5.2.1 The Trees and The Wires
Proyek ini merupakan inisiasi dari Benny Widyo bersama Ella Chedburn yang mana melakukan eksplorasi beberapa narasi dari berdirinya Tulungagung. Selain itu, kolaborasi ini juga turut mengajak tujuh komunitas lokal untuk menghadirkan karya seni rupa, instalasi, interaktif, dan audio-visual. Proyek ini menjelajahi segala kemungkinan data mulai dari cerita rakyat, mitos, hingga arsip perpustakaan, baik yang bersifat ilmiah maupun yang dianggap mistis. Selain itu, mereka juga mengunjungi tempat-tempat yang berkaitan langsung dengan mitos Tujuh Pohon Beringin (Ringin Kurung) dan banjir Tulungagung, serta situs-situs lain yang dapat membantu memahami lebih dalam konteks sejarah kota ini. Proyek ini menghasilkan pameran, pertunjukan, program publik, serta penerbitan buku yang diselenggarakan secara hybrid.
Proyek seni dan residensi ini menghasilkan tujuh jenis karya seni dan program yang menggambarkan kisah penanaman tujuh pohon beringin serta sejarah banjir di Tulungagung.
Selain itu, Gulung Tukar berkolaborasi dengan tujuh kolaborator lokal untuk menghadirkan karya seni rupa, instalasi, interaktif, dan audio-visual. Pameran hasil residensi ini telah diselenggarakan di Gutuhaus, Tulungagung, dari tanggal 7 hingga 27 Mei 2023.
Tujuan dari dibuatnya proyek ini adalah karena adanya miss informasi mengenai asal usul kota Tulungagung. Wilayah yang dahulunya berbentuk rawa ini secara harfiah sering
diartikan sebagai pertolongan (tulung) yang besar (agung). Namun, kata tulung di sini sebenarnya mengacu kepada kata “telang” yang berarti rawa dalam bahasa Sansekerta. Selain itu, kota Tulungagung juga memiliki sejarah yang panjang akan pengelolaan bencana. Dalam proyek ini, kurator, seniman residensi, dan kolaborator dari berbagai latar belakang bekerja sama untuk menciptakan karya seni yang mengeksplorasi hubungan antara alam, teknologi, dan manusia. Riset proyek seni ini bermula dari cerita tentang penanaman tujuh pohon beringin di pusat kota Tulungagung. Oleh karena itu, proyek ini bukan hanya menjembatani kesenian saja melainkan juga masalah lingkungan dan teknologi.
[ CITATION Adm23 \l 1057 ]
Benny Widyo, kurator program ini, menjelaskan bahwa "The Trees and The Wires"
adalah upaya untuk menyelidiki hubungan kompleks antara alam dan manusia melalui cerita penanaman pohon beringin di pusat kota Tulungagung. Proyek ini berusaha mengeksplorasi keterhubungan antara alam dan perkembangan teknologi. Dengan riset, karya, dan program yang telah dihasilkan, proyek ini diharapkan dapat mengundang perenungan tentang peran manusia dalam menjaga keseimbangan antara alam dan dunia digital yang semakin terintegrasi. Ella Cheburn, seorang seniman berbakat dari Somerset, Inggris pun menyatakan kegembiraannya atas keterlibatannya dalam program "The Trees and the Wires". Melalui residensi ini, ia mendapatkan kesempatan untuk berkolaborasi dengan komunitas lokal dan
merangkai narasi tentang lingkungan melalui seni. Ella berharap karya dan program yang dihasilkan dapat menginspirasi, memicu dialog yang bermakna, dan mendorong tindakan positif [ CITATION Adm23 \l 1057 ].
Selain di Indonesia, proyek ini juga mendapatkan exposure di Inggris untuk memberikan presentasi dari hasil proyek ini. Ella telah mendapat undangan di Inggris untuk membagikan pengalamannya selama residensi di Indonesia. Setelah kembali ke Inggris, Ella juga mengabari bahwa proyek ini akan dimasukkan dalam buku yang akan diterbitkan oleh Art Forestry England. Selain itu, proyek ini juga memamerkan karya kolaborasi mereka di Somerset atau Bristol, kampung halaman Ella.
5.2.2 Present to Presence
Proyek kolaborasi berikutnya adalah Present to Presence yang diinisiasi oleh Ikon Gallery dan Melati Suryodarmo. Di tengah hiruk-pikuk kota Birmingham, sebuah eksperimen seni yang unik telah terbentuk, menghubungkan dua kebudayaan yang berbeda yaitu Inggris dan Indonesia. Melati Suryodarmo, seorang seniman terkemuka, telah menciptakan sebuah laboratorium seni yang menggabungkan praktik dan tradisi dari kedua negara tersebut.
Proyek ini, yang diberi nama “Present to Presence,” telah mengubah Ikon Gallery menjadi sebuah ruang yang menyerupai Studio Plesungan di Jawa, tempat Melati biasa berkarya.
Selama beberapa hari, seniman dari kedua negara berkumpul untuk berbagi, belajar, dan menciptakan karya seni. Mereka dipandu oleh semangat kolektivitas dan kebebasan berekspresi, menjelajahi tema-tema seperti ekologi dan hubungan antara benda dan tubuh.
Kegiatan ini bukan hanya tentang pertunjukan, tetapi juga tentang dialog dan pertukaran pengetahuan yang berharga.
Namun, proyek ini juga menghadapi tantangan. Perbedaan iklim dan lokasi memaksa tim untuk beradaptasi dengan lingkungan urban Birmingham, yang jauh berbeda dari pedesaan Jawa. Meskipun demikian, mereka berhasil menciptakan suasana yang mendukung kolaborasi dan pertukaran budaya. Sayangnya, Marintan Sirait, salah satu seniman Indonesia, mengalami cedera dan tidak dapat hadir secara fisik. Namun, teknologi memungkinkan dia untuk tetap berpartisipasi dari kejauhan, menunjukkan bahwa seni dan kolaborasi tidak mengenal batas.
“Present to Presence” bukan hanya sebuah laboratorium seni, tetapi juga simbol dari komunitas seni pertunjukan global yang terus berkembang. Ini adalah bukti bahwa seni dapat menjadi jembatan antarbudaya, memperkaya pengalaman dan pemahaman kita tentang dunia.
5.2.3 PULANG: Riset Prasasti Sangguran
Proyek PULANG merupakan inisiatif yang berani dan inovatif, yang muncul dari kerjasama antara Area Olah Karya (AOK) di Indonesia dan Edinburgh Sculpture Workshop (ESW) di Skotlandia. Dengan latar belakang pandemi COVID-19 yang membatasi interaksi fisik, proyek ini mengusung konsep repatriasi khayalan sebagai solusi kreatif untuk mengatasi tantangan repatriasi artefak
Pusat proyek ini adalah Prasasti Sangguran, atau Batu Minto, yang merupakan artefak unik yang dipindahkan dari Indonesia ke Eropa pada masa kolonial. Prasasti ini menjadi simbol dari warisan budaya yang tercecer, di mana proses pemindahannya yang terjadi
sebelum Indonesia berdiri sebagai negara, menimbulkan dilema dalam upaya repatriasi. AOK dan ESW melakukan penelitian di dua negara untuk menggali lebih dalam tentang Prasasti Sangguran. Di Indonesia, AOK menjelajahi Malang dan Batu, mengunjungi museum dan situs arkeologi, serta berdiskusi dengan ahli epigrafi. Sementara itu, ESW di Skotlandia berupaya menghubungi ahli waris The Lord Minto dan melakukan penelitian pustaka, meskipun terkendala oleh waktu dan akses.
Proyek ini juga mengeksplorasi strategi artistik untuk repatriasi virtual, seperti reproduksi digital atau cetak 3D. Di Indeks Project Space, Bandung, tim proyek berbagi temuan dan strategi mereka, memicu diskusi dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya warisan budaya. Presentasi ini menarik perhatian penonton lokal dan internasional, menunjukkan bahwa warisan budaya tidak hanya penting bagi negara asalnya tetapi juga memiliki daya tarik universal.
Proyek PULANG adalah contoh bagaimana kolaborasi kreatif dan teknologi dapat menjadi alat yang ampuh dalam memperjuangkan repatriasi warisan budaya. Melalui pendekatan yang menggabungkan penelitian dan diskusi, proyek ini membuka jalan bagi dialog budaya yang lebih luas dan pemahaman yang lebih dalam tentang warisan bersama umat manusia.