GAMBARAN HASIL PENENTUAN TITIK AKHIR SPHERIS MENGGUNAKAN DUOCHROME DAN REFINING SPHERICAL
Andriansyah Fawwaz Ghozi1, Arief Witjaksono2, Gaos Sarifudin3, Hotman P. Simanjuntak4
1Optometri, STIKes Dharma Husada, (Andriansyah Fawwaz Ghozi) email: [email protected]
2Optometri, STIKes Dharma Husada, (Arief Witjaksono) email: [email protected]
3Optometri, STIKes Dharma Husada, (Gaos Sarifudin) email: [email protected]
4Optometri, STIKes Dharma Husada, (Hotman P. Simanjuntak) email: [email protected]
Abstract
Visual acuity examination is one of the most important examinations to be able to assess a person's visual function. The Snellen chart is the most frequently used medium for measuring visual acuity in daily medical practice. Subjective examination consists of several stages, one of which is the determination of the Best Visus Sphere (BVS). Best Visus Sphere (BVS) is the best spherical vision felt by the patient, this is done by using lenses that can provide the best vision only with spherical power by using plus (+) or minus (-) lenses to describe a situation. In determining the Best Visus Sphere (BVS) we need to use a method to determine it. In this study, researchers used 2 methods, namely the Duochrome and Refining Spherical methods. Examination or determination of BVS must be carried out in order to minimize the occurrence of errors in the inspection at a later stage. If at the time of determining the BVS an inaccurate result is obtained, then there will be an error in the result obtained at the next examination as well. The purpose of this study was to determine the results of determining the Spherical end point using Duochrome and Refining Spherical. The research method used in this study is a quantitative research method with a purposive sampling method. The results of the study of 30 respondents in determining the spherical end point using Duochrome and Refining Spherical on the effectiveness of power obtained 26 people (86.66%) the same result, and the Refining Spherical method showed the results of 4 people (13.33%) more effective than the Duochrome method as well as on time efficiency shows that the Refining Spherical method also gets 18 people (60%) more efficient results compared to the Duochrome method which only 12 people (40%).
Keywords : Spherical End Point, Duochrome, Refining Spherical
Abstrak
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan salah satu pemeriksaan terpenting untuk dapat menilai fungsi visual seseorang. Snellen chart adalah media yang paling sering digunakan untuk pengukuran tajam penglihatan pada praktik kedokteran sehari-hari. Pemeriksaan subyektif terdiri beberapa tahapan yaitu salah satunya Penentuan Best Visus Sphere (BVS). Best Visus Sphere (BVS) merupakan penglihatan spheris terbaik yang dirasakan pasien, hal ini dilakukan dengan menggunakan lensa yang dapat memberikan penglihatan terbaik hanya dengan kekuatan spheris dengan menggunakan lensa plus (+) atau minus (-) untuk menggambarkan suatu keadaan.
Dalam menentukan Best Visus Sphere (BVS) perlulah kita menggunakan sebuah metode untuk menentukannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 metode, yaitu metode Duochrome dan Refining Spherical.
Pemeriksaan atau penentuan BVS haruslah dilakukan agar meminimalisir terjadinya kesalahan pada pemeriksaan di tahapan selanjutnya. Jika pada saat penentuan BVS didapatkan hasil yang kurang tepat, maka akan adanya kesalahan hasil yang didapat pada pemeriksaan sejanjutnya pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil penentuan titik akhir Spheris menggunakan Duochrome dan Refining Spherical. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan metode penentuan sampel yaitu Purposive Sampling. Hasil penelitian dari 30 orang responden dalam penentuan titik akhir spheris menggunakan Duochrome dan Refining Spherical pada efektivitas power didapatkan 26 orang (86,66%) hasil yang sama, dan metode Refining Spherical menunjukkan hasil 4 orang (13,33%) lebih efektif dibandingkan dengan metode Duochrome serta pada efisiensi waktu menunjukkan metode Refining Spherical juga mendapatkan hasil 18 orang (60%) lebih efisien dibandingkan dengan metode Duochrome yang hanya 12 orang (40%).
Kata Kunci : Titik Akhir Spheris, Duochrome, Refining Spherical
I. PENDAHULUAN
Menurut Borish (2006), Hipermetropia merupakan suatu keadaan dimana sinar-sinar sejajajar yang memasuki bola mata dibiaskan oleh media refrakta di bekakang retina.
Akibatnya obyek yang letaknya jauh dari bola mata tidak akan nampak jelas dalam penglihatan penderita. (Kholil, 2022)
Menurut Witjaksono & Riani (2018), Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan salah satu pemeriksaan terpenting untuk dapat menilai fungsi visual seseorang. Snellen chart adalah media yang paling sering digunakan untuk pengukuran tajam penglihatan pada praktik kedokteran sehari-hari.
Pemeriksaan subyektif terdiri beberapa tahapan yaitu, penentuan visus dasar terbaik dan ketajaman penglihatan, Penentuan Best Visus Sphere (BVS), metode penentuan astigmatis, teknik keseimbangan binokuler, titik akhir binokuler, mencatat hasil akhir dengan Best Corrected Visual Acuity (BCVA) salah satu mata dan kedua mata. (Sekar Laras & Aditya Sukma, 2022)
Menurut Kristen (2005), Best Visus Sphere (BVS) merupakan penglihatan spheris terbaik yang dirasakan pasien, hal ini dilakukan dengan menggunakan lensa yang dapat memberikan penglihatan terbaik hanya dengan kekuatan spheris dengan menggunakan lensa plus (+) atau minus (-) untuk menggambarkan suatu keadaan, dengan tahapan yang biasanya dimulai dari plus atau minus (+/-) 0.50 D atau lebih.
(Witjaksono & Riani, 2018)
Pemeriksaan atau penentuan BVS haruslah dilakukan agar meminimalisir terjadinya kesalahan pada pemeriksaan di tahapan selanjutnya. Jika pada saat penentuan BVS didapatkan hasil yang kurang tepat, maka akan adanya kesalahan hasil yang didapat pada pemeriksaan sejanjutnya pula.
Dalam menentukan Best Visus Sphere (BVS) perlulah kita menggunakan sebuah metode untuk menentukannya.
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan 2 metode, yaitu metode Duochrome dan Refining Spherical yang didasarkan oleh banyaknya Mahasiswa D3 Optometri yang menggunakan kedua metode tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini berfokus pada perbandingan hasil penentuan titik akhir speris dengan menggunakan dua metode yang sering digunakan. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengambil judul “Gambaran hasil penentuan titik akhir Speris menggunakan Duochrome dan Refining Spherical”.
Untuk mengetahui efektivitas dan efesiensi pemeriksaan penentuan titik akhir Speris dengan menggunakan metode Duochrome dan Refining Spherical.
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Miopia
Miopia adalah suatu kelainan mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga akan dibiaskan di depan retina.
Faktor yang paling nyata adalah yang berhubungan dengan aktivitas jarak dekat, seperti membaca, menulis, menggunakan komputer dan bermain video game. Selain aktivitas, miopia juga berhubungan dengan genetik. Anak dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami miopia. Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9%, sedangkan 18,2% pada anak dengan salah satu orang tua yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia. (Yeyen Ariaty et al., 2019) 2. Best Visus Spheris (BVS)
Pemeriksaan refraksi subjektif adalah suatu metode pemeriksaan refraksi dimana hasil pemeriksaan ditentukan oleh penderita itu sendiri. Tujuan yang ingin dicapai dalam pemeriksaan refraksi subjektif adalah Pemeriksa mengetahui apakah ada gangguan penglihatan yang dialami oleh penderita itu disebabkan oleh kelainan refraksi atau kelainan organis. Untuk dapat menyelenggarakan pemeriksaan refraksi secara subyektif, maka diperlukan adanya suatu kerjasama atau komunikasi yang baik antara pemeriksa dan pasien. Didalam pemeriksaan refraksi subjektif adanya penentuan titik akhir monokuler atau Best Visus Spheris. (Ayyubi, 2020)
Menurut Kristen (2005), Best Visus
Spheris (BVS) merupakan penglihatan spheris terbaik yang dirasakan pasien, hal ini dilakukan dengan menggunakan lensa yang dapat memberikan penglihatan terbaik hanya dengan kekuatan spheris dengan menggunakan lensa plus (+) atau minus (-) untuk menggambarkan suatu keadaan, dengan tahapan yang biasanya dimulai dari plus atau minus (+/-) 0.50 D atau lebih.
(Witjaksono & Riani, 2018) 3. Duochrome
Uji Duochrome didasarkan pada prinsip aberasi kromatik aksial, yaitu bahwa panjang gelombang cahaya yang lebih pendek (yaitu, hijau) dibiaskan lebih banyak oleh optik mata daripada panjang gelombang cahaya yang lebih panjang (yaitu, merah). Tes Duochrome memeriksa posisi fokus hijau dan panjang gelombang merah sehubungan dengan retina dan secara teoritis memungkinkan penentuan yang tepat koreksi bola atau Circle of Least Confusion (COLC). (Gantz et al., 2015)
Tes Duochrome merah-hijau didasarkan pada titik akhir bermata di mana setiap mata diuji secara terpisah. Ini adalah tes subyektif yang membutuhkan tanggapan dari pasien dan digunakan untuk menyempurnakan titik akhir bola. Penyimpangan kromatik, dasar pengujian, terjadi karena panjang gelombang cahaya yang berbeda dibelokkan ke tingkat yang berbeda. Panjang gelombang yang lebih panjang (merah) dibiaskan lebih kecil dari yang lebih pendek (hijau). Jika huruf di sisi merah lebih menonjol, tambahkan minus power, jika huruf di sisi hijau lebih menonjol, tambahkan plus power. Netralitas tercapai ketika huruf pada kedua latar tampak sama perbedaannya. (Colligon-Bradley, 1992)
Tes Duochrome atau bichromatic umumnya digunakan sebagai pemeriksaan dalam menentukan refraksi monokuler untuk penglihatan sferis terbaik. Pemeriksaan ini didasarkan pada prinsip aberasi kromatik aksial yaitu cahaya dengan Panjang gelombang lebih pendek akan dibiaskan lebih banyak oleh optik mata dibandingkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Pemeriksaan tes duokrom menggunakan sebuah warna merah (panjang gelombang 620 nm) dan warna hijau (panjang gelombang 535 nm) dengan
kecerahan yang sama. Warna merah-hijau tersebut membuat latar belakang grafik secara vertikal tampak terbagi menjadi dua.
Akibat adanya proses aberasi kromatik pada mata, gelombang dengan panjang gelombang yang lebih pendek (hijau) akan difokuskan di depan gelombang dengan panjang gelombang yang lebih panjang (merah), kemudian mata biasanya fokus dekat dengan pertengahan spekrum, antara panjang gelombang hijau dan merah.
Koreksi lensa sferis yang optimal menunjukkan huruf pada bagian merah dan hijau akan tampak sama hitam. Warna yang digunakan dalam uji duokrom menghasilkan interval kromatik sekitar 0,50D antara merah dan hijau. (Cicendo, 2018)
Selain itu ada juga prosedur pemeriksaan oleh Brien Holden Vision Institute Biasanya ada 2 metodologi yang dapat digunakan mulai saat ini untuk mencapai titik akhir, penglihatan sedikit berkabut dengan lensa S+0.25D hingga huruf pada latar belakang merah tampak lebih menonjol. Hal ini tidak boleh memakan lebih dari 1 atau 2 peningkatan kekuatan plus, namun jika hal ini terjadi, hal ini menunjukkan bahwa pasien telah melakukan peningkatan kekuatan plus secara berlebihan. Kekuatan plus kemudian dikurangi hingga huruf pada kedua sisi tampak sama jelasnya atau huruf pada latar belakang hijau tampak lebih jelas. Ketika titik akhir kesetaraan tidak tercapai, lebih baik membiarkan pasien melihat warna hijau dengan lebih baik karena ini menunjukkan bahwa pasien sedikit terlalu dirugikan terutama mengingat ruangan gelap dan pupil melebar. (Universitas KwaZulu Natal (UKZN) Durban, 2012) Yaitu metode pemeriksaan Duochrome dengan penambahan lensa +0.25 D dengan hasil akhir pasien harus melihat objek pada latar belakang warna merah dan hijau tampak sama jelasnya atau huruf pada latar belakang hijau tampak lebih jelas.
a. Target Uji Duochrome
Target yang digunakan untuk Duochrome test adalah snellen chart atau symbol yang dibagi menjadi 2 bagian latar belakang merah dan latar belakang hijau.
Latar belakang ini mempunyai jarak yang
sama dengan fokus cahaya kuning dengan jarak (+0.25D).
Gambar 2.1 Target Duochrome (Sumber: Dima Rachmatullah,
Amd. RO) b. Urutan prosedur Duochrome
1) Tes ini dilakukan untuk monokuler 2) Karena test ini menggunakan
aberration chromatic sehingga sangat baik ketika pupil mengalami dilatasi (melebar) maka disarankan untuk test ini cahaya ruangan dimatikan.
3) Setelah visus terbaik dapat ditentukan, pasien diarahkan ke target uji Duochrome.
4) Jika target atau kartu yang digunakan seperti diatas ini pasien diintruksikan untuk melihat objek mana yang lebih hitam, lebih tajam dan lebih jelas antara objek dilatar warna merah atau objek dilatar warna hijau. Diharapkan pasien mengerti apa yang dimaksudkan yaitu kejelasan objek dengan latar belakang merah dan hijau dan bukan kejelasan warna latar sesuai pada Gambar diatas
5) Pada kasus miopia, jika pasien menyatakan objek dilatar warna merah lebih hitam lebih tajam dan lebih jelas maka tambahkan koreki dengan power spherical (-0,25D) sampai pasien menyatakan objek dilatar warna merah dan objek dilatar warna hijau sama jelas. (Borish’s, 2007)
4. Refining Spherical
Ukuran power spheris yang tersisa dengan meningkatkan daya plus atau mengurangi daya minus dari koreksi hingga beberapa garis ketajaman yang terlihat.
Untuk memastikan bahwa akomodasi terkontrol, prosedur yang bisa dilakukan adalah mengaburkan sebelumnya pada pengujian bagan kabur untuk setiap mata.
Dengan demikian, oklusi dan mata kanan dikaburkan sekitar +0.25D hingga tajam penglihatannya turun 1 baris sampai lensa koreksi sferis yang menghasilkan ketajaman visual maksimum di capai secara monokuler.
Pemeriksa menunjukkan pasien serangkaian presentasi pilihan paksa (perbandingan berpasangan), meluas ke minus, dan pasien memilih kekuatan lensa sferis di setiap perbandingan berpasangan yang memungkinkan ketajaman visual yang lebih baik. (Borish’s, 2007)
5. Efektivitas
Menurut KBBI efektif yaitu ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab (tentang obat), dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan). Menurut Hidayat (1986), efektivitas adalah suatu ukuran yang dinyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. (Amir Syarifudin Kiwang, David D.W. Pandie, 2015)
Efektif merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan tujuan, hasil serta target yang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Suatu pekerjaan yang dapat dikatakan efektif bila tujuan yang telah ditetapkan berhasil tercapai. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tercapainya ukuran power dioptri responden yang tepat.
6. Efisiensi
Menurut KBBI Efisien yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna, sangkil. Menurut Pengajar.Co.ID, efisien merupakan suatu usaha yang mengharuskan seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, selamat serta tepat waktu, dan juga tanpa mengeluarkan banyak biaya. Efisiensi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tercapainya hasil pemeriksaan yang tepat dengan waktu yang cepat.
III. METODE PENELITIAN
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui penentuan penggunaan metode pada penentuan titik akhir spheris dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah mahasiswa Optometri sebanyak 30 orang, dengan metode pengambilan sampling yaitu purpose sampling sehingga sampel penelitian adalah 30 orang tersebut.
Instrumen penelitian ini adalah lembar kerja observasi penentuan titik akhir spheris untuk menilai waktu dan hasil pemeriksaan serta alat-alat lainnya guna mendukung pemeriksaan refraksi yaitu Snallen chart, Trial frame, dan Trial lens set.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan pasien spheris mempunyai power yang sama setelah dilakukan koreksi Titik Akhir Spheris dari 30 responden menggunakan metode Duochrome,
Metode pengumpulan data meliputi:
a. Meminta izin kepada 30 responden untuk melakukan perbandingan penentuan Best Visus Sphere dengan menggunakan metode Duochrome dan Refining Spherical
b. Setelah itu dilakukan pemeriksaan visus spheris maksimal lalu di periksa titik akhir spheris nya
c. Dianalisa secara unvariat dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dengan menggunkan rumus, yaitu :
P = F/N x 100%
Keterangan : P = Angka presentase
F = Frekuensi jawaban responden N = Jumlah frekuensi
didapatkan data sebanyak 26 pasien (86,66%) tidak mengalami perubahan power dan sebanyak 4 pasien (13,33%) mengalami perubahan power
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan pasien spheris mempunyai power yang sama setelah dilakukan koreksi Titik Akhir spheris dari 30 responden menggunakan metode Refining Spherical,
Berdasarkan table diatas Dari 30 sampel penelitian didapatkan (86,66%) hasil yang sama, dan metode Refining Spherical
didapatkan data sebanyak 26 pasien (86,66%) tidak mengalami perubahan power dan sebanyak 4 pasien (13,33%) mengalami perubahan power.
menunjukkan hasil (13,33%) lebih efektif dibandingkan dengan metode Duochrome.
Berdasarkan table diatas menunjukkan bahwa metode Duochrome dari hasil 12 pemeriksaan
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 didapatkan hasil pemeriksaan pada kasus pasien nomor urut pertama pada pemeriksaan Titik Akhir Spheris dengan menggunakan metode Duochrome dan Refining Spherical mempunyai nilai efektivitas yang ditentukan dengan power hasil pemeriksaan Titik Akhir Spheris memiliki kekuatan power yang sama tetapi jika dilihat dari segi efisiensi pemeriksaan yang diukur dengan kecepatan waktu, metode Refining Spherical memiliki tingkat efisiensi yang lebih baik.
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 didapatkan hasil pemeriksaan pada kasus pemeriksaan pasien dengan nomor urut sepuluh pemeriksaan Titik Akhir Spheris dengan menggunakan metode Duochrome dan Refining Spherical mempunyai nilai efektivitas yang berbeda. Metode Refining Spherical menunjukan nilai efektivitas yang lebih baik jika bandingkan dari metode Duochrome karena hasil power pada pemeriksaan sesuai dengan teori (Elliott, 2007) yang menyatakan bahwa pada pasien myopia yang diambil hasil pemeriksaan adalah power yang terkecil sedangkan pada pasien hypermetropia yang diambil hasil pemeriksaan adalah power terbesar.
Berdasarkan teori menurut (Siagian, 2008) Jika hasil suatu pekerjaan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya dengan metode Refining Spherical didapatkan waktu lebih baik dan juga untuk penentuan pemeriksaan Titik Akhir Spheris
(40%) efisien dan metode Refining Spherical menunjukkan bahwa 18 pemeriksaan (60%) efisien.
yang diutamakan adalah ketepatan power.
Jadi Pada kasus pemeriksaan nomor urut sepuluh metode Refining Spherical mempunyai nilai efisiensi dan nilai efektivitas lebih baik dibandingkan dengan metode Duochrome.
Berdasarkan hasil penentuan Titik Akhir Spheris dengan metode Duochrome dan Refining Spherical mempunyai hasil yang sama yaitu 26 orang pada hasil pemeriksaan (86,66%) dan menunjukan perbedaan sebanyak 4 orang pada hasil pemeriksaan (13.33%).
Dalam penelitian ini didapatkan metode yang efektif dan efisien adalah metode Refining Spherical, penelitian ini juga mendapatkan hasil yang baru dari hasil penelitian terdahulu oleh Kak M. Omar Imaduddin (2021) yaitu “Pemilihan metode titik akhir spheris monokuler dalam pemeriksaan subjektif oleh Mahasiswa tingkat akhir DIII Optometri STIKes Dharma Husada Bandung tahun 2021” penelitian menunjukkan bahwa metode pemeriksaan titik akhir monokuler yang sering di gunakan mahasiswa tingkat akhir DIII Optometri STIKes Dharma Husada Bandung tahun 2021 yaitu metode Duochrome. Begitu pula dengan hasil penelitian oleh Kak Mila Amalia Dewi (2016) yaitu “Pemilihan antara metode Duochrome dan Fogging pada koreksi Best Visus Spheris (BVS) oleh Refraksionis Optisien di Kota Bandung tahun 2016” penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa pemilihan metode dalam penentuan Best Visus Spheris yang
sering digunakan Refraksionis Optisien di
Kota Bandung tahun 2016 yaitu metode Duochrome. Sedangkan hasil dari penelitian ini, didapatkan metode Refining Spherical adalah metode yang lebih efektif dan efisien dalam penentuan titik akhir spheris dibandingkan dengan metode Duochrome.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 30 sampel penelitian didapatkan (86,66%) hasil yang sama, dan metode Refining Spherical menunjukkan hasil (13,33%) lebih efektif dibandingkan dengan metode Duochrome.
2. Metode Refining Spherical (60%) lebih efisien dibandingkan dengan metode Duochrome (40%).
B. SARAN
1. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih lanjut dalam pemilihan metode- metode untuk penentuan Titik Akhir Spheris.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa Optometri dapat mengaplikasikan metode yang lebih efektif dan efisien dalam penentuan Titik Akhir Spheris.
3. Bagi STIKes Dharma Husada Bandung
Diharapkan dari hasil ini dapat menjadi solusi dalam penentuan Titik Akhir Spheris dengan metode yang lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmat S.H.I, LL.M, Maria Ulfa Nasution SH, MH, Nadia Salnah Harahap, N.
(2019). HUBUNGAN PENERANGAN
RUANGAN KELAS DENGAN
KELAINAN MIOPIA. 4, 1–7.
Amir Syarifudin Kiwang, David D.W.
Pandie, dan Fr. G. (2015). Analisis
Kebijakan dan Efektivitas Organisasi.
https://doi.org/10.22146/jkap.7535
Anung Inggito Maksus. (2016). Standar prosedur pemeriksaan refraksi untuk refraksionis optisien (diploma optometris). Badan penerbit fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2016.
Ayyubi, A. (2020). PEMERIKSAAN
REFRAKSI SUBYEKTIF
PADAPENDERITA PRESBIOPIA DENGAN STATUS REFRAKSI HIPERMETROPIA DI RSU GRIYA HUSADA MADIUN.
Azizah, K. N. (2019). Laporan WHO: 2 Miliar Orang Alami Masalah Penglihatan. Health.Detik.Com.
Borish’s, I. M. (2007). Clinical Refraction.
Cicendo, P. R. M. (2018). Pemeriksaan Refraksi Subjektif : Duochrome Test dan
Binocular Balancing.
https://cicendoeyehospital.org/id/compo nent/content/article/744-pemeriksaan- refraksi-subjektif--Duochrome-test-dan- binocular-balancing.html
Colligon-Bradley. (1992). Red-green Duochrome test.
Dewi, M. A. (2016). Pemilihan antara metode Duochrome dan Fogging pada koreksi Best Visus Spheris (BVS) oleh Refraksionis Optisien di Kota Bandung tahun 2016.
Elliott, D. B. (2007). Clinical Procedures in Primary Eye Care.
Gantz, L., Schrader, S., Ruben, R., &
Zivotofsky, A. Z. (2015). Can the red- green Duochrome test be used prior to correcting the refractive cylinder component? PLoS ONE, 10(3), 1–10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.011 8874
I Made Sudarma Adiputra, N. W. T., Ni Putu Wiwik Oktaviani, S. A. M., Victor
Trismanjaya Hulu, Indah Budiastutik, A.
F., Radeny Ramdany, Rosmauli Jerimia Fitriani, P. O. A. T., Baiq Fitria Rahmiati, S. A. L., & Andi Susilawaty, Efendi Sianturi, S. (2021). Metodologi Penelitian Kesehatan. Angewandte Chemie International Edition, 6(11),
951–952., 1–308.
https://books.google.co.id/books/about/
Metodologi_Penelitian_Kesehatan.html?
id=DDYtEAAAQBAJ&redir_esc=y
Ilker Etikan, Sulaiman Abubakar Musa, R. S.
A. (2016). Comparison of Convenience Sampling and Purposive Sampling.
https://doi.org/10.11648/j.ajtas.2016050 1.11
Imaduddin, M. O. (2021). Pemilihan metode titik akhir Spheris monokuler dalam pemeriksaan subjektif oleh Mahasiswa tingkat akhir DIII Optometri STIKes Dharma Husada Bandung tahun 2021.
Kholil, M. (2022). Pemeriksaan Refraksi Subjektif Pada Penderita Presbiopia Dengan Status Refraksi Hipermetropia Di Optik Pandanaran Semarang. Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 6(1), 43–46.
https://doi.org/10.33655/mak.v6i1.136
Rachman. (2020). Sistem pakar deteksi penyakit refraksi mata dengan metode teorema bayes berbasis web.
https://doi.org/https://doi.org/10.31294/j i.v7i1.7267
Rahayu, T., & Ardia, V. (2019). Peduli Kesehatan Mata Lansia di WIlayah Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ, 17-UMJ-KS, 1–5.
Ramdhan, M. (2021). Metode Penelitian (A.
A. Effendy (ed.)). Cipta Media Nusantara, 2021.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika, 2011.
Sekar Laras, D., & Aditya Sukma, D. (2022).
Perbandingan Hasil Pemeriksaan Tajam Penglihatan Jauh antara Aplikasi Perangkat Lunak Peek Acuity dengan Snellen Chart. Jurnal Sehat Masada,
16(1), 118–126.
https://doi.org/10.38037/jsm.v16i1.272
Siagian, S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Supardi, S. (2014). Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi.
Susanti, D. (2022). Hubungan Pendidikan Dan Pendapatan Terhadap Kejadian Miopia Di Optik Paten Palembang.
Journal of Health Sciences, 2(1), 1–2.
Sutama. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif-Kualitatif-PTK- R dan D. Fairuz Media.
Universitas KwaZulu Natal (UKZN) Durban, A. S. (2012). Subjective Refraction.
Witjaksono, A., & Riani, N. (2018).
PERBANDINGAN PENENTUAN BEST VISUS SPHERE ( BVS ) DENGAN Kata kunci COMPARISON OF BEST VISUS SPHERE ( BVS ) DETERMINATION
USING FOG UNFOG AND
DUOCHROME METHOD Keywords : Comparison , Best Visus Sphere ( BVS ), Duochrome , Fog UnFog . XII, 94–102.
Yeyen Ariaty, Henni Kumaladewi Hengky,
& Afrianty. (2019). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Miopia Pada Siswa/I Sd Katolik Kota Parepare.
Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan,
2(3), 377–387.
https://doi.org/10.31850/makes.v2i3.182