• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of EVALUASI MODEL KIRKPATRICK PADA BIMBINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN DI BP PAUD DAN DIKMAS DIY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of EVALUASI MODEL KIRKPATRICK PADA BIMBINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN DI BP PAUD DAN DIKMAS DIY"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI MODEL KIRKPATRICK PADA BIMBINGAN TEKNIS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN

KESETARAAN DI BP PAUD DAN DIKMAS DIY

1Fauzi Eko Pranyono, 2Samsi Haryanto

1BP PAUD dan Dikmas DIY

2,3Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Corresponding Author. Email: fauziep@ymail.com.

Sejarah Artikel Abstrak

Dikirim:

Direvisi:

Diterima:

Tujuan penelitian ini untuk (1) memperoleh gambaran tanggapan peserta bimbingan teknis; (2) memperoleh informasi pencapaian hasil belajar peserta bimbingan teknis; (3) memperoleh informasi perubahan perilaku peserta bimbingan teknis; (4) memperoleh informasi dampak bimbingan teknis; dan (5) mengetahui hubungan antara reaksi peserta bimbingan teknis, hasil belajar, perubahan perilaku terhadap dampak Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan di BP PAUD dan Dikmas DIY. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi yang menggunakan model evaluasi Kirkpatrick.

Dalam model evaluasi Kirkpatrick, terdapat 4 level evaluasi, yaitu reaksi, belajar, perilaku dan hasil. Populasi dan subyek penelitian ini adalah pengelola pendidikan kesetaraan dan tutor pada PKBM/SKB sebanyak 50 orang yang mengikuti Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan Tahun 2019. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah (1) angket untuk variabel level 1 (reaction), level 3 (behaviour) dan level 4 (result), (2) tes untuk mengungkap data level 2 (learning). Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif, analisis korelasi product moment, dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan (1) peserta bimbingan teknis merasakan adanya kepuasan dalam mengikuti bimbingan teknis karena mendapatkan pelayanan yang memadai dan mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan belajar untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan; (2) Selama proses pembelajaran bimbingan teknis peserta menilai bahwa penyelenggaraan dipandang memadai, hal ini dapat dilihat pada respon peserta terhadap evaluasi penyelenggaraan bimtek pada aspek topik, waktu penyelenggaraan, kesesuaian struktur materi, kemanfaatan materi, kualitas narasumber dan bahan ajar; (3) Sebagian besar peserta memiliki perubahan perilaku dalam mengimple-mentasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan masing-masing pada kategori tinggi 64%, kemudian disusul sangat tinggi 34% dan ada yang masuk kategori cukup 2%. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bimbingan teknis memiliki keinginan dan berkehendak untuk melaksanakan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan.

Kata kunci: evaluasi Kirkpatrick, bimbingan teknis, kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan

The purposes of this study are (1) to obtain an overview of the responses of technical guidance participants; (2) to obtain informations on the achievement of technical guidance participants' learning outcomes; (3) to obtain informations on changes in the behavior of

(2)

technical guidance participants; (4) to obtain informations on the impact of technical guidance; and (5) to know the relationship among the reactions of technical guidance participants, learning outcomes, and changes in behavior to the impact of the 2013 Curriculum Implementation Technical Guidance on Equality Education in BP PAUD and Dikmas DIY. This research is an evaluation research using Kirkpatrick's evaluation model. In Kirkpatrick's evaluation model there are 4 evaluation levels namely reaction, learning, behavior and outcome. The study populations and subjects were 50 equality education managers and tutors at PKBM / SKB who attended the Technical Guidance for the Implementation of the 2013 Equality Education Curriculum 2019. The instruments used for data collection were (1) questionnaire for variable level 1 (reaction), level 3 (behavior) and level 4 (result), (2) tests to reveal level 2 data (learning). The analysis technique used is descriptive, product moment correlation analysis, and t test.

The results showed (1) technical guidance participants felt satisfaction in following technical guidance because they received adequate service and received materials according to their learning needs to implement the 2013 equality education curriculum; (2) During the technical guidance learning process the participants assess that the implementation is considered adequate, this can be seen in the participants' response to the evaluation of the implementation of technical guidance on the aspects of the topic, the time of implementation, the suitability of the material structure, the benefit of the material, the quality of the resource persons and the teaching materials (3) Most of the participants had a change in behavior in implementing the 2013 curriculum for equality education in each education unit in the high 64% category, then 34% very high followed by and some in the moderate 2% category. This shows that the technical guidance participants have the desire and desire to implement the 2013 equality education curriculum.

Keywords: Kirkpatrick's evaluation model, technical guidance, the 2013 curriculum on equality education

PENDAHULUAN

Kurikulum pendidikan kesetaraan dikembangkan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Dasar dan Menengah. Kompetensi inti dan kompetensi dasar tersebut disesuaikan dengan konteks pendidikan kesetaraan dan fungsionalisasi dalam kehidupan sehari hari. Kontekstualisasi dan fungsionalisasi ini tidak mengurangi derajat kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum pendidikan kesetaraan yang terdiri dari Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Paket A Setara SD, Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Paket B Setara SMP, dan Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Paket C Setara SMA, dikembangkan bersama Ditjen PAUD dan Dikmas, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemdikbud bersama para akademisi dan praktisi pendidikan kesetaraan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 160 Tahun 2014 memberikan petunjuk bahwa tahun pelajaran 2019/2020 adalah akhir pemberlakuan kurikulum lama. Artinya mulai tahun pelajaran 2020/2021 semua satuan pendidikan dasar dan menengah, termasuk

(3)

satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, wajib mengimplementasikan kurikulum 2013. Pada satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan memang terjadi keterlambatan dalam implementasi kurikulum 2013.

Pada tahun 2017 Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas Kemdikbud sudah menetapkan perangkat kurikulum Paket A Setara SD, Paket B Setara SMP dan Paket C Setara SMA.

Satuan pendidikan nonformal (PKBM/SKB) di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan sejak tahun pelajaran 2018/2019, bahkan ada sebagian satuan pendidikan yang baru mulai melaksanakan pada tahun pelajaran 2019/2020. Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan baru dilaksanakan akhir-akhir ini karena perangkat kurikulum baru siap pada akhir tahun 2017, bahkan buku modul diadakan secara bertahap hingga tahun 2019. Perangkat kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan yang sudah disediakan antara lain Buku Kurikulum Paket A Setara SD, Buku Kurikulum Paket B Setara SMP, Buku Kurikulum Paket C Setara SMA, model silabus untuk semua mata pelajaran dan semua semua jenjang, serta Panduan Penilaian Pendidikan Kesetaraan Kurikulum 2013.

Paling tidak terdapat tiga hal yang harus diperhatikan oleh satuan pendidikan nonformal dalam melaksanakan kurikulum 2013, yaitu pertama melakukan persiapan perangkat kurikulum mulai dari dokumen I Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan dokumen II berupa silabus pembelajaran, serta dokumen II berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kedua melaksanakan pembelajaran dengan berbasis modul, dalam hal ini tutor perlu memahami bagaimana konsep dan teknis pelaksanaan pembelajaran berbasis modul. Ketiga, melakukan penilaian hasil belajar berbasis modul dan penilaian capaian kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Pada tahap penilaian hasil belajar ini paling tidak ada dua fokus yang menjadi perhatian, yaitu melakukan pola penilaian berbasis modul bukan lagi semester dan melakukan penilaian kompetensi dasar keterampilan di samping penilaian pengetahuan yang selama ini dilakukan. Salah satu pembeda kurikulum 2013 adalah adanya laporan penilaian capaian kompetensi keterampilan pada semua mata pelajaran yang harus dilaporkan pada buku rapor.

Namun demikian yang masih menjadi kendala bagi satuan pendidikan nonformal adalah dalam menerapkan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan antara implementasi kurikulum 2103 sekolah dan pendidikan kesetaraan. Sementara itu perangkat kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan baru saja diselesaikan oleh pemerintah dan belum merata disosialisasikan ke seluruh satuan pendidikan nonformal. Oleh karena pada tahun 2019 Balai Pengembangan PAUD dan Dikmas Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan bimbingan teknis kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Bimbingan teknis ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang utuh tentang bagaimana memulai implementasi kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan yang dimulai dari pemetaan satuan kredit kompetensi, penyusunan program pemberdayaan, penyusunan program keterampilan, pengembangan silabus, penyusunan RPP, dan penilaian hasil pembelajaran. Untuk mengetahui keberhasilan bimbingan teknis serta hasilnya di satuan pendidikan maka perlu dilakukan evaluasi program. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi terhadap bimbingan teknis implementasi pelaksanaan kurikulum 2013 pada pendidikan kesetaraan agar diketahui kendala yang dihadapi sehingga pelaksanaan pada tahun ajaran berikutnya dapat berjalan dengan lebih baik. Penelitian evaluasi ini mengambil lokasi di Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (BP PAUD dan Dikmas DIY). Untuk melakukan evaluasi bimbingan teknis ini menggunakan model evaluasi dari Kirkpatrick.

Model evaluasi Kirkpatirck menurut Zainal Arifin dikembangkan pertama kali oleh Donald L. Kirkpatirck khusus untuk program jangka pendek (short-term) dengan bidang garapan dan tujuan spesifik (Zainal Arifin, 2019: 133). Model Kirkpatrick merupakan model evaluasi pelatihan yang memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatu program pelatihan. Dikatakan sederhana karena

(4)

model ini memiliki alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit.

Adapun model evaluasi program pelatihan yang dikembangkan oleh Kirkpatirck adalah sebagai berikut (Zainal Arifin, 2019:134).

Gambar 1. Model Evaluasi Hasil Pengembangan Kirkpatrick (Zainal Arifin, 2019: 134) Level 1 Reaction atau Reaksi. Zainal Arifin mengemukakan bahwa tujuan evaluasi terhadap reaksi adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta pelatihan (customer satisfaction) terhadap penyelenggaraan pelatihan (Zainal Arifin, 2019: 135). Pelatihan dianggap efektif dan berkualitas apabila pelatihan dapat memuaskan dan memenuhi harapan peserta sehingga mereka tertarik, mempunyai motivasi dan merasa nyaman untuk belajar. Sebaliknya, jika peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan, maka mereka tentu tidak akan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pelatihan selanjutnya. Sementara itu Eko Putro Widoyoko mengemukakan bahwa evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (Widoyoko, 2017: 174). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut.

Level 2 Learning atau Belajar. Menurut Kirkpatrick, belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap mental (attitude), peningkatan pengetahuan, dan penambahan keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program pelatihan (Zainal Arifin 2019: 136). Berdasarkan definisi ini, kita dapat menentukan aspek apa saja yang harus diukur dalam evaluasi tahap kedua ini. Evaluasi di level 2 bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi training atau sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan.

Level 3 Behavior atau Perilaku. Evaluasi di level 3 bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku kerja peserta pelatihan setelah mereka kembali ke dalam lingkungan kerjanya (Zainal Arifin, 2019: 137). Perilaku yang dimaksud di sini adalah perilaku kerja yang ada hubungannya langsung dengan materi yang disampaikan pada saat pelatihan. Evaluasi perilaku ini dapat dilakukan melalui observasi langsung ke dalam lingkungan kerja peserta atau kuesioner.

Sedangkan Eko Putro Widiyoko menegaskan bahwa pada level ini mengkaji perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan (Widiyoko, 2017:

177). Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti traning dan kembali ke tempat kerja? Bagaimana peserta dapat mentranster pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke empat

(5)

kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan. Mengevaluasi outcomes lebih kompleks dan lebih sulit daripada evaluasi pada level 1 dan 2.

Level 4 Result atau Hasil. Evaluasi terhadap hasil bertujuan mengetahui dampak (impact) perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktivitas atau kinerjanya dalam organisasi (Zainal Arifin, 2019: 140). Aspek yang dapat diukur dalam evaluasi ini meliputi kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penurunan biaya, penurunan angka kecelakaan kerja, baik mutu maupun jumlah, penurunan turn over, maupun kenaikan tingkat keuntungan.

Jika kita persempit untuk organisasi persekolahan yang mengirim gurunya dalam program pelatihan, aspek yang bisa diukur dalam evaluasi hasil ini adalah suasana belajar di kelas, tingkat partisipasi peserta didik dalam pembelajaran, maupun nilai belajar peserta didik.

Sedangkan menurut Eko Putro Widiyoko evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program (Widiyoko, 2017: 178). Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang lebih baik.

Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program. Tidak semua impact dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, evaluasi level 4 ini lebih sulit dibandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk (1) memperoleh gambaran tanggapan peserta bimbingan teknis; (2) memperoleh informasi pencapaian hasil belajar peserta bimbingan teknis; (3) memperoleh informasi perubahan perilaku peserta bimbingan teknis; (4) memperoleh informasi dampak bimbingan teknis; dan (5) mengetahui hubungan antara reaksi peserta bimbingan teknis, hasil belajar, perubahan perilaku terhadap dampak Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan di BP PAUD dan Dikmas DIY.

Bilhaq menyebutkan bahwa bimbingan teknis (bimtek), merupakan kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh setiap individu maupun institusi tertentu (Bilhaq, 2014). Jadi pada hakekatnya bimbingan teknis juga merupakan bentuk pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sesuai tuntutan pekerjaan. Sehingga dengan mengikuti Bimtek diharapkan setiap individu maupun institusi tertentu, baik swasta maupun lembaga pemerintahan, dapat mengambil sebuah manfaat dengan berorientasi pada kinerja.

Orang dewasa diasumsikan pernah melakukan (do) pekerjaan sehingga ketika mengikuti diklat, mereka sudah memiliki pengalaman kerja. Fasilitator memfasilitasi peserta diklat untuk mereview pengalaman masing-masing dan saling berbagi pengalaman baik antara peserta maupun peserta dengan fasilitator. Peserta saling mempelajari (learn) kelebihan dan kelemahan berdasarkan hasil review dan fasilitator memfasilitasi hasil belajar peserta dengan penguatan/pengayaan berupa konsep/teori/prinsip/sikap/pengalaman praktik (Sudjana, 2007).

Akhirnya, peserta menerapkan (apply) hasil diklatnya baik pada saat penugasan fasilitator pada saat diklat maupun setelah kembali ke tempat tugas. Ketika menerapkan hasil diklat, peserta dapat melakukan (do) sesuai dengan yang diharapkan dan mungkin pula hasil diklat tidak dapat diterapkan di tempat tugas atau terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Kegiatan bimbingan teknis di BP PAUD dan Dikmas DIY sebenarnya diselenggarakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa karena pesertanya adalah para pengelola dan pendidik satuan pendidikan. Penggunaan istilah bimbingan teknis menyesuaikan dengan tugas dan fungsi BP PAUD dan Dikmas DIY yang melakukan pengembangan program pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat. Anan Sutisna menjelaskan bahwa bimbingan teknis berkelanjutan bagi tutor ada lima komponen yang harus diperhatikan yaitu (1) penetapan kondisi ideal tutor berdasarkan standar nasional pendidikan; (2) identifikasi dan pemetaan kondisi obyektif kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan; (3)

(6)

pembinaan dan pengembangan profesionalitas tutor; (4) pelaksanaan bimbingan teknis dalam meningkatkan kompetensi tutor; dan (5) evaluasi pasca bimbingan teknis (Anan, 2015: 100).

Penyelenggaraan kegiatan Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan didasari pemikiran bahwa berdasarkan Permendikbud nomor 160 Tahun 2014 pada pasal 4 dinyatakan bahwa ”Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dapat melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 paling lama sampai dengan tahun pelajaran 2019/2020.”

Artinya bahwa implementasi kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan harus segera dilakukan.

Mulai tahun ajaran 2020/2021 sudah tidak ada lagi satuan pendidikan kesetaraan yang menggunakan kurikulum lama.

Sosialisasi kurikulum 2013 pada penyelenggara pendidikan kesetaraan sudah memang sudah masif dilakukan, namun demikian sosialisasi belum menyentuh aspek yang lebih teknis.

Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan memiliki struktur kurikulum yang glondongan atau utuh jumlah beban belajar satuan kredit kompetensinya (SKK), dan menggunakan modul sebagai delivery system-nya. Persoalannya masih banyak yang belum memahami bagaiman memulai implementasi kurikulum 2013 yang secara teknis misalnya menyusun jadwal pembelajaran berbasis modul, sementara beban belajar masih utuh. Teknis tersebut belum disentuh di sosialisasi atau pun bimbingan teknis sebelumnya karena waktu yang terbatas.

Oleh karena itulah perlu dilakukan bimbingan teknis untuk memberikan penjelasan yang utuh tentang bagaimana memulai implementasi kurikulum 2013 yang dimulai dari pemetaan satuan kredit kompetensi, penyusunan program pemberdayaan, penyusunan program keterampilan, pengembangan silabus, dan penyusunan RPP. Sehubungan dengan itu maka BP PAUD dan Dikmas DIY menyelenggarakan Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan yang diikuti oleh tutor Paket A, Paket B, dan Paket C di SKB/PKBM.

Bimbingan teknis ini diikuti oleh tutor dari satuan pendidikan penyelenggara sejumlah 50 orang tutor dari SKB/PKBM Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Tutor yang diundang adalah PKBM/SKB yang sudah mulai melaksanakan kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2019/2010. Adapun tujuan bimbingan teknis ini adalah agar peserta (1) memahami kebijakan PAUD dan Dikmas; (2) memahami kebijakan implementasi Kurikulum 2013 pada pendidikan kesetaraan; (3) memiliki kemampuan memetakan satuan kredit kompetensi; (4) memiliki kemampuan menyusun program kelompok khusus (pemberdayaan dan keterampilan);

(5) memiliki kemampuan mengembangkan silabus; dan (5) memiliki kemampuan menyusun RPP.

METODE PENELITIAN

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi Kirkpatrick.

Dalam model evaluasi Kirkpatrick, terdapat 4 level evaluasi, yaitu reaksi, belajar, perilaku dan hasil. Pada level reaksi, pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimanakah reaksi peserta terhadap kualitas bimbingan teknis? Apakah peserta pelatihan merasa puas terhadap penyelenggaraan bimbingan teknis? Kepuasan peserta bimbingan teknis dalam mengikuti kegiatan akan berpengaruh terhadap level ke 2 yaitu belajar. Pada level 2 ini juga akan menjawab pertanyaan seberapa besar peserta pelatihan memperoleh pemahaman tentang kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan setelah mengikuti bimbingan teknis. Kapasitas pemahaman tentang kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan yang diperoleh selama bimbingan teknis, dapat diketahui dengan membandingkan hasil tes awal dan tes akhir. Hasil dari level 2 ini akan berpengaruh terhadap level 3, yaitu perilaku. Dalam level 3 ini, selain ingin menjawab hubungan antara level 2 terhadap level 3, juga dapat menjawab apakah peserta bimbingan teknis mampu mengimplementasikan hasil belajar yang telah dimilikinya ketika kembali ke satuan pendidikannya masing-masing, dalam hal ini adalah mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Selanjutnya, pada level 4 (hasil), pertanyaan yang ingin dijawab adalah seberapa besar dampak dari implementasi hasil belajar tersebut terhadap pelaksanaan kurikulum

(7)

2013 pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan nonformal. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan tersebut peneliti melakukan pengambilan data setahun setelah pelaksanaan bimbingan teknis.

Subyek penelitian ini adalah peserta bimbingan teknis, narasumber dan panitia. Peserta Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan Tahun 2019 adalah tutor pendidikan kesetaraan pada PKBM/SKB se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan narasumber 9 orang dan tiga orang panitia.

Penelitian dilaksanakan di (1) BP PAUD dan Dikmas DIY, dan (2) satuan pendidikan penyelenggara pendidikan kesetaraan baik di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Instrumen level 1 dan level 2 menggunakan instrumen yang sudah dikembangkan oleh panitia bimbingan teknis dan data diperoleh dari dokumen laporan panitia. Sedangkan instrumen level 3 dan level 4 berupa angket yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan kisi-kisi instrumen serta dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.

Analisis data terhadap variabel penelitian dilakukan dengan teknik prosentase dan melihat modus statistik. Analisis uji t dilakukan untuk menguji perbedaan rerata tes awal dan tes akhir level 2 Learning pada kelompok eksperimen dengan uji t sampel berpasangan.

HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kriteria pengkategorian kepuasan pada level reaksi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta merasakan sangat puas dalam mengikuti bimbingan teknis (84%), dan terdapat 8 orang atau 16% yang menyatakan puas. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bimbingan teknis merasakan adanya kepuasan dalam mengikuti bimbingan teknis. Selanjutnya Secara agregat peserta menyatakan puas dan sangat puas, namun setelah diperhatikan pada setiap aspek penyelenggaraan masih terdapat pendapat yang menyatakan tidak tepat atau tidak sesuai atau tidak baik. Pernyataan tersebut pada aspek pelayanan panitia satu orang. Secara persentase angka masih relatif kecil sehingga secara agregat masih pada tingkat memuaskan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa selama bimbingan teknis peserta merasakan kepuasan karena mendapatkan pelayanan yang memadai dan mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan belajar untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan.

Kepuasan reaksi peserta bimbingan teknis pada penelitian ini memiliki peran penting dalam keberhasilan tujuan program bimbingan teknis (pelatihan), hal ini sejalan dengan pendapat Partner yang mengemukakan “the interest, attention, dan motivation of the participants are critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment” (Zainal Arifin, 2019: 135). Lebih lanjut Zainal Arifin menyatakan bahwa mutu proses atau pelaksanaan suatu pelatihan dapat diukur melalui tingkat kepuasan pesertanya. Keduanya berbanding lurus. Semakin baik pelaksanaan suatu pelatihan, maka semakin baik pula respon kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan suatu pelatihan (Zainal Arifin, 2019: 135).

Selama proses pembelajaran bimbingan teknis peserta menilai bahwa penyelenggaraan dipandang memadai, hal ini dapat dilihat pada respon peserta terhadap evaluasi penyelenggaraan bimtek pada aspek topik, waktu penyelenggaraan, kesesuaian struktur materi, kemanfaatan materi, kualitas narasumber dan bahan ajar. Artinya selama proses belajar atau bimbingan teknis memberikan manfaat yang baik sehingga mendapatkan tambahan informasi atau kebijakan baru terkait dengan implementasi kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan.

Setelah pelaksanaan bimbingan teknis dan dilakukan tes akhir dapat diketahui tidak ada lagi peserta yang masuk kategori cukup dan kurang, sebagian besar atau 60% masuk kategori sangat tinggi dan 40% masuk kategori tinggi.

Menurut Kirkpatrick learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill asa resiult of attending the program

(8)

(Widiyoko, 2017: 176). Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Berdasarkan uraian pada level 2 belajar (learning) temuan berdasarkan hasil wawancara peserta dan data kuantitaif menunjukkan bahwa terdapat pemerolehan sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan implementasi kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan.

Sebagian besar peserta memiliki perubahan perilaku dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan masing-masing pada kategori tinggi 64%, kemudian disusul sangat tinggi 34% dan ada yang masuk kategori cukup 2%. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bimbingan teknis memiliki keinginan dan berkehendak untuk melaksanakan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Hal ini sejalan dengan pendapat Eko Putro Widiyoko yang menegaskan bahwa pada level ini mengkaji perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan (Widiyoko, 2017: 177).

Sementara itu untuk melihat perubahan pemahaman terhadap implementasi kurikulum 2013 dilakukan pembandingan antara hasil pre test dan post test. Rerata post test lebih tinggi dari pada rerata pre test pada level 2, yaitu rerata skor post test (31,40) lebih tinggi dibandingkan nilai tes awal (19,68) perbedaan tersebut signifikan dengan nilai t hitung sebesar - 29,448 dengan signifikansi sebesar 0,001.

Sebagian besar peserta menyatakan bahwa terdapat dampak yang sangat tinggi (54%) dan tinggi (46%). Tidak terdapat peserta bimbingan teknis yang menyatakan cukup ataupun kurang.

Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan teknis dipandang memberikan dampak yang baik terhadap pelaksanaan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan masing- masing. Namun demikian pada aspek yang terperinci tutor masih perlu mendapatkan pendampingan agar implementasi kurikulum 2013 lebih optimal lagi.

Berdasarkan perincian dampak per aspek maka dapat disampaikan sebagai berikut. (1) Perencanaan pembelajaran, pada aspek pemetaan satuan kredit kompetensi dan penyusunan perangkat pembelajaran implementasi di satuan pendidikan masih perlu dioptimalkan karena masih ada tutor yang belum mengimplementasikan. (2) Pelaksanaan pembelajaran berbasis modul, secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran berbasis modul sudah mampu dilaksanakan oleh peserta bimbingan teknis, walapun respon yang menjawab opsi “Saya memahami, tapi belum melaksanakan” pada beberapa butir relatif masih banyak. Hal ini akan menjadi tugas pemangku kepentingan untuk melakukan pendampingan agar pada tahap selanjutnya dapat diperbaiki lagi. (3) Penilaian pembelajaran, peserta bimbingan teknis sudah memahami terkait dengan implementasi penilaian pembelajaran berbasis modul, namun demikian dalam praktek di satuan pendidikan implementasi detail penilaian pembelajaran sebagian masih belum melakukan. Kondisi ini terkait dengan iklim organisasi dan kebijakan satuan pendidikan dalam menerapkan kurikulum 2013 secara utuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembelajaran berbasis modul, dan penilaian pembelajaran.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Zainal Arifin bahwa evaluasi terhadap hasil bertujuan mengetahui dampak (impact) perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktivitas atau kinerjanya dalam organisasi (Zainal Arifin, 2019: 140). Pada bimbingan teknis ini bimbingan teknis memberikan dampak terhadap implementasi kurikulum 2013 terutama pada pelaksanaan pembelajaran berbasis modul, dan penilaian pembelajaran.

Sedangkan pada aspek perencanaan pembelajaran walaupun sudah baik masih perlu dioptimalkan lagi.

Peserta bimbingan teknis merasakan adanya kepuasan dalam mengikuti bimbingan teknis karena mendapatkan pelayanan yang memadai dan mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan belajar untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Selama proses pembelajaran bimbingan teknis peserta menilai bahwa penyelenggaraan dipandang memadai, hal ini dapat dilihat pada respon peserta terhadap evaluasi penyelenggaraan bimtek

(9)

pada aspek topik, waktu penyelenggaraan, kesesuaian struktur materi, kemanfaatan materi, kualitas narasumber dan bahan ajar. Sebagian besar peserta memiliki perubahan perilaku dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan di satuan pendidikan masing- masing pada kategori tinggi 64%, kemudian disusul sangat tinggi 34% dan ada yang masuk kategori cukup 2%. Hal ini menunjukkan bahwa peserta bimbingan teknis memiliki keinginan dan berkehendak untuk melaksanakan kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan. Sebagian besar peserta menyatakan bahwa terdapat dampak yang sangat tinggi (54%) dan tinggi (46%). Tidak terdapat peserta bimbingan teknis yang menyatakan cukup ataupun kurang.

SIMPULAN

Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan yang diselenggarakan oleh BP PAUD dan Dikmas Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2019 dinyatakan berhasil memberikan dampak pada pelaksanaan kurikulum 2013 sesuai dengan harapan sebagaimana dituangkan dalam pedoman bimbingan teknis. Berdasarkan data terdapat 895 orang di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta, sementara itu yang mengikuti bimbingan teknis baru 50 orang. Sehubungan bahwa masih banyak tutor pendidikan kesetaraan yang belum mengikuti bimbingan teknis, maka kegiatan bimbingan teknis serupa perlu diselenggarakan secara lebih luas lagi baik di tingkat provinsi oleh BP PAUD dan Dikmas Daerah Istimewa Yogyakarta ataupun oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota. Bahwa ditemukan pada aspek perencanaan pembelajaran pada dampak Bimbingan Teknis Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan masih belum optimal, maka pada pelaksanaan bimbingan teknis sejenis berikutnya pada materi perencanaan pembelajaran yaitu Pengembangan Silabus dan Penyusunan RPP perlu lebih dilakukan pendampingan lebih instensif terutama dengan menyikapi kebijakan RPP satu halaman yang masih mengalami kebingungan. Kondisi tersebut sebenarnya dapat dipahami bahwa ketika bimbingan teknis dilaksanakan kebijakan RPP satu halaman belum bergulir, sedangkan pengambilan data level 4 dilakukan setelah adanya kebijakan tersebut.

  Daftar Pustaka

Anan Sutisna. 2015. Pengembangan Model Bimbingan Teknis Berkelanjutan Dalam Meningkatkan Kompetensi Tutor Paket C. Jurnal Ilmiah Visi PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.2, Desember 2015. Jakarta: Ditjen PAUDNI. Kemediknas.

Balai Pengembangan PAUD dan Dikmas DIY. 2019. Laporan Penyelenggaraaan Bimbingan Teknis Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan. Yogyakarta: BP PAUD dan Dikmas DIY/

Bilhaq. 2014. Peran Pelatihan dan Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam Meningkatkan Kompetensi pada https://www.pelatihan-sdm.net/peran-pelatihan-dan-bimbingan-teknis- bimtek-dalam-meningkatkan-kompetensi/ (diakses 16 Juni 2019)

Eko Putro Widoyoko. 2017. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hendang Setyo Rukmi, Dwi Novirani, Ahmad Sahrul. 2014. Evaluasi Training Dengan Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon). Bandung: Institut teknologi Nasional Bandung pada http://lib.itenas.ac.id/kti/?p=3170 (diakses pada 18 Juni 2020)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakukan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013

(10)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Sudjana, D. 2007. Sistem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung : Fallah Production.

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

UNESCO, Principal Regional Office for Asia and The Pasific. 1993. APPEAL Training Materials for Continuing Education Personnel (ATLP-CE) Vol. III – Equavalency Programmes. Bangkok: UNESCO

Yetti Nurhayati. 2018. Penerapan Model Kirkpatrick untuk Evaluasi Program Diklat Teknis Subtantif Materi Perencanaan Pembelajaran di Wilayah Kerja Provinsi Kepulauan Riau Jurnal Andragogi Jurnal, Volume 6 No 2 Tahun 2018. Jakarta: Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Balitbang Kemenag.

Zainal Arifin. 2019. Evaluasi Program, Teori dan Praktek dalam Konteks Pendidikan dan Nonkependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait