JURNAL FARMASI INTERLOKAL
Dikumpul 06 November 2024, Dikoreksi 00 November 2024, Diterima 00 November 2024.
DOI: 10.1039/JFI.2024
Fenomena Antarmuka dan Dispersi Koloid
Muh. Abida, Rachelya Indira Nandinia, Layli Hidayati Purnami BPa, Mir Atul Ghinayaha, Utari Taqiyyah Abdullaha, Florensia Dana Carla Ba , dan Dian Arnita Putri Abdullaha
aFakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245, Indonesia
Abstrak
Sediaan farmasi memiliki ukuran partikel berbeda disertai tegangan permukaan yang berbeda. Berkaitan pada ukuran partikel dalam distribusinya dapat mempengaruhi berbagai aspek dan diantaranya dikategorikan sebagai dispersi molekuler dengan ukuran partikel < 1 nm, dispersi koloid 1 nm – 0,5 μm, dan dispersi kasar
>0,5 μm. Pada pengujian digunakan cara untuk menentukan tegangan permukaan, menggunakan bahan gliserin dan nilai konsentrasi kritis misel atau konsentrasi dalam pembentukan misel menggunakan tween 20.
Hal ini dinyatakan pada pengujian didapati bahan gliserin memiliki tegangan permukaan 3,5805 dyne/cm dan tween 20 didapati 2,0 mM.
Kata kunci: fenomena antarmuka, dispersi koloid, tegangan permukaan, misel, gliserin, tween 20.
I. Pendahuluan
Sistem koloid merupakan campuran heterogen yang ukuran partikelnya berada antara larutan sejati dan suspensi kasar. Partikel koloid umumnya berukuran antara 1 nm hingga 1000 nm yang tidak dapat dipisahkan secara fisik menggunakan metode penyaringan biasa melainkan harus dikoagulasi dan diflokulasi terlebih dahulu agar ukuran partikelnya menjadi lebih besar dan akan mengendap dan dapat disaring. Sistem koloid ini adalah sistem yang irreversible dan tergolong tidak stabil secara termodinamika karena energi permukaannya yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, ada tiga sifat koloid yaitu sifat kinetik, sifat optik dan sifat alir atau reologi1.
Sifat kinetik pada sistem koloid berkaitan dengan sedimentasi akibat gravitasi dan akibat gerakan termal sehingga sifat kinetik dari koloid meliputi gerak Brown, difusi, tekanan osmosis dan sedimentasi.
Adapun sifat optik koloid meliputi penghamburan berkas cahaya yag dikenal dengan efek Tyndal yang dimana efek ini dapat diaplikasikan pada pengukuran kekeruhan dari suatu larutan karena pada dasarnya koloid dapat menghamburkan cahaya. Sifat terakhir dari koloid yaitu sifat alir (reologi) yang merupakan sifat paling penting dalam sistem koloid. Sifat alir ini sangat dipengaruhi oleh viskositas medium pendispersi, konsentrasi partikel, bentuk dan ukuran partikel serta interaksi partikel-partikel dan partikel dengan medium pendispersinya1.
koloid dapat dipengaruhi oleh sifat fisik antarmuka, seperti tegangan permukaan dan mekanisme sterik.
Tegangan permukaan tersebut dapat diketahui dengan beberapa metode diantaranya metode kanaikan kapiler, metode berat tetes dan metode pelepasan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan diantaranya temperatur, tekanan uap permukaan lengkung, energi adhesi dan kohesi, umur larutan dan zat aditif seperti elektrolit ataupun surfaktan. Salah satu metode penting dalam menghasilkan sistem koloid yang stabil adalah dengan memanfaatkan surfaktan atau emulsifier, yang berfungsi untuk menjaga partikel terdispersi tetap stabil dan terpisah satu sama lain1.
II. Metode Kerja II. 1 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum fenomena antarmuka dan dispersi koloid adalah buret, erlenmeyer 100 mL, gelas beaker 50 mL, gelas ukur 10 mL, kertas milimeter, kertas saring, klem, lakban, pipa kapiler, spoit, sonikator, dan statif.
Bahan yang digunakan dalam praktikum fenomena antarmuka dan dispersi koloid adalah asam salisilat, etanol netral, fenolftalein, gliserin, larutan NaOH, dan tween 20.
II. 2 Penentuan tegangan permukaan bahan cair
Penentuan tegangan permukaan suatu bahan cair seperti gliserin dapat dilakukan dengan metode dinding pipa kapiler. Gliserin dimasukkan ke dalam gelas beaker dan luarannya ditempelkan dengan kertas milimeter. Sesuai dengan nama metodenya, dimasukkan pipa kapiler ke dalam bahan cair yakni gliserin, kemudian dihitung tinggi cairan yang masuk ke dalam pipa kapiler dan dimasukkan ke dalam rumus.
II. 3 Penentuan kkm berdasarkan perubahan tegangan permukaan
Penentuan KKM dilakukan menggunakan dua konsentrasi yakni 2,0 dan 2,4 dengan 2 replikasi tiap konsentrasi. Tween 20 dengan konsentrasi 2,0 dan 2,4 masing masing dimasukkan ke dalam gelas beaker yang telah ditempeli dengan kertas milimeter. Selanjutnya, dilakukan metode dinding pipa kapiler dengan dimasukkan nya pipa kapiler ke dalam cairan. Cairan atau sampel yang masuk ke dalam pipa kapiler akan dihitung ketinggiannya dan dimasukkan dalam rumus.
Ii. 4 Penentuan kkm berdasarkan fenomena solubilisasi misel
Jurnal Farmasi Interlokal ARTICLE
This journal is Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi © The Royal Society of Chemistry 2024 J. Farmasi Interlokal., 2024, 01, 1-7 | 3
Please do not adjust margins
Penentuan KKM dilakukan menggunakan tiga konsentrasi yakni 1,6; 2,0; dan 2,4 dengan 2 replikasi tiap konsentrasi. Sampel dengan ketiga konsentrasi tersebut masing masing dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dicuplik sebanyak 5 mL. Sampel yang telah dicuplik kemudian dimasukkan ke dalam vial dengan penambahan asam salisilat. Dua fase yang tidak bercampur antara sampel dan asam salisilat dapat disonikasi maksimal 10 menit. Hasil sonikasi tersebut disaring dengan hasil saringan sebanyak 0,5 mL dan dipindahkan ke erlenmeyer, dengan total sebanyak 6 erlenmeyer dengan 2 replikasi. Sebelum melakukan metode titrasi, tiap sampel di erlenmeyer ditambahkan etanol netral 10 mL dan indikator fenolftalein sebanyak 2-3 tetes. Larutan yang digunakan sebagai titran yakni NaOH, dan dilakukan titrasi hingga sampel berubah menjadi warna ungu. Titran yang digunakan di tiap erlenmeyer dihitung dan masukkan ke dalam rumus normalitas
III. Hasil dan Pembahasan III.1 Hasil
III.1.1 Tabel penentuan tegangan permukaan bahan cair
ρ h r g ɣ x
(g/cm³) (cm) (cm) (cm/s²) (dyne/cm) (dyne/cm) SEM
1,26
1
0,006 980
3,7044
3,5808 0,5328
0,7 2,593
1,2 4,4452
III.1.2 Tabel penentuan KKM berdasarkan perubahan tegangan permukaan
Konsentrasi ρ h r g ɣ x
(g/cm³) (cm) (cm) (cm/s²) (dyne/cm) (dyne/cm)
2,0 mM 1,1 1
0,006 980 3,234
3,0723
0,8 2,91064
2,4 mM 1,1 0,8
0,006 980 2,5872
2,9106
1 3,234
0,00 mM 1,1 1,3
0,006 980 4,2042
4,0425
1,2 3,8008
0,4 mM 1,1 0,9
0,006 980 2,9106
2,9106
0,9 2,8106
0,8 mM 1,1 0,9
0,006 980 2,9106
3,0723
1 3,234
1,2 mM 1,1 3
0,006 980 9,702
5,2067
2,2 0,8224
2 6,468
3,2 mM 1,1 2,5
0,006 980 8,085
7,7616
2,3 7,4382
III.1.3 Tabel penentuan kkm berdasarkan fenomena solubilisasi misel
Konsentrasi V m (mg) x Kelarutan
(ml) 0,5 ml (g) (mg/ml)
2,0 mM 0,5 8,224
8,579 9,868/ml
0,3 4,394
2,4 mM 0,3 4,394
4,834 0,578/ml
0,3 4,394
0,00 mM 0
0
0,4 mM 0
0
0,8 mM 0,1 1,644
1,644 3,288/ml
0,1 1,644
1,2 mM 0,1 1,644
1,644 3,22
0,7 11,351
2,6 mM 0,1 1,644
6,578 13,256/ml
0,2 3,289
2,8 mM 0,2 3,289
63,289 3,289
0,2 3,209
3,2 mM 0,2 3,289
8,222/ml 8,222/ml
0,3 4,934
III.2 Pembahasan
III.2.1 Penentuan tegangan permukaan bahan cair
Penentuan tegangan permukaan bahan cair dilakukan untuk mengukur tegangan permukaan cairan dengan memanfaatkan fenomena kapilaritas, yang terjadi akibat gaya adhesi antara cairan dan dinding kapiler serta gaya kohesi antar molekul cairan dengan mencari beberapa parameter, yaitu densitas (ρ), tinggi (h), jari-jari (r), kecepatan aliran (v), dan tegangan permukaan (γ). Hasil analisis pada sampel gliserin menggunakan metode dinding kapiler diperoleh densitas gliserin yaitu 1,25 g/cm3, dengan tinggi 1 cm dan jari-jari atau diameter dari pipa kapiler adalah 0,006 cm. Kecepatan aliran sebesar 980 cm/s2,
Jurnal Farmasi Interlokal ARTICLE
This journal is Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi © The Royal Society of Chemistry 2024 J. Farmasi Interlokal., 2024, 01, 1-7 | 5
Please do not adjust margins
sedangkan tegangan permukaan yang diperoleh adalah 3,5808 dyne/cm dengan nilai Standard Error of Mean (SEM) sebesar 0,538.
Berdasarkan pustaka, gliserin memiliki tegangan permukaan sebesar 63,10 dyne/cm2. Dilihat dari hasil analisis kemudian dibandingkan dengan pustaka, dapat disimpulkan bahwa tegangan permukaan yang diperoleh saat pengujian berbeda dengan pustaka. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan, seperti pada tahap pembuatan seri konsentrasi larutan serta kesalahan dalam penggunaan pipa kapiler selama pengujian. Akibatnya, cairan tidak dapat masuk sepenuhnya ke dalam pipa kapiler, yang akhirnya mempengaruhi hasil yang didapat3.
III.2.1 Penentuan Konstentrasi Kritis Misel (KKM) berdasarkan perubahan tegangan permukaan Penentuan KKM berdasarkan perubahan tegangan permukaan yaitu titik dimana surfaktan ini mulai membentuk misel, sehingga tegangan permukaan larutan mencapai kestabilan minimum. Hasil analisis menggunakan sampel tween 20 diperoleh tegangan permukaan pada konsentrasi 2,00 mM, 2,4 mM, 0,00 mM, 0,4 mM, 0,8 mM, 1,2 mM, 1,6 mM, 2,8 mM, dan 3,2 mM berturut-turut yaitu masih menunjukkan penurunan dengan nilai 3,0723 dyne/cm, 2,9106 dyne/cm, 4,0425 dyne/cm, 2,9106 dyne/cm, 3,0723 dyne/cm, 5,2067 dyne/cm, 7,2762 dyne/cm, 5,9829 dyne/cm, dan 7,7616 dyne/cm. Berdasarkan pustaka, nilai KKM untuk tween 20 berdasarkan tegangan permukaan yaitu 0,011 mM4.
Dilihat dari hasil analisis kemudian dibandingkan dengan pustaka, dapat disimpulkan bahwa tegangan permukaan yang diperoleh saat pengujian berbeda dengan pustaka. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan, seperti faktor peningkatan suhu pada saat pengujian. Peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan tegangan permukaan, yang berdampak pada kurang akuratnya perhitungan KKM. Kestabilan tegangan permukaan pada KKM terjadi karena antarmuka air-udara telah jenuh oleh molekul surfaktan, sehingga molekul tambahan tidak lagi mengisi antarmuka untuk mengurangi tegangan permukaan lebih lanjut. Molekul-molekul tambahan ini kemudian membentuk misel dalam larutan, sehingga tidak lagi memengaruhi tegangan permukaan di antarmuka, membuat nilai tegangan permukaan cenderung tetap stabil5.
III.2.1 Penentuan Konstentrasi Kritis Misel (KKM) berdasarkan fenomena solubilisasi misel
Penentuan KKM berdasarkan fenomena solubilisasi misel yang kemampuannya melarutkan zat hidrofobik terjadi saat misel mulai terbentuk pada konsentrasi tertentu dengan interaksi antara surfaktan dan zat yang sulit larut dalam air. Hasil analisis menggunakan sampel tween 20 menggunakan metode titrasialkalimetri dengan asam salisilat, diperoleh hasil perhitungan nilai KKM tween 20 sebesar 2, 0 mM.
suhu, dan ketidaktepatan metode titrasi.
Variasi suhu selama pengujian dapat memengaruhi hasil KKM yang diukur, karena suhu yang tidak stabil atau berbeda dari kondisi standar dapat mengubah tegangan permukaan dan kestabilan misel. Misalnya, suhu yang lebih tinggi dapat menurunkan tegangan permukaan, yang berpotensi mengubah titik KKM.
Selain itu, ketidaktepatan dalam metode titrasi alkalimetri juga dapat menjadi sumber kesalahan. Jika titrasi tidak dilakukan dengan ketelitian yang tinggi, seperti kesalahan dalam penambahan volume titran atau pembacaan titik akhir, hasil KKM yang diperoleh bisa menjadi kurang akurat3.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian didapati, dengan menggunakan sampel gliserin pada uji tegangan permukaan bahan cair yaitu 3,5808 dyne/cm sedangkan pada pustaka 63,10 dyne/cm. Hasil yang didapati tidak sesuai dengan beberapa faktor kesalahan pengerjaan dan alat yang digunakan sehingga hasil pengujian dan pustaka memiliki rentan yang berbeda jauh. Kemudian pada pengujian konsentrasi kritis misel berdasarkan tegangan permukaan didapati hasil, nilai mengalami penurunan 3,0723 dyne/cm - 7,7616 dyne/cm. Adapaun pada pengujian konsentrasi kritis misel berdasarkan fenomena solubilisasi misel 2,0 mM. Pada pengujian konsentrasi kritis misel dengan dua aspek berbeda diketahui tidak sesuai dengan pustaka, hal ini dipengaruhi oleh faktor kesalahan pada suhu saat pengerjaan.
Kontribusi Penulis
Muhammad Abid menulis pembahasan; Rachelya Indira Nandini menulis bagian hasil; Layli Hidayati Purnami BP menulis bagian abstrak dan kesimpulan; Mir Atul Ghinayah A menulis bagian pendahuluan dan acknowledgements; Utari Taqiyyah Abdullah menulis bagian metode kerja.
Selain itu, kakak asisten kami Florensia Dana Carla B dan Dian Arnita Putri Abdullah melakukan kaji ulang artikel dan memberikan masukan.
Acknowledgements
Penulis berterima kasih kepada Laboratorium Farmasetika dan para asisten laboratorium, khususnya Florensia Dana Carla B dan Dian Arnita Putri Abdullah, yang telah mendampingi dan memberikan arahan sepanjang proses praktikum. Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada teman-teman Kelompok 7, yang selalu bekerja sama, memberikan dukungan, serta berkontribusi dalam setiap tahap praktikum dan penyusunan artikel ini.
Jurnal Farmasi Interlokal ARTICLE
This journal is Dispersi Molekuler dan Fenomena Distribusi © The Royal Society of Chemistry 2024 J. Farmasi Interlokal., 2024, 01, 1-7 | 7
Please do not adjust margins
Referensi
[1] Arnelli., & Astuti, Y. Buku Ajar Kimia Koloid dan Permukaan. Sleman: Deepublish. 2019.
[2] Ali, M., Muh, S.I. dan Jusman. Menentukan Tegangan Permukaan Cairan dan Metode Perbandingan Tetes. Jurnal Pendidikan Fisika. 11(1): 143-150. 2022.
[3] Yilmaz, M. Dampak Kontaminasi pada Analisis Surfaktan. Jurnal Kimia Lingkungan, 12(2): 203-207.
2014.
[4] Bhagwat, A. P. S. S., Penfield, K. W., Aikens, P., dan Shah, D.O. Pengaruh pada Pengukuran Konsentrasi Misel Kritis Surfaktan Nonionik Murni dan Kelas Teknis. Journal of Surfactants and Detergents, 3(1):53-58.
2010.
[5] Tarigan, I. L. Kimia Air Makanan dan Minuman. Malang: Media Nusa Creative. 2019.
[6] Ananda, N. C. R., Sulaiman, T. N. S., & Suwarmi. Pengaruh Peningkatan Tween 20 Sebagai Surfaktan Terhadap Karakteristik dan Kestabilan Fisik Sediaan Selfnanoemulsifying. Drug Delivery System (SNEDDS) Simvastatin. 10(2): 940-948. 2020.
a.Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245, Indonesia