LAPORAN PENELITIAN KOLABORASI
PUSAT RISET DAN INOVASI PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH LPPM – UNIVERSITAS TERBUKA 2021
“Engaging Online Discussion Using the Community of Inquiry Framework on ICE- Institute’s Massive Open Online Course”
Tim Peneliti dan Kolaborator:
Sri Sediyaningsih (Universitas Terbuka) Uwes Anis Chaeruman (Universitas Negeri Jakarta)
Kasiyah Junus (Univeraitas Indonesia) Bambang D.W. (Universitas Bina Nusantara) Luluk Asmawati (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Dina Fitria Murad (Universitas Bina Nusantara)
22 November 2022
BAB 1: PENDAHIULUAN
A. Latar Belakang
Massive open online course (MOOCs) pada dasarnya dikembangkan dengan tujuan untuk membuat pendidikan lebih mudah diakses dan terjangkau untuk siapa saja. Sehingga MOOCs telah menjadi salah satu pendekatan pembelajaran daring yang semakin berkembang dan banyak diteliti dewasa ini. Namun demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam menyelenggarakan MOOCs. ICE-institute sebagai konsorsium penyelanggara credential learning melalui MOOCs, sedang mendorong adanya temuan- temuan dan pengembangan model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan pengelaman belajar dalam pembelajaran daring.
Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa MOOCs memiliki banyak tantangan. Salah satu diantaranya adalah besarnya angka dropout dan rendahnya capaian hasil belajar ((Ferguson & Clow, 2015; Jordan, 2014; Kizilcec, Piech, & Schneider, 2013).
Permasalahan lain adalah rendahnya dukungan agar peserta belajar dapat memenuhi capaian belajar dengan baik (De Freitas, Weinhardt & Sitzmann, 2019).
Dalam konteks ini, kunci keberhasilan belajar daring adalah interaksi (Potter, 2004).
Artinya, kemampuan berinteraksi dengan komunitas belajar (dengan dosen, tutor dan sesama mahasiswa) merupakan keterampilan yang sangat penting. Menjawab permsalahan ini, penerapan online collaborative learning (OCL) dengan menerapkan framework community of inquiry (COI) menjadi sangat penting. Karena OCL memiliki potensi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (Junus, 2021).
COI pada dasarnya merupakan penerapan pendekatan teori belajar social contructivism (Garrison, 2017) yang menempatkan peran penting sejawat dalam suatu komunitas belajar (Vygotsky, 1981). Framework CoI menawarkan tiga bentuk kehadiran (presence), yaitu kehadiran kognitif (cognitive presence), kehadiran sosial (social presence), dan kehadiran pembelajaran (teaching presence) (Garrison et. al., 2021) sebagai upaya memfasilitasi agar terjadi pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna dalam lingkungan pembelajaran daring.
B. Fokus Penelitian Tahun Ke-1
Pembekalan keterampilan berinteraksi dengan kerangka kerja CoI dalam kelas bauran atau sepenuhnya daring telah dilakukan dengan hasil yang menjanjikan. Potensi pembelajaran kolaboratif daring dalam peningkatkan capaian belajar, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berkomunikasi telah banyak diteliti. Penerapan pembekalan dalam ingkungan MOOCs di Indonesia merupakan tantangan sekaligus peluang, karena jumlah peserta yang banyak dan karakteristik mahasiswa yang beragam dari sisi pengetahuan awal, kemampuan berinteraksi dalam lingkungan daring, latar belakang budaya, kebutuhan belajar, dan gaya belajar. Di sisi lain, keberagaman berpotensi untuk memperluas sudut
pandang dan pengetahuan. MOOCs berpeluang memfasilitasi untuk saling berinteraksi sesama anak bangsa dari berbagai daerah yang dapat merajut persatuan bangsa. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan memfokuskan pada tiga hal yaitu:
1. Mengkaji partisipasi dan kesiapan mahasiswa dan dosen yang mengikuti pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs ICE-Institute.
2. Mengembangkan model pembekalan keterampilan berinteraksi dengan Model CoI dalam dan pembelajaran di lingkungan MOOCs ICE-Institute untuk meningkatkan keterlibatan dalam diskusi daring yang bermakna.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitianuntuk tahun pertama adalah untuk:
1. memotret tingkat kesiapan dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan dan atau mengikuti pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs ICE-Institute; dan
2. mengembvanhkan model pembekalan keterampilan berinteraksi dengan model Community of Inquiry.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan model interkasi pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs ICE-Institute.
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
A. Massive Open Online Course
Massive open online course (MOOCs) pada dasarnya dikembangkan dengan tujuan untuk membuat pendidikan lebih mudah diakses dan terjangkau untuk siapa saja. Sehingga MOOCs telah menjadi salah satu pendekatan pembelajaran daring yang semakin berkembang dan banyak diteliti dewasa ini. Namun demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam menyelenggarakan MOOCs. ICE-institute sebagai konsorsium penyelanggara credential learning melalui MOOCs, sedang mendorong adanya temuan-temuan dan pengembangan model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan pengelaman belajar dalam pembelajaran daring. Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa MOOCs memiliki banyak tantangan. Salah satu diantaranya adalah besarnya angka dropout dan rendahnya capaian hasil belajar ((Ferguson & Clow, 2015; Jordan, 2014;
Kizilcec, Piech, & Schneider, 2013). Permasalahan lain adalah rendahnya dukungan agar peserta belajar dapat memenuhi capaian belajar dengan baik (De Freitas, Weinhardt & Sitzmann, 2019).
B. Online Collaborative Learning
Dalam konteks ini, kunci keberhasilan belajar daring adalah interaksi (Potter, 2004).
Artinya, kemampuan berinteraksi dengan komunitas belajar (dengan dosen, tutor dan sesama mahasiswa) merupakan keterampilan yang sangat penting. Menjawab permsalahan ini, penerapan online collaborative learning (OCL) dengan menerapkan framework community of inquiry (COI) menjadi sangat penting. Karena OCL memiliki potensi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (Junus, 2021).
C. Community of Inquiry Framework
Model CoI dipilih dalam penelitian ini karena model ini dapat diadaptasi dalam berbagai kultur dan ada beberapa alasan utama sebagaimana dirangkum oleh Alavi dan Taghizadeh (2012). Model CoI menyajikan proses pembentukan pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna secara kolaboratif (Garrison & Akyol, 2013; Rourke & Kanuka, 2009).
Model CoI menjelaskan garis besar perilaku dan proses yang dibutuhkan dalam pembentukan pengetahuan di dalam lingkungan belajar asinkronus melalui dinamika berbagai bentuk kehadiran (Shea & Bidjerano, 2012). Model CoI merupakan skema yang membantu peneliti untuk mengkonseptualisasikan interaksi yang kompleks antar partisipan dalam pembelajaran online (Conrad, 2008). Model CoI merupakan model proses pembelajaran dalam lingkungan e-Learning (Akyol et al., 2009; Garrison &
Arbaugh 2007, Shea & Bidjerano, 2012). Model CoI menjelaskan pengalaman pendidikan online yang terus dikembangkan dan paling banyak diteliti (Akyol et al., 2009; Díaz, Swan, & Kupczynski, 2010).
BAB 3: METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan mixed method, konvergen parallel. Data kualitatif dari kuesioner dan kuantitatif dari pertanyaan terbuka dianalaisis secara terpisah kemudian hasilnya dibandingkan dan diintegrasikan yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Akan diidentifikasi temuan kualitatif dan kuantitatif yang saling mendukung atau bertentangan atau tidak berhubungan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa dan dosen yang telah mengikuti pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs ICE-Institute. Sample dilakukan secara random (random sampling) terhadap 124 dosen dan 422 mahasiswa.
C. Metode Pengujian Data
1. Uji Reliabilitas dan Validitas
Untuk mendapatkan informasi terkait kelima jenis sentimen yang diukur diatas, dilakukan clustering yang bertujuan untuk melakukan pengelompokan pada dosen- dosen responden berdasarkan kelima kriteria yang diukur di kuesioner.
Sebelum dilakukan analisis pada data tipe item response ini, dilakukan analisis reliabilitas dan validitas struktur pada data. Reliabilitas diperlukan untuk memastikan bahwa kuesioner yang diberikan dapat mengukur “ukuran” yang diinginkan secara konsisten. Dalam penelitian ini secara garis besar tujuannya adalah mengukur “potensi” pada responden terhadap kontribusi atau dedikasi untuk mengikuti MOOCs. Menggunakan koefisien alpha Cronbach, didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat reliabilitas pada kuesioner cukup tinggi yang mencapai 0.88. hal ini daapt dilihat dari nilai alpha mentah (raw_alpha) dan alpha
terstandarisasi (std.alpha) berikut:
Serupa dengan ini, pada data mahasiswa reliabilitasnya mencapai 0.87.
Selanjutnya dilakukan uji validitas secara struktur pada kuesioner. Tujuan daripada mengukur validitas ini adalah untuk memastikan bahwa ukuran-ukuran yang ingin diukur memang dapat dan terukur pada hasil kuesioner. Untuk mengukur validitas, digunakan analisis faktor jenis confirmatory. Pemilihan ini didasarkan pada struktur pada kuesioner yang telah diketahui. Struktur yang dimaksud disini merujuk pada pertanyaan mana yang ditujukan untuk mengukur kompetensi/sentimen tertentu.
Kelima kategori ukuran ini telah disebutkan dibagian sebelumnya.
2. Análisis Faktor dan Kluster
Definisi dari analisis faktor yang secara umum disetujui merupakan metode dalam menganalisis variabel "tersembunyi" dalam data yang dikenal dengan nama "faktor".
Metode ini terinspirasi oleh teknik ekstraksi variabel menggunakan statistik. Fokus dari analisis faktor adalah menjelaskan "persebaran antar variabel" yang biasa direpresentasikan oleh kovariansi. Sebagai pengingat, persebaran dalam satu variabel dapat diukur dengan variansi, sedangkan kovariansi merupakan perumuman dari variansi sedemikian hasilnya memberikan ukuran persebaran pada dua variabel.
Analisis cluster adalah suatu teknik analisis multivariat metode interdependen, dengan tujuan untuk meringkas data dengan penggerombolan objek (responden) sehingga terbentuk beberapa kelompok (cluster). Ciri-ciri cluster yang baik adalah objek di dalam cluster lebih mirip (homogen) dibandingkan antar cluster, dengan perkataan lain ada heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster. Kemiripan ini sudah didasarkan pada sekumpulan variabel secara simultan. Berikut merupakan asumsi yang harus terpenuhi untuk analisis cluster.
Asumsi sampel mewakili populasi dapat diketahui melalui uji Kaiser Meyer Olkin (KMO). Uji KMO digunakan untuk mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Uji KMO dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor dalam penelitian valid atau tidak. KMO memberikan nilai antara 0 dan 1. Nilai KMO kurang dari 0.5 menunjukkan pengambilan sampel tidak memadai dan tindakan perbaikan harus dilakukan. Berikut rumus uji KMO pada Persamaan 2.1.
KMO = ∑pi=1∑pj=1rij2
∑pi=1∑pj=1rij2+ ∑pi=1∑pj=1aij2… … … … aij = −rij
√rijrij… … … ..
Dimana,
p = banyaknya variabel
rij = koefisien korelasi antara variabel i dan j
aij = koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j
K-means adalah algoritma dalam metode nonhierarchical clustering yang membagi data menjadi sejumlah partisi dengan mencari kedekatan dari tiap titik pada suatu cluster dengan sejumlah nilai rata-rata.
1. Memilih sebanyak k observasi sebagai pusat atau centroid awal cluster. Huruf k mewakili jumlah partisi yang diinginkan.
2. Setiap titik pada data ditetapkan ke suatu cluster dengan centroid terdekat berdasarkan jarak euclidean (Euclidean distance). Rumus euclidean distance disajikan pada persamaan 2.6.
𝑑(𝒙, 𝝁) = √∑(𝑥𝑗− 𝜇𝑗)2
𝑝
𝑗=1
Dimana 𝑑(𝒙, 𝝁) adalah jarak antara cluster dengan centroid klaster 𝜇, 𝑥𝑗 adalah bobot data ke-j pada cluster yang ingin dicari jaraknya, 𝜇𝑗 adalah bobot data ke-j pada centroid klaster. Setiap titik diperiksa apakah lebih dekat ke centroid klaster lain daripada ke cluster-nya sendiri. jika demikian, titik tersebut akan dipindahkan ke cluster baru dan dua centroid klaster akan diperbarui. Nilai centroid baru diperoleh dari rata-rata cluster yang bersangkutan dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.7.
𝐶𝑘= 1 𝑛𝑘∑ 𝑑𝑖
Dimana 𝑛𝑘 adalah jumlah data pada cluster dan 𝑑𝑖 adalah jumlah dari nilai jarak yang masuk dalam masing-masing cluster.
Menghitung kembali jarak euclidean setiap objek dengan tiap centroid yang baru.
Proses 3 dan 4 dilanjutkan hingga tidak ada perbaikan lebih lanjut atau tidak ada perubahan anggota cluster yang memungkinkan.
BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Demografi Dosen dan Mahasiswa 1. Demografi Dosen
Dari 124 responden dosen diperoleh gambaran sebagai berikut:
• Total banyaknya pengamatan pada sampel adalah 124 dengan proporsi antara dosen laki-laki dan perempuan seimbang 1:1.
• Mayoritas responden berasal dari universitas Bina Nusantara
• Ada 82 responden yang jenis pekerjaannya berasal dari perusahaan swasta.
• Pada program studi, pendidikan adalah jenis program yang paling banyak diampu oleh responden dengan beragam bidang pendidikan.
• Terkait pengalaman menjadi fasilitator MOOCS, 72 responden tidak pernah sama sekali memiliki pengalaman sedangkan yang memiliki pengalaman menjadi fasilitator MOOCS lebih dari 3 kali ada sebanyak 19 orang.
• Mayoritas responden setidaknya pernah mengikuti MOOCS sekali dan ada 46 orang responden yang belum pernah mengikuti MOOCS.
2. Demografi Mahasiswa
Dari 422 repsonden mahasiswa diperoleh gambaran sebagai berikut:
• Total banyaknya pengamatan pada sampel adalah 422 dengan jumlah laki-laki 183 dan perempuan 237.
• Mayoritas responden berasal dari universitas Bina Nusantara dengan jumlah 143.
• Ada 222 responden yang sedang aktif bekerja.
• Pada program studi, sistem informasi adalah jenis program yang paling banyak diikuti oleh program studi pendidikan.
• Terkait pengalaman mengikuti MOOCS, mayoritas responden tidak pernah sama sekali memiliki pengalaman mengikuti MOOCS yang jumlahnya mencapai 300 orang. Sedangkan untuk yang memiliki pengalaman mengikuti MOOCS lebih dari 3 kali ada 34 orang.
B. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen
Terkait reliabilitas instrumen penelitian, dalam hal peneliti melakukan pengujian pada reliabilitas kuesioner. Relibilitas kuesioner dianalisis untuk menguji konsistensi kuesioner dalam mengukur ukuran yang ditujukan. Sebagai ilustrasi, jika diinginkan ukuran berat badan dengan menggunakan instrumen suatu timbangan, maka pengukuran beberapa kali menggunakan timbangan tersebut perlu dilakukan. Dalam hal ini, untuk memastikan bahwa timbangan memiliki reliabilitas yang tinggi, maka perlu dipastikan bahwa dalam mengukur berat badan suatu objek yang sama nilai timbangannya konsisten.
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang bertujuan mengukur kesiapan mahasiswa dan dosen sebelum menjalani rangkaian acara MOOCs.
Tentunya pertama perlu dipastikan bahwa “alat ukurnya” telah sesuai, dan hal ini dapat dipastikan dengan melihat pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merujuk pada sentimen mengenai keyakinan diri responden terhadap kompetensi keahlian tertentu atau keinginan dalam berpartisipasi di acara MOOCs. Hal ini selaras dengan tujuan awal yaitu mengukur kesiapan mahasiswa dan dosen sebelum menjalani rangkaian acara MOOCs. Setelah dipastikan bahwa alat ukur telah sesuai, selanjutnya dilakukan analisis konsistensi alat ukur. Secara singkat, analisis konsistensi alat ukur ini dilakukan dengan menghitung skor Alpha Cronbach. Alpha Cronbach merupakan sebuah ukuran keandalan yang memiliki nilai berkisar dari nol sampai satu (Hair et al., 2010: 92). Sebagai rule of thumb suatu kuesioner dikatakan reliable jika skor alphanya >.6 (George dan Mallery, 2003). Dari data survei yang didapatkan, nilai alpha pada kuesioner ini berkisar di nilai 0.81-0.87 yang mengindikasikan bahwa kuesioner ini memiliki reliabilitas yang cukup tinggi.
Validitas untuk instrumen sebenarnya telah disinggun diatas, yaitu salah satunya mengenai kesesuaian alat ukur. Untuk jenis validitas kedua yang dianalisis adalah mengenai konstruk pada kuesioner. Dalam kuesioner diberikan 5 kategori pertanyaan yang mana pembedaan kategori pertanyaan tersebut didasarkan pada jenis komptensi atau sentimen yang membelakangi kumpulan pertanyaan dalam satu kategori. Sebagai contoh, kategori 1 berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut “keyakinan diri mengenai kompetensi dalam mengoperasikan dan menjelaskan fungsi komputer”. Kategori pertanyaan ini kemudian diistilahkan sebagai faktor laten, dimana peneliti percaya bahwa satu faktor akan melatarbelakangi bagaimana seseorang akan menjawab kuesioner tersebut. Untuk menganalisis konstruk dari faktor ini, dilakukan analisis faktor jenis confirmatory atau confirmatory factor analysis (CFA). Detail analisi dapat dirujuk pada “Analisis Data COI”.
Secara singkat, konstruk yang didapatkan antara data mahasiswa dan dosen sedikit berbeda.
Pada data dosen disimpulkan bahwa faktor kompetensi terkait komputer kurang berkorelasi dengan kesiapan seorang dosen dalam berkontribusi aktif di MOOCs. Hal ini menurutu peneliti, disebabkan pada temuan dalam data survei yang mana banyak dosen responden yang merasa kurang percaya diri dengan kompetensi terkait komputer namun
semua faktor lain relatif tinggi. Hal ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa dalam menilai kesiapan MOOCs untuk dosen, kompetensi komputer tidak terlalu dititikberatkan.
Selain itu juga, hal ini dapat menjadi panduan dalam mempersiapkan fasilitator MOOCs yaitu memberikan bimbingan terkait kompetensi komputer pada dosen fasilitator MOOCs nantinya. Sedikit berbeda dari data dosen, konstruk valid yang ditemukan pada data mahasiswa menyimpulkan bahwa kelima faktor yang diukur kuesioner signifikan dalam menilai kesiapan seorang mahasiswa untuk mengikuti MOOCs.
C. Kesiapan Dosen dalam Memfasilitasi Pembelajaran Daring dalam Lingkungan MOOCs ICE-Institute
Dalam menganalisis kuesioner sentimen, dilakukan pembagian berdasarkan kategori topik sentimen. Terdapat 5 kategori kuesioner yang mana kategori ini dipisahkan berdasarkan jenis kompetensi yang diukur.
• Kategori 1 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan mengoperasikan dan hasrat dalam menjelaskan fungsi komputer. Median skor kompetensi komputer adalah 27 dari nilai maksimal 30.
• Kategori 2 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan berinteraksi dan sosialisasi. Median skor kompetensi sosialisasi adalah 21 dari nilai maksimal 25.
• Kategori 3 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan dalam mengungkapkan gagasan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Median skor kompetensi komunikasi adalah 16 dari nilai maksimal 20.
• Kategori 4 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait hasrat dan keinginan untuk berkontribusi aktif dalam MOOCS. Median skor Hasrat MOOCS adalah 21 dari nilai maksimal 25.
• Kategori 5 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan dalam berkomunikasi secara daring. Median skor kompetensi
komunikasi daring adalah 20 dari nilai maksimal 25.
Untuk mendapatkan informasi terkait kelima jenis sentimen yang diukur diatas, dilakukan clustering yang bertujuan untuk melakukan pengelompokan pada dosen-dosen responden berdasarkan kelima kriteria yang diukur di kuesioner.
Pada data dosen, diterapkan clustering teknik KMeans yang mana dasar pengelompokan adalah 5 jenis skor yang diukur di kuesioner. Dalam analisis ditemukan jumlah cluster optimal adalah 2. Peneliti merasa jumlah ini cocok sebagai pengelompokan dosen responden dimana harapannya nanti kedua kelompok ini akan memberikan gambaran
segmentasi antara dosen yang berpotensi menjadi fasilitator MOOCs pada responden.
Hasil pengelompokan dapat dilihat visualisasinya di plot dibawah ini.
Terlihat bahwa hasil clustering menunjukkan adanya segmentasi berdasarkan skor yang diukur di kuesioner. Untuk melihat lebih spesifik mengenai karakteristik setiap cluster, dilakukan penghitungan mean tiap skor untuk kedua cluster.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa individu-individu dalam cluster kedua memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi di hampir semua jenis ukuran di kuesioner. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa ukuran dimana rata-rata cluster kedua lebih rendah hanya memiliki selisih 0,1 yang artinya perbedaan rata-rata skor pada kategori tersebut untuk kedua cluster tidak terlalu besar. Hal ini mendukung anggapan awal bahwa individu-individu di cluster kedua lebih tinggi potensinya dalam berkontribusi menjadi fasilitator MOOCS dibandingkan individu-individu di cluster pertama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dosen-dosen yang selama ini telah memfasitasi pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs ICE-Institute telah memiliki kesiapan yang cukup.
D. Kesiapan Mahasiswa dalam Mengikuti Pembelajaran Daring dalam Lingkungan MOOCs ICE-Institute
Dalam menganalisis kuesioner sentimen, dilakukan pembagian berdasarkan kategori topik sentimen. Terdapat 5 kategori kuesioner yang mana kategori ini dipisahkan berdasarkan jenis kompetensi yang diukur.
• Kategori 1 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada
kemampuan mengoperasikan dan hasrat dalam menjelaskan fungsi komputer. Median skor kompetensi komputer adalah 25 dari nilai maksimal 30.
• Kategori 2 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan berinteraksi dan sosialisasi. Median skor kompetensi sosialisasi adalah 20 dari nilai maksimal 25.
• Kategori 3 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan dalam mengungkapkan gagasan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Median skor kompetensi komunikasi adalah 16 dari nilai maksimal 20.
• Kategori 4 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait hasrat dan keinginan untuk berkontribusi aktif dalam MOOCS. Median skor Hasrat MOOCS adalah 20 dari nilai maksimal 25.
• Kategori 5 adalah kuesioner yang mengukur sentimen terkait kompetensi diri pada kemampuan dalam berkomunikasi secara daring. Median skor kompetensi komunikasi daring adalah 20 dari nilai maksimal 25.
Pada data mahasiswa, diterapkan clustering teknik KMeans yang mana dasar pengelompokan adalah 5 jenis skor yang diukur di kuesioner. Dalam analisis ditemukan jumlah cluster optimal adalah 2. Peneliti merasa jumlah ini cocok sebagai pengelompokan mahasiswa responden dimana harapannya nanti kedua kelompok ini akan memberikan gambaran segmentasi antara mahasiswa yang berpotensi mengikuti MOOCs dengan dedikasi dan konsisten dari responden. Hasil pengelompokan dapat dilihat visualisasinya di plot dibawah ini.
Terlihat bahwa hasil clustering menunjukkan adanya segmentasi berdasarkan skor yang diukur di kuesioner. Untuk melihat lebih spesifik mengenai karakteristik setiap cluster, dilakukan penghitungan mean tiap skor untuk kedua cluster.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa individu-individu dalam cluster pertama memiliki rata- rata skor yang lebih tinggi di semua jenis ukuran yang diukur dalam kuesioner. Hal ini mendukung anggapan awal bahwa individu-individu di cluster pertama lebih tinggi potensinya dalam mengikuti seluruh program MOOCS secara konsisten dibandingkan individu-individu di cluster kedua.
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa pada dasarnya mahasiswa telah memiliki kesiapan yang cukp untuk mengikuti pembelajaran daring dalam lingkungan MOOCs Ice-Institute.
BAB 4: KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Penelitian ini telah menghasilkan instrumen untuk mengukur kesiapan dosen dan mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran daring. Instrumen tersebut telah teruji dan memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya para dosen yang telah memfasilitasi pembelajaran daring pada MOOCs ICE-Institute telah memiliki kesiapan yang cukup. Begitupun dengan mahasiswa. Mahasiswa telah memiliki kesiapan untuk mengikuti pembelajaran daring yang cukup. Namun demikian, 3. Hasil penelitian berupa tingkat kesiapan dosen dan mahasiswa dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan model pembekalan keterampilan berinteraksi dengan model Community of Inquiry baik untuk mahasiswa maupun dosen yang mengikuti MOOCs ICE-Institute
B. Saran dan Tindak Lanjut Penelitian Tahun Selanjutnya
1. Penelitian ini telah menghasilkan dua instrumen kesiapan pembelajaran daring baik untuk dosen dan mahasiswa. Instrumen tersebut dapat digunakan oleh ICE-Institute sebagai sarana mengukur kesiapan pembelajaran daring.
2. Mengacu pada kesiampulan hasil penelitian bahwa pada dasarnya dosen dan mahasiswa telah memiliki kesiapan pembelajaran daring yang tinggi, maka disarankan agar peluang tersebut dapat dioptimalkan melalui penerapan suatu framework yang sudah terbukti berhasil menurut hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunkana framework online collaborative learning dan community of inquirí.
3. Sebagai tindak lanjut, tahun berikutnya akan dikembangkan model penerapan framework tersebut untuk meningkatkan interkasi online dalam pembelajaran yang diselenggarakan oleh ICE-Institute.
DAFTAR PUSTAKA
Akyol, Z; Arbaugh, J.B. Cleveland-Innes, M., Garrison, D.R., Ice, Ph., Richardson, J.C. &
Swan K. (2009). A Response to the Review of The Community of Inquiry Framework. Jornal of Distance Education 23 (2), 223-136.
Alavi, Mohammad; Taghizadeh Mahboubeh. (2013). Cognitive Presence in Virtual Learning Community an EFL Case.
Bandura, Albert. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice Hall.
Burgess, Melissa L; John R.Slate; Ana Rojas-Le Bovef; Kimberly La Prairre. (2010). Teaching and Learning in Second Life: Using the Community of Inquiry (CoI) Model to Support Online Instruction With Graduate Students in Instructional Technology. Internet and Higher Education 13 (2010) 84-88. DOI: 10.1016/j.iheduc.2009.12.003.
Cobos, R., & Pifarre’, M. (2008). Collaborative knowledge construction in the web supported by the KnowCat system. Computers & Education, 50, 962–978.
Conrad, Rita Marie; Donaldson, J.A., (2011). Engaging The Online Leraner: Activities and Resources for Creative Instruction, Jossey-Bass.
D. R. Garrison, "Cognitive Presence for Effective Asynchronous Online Learning: The Role of Reflective Inquiry, Self-Direction, and Metacognition," paper presented at the Fourth Annual Sloan ALN Workshop, Boltons Landing, New York.
De Freitas, S. I., Morgan, J., & Gibson, D. (2015). Will MOOCs transform learning and teaching in higher education? Engagement and course retention in online learning provision. British Journal of Educational Technology, 46(3), 455–471
Diaz, S., Swan, K; Ice; Ph., & Kupczynski, L, (2010). Student Rating of The Importance of Survey Items, Multiplicative Factor Analysis, and The Validity of The Community of Inquiry Survey. Internet and Higher Education, 13. 22-30.
Dumitru, Daniela. (2012). Communities of Inquiry. A Methods to Teach. Procedia Social and Behavioural Sciences 33 (2012). Published Elsevier B.V. PSIWORLD 2011. Doi:
10.1016/j.sbspro.2012.01.119.
Ferguson, R., & Clow, D. (2015). Examining engagement: Analysing learner subpopulations in massive open online courses (MOOCs). In Proceedings of the fifth international conference on learning analytics and knowledge (pp. 51–58).
Garrison, D. R. (2013). E-learning in the 21st Century: a Community of Inquiry Framework for research and Practice. Newyork: Routledge.
Garrison, D.R. & Akyol, Z. (2013). Toward the Development of Metacognition Construct for Communities of Inquiry. Internet and Higher Education. 17, 84-89.
Garrison, D.R. & Arbaugh, J.B., (2007). Researchig the Community of Inquiry Framework Review, Issues, and Future Directions. Internet and Higher Education. 10 (3), 157-172.
Garrison, D.Randy, Norman D.Vaughan. (2007). Blended Learning in Higher Education:
Framework, Principles, and Guidelines. San Francisco: John Wiley and Sons, Inc.
Garrison, D.Randy. (2017). E-Learning in The 21st Century: A Community of Inquiry Framework for Research and Practice. New York: Routledge.
Garrison, D.Randy; J.B. Arbaugh. (2007). Researching The Community of Inquiry Framework:
Review, Issues, and Future Directions. Internet and Higher Education 10 (2007) 157- 172. doi: 10.1016/j.iheduc.2007.04.001.
Garrison, D.Randy; Zehra Akyel. (2013). Toward the Development of A Metacognition Contruct for Communities of Inquiry. Internet and Higher Education 17 (2013) 84-89.
https://dx.doi.org/10.1016/j.iheduc.2012.11.0057.
Jordan, K. (2014). Initial trends in enrolment and completion of massive open online courses.
International Review of Research in Open and Distance Learning, 15(1), 133–160.
Kizilcec, R. F., P ́erez-Sanagustín, M., & Maldonado, J. J. (2016). Recommending self- regulated learning strategies does not improve performance in a MOOC. In Proceedings of the third (pp. 101–104).
Rourke, L & Kanuka H. (2009). Learning in Communities of Inquiry: A Review of The Literature. Journal of Distance Education, 23 (1). 19-48.
Sadaf, Ayesha; Tong Wu; Florence Martin. (2021). Cognitive Presence in Online Learning: A Systematic Review of Empirical Research from 2000 to 2019. Computers and Education Open 2 (2021) 100050. https://doi.org.1016/j.caeo.2021.100050.
Scardamalia, M., & Bereiter, C. (1992). Text-based and knowledge-based questioning by children. Cognition and Instruction, 9, 177–199.
Schellens, T., & Valcke, M. (2006). Fostering knowledge construction in university students through asynchronous discussion groups. Computers & Education, 46, 349–370.
Shea, P., & Bidjerano, T., (2010). Learning Presence as a Moderator in The Community of Inquiry Model. Computer and Education, 59, 316-326.
Sippola, Markku; Jaanika Kingumets; Liisa Tuhkanen. (2022). Social Positioning and Cultural Capital: An Ethnographic Analysis of Estonian and Russian Language Social Media Discussion Groups in Finland. International Journal of Intercultural Relations 86 (2022) 36-4. https://orchid.org/0000-0002-5886-9193.
Suthers, D. D., Vatrapu, R., Medina, R., Joseph, S., & Dwyer, N. (2008). Beyond threaded discussion: representational guidance in asynchronous collaborative learning environments. Computers & Education, 50, 1103–1127.
Weinhardt, J. M., & Sitzmann, T. (2019). Revolutionizing training and education? Three questions regarding massive open online courses (MOOCs). Human Resource Management Review, 29(2), 218–225.
Wertz, Ruth, E.H. (2022). Learning Presence Within The Community of Inquiry Framework:
An Alternative Measurement Survey Four Factor Model. The Internet and Higher Education. 52 (2022). 100832. https://doi.org/10.1016/j.iheduc. 2021. 1000 832.
LAMPIRAN 1: INSTRUMEN
A. Instrumen Kesiapan Dosen dalam Memfasiulitasi Pembelajaran Daring
Pernyataan Kesedian Responden
Dengan ini Saya menyatakan bahwa seluruh informasi yang diberikan dapat digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. (YA / TIDAK)
Identitas Responden:
Nama (inisial) PT
Program Studi Usia
Jenis Kelamin
Domisili (kabupaten/Kota)
1. Pengalaman mengikuti MOOCs sebelumnya
• belum pernah
• 1 – 3 kali
• lebih dari 3 kali
2. Motivasi/ alasan utama mengambil MOOCs [jawaban bisa lebih dari 1:
• mendukung perkuliahan/ sekolah
• diperlukan dalam pekerjaan
• meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
• mendapatkan pengalaman belajar daring
• memperbaiki CV
• memperluas jaringan (network)
• lainya …
3. Pengalaman memfasilitasi pembelajaran daring di MOOCs sebelumnya
• belum pernah
• 1 – 3 kali
• lebih dari 3 kali
Faktor 1: Kompetensi Teknis
1. Saya memiliki kepercayaam diri dalam menggunakan teknologi komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
2. Saya cukup mahir menggunakan berbagai teknologi komputer 3. Saya merasa nyaman menggunakan komputer.
4. Saya dapat menjelaskan keuntungan-keuntungan teknologi komputer untuk pembelajaran.
5. Saya kompeten mengintegrasikan teknologi komputer ke dalam aktivitas belajar.
6. Saya termotivasi untuk lebih terlibat aktif dalam aktivitas pembelajaran ketika menggunakan teknologi komputer.
Faktor 2: Kompetensi sosial dengan kolega dan mahasiswa
Seberapa yakinkah anda sehingga anda dapat melakukan interaksi sosial berikut ini dengan kolega, mahasiswa anda melalui pembelajaran daring?
1. Saya mampu membangun hubungan pertemanan dengan kolega dan mahasiswa.
2. Saya memperhatikan tindakan sosial kolega dan mahasiswa.
3. Saya mampu menerapkan keterampilan interaksi sosial yang sesuai dengan situasi tertentu.
4. Saya mampu menginisiasi interaksi sosial dengan kolega dan mahasiswa.
5. Saya mampu berinteraksi sosial dengan kolega dan mahasiswa dengan saling menghargai.
Faktor 3: Kompetensi komunikasi
Seberapa yakinkah anda bahwa anda dapat melakukan tugas-tugas interaksi sosial dengan kolega dan mahasiswa anda melalui perkuliahan daring?
1. Saya merasa nyaman mengekspresikan pendapat secara tertulis kepada orang lain.
2. Saya merasa nyaman menanggapi ide-ide orang lain.
3. Saya mampu mengekspresikan pendapat saya dalam tulisan sehingga orang lain dapat memahami maksud saya.
4. Saya memberikan umpan balik kontruktif dan proaktif kepada orang lain meskipun saya sendiri tidak setuju.
Faktor 4: Kesiapan terhadap MOOC 1. Saya sangat ingin terlibat dalam MOOCs
2. Saya berkomitmen mengalokasikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap proses pembelajaran dalam MOOCs
3. Saya siap mendaftarkan diri untuk mengikuti mata kuliah dengan MOOCs.
4. Saya ingin belajar lebih banyak lagi tentang MOOCs 5. Saya terbuka terhadap penilaian secara daring.
Faktor 5: Diskusi secara Daring
1. Saya bisa melakukan komunikasi dengan orang lain secara daring mengunakan internet (seperti chat, pesan singkat, dll)
2. Saya bisa mengikuti dialog secara daring dalam waktu yang cukup lama (seperti chat, pesan singkat) sembari mengetik.
3. Saya cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk menyiapkan tanggapan terhadap suatu pertanyaan.
4. Saya belajar keterampilan menulis melalui diskusi daring
5. Saya nyaman mengikuti beberapa diskusi pada saat bersamaan dengan chat daring meskipun saya mungkin tidak berpartisiasi dalam semua diskusi tersebut.
Open-ended question
1. Sebutkan 3 manfaat/ keutamaan pembelajaran daring secara kolaboratif di dalam lingkungan MOOCs (misalnya melalui forum diskusi, chat-room):
• ….
• ….
• ….
2. Sebutkan 3 tantangan utama yang Anda hadapi (akan hadapi) dalam memfailitasi pembelajaran daring secara kolaboratif di dalam lingkungan MOOCs:
• ….
• ….
• ….
B. Insrumen Kesiapan Mahasiswa dalam Mengikuti Pembelajaran Daring
Pernyataan Kesedian Responden
Dengan ini Saya menyatakan bahwa seluruh informasi yang diberikan dapat digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. (YA / TIDAK)
Identitas Responden:
Nama (inisial) Asal PT
Tahun Masuk PT Program Studi Usia
Jenis Kelamin
Domisili (kabupaten/Kota) Bekerja/Tidak Bekerja
Jika Bekerja, Negeri/Swasta
1. Pengalaman mengikuti MOOC sebelumnya
• belum pernah
• 1 – 3 kali
• lebih dari 3 kali
Motivasi/ alasan utama mengambil MOOC (jawaban bisa lebih dari 1):
• mendukung perkuliahan/ sekolah
• diperlukan dalam pekerjaan
• meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
• mendapatkan pengalaman belajar daring
• memperbaiki CV
• memperluas jaringan (network)
• lainya …
Faktor 1: Kompetensi Teknis
1. Saya memiliki kepercayaam diri dalam menggunakan teknologi komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
2. Saya cukup mahir menggunakan berbagai teknologi komputer 3. Saya merasa nyaman menggunakan komputer.
4. Saya dapat menjelaskan keuntungan-keuntungan teknologi komputer untuk pembelajaran.
5. Saya kompeten mengintegrasikan teknologi komputer ke dalam aktivitas belajar.
6. Saya termotivasi untuk lebih terlibat aktif dalam aktivitas pembelajaran ketika menggunakan teknologi komputer.
Faktor 2: Kompetensi sosial dengan teman sekelas
Seberapa yakinkah anda sehingga anda dapat melakukan interaksi sosial berikut ini dengan teman anda melalui perkuliahan daring?
1. Saya mampu membangun hubungan pertemanan dengan teman . 2. Saya memperhatikan tindakan sosial mahasiswa lain.
3. Saya mampu menerapkan keterampilan interaksi sosial yang sesuai dengan situasi tertentu.
4. Saya mampu menginisiasi interaksi sosial dengan teman .
5. Saya mampu berinteraksi sosial dengan mahasiswalaindengan hormat.
Faktor 3: Kompetensi komunikasi
Seberapa yakinkah anda bahwa anda dapat melakukan tugas-tugas interaksi sosial dengan teman anda melalui perkuliahan daring?
1. Saya merasa nyaman mengekspresikan pendapat secara tertulis kepada orang lain.
2. Saya merasa nyaman menanggapi ide-ide orang lain.
3. Saya mampu mengekspresikan pendapat saya dalam tulisan sehingga orang lain dapat memahami maksud saya.
4. Saya memberikan umpan balik kontruktif dan proaktif kepada orang lain meskipun saya sendiri tidak setuju.
Faktor 4: Kesiapan terhadap MOOC 1. Saya sangat ingin terlibat dalam MOOC
2. Saya berkomitmen mengalokasikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap aktivitas belajar dalam MOOC
3. Saya siap mendaftarkan diri untuk mengikuti mata kuliah dengan MOOC.
4. Saya ingin belajar lebih banyak lagi tentang MOOC 5. Saya terbuka terhadap penilaian secara daring.
Faktor 5: Diskusi secara Daring
1. Saya bisa melakukan komunikasi dengan orang lain secara daring mengunakan internet (seperti chat, pesan singkat, dll)
2. Saya bisa mengikuti dialog secara daring dalam waktu yang cukup lama (seperti chat, pesan singkat) sembari mengetik.
3. Saya cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk menyiapkan tanggapan terhadap suatu pertanyaan.
4. Saya dapat belajar keterampilan menulis dalam diskusi daring
5. Saya bisa nyaman mengikuti beberapa diskusi pada saat yang bersamaan dengan chat daring meskipun saya mungkin tidak berpartisiasi dalam semua diskui tersebut.
Open-ended question
1. Sebutkan 3 manfaat/ keutamaan pembelajaran daring secara kolaboratif di dalam lingkungan MOOC (misalnya melalui forum diskusi, chat-room):
• ….
• ….
• ….
2. Sebutkan 3 tantangan utama yang Anda hadapi (akan hadapi) dalam pembelajaran daring secara kolaboratif di dalam lingkungan MOOC:
3. ….
4. ….
5. ….
C. Draft Artikel 1
Instructors’ readiness in delivering a course and facilitating Students' Interaction in MOOCs: a case study Indonesia Cyber Education Institute
Authors & affiliations
Abstract
The objective of the current research is exploring instructor’ readiness to deliver a course with online collaboration in MOOCs. The study was triggered by the increasing demand for distance learning in Indonesia and low lecturers’ participation in the Cyber Education
Institute (ICE Institute) as the digital marketplace for online courses in Indonesia. Convergent parallel mixed method was applied. Quantitative and qualitative data were collected
involving 124 respondents from diverse background utilizing questionnaires and in-dept interview. The results exhibits that they have high technical competency and social interaction even though they have moderate experience as online learners and limited experience in delivering courses MOOCs. Thematic content analysis of the open-ended questions revealed the benefits/strengths of online collaborative learning in MOOCs and the challenges faced by lecturers in facilitating interactions in MOOCs in the perception of lecturers. The study proposes recommendation and future research topics.
1. Introduction 1.1.About the ICE Institute
Indonesia Cyber Education Institute (ICE Institute) is a digital marketplace for online courses in Indonesia that aims to offer and facilitate quality distance education. ICE Institute is a consortium consisting of well-known universities in Indonesia as the providers. Currently, 368 varied courses are offered in the form of MOOCs in Bahasa Indonesia (national
language). More than 7000 students, originating from various islands, are enrolled. Users can take courses in various formats, unbundled, micro credential, or transfer of credits courses. A certificate of completion is granted for a participant who has completed a course.
1.2.Problem Statement (need deepen and precise)
Indonesia is an archipelagic country consisting of # islands. The biggest challenge is
equitable access to education for all citizens. ICE Institute holds the mission to expand access to higher education and accelerate the improvement of the quality of education in Indonesia.
With the population of more than ## people, #% of them are at productive age, the number of MOOCs users at the ICE Institute is still very small (#<#%). In addition, the number of
provider universities (the consortium members) are # out of more than (less than #%). The percentage of lecturers who initiate MOOCs at the ICE Institute is very small. Research on the readiness of lecturers in facilitating MOOCs in Indonesia is still very limited.
1.3.Research questions
Addressing the research gaps, the current study is directed by the following research questions.
RQ1. Are the questionnaires used valid and reliable?
RQ2. What are instructors’ experiences as online learners or online facilitators in MOOCs [how many are experienced as online learners, reasons for enrolling in MOOCs, how many have ever had a class of MOOCs]
RQ3. How is the level of lecturers’ readiness in facilitating courses in the MOOCs environment
a. Technical competence of the use of technology in learning [Factor 1]
b. Competence in social interaction with colleagues, your students through online learning [Factors 2, 3, 5]
c. Readiness to teach lectures in a MOOCs environment [Factor 4]
RQ4. What are the benefits/strengths of online collaborative learning in MOOCs in the perception of lecturers. [awareness of the importance of MOOCs, the need for MOOCs as learning facilities
RQ5. What are the challenges faced by lecturers in facilitating interactions in MOOCs environment.
1.4.Objectives and context of the study
This research explores the readiness and challenges of instructors in facilitating classes in MOOCs especially regarding to social interaction in learning. Experts agree that
collaboration in online learning improves learning processes and outcomes. Interaction in online learning environments is not a trivial task. Interaction among citizens with various ethnic background is important to maintain national unity.
1.5.Outline of the research methods
This study utilized a mixed method. Qualitative and quantitative data were collected through surveys and in-depth interviews. The survey questionnaire was adapted from [1*] and [*2]
***
2. Relevant Literature Review
• MOOCs
• Online collaborative learning in MOOCs
• Students’ readiness to learn e-Learning environment: technical, social, etc
• Students’ engagement in online collaborative learning
• Instruments (emphasizing on the instrument selected for this study: its reliability and validity)
No. Reference Relevant content
(original or semi modified)
Pharaphrased content
A About ICE Institute (Indonesia Cyber Education Institute) what, the objectives, components, HE institution Bu DIAN → DONE
Dari Bu Dian See introduction section
B MOOCs (definition, types, the potentials, challenges)
C Interaction/collaboration in MOOCs Saadatmand, M., Uhlin, L.,
Hedberg, M., Åbjörnsson, L., & Kvarnström, M.
(2017). Examining
learners’ interaction in an open online course through the community of inquiry framework. The European Journal of Open and Distance Learning.
Garrison, D. R. (2018).
MOOCs and the community of inquiry.
Kaul, M., Aksela, M., &
Wu, X. (2018). Dynamics of the community of inquiry (CoI) within a massive open online course (MOOC) for in-service teachers in environmental education. Education Sciences, 8(2), 40.
Cohen, A., & Holstein, S.
(2018). Analysing successful massive open online courses using the community of inquiry model as perceived by students. Journal of Computer Assisted Learning, 34(5), 544-556.
...
D Lecturers’ Preparedness (intruments, adaptation, report, findings) Queroda, P. (2019).
Massive Open Online Course (MOOC) Readiness of Pangasinan State University–Open University Systems Students. International Journal on Open and Distance E-Learning, 5(2), 39-47.
Alshammari, S. H. (2022).
Examining students’
readiness for MOOCs:
Applying a structural equation modeling approach. International Journal of Technology in Education, 221-234.
Borsa, J. C., Damásio, B. F.,
& Bandeira, D. R. (2012).
Cross-cultural adaptation and validation of
psychological instruments:
Some considerations.
Paidéia (Ribeirão Preto), 22, 423-432.
Junus, K., Santoso, H. B., Putra, P. O. H., Gandhi, A.,
& Siswantining, T. (2021).
Lecturer readiness for online classes during the pandemic: A survey research. Education sciences, 11(3), 139.
Fyle, C. O. (2013, June).
Teacher education MOOCs for developing world contexts: Issues and design considerations. In Sixth International Conference of MIT’s Learning International Networks Consortium (LINC) (pp. 16-19).
Hilali, E. E., &
Moubtassime, M. (2021).
Moroccan Teachers of English Acceptance and Readiness to Use MOOCs for Continuing
Professional Development.
Universal Journal of Educational Research, 9(5), 891-900.
....
3. Methods
o The study was conducted in
o The primary target group was university teachers
• Context of the study, participants
• Sampling methods
• Data collection and analysis
o Quantitative and qualitative data were collected and analyzed to explore lecturers’ perceptions of ...
• Tools utilized for data analysis
Convergent parallel mixed method was applied to answer the research questions. Qualitative and qualitative data were collected and analyzed by comparing or relating the quantitative and qualitative findings followed by in-depth interview.
3.1.Instrument
This study utilized a mixed method. Qualitative and quantitative data were collected through surveys and in-depth interviews. The survey questionnaire was adapted from [1*] and [*2]
through the translation stage by three experts in the field of online Education and MOOCs and a certified translator. Next, the questionnaire was finalized through a FGD of experts who are not involved in the translation process. The final version of the questionnaire was
composed after being tested for its readability involving six target respondents. then the final
version was obtained. Questionnaire items are grouped by two categories, namely technical readiness for technology utilization and readiness in interactions in the MOOCs environment.
Open-ended questions were added to the questionnaire to explore lecturers' perceptions of the advantages offered by MOOCs and the challenges of facilitating interaction in MOOCs.
3.2.Context of the study
The respondents to this study were lecturers from private and public universities in Indonesia.
The questionnaires are distributed by blasting emails to all consortium member universities and to non-consortium universities, and through social media. Social media was used because its high penetration (data**). There are 124 respondents participated as participants of the current study.
3.3.Reseach teps
Research steps Figure 1:
4. Results and Discussion
• Demographic data
• Quantitative data analysis: statistical results and interpretation
• Qualitative data analysis. Thematic content analysis of the qualitative data (taken form the open questions)
• Integrating quantitative and qualitative findings Pertanyaan detil dalam kuesioner
• Discussion: Sub-pertanyaan
• Apakah ada perbedaan kesiapan dosen yang pernah mengampu atau tidak
Questionnaire adaptation
Validity and reliability testing
Data collection
Quantitative data
Qualitative data
Data analysis
Thematic content analysis
• Descriptive statistics
• Clustering
Integration of qualitative and quantitative findings
In-depth interview
& further analysis
conclusion
Questionnaire preparation
• Apakah ada perbedaan kesiapan dosen yang pernah menjadi online learners?
• Apakah ada perbedaan kesiapan antara dosen dalam konsursium dan luar konsursium?
• Hubungan kesiapan dengan pengalaman mengikuti MOOCs
• Hubungan kesiapan dengan pengalaman mengelola kelas MOOCs
• Bagaimana kesiapan teknis?
• Bagaimana kesiapan berinteraksi dengan mhs dalam lingkungan daring?
• Apakah ada hubungan antara kesiapan teknis dengan pengalaman?
Demography
The number of observations on the sample was 124 with an equal proportion of males and females 1:1. As many as 82 (66%) respondents were lecturers from private universities; and 34 from public universities. They have diverse scientific backgrounds, the majority of which are from the field of education followed by information technology. Regarding the
experience of being a MOOCS facilitator, 72 (58%) respondents had no experience offering or facilitating courses in MOOCs; while those who had experience more than 3 times of being MOOC facilitators are as many as 19 (15%) respondents. Most of them (63%) have enrolled in MOOCs at least once; and 46 (37%) respondents have never been an online learner of MOOCs.
Figure: Demographic data
RQ1 Are the questionnaires used valid and reliable?
Answering RQ1, the reliability and validity of the research instrument, first, a testing is carried out to check the reliability of the questionnaire. The reliability of the questionnaire was analyzed to test the consistency of the questionnaire in measuring the intended
measurement. As an illustration, if we want a weight measure using the instrument of a scale, then measurement several times using the scale needs to be done. In this case, to ensure that the scales have high reliability, it is necessary to ensure that in measuring the body weight of an object that is the same the value of the scales is consistent.
4.1.1. Reliability Testing
In this study, the instrument used was a questionnaire that aimed to measure the readiness of lecturers before undergoing a series of activities as lecturers at MOOCs. The first thing that needs to be ascertained is that the "measuring instrument" is appropriate, and this can be conducted by looking at the questions on the questionnaire. The questions in the
questionnaire refer to sentiments regarding respondents' self-confidence in certain skill competencies or desire to engage in activities in MOOCs according to their role as lecturers.
This is in line with the original goal of measuring the readiness of lecturers in the MOOCs environment. After it is confirmed that the measuring instrument is appropriate, then an analysis of the consistency of the measuring instrument is carried out. The consistency analysis of the instrument is carried out by calculating the Alpha Cronbach scores. Alpha Cronbach is a measure of reliability that has values ranging from zero to one (Hair et al., 2010: 92). As a rule of thumb, a questionnaire is said to be reliable if the alpha score is greater than 0.6 (George dan Mallery, 2003). From the survey data obtained, the Alpha Cronbach values fall in the interval of 0.81 - 0.87 indicating that the questionnaire has a high reliability.
Table: Reliability Testing 4.1.2. Validity Testing
As explained earlier, the validity for the instrument explains, among other things, regarding the suitability of the measuring instrument in terms of the construct of the questionnaire. The questionnaire is divided into 5 question categories based on the types of competencies or sentiments. For instance, category 1 includes questions concerning "self-confidence regarding competence in operating and explaining the functioning of computers". Next, this category of questions is termed as a latent factor, where the researchers believe, a rationale factor behind how a person answer the questionnaire. To analyze the construct of this factor, a confirmatory factor analysis (CFA) was utilized.
Tabel CFA
4.2.RQ2 What are instructors’ experiences as online learners and online facilitators in
MOOCs [how many are experienced as online learners, reasons for enrolling in MOOCs, how many have ever had a class of MOOCs]
Most respondents admitted that they had never been a facilitator in MOOCs. However, the majority of the respondents have at least participated in MOOCs once. Regarding the reasons for taking courses in MOOCs, most lecturers consider that their participation in MOOCs improves their communication skills and hone their knowledge through peer-to-peer discussions. In addition, the ease of participating in MOOCs and online learning in general also trigger them most to study in MOOCs.
Furthermore, it was analyzed how the experience of having studied at MOOCs relates to the desire to be a course facilitator in MOOCs. Using the chi-square test to test the association between the factors implies that the two are free from each other. This indicates that there is
no significant effect of enrolling MOOCs on the intention to open classes in MOOCs or facilitate courses in MOOCs.
4.3.RQ3 How is the level of lecturers’ readiness in facilitating courses in the MOOCs environment
In analyzing the sentiment questionnaire, a grouping was carried out based on the category of sentiment topics. There are five categories of questionnaires based on the types of
competencies measured.
• Category 1: technical competence. Items that measure sentiment related to self- competence in the ability to operate and ability to explain the function of computer technology in learning. The median computer competency score is 27 out of a maximum score of 30.
• Category 2: online social interaction. Items that measure sentiment related to self-competence in the ability to socially project oneself in an online learning environment. The median socialization competency score is 21 out of a maximum score of 25.
• Category 3: communication competence in online learning. Items that measure the ability to express ideas, respond, give feedback online. items that measure sentiment related to self-competence in the ability to express ideas and
communicate with others. The median communication competency score is 16 out of a maximum score of 20.
• Category 4: passion and desire to actively contribute in MOOCS. Items that measure sentiment regarding desire and desire to actively contribute to MOOCS.
His median MOOCS score is 21 out of a maximum score of 25.
• Category 5: online collaboration learning competencies. Items that measure sentiment related to self-competence in the ability to discuss collaboration online and text-based communication. The median online communication competency score is 20 out of a maximum score of 25.
Answering questions:
• Is there a difference in the readiness of lecturers who have enrolled MOOCs?
• Is there a difference in the readiness of lecturers who have taught courses in MOOCs?
The following test applied to answer the above question used a cross table between following / facilitating the course in MOOCS with all five factors
Experience of enrolled in MOOCs vs Factor 1
The chi-square test is applied to test the association between the experience of following MOOCs and with technical competence using computer technology for learning (factor 1).
The test resulted in the conclusion that the two were mutually free, showing that there was no significant effect of the experience of having participated in MOOCs on the technical
competence of the use of computers as a learning technology.
Experience of enrolled in MOOCs vs Factor 2
The same chi-square test was also applied to examine the association between the experience of having participated in MOOCs and the competence of social interaction in the online learning environment (factor 3)
This test revealed that the two factors are mutually free, indicating that there is no significant effect of having attended MOOCs on online social competence with students or colleagues.
of computers as a learning technology.
Experience of enrolled in MOOCs vs Factor 3
Using the chi-square test to test the association between having participated in MOOCs with Factor 3 interaction competencies in online learning; It was concluded that the two were independent. It also indicates that there is no significant effect of following MOOCs on interaction competence in online learning.
Experience of enrolled in MOOCs vs Factor 4
Using the chi-square test to identify the association between having taken MOOCs with Factor 4 desire/desire to actively contribute to MOOCs. It was concluded that the two were mutually independent. It also indicates that there is no significant effect of the experience of enrolling in MOOCs on the intention to actively contribute to MOOCs as instructors.
Experience of enrolled in MOOCs vs Factor 5
Using the chi-square test to test the association between having taken/followed MOOCs with a Factor of 5 online collaborative learning competencies; It was concluded that the two were not related. This also indicates that there is no significant effect of attending MOOCs on competence in communicating online to respondent lecturers.
Pernah memfasilitasi vs Faktor 1 (ketermapilan teknis) Tabel silang antara mengampu MOOCS dengan kelima faktor
Using the chi-square test to test the association between ever facilitating MOOCs with Factor 1 computer competence, it was concluded that the two were independent, exhibiting that there is no significant effect of the experience of facilitating MOOCs on computer competence in respondent lecturers.
Pernah memfasilitasi vs Faktor 2
Using the chi-square test to test the association between having facilitated MOOCs with a factor of 2 socialization competencies, it was concluded that the two were independent, indicating there is no significant effect of the experience of facilitating MOOCs on the competence of socializing in respondent lecturers.
Pernah memfasilitasi vs Faktor 3
Using the chi-square test to test the association between ever facilitating MOOCs with a factor of 3 communication competence concluded that the two were independent. It indicates that there is no significant effect of the experience of facilitating MOOCs on communication competence in respondent lecturers.
Pernah memfasilitasi vs Faktor 4
Using the chi-square test to test the association between having facilitated MOOCs with a factor of 4 desire/desire to actively contribute to MOOCs it was concluded that the two were mutually independent. It also indicates that there is no significant effect of the experience of facilitating MOOCs on the desire/desire to actively contribute to MOOCs as lecturers.
Pernah memfasilitasi vs Faktor 5
Using the chi-square test to test the association between having facilitated MOOCs with a factor of 5 competencies in communicating online, it was concluded that the two were not correlated. It also shows that there is no significant effect of the experience of facilitating MOOCs on competence in communicating online to respondent lecturers.
Table Summary of association between factors and experiences Have enrolled in at least a course in MOOCs as learners
Have offered or facilitated at least a course in MOOCs as instructors
Factor 1: independent independent
Factor 2: independent independent
Factor 3: independent independent
Factor 4: independent independent
Factor 5: independent independent
The results of the analysis concluded that computer-related competency factors were less correlated with the readiness of a lecturer in actively interacting in MOOCs. According to researchers, this is because many respondent lecturers feel less confident in computer-related competencies, this is reflected in the survey findings that technical competence factors are lacking, while all other factors are relatively high. This leads to the conclusion that in
assessing the readiness of lecturers in MOOCs, computer competence is not too emphasized.
This can be a guide in preparing MOOCs facilitators, namely providing guidance related to technical competencies in the use of computer technology to MOOCs facilitator lecturers.
Data clustering
4.4.RQ4 What are the benefits/strengths of online collaborative learning in MOOCs in the perception of lecturers. [awareness of the importance of MOOCs, the need for MOOCs as learning facilities
Question 1: List three main benefits/ strengths of collaborative online learning within MOOCs (eg through discussion forums, chat-rooms):
No Theme Frequencies Excerpt Note
4.5.RQ5: What are the challenges faced by lecturers in facilitating interactions in MOOCs environment.
Question 2: Describe three main challenges you faced (will face) in facilitating collaborative online learning in a MOOC environment:
No Themes Frequencies Excerpt Note
In-dept interview
Respondent Experience enrolled in MOOCs
Experience in facilitating MOOCs
Intention to offer course in MOOCs
Main challenges
Recommendation (for ICE, univ, other lecturer
Daftar Pernyataan untuk in-dept interview
5. Conclusion
• Summary of results
• Interesting finding
• Implications
• Recommendation
Acknowledgment: HIBAH