• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ESTIMASI KANDUNGAN FOSFOR PADA TANAMAN NANAS MENGGUNAKAN UNMANNED AERIAL VEHICLE (UAV) DI PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of ESTIMASI KANDUNGAN FOSFOR PADA TANAMAN NANAS MENGGUNAKAN UNMANNED AERIAL VEHICLE (UAV) DI PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, LAMPUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtsl.ub.ac.id 427

ESTIMASI KANDUNGAN FOSFOR PADA TANAMAN NANAS MENGGUNAKAN UNMANNED AERIAL VEHICLE (UAV) DI PT.

GREAT GIANT PINEAPPLE, LAMPUNG

Estimation of Phosporus Content in Pineapple Plant Using Unmanned Aerial Vechicle (UAV) at PT. Great Giant Pineapple, Lampung

Revaldy Andika*, Retno Suntari

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Jl. Veteran No. 1 Malang 65145

*Penulis korespondensi: [email protected]

Abstract

PT. Great Giant Pineapple (PT. GGP) is the largest pineapple plantation company in Indonesia, with a land area of approximately ±33,000 ha and dominated by soil types in the form of Ultisols. Soil fertility at PT. GGP tends to have relatively low nutrient content, one of which is phosphorus due to Al fixation. The nutrient P in pineapple is used to stimulate root growth, accelerate the ripening of fruit and seeds. Symptoms arising from P deficiency will experience stunted growth (stunted), and the pineapple will become imperfect. This study aimed to estimate the P nutrient content in pineapple plants using vegetation indexes in the form of GNDVI (Green Normalized Difference Vegetation Index). The study was carried out by taking aerial photographs and samples of pineapple plants in the 1 months phase before forcing and 1 months after forcing (F-1 and F+1), laboratory analysis, statistical analysis, and making distribution maps. The results showed that the vegetation index could estimate the nutrient content of P using the best estimation model. This was evidenced from the results of the correlation test which shows a very strong and real relationship of 0.81-0.82 with the regression test results of 66%-67%. In addition, the results of the validation test using the paired t- test showed that the t-count was smaller than the t-table of 2.30, which means that the estimated GNDVI vegetation index and the P nutrient content of pineapple plants showed no significant difference.

Keywords: phosphorus, pineapple, Ultisols, UAV, vegetation index

Pendahuluan

PT. Great Giant Pineapple (GGP) merupakan perusahaan yang memproduksi nanas di Indonesia berskala Internasional. Buah nanas yang diproduksi oleh PT. GGP telah tercatat sebagai perusahaan perkebunan nanas terbesar di Indonesia, hal ini didukung oleh data Badan Pusat Statistik (2015) bahwa produksi nanas pada tahun 2015 mencapai 1.729 ton yang sebagian besar berasal dari PT. GGP, yaitu mencapai 534,7 ton. Selain itu, didukung dengan luas lahan PT. GGP sebesar kurang lebih 33.000 ha. Nanas (Ananas comosus L.) yang dibudidayakan adalah varietas smooth cayenne dengan jenis bibit sucker dan kelas bibit GP-3

atau klon nanas ukuran yang lebih besar, biasanya varietas ini digunakan sebagai buah nanas kalengan. Tanaman nanas di PT. GGP dikembangankan dengan sistem budidaya lahan kering yang didominasi oleh Ultisol (Research and Development PT. GGP, 2010).

Ultisol merupakan tanah mineral masam yang telah mengalami pelapukan dengan cara pencucian intensif, mempunyai kandungan bahan organik rendah, berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam dan kejenuhan basa <35%. Ultisol memiliki potensi untuk pengembangan pertanian lahan kering di PT. GGP, namun pemanfaatan lahan kering dapat menghadapi beberapa kendala dari sifat

(2)

http://jtsl.ub.ac.id 428 tanah yang dapat menghambat pertumbuhan

tanaman. Salah satu permasalahan di PT. GGP adalah ketersediaan unsur hara fosfor (P) yang rendah. Rendahnya unsur hara P pada Ultisol karena adanya pengikatan (fiksasi) oleh Al.

Tanaman yang terdefisensi akan mengalami pertumbuhan terhambat (kerdil) dan buah nanas menjadi tidak sempurna, hal ini dapat berdampak pada kualitas produksi buah nanas PT. GGP. Kendala tersebut dapat diatasi dengan melakukan kegiatan pemantauan pertumbuhan tanaman khususnya untuk kandungan unsur hara P di tanaman nanas. PT.

GGP telah menerapakan kegiatan pemantauan pertumbuhan tanaman nanas, akan tetapi penggunaannya dengan cara konvensional memiliki kendala lainnya yaitu menyita banyak waktu dan tenaga karena luasnya lahan perkebunan. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif monitoring pertumbuhan tanaman yakni dengan penerapan penginderaan jauh.

Penginderaan jauh merupakan teknologi yang mampu mengatasi permasalahan pengukuran data untuk sebuah informasi secara cepat dan tepat dengan Geographic Information

System (GIS). Pengimplementasian

penginderaan jauh dalam bidang pertanian salah satunya adalah pengambilan data citra untuk mengetahui kondisi tanaman nanas.

Pengambilan data citra dapat dilakukan menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau dikenal sebagai pesawat tanpa awak yang dilengkapi sistem pengendali terbang melalui gelombang, GPS (Ground Positioning System), sensor RGB (Red, Green, Blue) dan NIR (Near Infra Red) (Shofiyanti, 2011). UAV dapat menghasilkan resolusi foto udara sangat tinggi sebesar 0,03 m, sehingga berpotensi untuk memantau kondisi tanaman nanas di lahan. Foto udara dianalisis lebih lanjut menggunakan formulasi pengolahan data penginderaan jauh yaitu indeks vegetasi. Salah satu indeks vegetasi yang dapat digunakan adalah Green Normalized Differenve Vegetation Index (GNDVI). GNDVI merupakan indeks tanaman kehijauan yang digunakan untuk menduga kondisi tanaman.

Penerapan pertanian presisi menggunakan penginderaan jauh di PT. GGP telah dilakukan, namun sejauh ini belum ada informasi mengenai pendugaan kandungan hara P tanaman nanas menggunakan foto udara UAV dengan indeks vegetasi GNDVI. Penelitian ini dilakukan untuk

mengkaji pemanfaatan foto udara resolusi tinggi dari UAV menggunakan indeks vegetasi guna menduga kandungan unsur hara P pada tanaman nanas. Hasil penelitian ini sebagai landasan manajemen usaha tanaman nanas.

Bahan dan Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di area perkebunan PT.

Great Giant Pineapple yang bertempat di Terbanggi Besar, Lampung (Gambar 1). Survei lapangan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2019. Analisis kimia tanaman dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2019 di laboratorium Cogen PT. GGP.

Analisis data dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2020.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian meliputi; GPS (Global Position System) ( Trimble, R8s Avenza Maps, Quest UAV, GCP (Ground Control Point), laptop, software Agisoft Photoscan 1.3, software Quantum GIS, software ArcGIS 10.3, software Microsoft Office, kamera, windshock, anemometer, spektofometer, oven, karung, tali rafia, alat tulis, label pengamatan. Bahan yang menunjang kegiatan penelitian berupa sampel D-leaf, foto udara UAV dan peta observasi.

Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan pada dua lokasi dengan umur tanaman yang berbeda berdasarkan waktu forcing, yaitu pada 1 bulan sebelum forcing dan 1 bulan sesudah forcing (F-1 dan F+1) di wilayah PG-1 (Plantation Group). Forcing merupakan kegiatan pemaksaan pembungaan pada tanaman nanas, dilakukan dengan cara penyemprotan gas ethylene saat malam hari atau saat stomata pada tanaman nanas sedang terbuka. Metode survei yang dilakukan yaitu grid kaku dengan penentuan titik pengambilan sampel secara acak.

Setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel tanaman sebanyak 35 titik pengamatan, setiap 1 titik dilakukan pengambilan 6 tanaman nanas. 35 titik dibedakan menjadi dua, yaitu 26 titik sampel untuk pembuatan model dan 9 titik sampel untuk validasi. Pembuatan peta observasi dilakukan menggunakan software ArcGIS 10.3.

(3)

http://jtsl.ub.ac.id 429 Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

Pengambilan foto udara

Pengambilan foto udara dilakukan dengan menggunakan Quest UAV. Sebelum melakukan penerbangan UAV, sudah melakukan pemasangan Ground Check Point (GCP) pada setiap sudut lokasi pengamatan, berfungsi sebagai titik ikat yang menghubungkan sistem koordinat peta dengan sistem koordinat foto udara. Quest UAV memiliki resolusi 20 megapixel dengan ukuran pixel 3 x 3 cm pada ketinggian 120 m dari permukaan tanah. Penerbangan UAV dilakukan pada pagi hari, dengan kondirsi cuaca cerah, melawan arah mata angin dan kecepatan angin normal.

Pengambilan sampel tanaman nanas Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan dengan cara mencabut tanaman nanas utuh sebanyak enam tanaman pada 35 titik yang telah ditentukan dari peta observasi. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah D-leaf. D-leaf merupakan daun termuda di antara daun dewasa secar fisiologis dan daun terpanjang diantara daun lainnya. Selain itu, pada D-leaf terjadi penyerapan unsur hara yang maksimal sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi partumbuhan dan status kandungan unsur hara tanaman. D-leaf yang digunakan sudah dipotong dari pangkal daun.

Pengolahan foto udara

Foto udara yang dihasilkan dari UAV diolah menggunakan software Agisoft Photoscan Pro 1.3. Aplikasi Agisoft digunakan untuk menggabungkan hasil foto udara (mosaic) serta dapat mengolah data digital elevation model (DEM) dari foto udara yang telah digabungkan.

Langkah pertama yang digunakan adalah memasukkan foto udara, kemudian dilakukan eference setting, camera calibration, serta align photo.

Selanjutnya, mengatur ketinggian kualitas foto menggunakan build mesh. Kemudian penandaan marker pada titik tengah tiap GCP. Langkah selanjutnya adalah build dense clouds, lalu build texture, build DEM, dan build orthomosaic. Tahapan terakhir adalah melakukan export orthomosaic. Jika sudah, transformasikan foto udara ke dalam indeks vegetasi yaitu GNDVI menggunakan persamaan:

GNDVI = (λNIR – λGreen) (λNIR + λGreen) Analisis laboratorium

Analisis kandungan unsur hara P pada tanaman nanas menggunakan sampel D-leaf. Metode yang digunakan adalah Atomic Absorption Spektrophotometer (AAS) – wet ashing menggunakan panjang gelombang 769,9 nm.

(4)

http://jtsl.ub.ac.id 430 Analisis statistik

Analisis statistik menggunakan uji korelasi, regresi dan validasi dengan uji T-berpasangan.

Tahap awal adalah menguji korelasi antara dua variabel, yaitu foto udara yang telah ditransformasikan ke dalam indeks vegetasi dan hasil analisis laboratorium berupa persentase kandungan unsur hara P. Nilai korelasi memiliki kisaran -1 sampai 1, yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara nilai indeks vegetasi dengan kandungan unsur hara P (%). Kemudian analisis regresi digunakan untuk mengukur besarnya hubungan antara nilai indeks vegetasi dengan kandungan unsur hara P (%).

Analisis regresi yang dilakukan akan menghasilkan persamaan regresi yaitu Y = a + bx (Harlan, 2018). Selanjutnya adalah pengujian validasi menggunakan uji T-berpasangan untuk melihat kemiripan kandungan unsur hara P tanaman nanas dengan kandungan P model estimasi.

Pembuatan peta sebaran P

Pembuatan peta sebaran P (%) menggunakan software ArcGIS 10.3. Tahap pertama yaitu memasukkan raster indeks vegetasi ke dalam persamaan regresi. Output raster kemudian dilakukan zonal statistic untuk melihat nilai estimasi P tiap titik pengamatan. Intepretasi kelas kandungan unsur hara P tanaman nanas (RnD PT. GGP, 2010) disajikan pada tabel 1.

Selanjutnya, melakukan pengkelasan menggunakan properties, symbology, pilih stretched dan atur interval dengan jumlah kelas kandungan unsur hara P. Kemudian membuat label sesuai dengan kelas kandungan unsur hara P. Tahap akhir, membuat layout peta sebaran dan memastikan peta telah memuat seluruh informasi yang dibutuhkan.

Tabel 1. Intepretasi kelas kandungan unsur hara fosfor tanaman nanas.

Interval Fosfor (%) Kelas

<0,14 Sangat Rendah

0,15 – 0,21 Rendah

0,22 – 0,28 Sedang

0,29 – 0,35 Tinggi

>0 ,35 Sangat Tinggi

Hasil dan Pembahasan Kondisi umum wilayah

PT. GGP terletak di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Perkebunan PT. GGP tersebar ke dalam 4 area yang disebut Plantation Group (PG).

Lokasi penelitian berada pada PG 1 dan PG 2, secara geografis PG 1 dan PG 2 terletak pada 04o48’-04o52’ LS dan 105o03’-105o20’ BT.

Lampung Tengah memiliki dua formasi geologi, yaitu Formasi Terbanggi (Qpt) dan Formasi Kasai (Qtk). Formasi Terbanggi memiliki batuan berupa batu pasir serta batu liat, sedangkan Formasi Kasai memiliki batuan tufa batu pasir dan tufa batu liat. Lokasi penelitian memiliki ketinggan dengan rentang 23 hingga 43 mdpl dengan kelerengan 0-3%. Kabupaten Lampung Tengah memiliki bentuk lahan dataran alluvial yang dipengaruhi oleh beberapa sungai, yakni Sungai Way Sekampung, Way Seputih dan Way Mesuji. Relief datar sampai bergelombang dengan kemiringan lereng 0-15%

(Badan Pusat Statistik Lampung Tengah, 2013).

Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Pertanian khusus PT. GGP, pada Plantation Group 1 dari tahun 2009 hingga 2016 memiliki curah hujan per tahun berkisar 50,63-379,75 mm tahun-1 dengan hari hujan 118-177 hari setiap tahunnya sedangkan tahunan rata-rata minimum 23oC dan maksimum 35,4oC. Jenis tanah di PT. GGP didominasi oleh Ultisol. Utilsol memiliki bahan induk tuf masam, sehingga tanah bersifat masa dan miskin unsur hara, kejenuhan basa < 35%

dan kandungan bahan organik rendah. Terdapat empat wilayah di PT. GGP, antara lain PG 1, PG 2, PG 3 dan PG 4 yang terletak menyebar di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Setiap PG mengembangkan berbagai macam komoditas tanaman. Lokasi penelitian difokuskan pada komoditas tanaman nanas varietas smooth cayenne dari bibit jenis sucker (tunas anakan) berukuran sedang yang digunakan dari bibit klon GP-3.

Kandungan unsur hara fosfor

Kandungan unsur hara P pada tanaman berkisar antara 0,11 hingga 0,17 yang disajikan pada Gambar 2. Rendahnya kandungan P di lahan PT. GGP dipengaruhi oleh bahan induk dari batuan tuf masam yang tersusun dari mineral kuarsa dan opak. Oleh karena itu, dapat

(5)

http://jtsl.ub.ac.id 431 diartikan bahwa adanya kandungan mineral yang

sukar lapuk, sehingga cadangan hara pun rendah. Selain itu, unsur hara P dalam tanah memiliki kecenderungan pergerakan yang lambat dan tidak mudah larut dalam air (Nurajaya, 2017). Tanaman nanas pada fase sebelum forcing memiliki kandungan unsur hara

P lebih tinggi bandingkan fase setelah forcing. Hal ini karena semakin mendekati masa forcing, maka pemupukan sudah tidak diperlukan agar memaksimalkan penyerapan etilen di tanaman.

Oleh karena itu, kandungan P setelah forcing cenderung menurun dibandingkan dengan sebelum forcing.

Gambar 2. Kandungan fosfor tanaman nanas.

Indeks vegetasi

Hasil rerata indeks vegetasi GNDVI disajikan pada Tabel 2. Nilai rata-rata indeks vegetasi didapatkan dari perhitungan nilai pada tiap pixel dari masing-masing transformasi indeks.

Tabel 2. Hasil rerata estimasi GNDVI.

Lokasi Umur Tanaman GNDVI

093B F-1 0,27

173A F+1 0,34

Sebaran nilai indeks vegetasi tanaman nanas berdasarkan analisis GNDVI di lokasi 093B berada di 0.2005 hingga 0.3084, sedangkan lokasi 173A berada di 0.3093 hingga 0.4443.

Nilai indeks lokasi 173A didapatkan hasil yang lebih tinggi, hal ini karena kerapatan tanaman yang lebih dominan seperti daun tanaman nanas lebih lebar dan lebih panjang. Nilai indeks dihasilkan dari pantulan enegeri matahari oleh tanaman. Pantulan tersebut berbeda-beda,

tergantung dari ketebalan daun, spesies tanaman, bentuk kanopi, umur tanaman dan kandungan unsur hara. Pantulan dari tanaman tersebut dapat digunakan sebagai salah satu faktor dalam pengukuran parameter pertumbuhan tanaman seperti warna daun, kandungan unsur hara, luas kanopi, jenis tanaman, dan tingkat produksi (Susetyo dan Setyono, 2013).

Hubungan kandungan fosfor tanaman dengan indeks vegetasi GNDVI

Kandungan unsur hara P tanaman nanas (%) dengan indeks vegetasi GNDVI memiliki hubungan yang sangat kuat. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara 0,81 pada lokasi 173A dan 0,82 pada lokasi 093B. Selanjutnya analisis regresi menghasilkan persamaan dan R2 untuk mengestimasi kandungan unsur hara P pada tanaman nanas, disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

F-1 F+1

P (%) 0.17 0.11

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

Kandungan Fosfor (%)

Umur tanaman berdasarkan waktu forcing

(6)

http://jtsl.ub.ac.id 432 Gambar 3. Persamaan regresi berdasarkan indeks vegetasi lokasi 093B

Gambar 4. Persamaan regresi berdasarkan indeks vegetasi lokasi 173A.

Hasil koefisien determinasi pada lokasi 093B didapatkan hasil sebesar 67% sedangkan lokasi 173A didapatkan hasil sebesar 66%. Nilai regresi yang sudah didapatkan, diketahui bahwa tingkat besar hubungan dua variabel 33 hingga 34%

lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain tersebut terdiri dari beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan lokasi pengamatan, data foto udara yang dihasilkan dan analisis data. Faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu saat pengambilan foto udara terdapat aktivitas pertanian di lokasi pengamatan, seperti adanya pemberian air tanaman. Air tersebut akan mempengaruhi dari kualitas foto udara yang sudah diambil, hal ini karena adalnya penghamburan cahaya yang berdampak pada nilai transformasi indeks. Selain itu, faktor

bayangan tanaman yang akan mempengaruhi nilai transformasi indeks. Selanjutnya, faktor foto udara yang dihasilkan terdapat beberapa bagian yang buram (blur) sedangkan faktor analisis data yang mempengaruhi adalah cara menganalisis data indeks vegetasi. Hal ini perlu dilakukan dengan cara pengacakan agar mendapatkan hasil yang sesuai. Oleh karena itu, nilai R2 yang sudah dianalisis dapat dikatakan pengaruh hubungan antara kandungan unsur hara P dengan indeks GNDVI semakin besar.

Penjelasan tersebut sesuai dengan pejelasan Sugiyono (2012) bahwa koefisien regresi (R2) berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2

≤ 1). Hal ini berarti apabila R2 = 0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara kedua variabel, sedangkan jika R2 = 1 menunjukkan semakin

y = 0,7923x - 0,0383 R² = 0,6731

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Kandungan Fosfor (%)

GNDVI

Lokasi 093B (F-1)

P (%) Linear (P (%))

y = 0,3997x - 0,0236 R² = 0,6654

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Kandungan Fosfor (%)

GNDVI

Lokasi 173A (F+2)

P (%) Linear (P (%))

(7)

http://jtsl.ub.ac.id 433 besar pengaruh kedua variabel. Penyusunan

formula terbaik untuk mengestimasi Fosfor dalam tanaman nanas menggunakan indeks vegetasi. Terdapat perbedaan respon yang diberikan pada tiap umur tanaman, akan tetapi indeks vegetasi GNDVI tetap dapat digunakan untuk mengestimasi kandungan P dalam jaringan daun tanaman. GNDVI dapat menormalisasikan indeks kehijauan tanaman dan mengukur spektrum hijau 540-570 nm.

Oleh karena itu, GNDVI dapat menjadi indikator tepat pada fase vegetatif tengah hingga akhir dan awal fase generatif pertumbuhan tanaman, ketika kandungan unsur hara P berperan untuk memcepat pembungaan dan pemasakan biji buah. Hal ini didukung dengan pernyataan Hadi et al. (2014), unsur hara P memiliki energi yang diperoleh dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam campuran fosfat untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Dapat dikatakan pula, bahwa tanpa adanya unsur hara P proses-proses seperti fotosintesis tidak dapat berlangsung secara tepat walaupun P tidak bekerja secara langsung dalam proses klorofil.

Bersamaan dengan hal tersebut, indeks GNDVI menyerap warna spektral hijau yang lebih sensitive terhadap hijau daun, sehingga unsur hara P dan indeks GNDVI memiliki hubungan yang kuat.

Validasi estimasi fosfor dengan kandungan unsur hara fosfor tanaman

Penentuan validasi GNDVI dilakukan pada 9 titik dari 35 titik pengamatan, 26 titik lainnya digunakan untuk dilakukan titik model indeks vegetasi. Hasil uji validasi memiliki t-hitung, t- tabel dan p-value sebesar t-hit: -1,12; t-tabel:

2,30; p-value: 0,29 pada lokasi 093B, sedangkan lokasi 173 sebesar t-hit: 0,81; t-tabel: 2,30; p- value: 0,43. Hasil tersebut menunjukkan t-hitung

< t-tabel dan p-value > α (0,05). Hal ini mengartikan bahwa model estimasi dapat diterima, tidak ada perbedaan signifikan antara nilai estimasi P menggunakan indeks vegetasi GNDVI dengan kandungan unsur hara P tanaman nanas.

Peta sebaran estimasi kandungan unsur hara fosfor

Peta estimasi P berdasarkan GNDVI menunjukkan unsur hara P tanaman nanas berkisar antara 0,11%-0,17%, yang disajikan pada Gambar 5 untuk lokasi 093B dan Gambar 6 untuk lokasi 173A. Dapat diketahui bahwa kedua lokasi didominasi dengan warna merah hingga kuning kehijauan yang mengartikan bahwa estimasi P berada pada tingkat sangat rendah (< 0,14%) hingga sedang (0,22%- 0,28%).

Gambar 5. Peta sebaran estimasi fosfor lokasi 093B.

(8)

http://jtsl.ub.ac.id 434 Gambar 6. Peta sebaran estimasi fosfor lokasi 173A.

Hal ini sesuai dengan hasil laboratorium kandungan unsur hara P memiliki rata-rata sebesar 0,11% dan 0,17%. Rendahnya unsur hara P karena tanah di PT. GGP didominasi oleh Ultisol. Ultisol yang telah mengalami perkembangan lanjutan memiliki kandungan bahan organik rendah dan kandungan Al yang mengakibatkan adanya pembentukan liat oksida, hidrous Al dan Fe tinggi sehingga bereaksi dengan serapan P yang kurang tersedia (Syahputra et al., 2015). Ultisol di Lampung memiliki permasalahan unsur hara P yang kurang tersedia, hal ini karena tingginya kandungan ion Al+3, Fe+3, Fe-oksida dan mineral liat di dalam tanah. Nurajaya (2017) menyatakan bahwa perubahan unsur hara P dari tersedia menjadi tidak tersedia terjadi karena adanya perubahan tingkat pH, pengendapan oleh ion Al, Fe dan Mn, fiksasi oleh hidrous oksida dan fiksasi oleh liat silikat. Mekanisme fiksasi terjadi dalam kisaran pH yang relatif lebar, semakin tinggi oksida Al dan oksida Fe, maka akan semakin tinggi daya fiksasi P.

Kesimpulan

Indeks vegetasi GNDVI dapat digunakan untuk mengestimasi kandungan unsur hara P menggunakan model estimasi yang telah diuji.

Hal ini dibuktikan dari uji akurasi kedua variabel

(hasil estimasi dengan hasil kandungan unsur hara P) berdasarkan uji-t dua sampel berpasangan bahwa seluruh nilai menunjukkan t-hitung < t-tabel (2,30) dan p-value > α (0,05).

Hal ini diartikan bahwa hasil estimasi indeks vegetasi GNDVI tidak ada perbedaanya secara nyata dan siginifikan dengan hasil kandungan unsur hara P pada tanaman nanas.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT. Great Giant Pineapple, Jalan Terbanggi Besar, Lampung Tengah atas dukungan pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah.

2013. Lampung Tengah dalam Angka.

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Nanas Indonesia.

www.bps.co.id diakses tanggal 07 Agustus 2019.

Hadi, M.A., Razali. dan Fauzi. 2014. Pemetaan status unsur hara fosfor dan kalium di perkebunan nanas (Anana comosus L.) RAKYAT Desa Panribuan Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.

Medan. Jurnal Agroekoteknologi 2(2): 427-439.

Harlan, J. 2018. Analisis Regresi Linear. Depok:

Gunadarma. p 40.

Nurajaya. 2017. Problem Fiksasi Fosfor pada Tanah Berkembang Lanjut (Ultisols dan Oxisols) dan

(9)

http://jtsl.ub.ac.id 435 Alternatif Mengatasinya. Bogor: Balai Penelitian

Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p 112.

Research and Development PT. GGP. 2010.

Kumpulan Hasil Penelitian Nanas Segar.

Lampung.

Shofiyanti, R. 2011. Teknologi pesawat tanpa awak untuk pemetaan dan pemantauan tanaman dan lahan pertanian. Balai Besar Informatika Pertanian 20(2): 58-64.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta. p 216-250.

Susetyo, I. dan Setiono. 2013. Aplikasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem manajemen lahan perkebunan yang berkelanjutan di perkebunan karet. Warta Perkaretan 32 (2): 105-113.

Syahputra, E., Fauzi, dan Razali. 2015. Karakteristik sifat kimia sub grup tanah Ultisol di beberapa wilayah Sumatera Utara. Menda. Jurnal Agroekoteknologi 4(1): 1797-1798.

Referensi

Dokumen terkait