• Tidak ada hasil yang ditemukan

Forest conversion into oil palm plantations also occur in Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Forest conversion into oil palm plantations also occur in Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPADATAN POPULASI KOLONI RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus) PADA KEBUN KELAPA SAWIT DI NAGARI TLUK KUALO KECAMATAN

AIR PURA KABUPATEN PESISIR SELATAN Vivi januvianti, Jasmi, Elza Safitri

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat e-mail: vivijanuvianti@yahoo.com

ABSTRACT

Subterranean termites (Coptotermes curvignathus) is one type of termites found in Indonesia of the family Termitidae. Thetermites nestin the soil, especially soil that contains a lot of organic material such ascellulose. Palm Gardensis one of the habitats and food sources termites. Availability of food is one of the factors that affect population density termite colony. In addition, changes in land use al so affect the existence of a population of a termite colony. Forest conversion into oil palm plantations also occur in Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan. In connection with it has done research that aims to determine the population density of colonies of subterranean termites (Coptotermes curvignathus) in oil palm plantations in Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan. Population parameters measured is the amount of termite colonies/ha. Environmental parameters measured temperature, pH and analysis using population density formula. Research on population density colonies of subterranean termites in oil palm plantations in Kenagarian Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir selatan South conducted from June-August 2014. This study used adescriptive survey method. Sampling was carried out at two stations, namely station I was 9 years old palm, palm II station was 5 years old. Density of subterranean termites found 9 colonies/ha, and the total of individuals 162. The range of physico-chemical environmental factors sampling point both stations are temperature ranges between 23-24ºC, soil pH ranged from 6.5 to 6.6.

Keywords: soil termite (Coptotermes curvignathus), population density colonies.

PENDAHULUAN

Beberapa tahun belakangan ini kelapa sawit (Elaeis guinensis) menjadi salah satu tanaman yang perkembangannya cukup pesat. Sebagai komoditi ekspor penanaman kelapa sawit sedang marak dilakukan.Pembukaan lahan baru menjadi perkebunan sawit menjadikan hutan disekitarnya jadi terfragmentasi dan mengakibatkan areal hutan jadi kecil.

Meskipun demikian efek alih guna hutan menjadi sistem agroforestri terhadap kehilangan keragaman hayati belum diketahui secara detail (Eggleton and Bignell,1995). Khususnya pada hewan- hewan arthropoda memperlihatkan respons yang beragam terhadap kerusakan habitat yang diakibatkan oleh manusia (Lawton, Bignell, Bolton, Bloemers, Eggleton dan Hammond, 1998).

Pembukaan kawasan hutan pada umumnya mengakibatkan penurunan

kelimpahan, biomassa dan kekayaan spesies rayap secara cepat (Eggleton and Bignell, 1995). Kekayaan spesies rayap pada suatu ekosistem berkorelasi negatif dengan tingkat gangguan yang terjadi pada ekosistem tersebut (Eggleton and Bignell, 1995).

Penelitian Jones (2003) menemukan sekitar 34 spesies rayap pada hutan primer dan menurun sampai hanya ada satu spesies rayap di pertanaman tipe monokultur.

Beberapa penelitian juga menunjukan fenomena yang sama dimana kekayaan spesies rayap pada kawasan yang relative belum terganggu lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lain yang sudah terganggu (Eggleton and Bignel, 1995).

Kanagarian Tluk Kualo merupakan salah satu daerah penghasil sawit di Pesisir Selatan. Pada umumnya masyarakat Kanagarian Tluk Kualo

Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan berkebun sawit. Menurut hasil

(2)

2

survey yang telah dilakukan ternyata masyarakat membuat kebun sawit dari hutan, kemudian dilakukan pengolahan lahan menjadi kebun sawit sehingga akan mempengaruhi ekologi dari hewan yang hidup ditanah dan salah satunya rayap.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif yaitu menghitung sarang dan koleksi langsung terhadap rayap pada 2 lokasi yaitu stasiun I sawit yang umur ± 9

tahun sedikit ditumbuhi semak dengan luas

±1 hektar dan stasiun II sawit yang umur ± 5 tahun banyak ditumbuhi semak dengan luas

±1 hektar. Dimana menghitung sarang dan pengambilan sampel rayap dilakukan pada areal kebun sawit yang telah ditentukan.

Setiap Sarang yang di temukan dihitung dan sarang digali hanya dipermukaan tanah saja kemudian rayap yang ditemukan dijadikan sampel dan dimasukan kedalam botol koleksi dan diberi alkohol 70%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai kepadatan populasi koloni rayap tanah (Coptotermes Curvignathus) pada kebun kelapa sawit Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan, sarang

hanya temukan pada stasiun Idengan sawit berumur ± 9 tahun. Sedangkan pada stasiun II dengan sawit berumur ± 5 tahun sarang rayap tidak ditemukan. Individu rayap tanah yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 3 dan kepadatan individu rayap dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 3

Tabel 1. Kepadatan populasi koloni rayap tanah yang ditemukan pada stasiun I sawit umur ± 9 tahun dan stasiun II sawit umur ± 5 tahun pada kebun kelapa sawit Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan

Parameter Umur sawit / jumlah koloni Total Rata-rata

± 9 tahun ± 5 tahun

Koloni (sarang) 9 0 9 4,5

Jumlah individu 162 0 162 81

Tabel 2 : Hasil pengukuran faktor fisika-kimia pada daerah pengambilan sampel pada kebun kelapa sawit Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan

Parameter Pengukuran / umur

Umur ± 9 tahun Umur ± 5 tahun

Suhu tanah (˚C) 24 23

pH tanah 6,6 6,5

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepadatan popuasi koloni rayap tanah (Coptotermes curvignathus) pada kebun kelapa sawit Di Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabuaten Pesisir Selatan, diketahui bahwa sarang rayap tanah hanya ditemukan pada stasiun I dengan kepadatan populasi yaitu 4,5 individu/hektar.

Sedangkan pada stasiun II tidak ditemukan.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi umur tanaman sawit maka tingkat kepadatan populasi koloni rayap tanah akan meningkat karena dengan semakin tinggi umur tanaman maka makanan yang tersedia semakin banyak (Nandika,2003).

Rayap merupakan golongan serangga yang penting di daerah tropika basah. Serangga yang hidup berkoloni ini memiliki keragaman jenis dan kelimpahan

populasi yang tinggi. Beberapa jenis rayap dalam agroekosistem berperanan sebagai hama karena memakan jaringan berkayu dari tanaman budi daya, sedangkan beberapa jenis lainnya justru dapat meningkatkan produktivitas agroekosistem dan kesuburan tanah karena fungsinya yang nyata sebagai peluruh limbah organik (Collins, 1983 dalam Susilo, 1998; Swift & Bignell, 2001).

Rayap tanah merupakan salah satu kelompok makrofauna tanah yang memiliki kisaran toleransi yang cukup lebar terhadap pH tanah (Jones & Eggleton, 2000, dalam Purnasari, dkk 2011).Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa saat pengukuran dilapangan didapatkan suhu pada stasiun I 24 ˚C dan dan pada stasiun II 23 ˚C. Sedangkan pada stasiun I pH 6,6 dan stasiun II pH 6,5. Ini terlihat bahwa rayap bisa bertahan hidup.

(3)

3

Karena setiap serangga memiliki kisaran suhu tertentu yaitu 15˚C - 30˚C.

Rayap merupakan golongan serangga yang penting di daerah tropika basah. Serangga yang hidup berkoloni ini memiliki keragaman jenis dan kelimpahan populasi yang tinggi. Beberapa jenis rayap dalam agroekosistem berperanan sebagai hama karena memakan jaringan berkayu dari tanaman budi daya, sedangkan beberapa jenis lainnya justru dapat meningkatkan produktivitas agroekosistem dan kesuburan tanah karena fungsinyayang nyata sebagai

peluruh limbah organik

(Collins,1983dalamSusilo, 1998; Swift &

Bignell, 2001).

Kepadatan populasi koloni rayap tanah (Coptotermes curvignathus) pada kebun kelapa sawit selain dipengaruhi oleh faktor makanan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada stasiun I ditemukan 9 sarang rayap, sedangkan pada stasiun II tidak ditemukan sarang rayap. Keadaan di dua lokasi pengamatan ini, perbedaan yang mencolok ialah pada stasiun I keadaan permukaan tanah relatif bersih dari vegetasi penutup tanah, namun banyak terdapat serasah yang berasal dari potongan pelepah sawit kering atau lapuk, bekas sisa tanaman lainnya yang terletak di permukaan tanah secara acak. Adapun pada stasiun II keadaan permukaan tanah yang banyak ditumbuhi vegetasinya.

Gangguan habitat merupakan penyebab utama penurunan keanekeragaman hayati rayap di Paparan Sunda. Mekanisme yang menyebabkan penurunan keanekaragaman komunitas rayap akibat gangguan habitat adalah: 1) Penyusutan penutupan tajuk menyebabkan sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan tanah. Perubahan ini berakibat pada penurunan kelembaban dan peningkatan suhu lingkungan sehingga membentuk iklim mikro yang lebih ekstrim.

Variasi antara suhu dan kelembaban harian tinggi sehingga mempengaruhi aktivitas rayap; 2) Gangguan habitat berdampak pada penurunan jumlah dan kualitas mikrohabitat.

Mikro habitat rayap yang berkurang akan mengurangi kesediaan makan rayap dan untuk bersarang; 3) peningkatan bulkdensity sehingga tanah semakin padat dan menurunkan aktivitas rayap (Eggleton et al.

1995; 1996;1999; Jones & Prasetyo 2002;

Jones et al. 2003 dalam Pribadi ;2009).

Makanan rayap adalah selulosa yang diperoleh dari kayu dan jaringan tanaman lainnya.Rayap kadang-kadang melukai tanaman hidup dan rayap juga dapat memperoleh makanan dari selulosa karena pada saluran pencernaan rayap terdapat protozoa flagellated tertentu dan mikroorganisme lain yang memiliki enzim yang mampu mengubah selulosa menjadi gula dan pati (Nandika, 2003).

Keberadaan rayap di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu tanah dan pH tanah. Suhu pada stasiun I (240C) lebih tinggi dari pada suhu stasiun II (23 0C).

pH tanah pada stasiun I (6,6) lebih tinggi dari pada pH pada stasiun II (6,5). Di tempat terbuka dimana sinar matahari langsung menembus permukaan tanah pada tengah hari hingga awal sore hari ketika suhu berada pada puncaknya, rayap sering berada di dalam tanah atau berada di dalam sarang.

Namun mereka dapat berada di permukaan tanah bila terdapat naungan yang besar yang menciptakan suhu optimum (thermal shadow) (Nandika, 2003).

Kesimpulan

Kepadatan populasi rayap tanah (Coptotermes curvignathus) pada kebun kelapa sawit di Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan 9 koloni/hektar rayap pada stasiun I, sedangkan pada stasiun II tidak ditemukan.Suhu pada stasiun I (240C) lebih tinggi dari pada suhu stasiun II. pH tanah pada stasiun I (6,6) lebih tinggi dari pada pH pada stasiun II.

Saran

Berdasarkan pengalaman dan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini, dapat dikemukakan saran pada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian menggunakan metode Survey Deskriptif untuk mengetahui peranan hama pada kebun sawit (Elaeis guinensis).

Daftar pustaka

Eggleton, P. and D.E. Bignell. 1995.

Monitoring the response of tropical insects to changes in the environment: troubles with termites. In: Harrington R, N. E

(4)

4

Stroks. Insects in a Changing Environment.

Jones, D. T. 2003. Termite assemblage collapse a long a land-use intensification gradient in lowland central Sumatra, Indonesia. Jurnal Appl Ecol40: 380 – 391.

Lawton, Bignell, Bolton, Bloemers, Eggleton dan Hammond 1998.

Biodiversity inventories, indicator taxa and effects of habitat modification in tropical forest.Nature 391: 72-76

Academic Press: London.

Nandika, D. Rismayadi, Y. dan Diba, F.

2003. Biologi Rayap dan Pengendalianya. Muhammadiyah University Press: Surakarta.

Pribadi, T. 2009. Keanekaragaman Komunitas Rayap Pada Tipe Penggunaan Lahan Yang Berbeda SebagaiBioindikator Kualitas Lingkungan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

3

2

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat dalam mengambil brondolan sawit tidak memandang apakah kebun sawit tersebut sudah dipanen atau belum oleh pemilik kebun sawit dalam kondisi kebun sawit belum