Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas dan komposisi kimia tanaman Leguminosa (Centrocema pubescen dan Clitoria ternatea) yang dipupuk dengan pupuk bio-slurry, dimana percobaan lapangan dilakukan di rumah kaca selama 3 bulan dan penelitian di laboratorium selama 3 bulan. Faktor pertama adalah jenis legum yaitu: Centrocema pubescen (Cp) dan Clitoria ternatea (Ct), faktor kedua adalah dosis pupuk bio-slurry yaitu: tanpa pemberian pupuk sebagai kontrol (D0), D1: aplikasi pupuk bio-slurry 10 ton/ha (20 g/pot), D2: aplikasi pupuk bio-slurry 20 ton/ha (40 g/pot), D3: aplikasi pupuk bio-slurry 30 ton/ha ( 60 g) /pot). Peubah yang diamati meliputi: pertambahan tinggi tanaman, pertambahan jumlah batang, pertambahan jumlah daun, bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering akar, bobot kering total hijauan, luas daun, rasio kering bobot daun terhadap bobot kering batang, perbandingan bobot kering total pakan terhadap bobot kering akar, dan komposisi kimia hijauan pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas legum, hal ini menunjukkan bahwa faktor dosis pupuk hayati dan jenis legum dapat secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri mempengaruhi pertumbuhan dan produksi legum. polong-polongan (Centrocema pubescen dan Clitoria ternatea). Pada perlakuan tanpa pupuk (D0) memberikan hasil terendah untuk hampir semua variabel, kecuali tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi pada perlakuan dengan pupuk hayati. Legum yang mendapat pupuk hayati (dosis 10-30 ton/ha) lebih mengutamakan pertumbuhan lateral dan terjadi peningkatan yang nyata (P<0,05) pada variabel: pertambahan jumlah anakan, pertambahan jumlah daun, bobot kering total pakan , bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering akar, luas daun, rasio total pakan terhadap akar, rasio daun terhadap batang pada legum.
Clitoria ternatea Hasil komposisi kimia terbaik diberikan pada bio-slurry dosis 30 ton/ha, dari legum Clitoria ternatea Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan, produktivitas dan komposisi kimia tanaman legum memberikan hasil terbaik pada dosis 30 ton/ha pupuk bio-slurry dengan spesies legum Clitoria ternatea. 26 5.4 Komposisi kimia pakan ternak (Cenytrocema pubescen dan . Clitoria ternatea) yang dipupuk dengan Pupuk Bio-Slurry.
PENDAHULUAN
Sumber pupuk organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa tanaman, limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, limbah kota dan limbah biogas (Kotoran). Untuk meningkatkan kualitas pupuk dan membuatnya lebih mudah tersedia bagi tanah dan tanaman, maka pupuk tersebut diolah dengan cara fermentasi. Tujuan fermentasi adalah untuk mempercepat proses penguraian bahan organik sehingga lebih mudah tersedia bagi tanah dan diserap oleh tanaman.
Bio-slurry merupakan produk akhir dari pengolahan limbah yang terbuat dari kotoran ternak dalam bentuk padat dan cair yang sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tanaman dan juga mengandung mikroba pro biotik yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan lahan pertanian sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen. . Komposisi sluri setelah fermentasi (Bios slurry) adalah 70-80% air dan 20-30% bahan kering, jika diurai lebih lanjut bahan keringnya mengandung 18-27% bahan organik. Kandungan lain dalam Bio-slurry adalah asam amino, asam lemak, asam organik, asam humat, vitamin B-12, hormon auksin, sitokinin, antibiotik dan mikronutrien yaitu besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn). ), mangan (Mn) dan molibdenum (Mo) (Lokakarya Pelatihan Internasional, 2010).
Arnawa (2014) bahwa penggunaan limbah biogas dengan dosis 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Berdasarkan informasi diatas bahwa penggunaan limbah biogas (slurry ) pada legum sangat terbatas, penelitian ini dirasa sangat perlu untuk mengetahui produktivitas legum yang mendapat pupuk hayati.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Leguminosa
Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jaringan tumbuhan dan hewan, baik hidup maupun mati, dalam berbagai tahap penguraian. Bahan organik adalah bahan yang dapat diperbaharui, digunakan kembali, diuraikan oleh bakteri dan mikroba tanah lainnya menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik merupakan komponen tanah yang berkaitan erat dengan kualitas tanah dan karenanya merupakan komponen penting dalam sistem pertanian.
Bahan organik menjadi bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis yang berasal dari sisa tumbuhan dan/atau hewan yang terdapat di dalam tanah yang selalu berubah bentuk karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisik, dan kimia (Madjid, 2007). Madjid (2007), juga menyatakan bahwa bahan organik adalah kumpulan berbagai senyawa organik kompleks yang mengalami atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humifikasi hasil humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk mikroba heterotrof dan autotrof. dan yang ada di dalamnya.. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terkandung di dalam tanah, termasuk residu, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroba, bahan organik terlarut dan bahan organik stabil atau.
Bahan organik tanah berperan penting sebagai faktor pengendali (regulating factor) dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman dan mempertahankan struktur tanah dengan membentuk agregat tanah yang stabil, menyediakan jalur pergerakan air tanah dan udara, menentukan daya serap air, mengurangi risiko erosi, menyangga efek pestisida dan mencegah pencucian unsur hara. Jenis bahan organik yang sering ditambahkan ke dalam tanah biasanya berupa pupuk yang dikenal dengan pupuk organik.
Pupuk bio-slurry
Pupuk organik adalah pupuk yang diperoleh dari alam yaitu sisa-sisa organisme hidup, baik tumbuhan maupun hewan, yang mengandung unsur hara makro dan mikro. Biomanure merupakan produk akhir dari pengolahan limbah kotoran sapi dalam bentuk padat dan cair yang sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Pupuk hayati tersebut juga mengandung mikroba probiotik yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian, sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Tanah yang diberi pupuk hayati menjadi lebih gembur, mudah mengikat unsur hara dan air, serta dapat meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Buckman dan Brady (1982) menambahkan bahwa pembentukan humus sebagai proses pembaharuan pupuk dapat digunakan sebagai penyimpan hara bagi pertumbuhan tanaman, memperbaiki sifat fisik tanah yang meliputi daya ikat air, aerasi tanah dan pengaturan suhu tanah. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah, baik berupa kompos maupun pupuk kandang, mengakibatkan kandungan C organik tanah meningkat.
Umar (2002) menyatakan bahwa perbedaan kandungan C-organik dalam tanah disebabkan oleh perbedaan dosis bahan organik yang diberikan. Harjadi (1983) menyatakan bahwa terdapat dua fase yang berbeda dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Menurut Abdul dan Indah (2005), berdasarkan data parameter pertumbuhan pada penelitian yang dilakukan, kombinasi perlakuan terbaik adalah dosis pupuk kandang 20 ton/ha dan aplikasi pupuk kandang sapi 20 ton/ha dapat memperbaiki kualitas tanah. yaitu peningkatan daya ikat air dan ketersediaan NH3, serta aplikasi kompos sisa tanaman sebanyak 20 ton/ha memberikan bobot kering total tertinggi, bobot rimpang segar tertinggi dan bobot kering rimpang matahari tertinggi.
Trisnadewi dan Wijana (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik 20 ton/ha menghasilkan produksi hijauan jagung manis berat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan 10 ton/ha dan 30 ton/ha. Arnawa (2014) bahwa penggunaan residu biogas dengan dosis 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume). Aplikasi bio-slurry cair dengan konsentrasi 125 ML memberikan hasil terbaik pada parameter pertumbuhan tinggi tanaman dan parameter produksi buah stroberi (Rahman, 2014).
Mengetahui produktivitas dan komposisi kimia tanaman Leguminosa (Centocema pubescen dan Clitoria ternatea) yang dipupuk dengan pupuk bio-slurry. Mendapatkan kadar/level pupuk bio-slurry yang dapat meningkatkan produktivitas dan komposisi kimia tanaman leguminosa (Centocema pubescen dan Clitoria ternatea). Sebagai acuan dalam menentukan tingkat penggunaan pupuk bio-slurry dalam meningkatkan produktivitas dan komposisi kimia tanaman polong-polongan (Centocema pubescen dan Clitoria ternatea).
METODE PENELITIAN
- Tempat dan Lama Penelitian
 - Bagan Alir Penelitian
 - Materi dan Metode Penelitian
 - Analisis Data
 
Biogas dan biowaste slurry dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Tabel 4.1). Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik dengan kapasitas 5 kg dan diameter 20,5 cm, dimana setiap pot diisi dengan 4 kg tanah. Cp : Leguminosa Centrosema pubescen Ct : Leguminosa Clitoria ternatea Faktor lainnya adalah dosis pupuk hayati D0 : Tanpa pemupukan (kontrol).
CpD0, CpD1, CpD2, CpD3, CtD0, CtD1, CtD2 dan CtD3 dan masing-masing kombinasi perlakuan diulang empat kali sehingga menjadi 32 pot penelitian. Tanah yang telah diayak kemudian ditimbang sebanyak 4 kg dan ditempatkan pada masing-masing pot penelitian, dan sebelum ditanam ditaburkan bio slurry sebagai pupuk organik. Penanaman benih/benih dilakukan pada saat tanah berada pada kapasitas lapang, masing-masing pot ditanam dua benih dan satu benih dicabut setelah berkecambah sehingga dalam pot penelitian hanya terdapat satu benih dengan pertumbuhan yang seragam.
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang tepat di atas permukaan tanah sampai pangkal daun pucuk setelah tumbuh sempurna. Luas daun per pot diperoleh dengan cara mengambil beberapa contoh daun yang dianggap representatif untuk setiap satuan percobaan, luas tersebut diukur dengan luas daun meter dan hasil pengukuran dikonversikan berdasarkan data jumlah daun satuan percobaan yang diberikan. . Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C hingga mencapai berat konstan.
Berat kering batang diperoleh dengan cara menimbang batang tanaman per pot yang telah dikeringkan hingga mencapai berat konstan. Perbandingan antara berat kering daun dan berat kering batang diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang. Berat kering total hijauan diperoleh dengan menjumlahkan berat kering batang dengan berat kering daun.
Berat kering akar diperoleh dengan menimbang akar tumbuhan setiap pasu yang telah dikeringkan sehingga mencapai berat tetap. Nisbah berat kering tajuk kepada berat kering akar diperoleh dengan membahagikan berat kering tajuk dengan berat kering akar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil