tersebut;
Dalam berita acara penyidikan ini juga dilampirkan semua berita acara lain yang dibuat sehubungan dengan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyidikan, seperti berita acara penyidikan tersangka, berita acara penahanan, berita acara penggeledahan, berita acara penyitaan, berita acara pemeriksaan surat dan lain-lain apabila jelas-jelas dimuat. . keluar dalam rangka penyidikan suatu tindak pidana. Selain itu, penyidik dalam prakteknya menjalankan tugasnya, yaitu melakukan penyidikan terhadap tersangka, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, sehingga dalam melaksanakan tugas penyidikannya sebagai penyidik kepolisian atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan hal tersebut. melakukan penyidikan?, begitu pula penyidik pembantu Kepolisian Republik Indonesia tidak bertindak sewenang-wenang dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka.
Permasalahan Dalam Proses Penyidikan
PENUTUP
Kesimpulan
Tindakan penyidik untuk menyaring atau mengesampingkan perkara pidana, jika dilihat dari sikap hukum pidana yang kaku dan tidak mengenal kompromi, tentu saja tidak dapat dibenarkan begitu saja. Sedangkan jika melihat alasan sosiologis yang kadang digunakan dalam praktik, biasanya lebih dipengaruhi oleh unsur subjektif yang melekat pada diri penyidik, serta situasi dan kondisi. Selain itu, penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikannya terkadang menemui kendala dalam tugasnya, seperti hilangnya jejak pelaku bahkan rusaknya barang yang akan menjadi barang bukti, atau hilangnya sidik jari pelaku karena terhapus atau tertumpuk. ke atas. oleh masyarakat ketika barang disentuh atau dipindahkan, barang yang mungkin dipegang.
Atau karena peralatan yang tidak mencukupi, yang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengidentifikasi pelaku. Faktor alam juga merupakan kendala alam yang dapat muncul sewaktu-waktu. Hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan cuaca atau pelanggaran terjadi dalam kondisi alam yang tidak mendukung untuk diperolehnya bukti adanya tindak pidana. Misalnya, suatu tindak pidana terjadi pada saat banjir atau pada saat kebakaran. Dengan adanya hukum nasional di bidang hukum acara pidana dimaksudkan agar masyarakat menghargai hak dan kewajibannya serta berkembangnya sikap aparat penegak hukum sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing terhadap penegakan hukum. membaik. keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia, serta kepastian hukum bagi terselenggaranya supremasi hukum sesuai UUD 1945.
Saran-Saran
Ketika pemerintah melakukan reformasi penegakan hukum, maka poin krusial dari reformasi penegakan hukum adalah peningkatan kesejahteraan dan jaminan keamanan karir, dan harus ada jaminan bahwa tugas tersebut sangat penting, harus dibarengi dengan penghargaan kesejahteraan dan juga peluang karir. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.