• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERILAKU LANSIA TENTANG DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT ARTHRITIS DI KELURAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "GAMBARAN PERILAKU LANSIA TENTANG DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT ARTHRITIS DI KELURAHAN "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU LANSIA TENTANG DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT ARTHRITIS DI KELURAHAN

CIGERELENG, KECAMATAN REGOL, WILAYAH BINAAN PUSKESMAS MOCH.RAMDAN KOTA BANDUNG

Amirah Anggraeni1, Arie Sulistiyawati2, Jahidul Fikri Amrullah3, Oktarian Pratama4

Program Studi Diploma Tiga Keperawatan, STIKes Dharma Husada

1email: anggraeniamirah@gmail.com

2email: sulistiyawatiarie@gmail.com

3email: jasielfa@yahoo.com

4email: ian.pratama09@gmail.com

Abstract

Gout Arthritis is a disease that is influenced by high food intake of purines. Gout Arthritis ranks second among the 5 highest diseases in the Cigereleng Village area, which is as many as 50 people. In Gout Arthritis, there needs to be management, one of which is with healthy lifestyle behaviors, and low-purine diets. A low-purine diet is a diet that is done to reduce the amount of purines in the body. The target coverage for Gout Arthritis elderly in Cigereleng Village from January – March 2023 is 50 people. This study aims to determine the picture of low-purine diet behavior in elderly people with Gout Arthritis. This study used a quantitative descriptive method. A sample of 50 respondents using the Total Sampling technique. The results showed that most of the respondents aged 60-69 years were 26 respondents (52%) and most of the respondents were female 32 respondents (64%), and most respondents belonged to the category of bad behavior with 27 respondents (54%).

This research was conducted on April 17 - May 27, 2023, in Cigereleng Village, the Moch.Ramdan Health Center's target area, Bandung City. From the results of the study, it is recommended to health workers more often provide counseling and socialization about Gout Arthritis, especially regarding a good and correct low- purine diet.

Keywords: Low Purine Diet, Gout Arthritis, Elderly

Abstrak

Gout Arthritis merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh asupan makanan yang tinggi purin. Gout Arthritis masuk urutan kedua dalam 5 penyakit tertinggi pada wilayah Kelurahan Cigereleng yaitu sebanyak 50 orang.

Pada Gout Arthritis perlu adanya penatalaksanaan yang salah satunya dengan perilaku gaya hidup sehat diet rendah purin. Diet rendah purin merupakan diet yang dilakukan untuk mengurangi jumlah purin pada tubuh.

Target cakupan lansia Gout Arthritis di Kelurahan Cigereleng dari bulan Januari – Maret 2023 berjumlah 50 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku diet rendah purin pada lansia penderita Gout Arthritis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel sejumlah 50 responden dengan menggunakan teknik Total Sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar dari responden berusia 60-69 tahun yaitu dengan jumlah 26 responden (52%) dan sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 32 responden (64%), dan sebagian besar responden termasuk kategori perilaku kurang baik dengan jumlah 27 responden (54%). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17 April - 27 Mei 2023 di Kelurahan Cigereleng wilayah binaan Puskesmas Moch.Ramdan Kota Bandung. Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas Kesehatan untuk lebih sering memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang penyakit Gout Arthritis terutama perihal diet rendah purin yang baik dan benar.

Kata Kunci: Diet Rendah Purin, Gout Arthritis, Lansia

(2)

I. PENDAHULUAN

Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun keatas dan berada ditahap akhir dari perkembangan manusia yang ditandai dengan penurunan dan perubahan fisik. Penurunan fisik pada lansia menyebabkan adanya penurunan fungsi organ tubuh. Lansia beresiko terkena berbagai gangguan kesehatan karena menurunnya status kesehatan lansia disebabkan dengan bertambahnya usia. Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah diabetes, gout arthritis, hipertensi, osteoporosis dan lainnya.

Gout Arthritis merupakan penyakit yang sering menyerang lansia dan berpengaruh pada kualitas hidup penderitanya. Gout Arthritis merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh asupan makanan yang tinggi purin. Penimbunan asam urat pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya inflamasi pada Gout Arthritis. Tanda dan gejala yang dialami penderita Gout Arthritis yaitu kesemutan dan linu, nyeri sendi yang terjadi pada malam atau pagi hari, sendi membengkak dan kulit memerah, adanya benjolan pada sendi (Tofus), kulit bersisik dan terkelupas, dan terasa gatal.

Pada tahun 2018, Riskesdas menyebutkan penyakit Gout Arthritis di Indonesia mencapai 24%. Gout Arthritis urutan nomor kedua dalam penyakit tidak menular dan Prevalensi 15,5% kejadian pada 60-64 tahun, 18,6% kejadian pada 65-70 tahun dan 18,9% menyerang kelompok usia 70 tahun keatas. Dan kebanyakan perempuan 8,5% mengalami penyakit Gout Arthritis daripada laki-laki 6,1%. Sedangkan presentase tertinggi di Jawa Barat mencapai 33,1%. Hasil pendataan dari jumlah penderita Gout Arthritis pada lansia di Puskesmas Moch.Ramdan bahwa Kelurahan Cigereleng menempati jumlah penderita Gout Arthritis pada lansia tertinggi sebanyak 50 orang, Kelurahan Ciateul 47 orang, dan Kelurahan Ciseureuh 40 orang.

Pada dasarnya konsumsi makanan sumber purin bagi individu yang tidak memiliki kadar Gout Arthritis berlebih tidak menimbulkan masalah, namun bagi individu yang memiliki kadar gout arthritis berlebih dapat menimbulkan gejala hiperurisemia.

Hiperurisemia merupakan kondisi kadar

Oleh karena itu, makanan untuk penderita Gout Arthritis diatur menjadi diet rendah purin. Fenomena yang terjadi di Kelurahan Cigereleng, Kecamatan Regol, adalah lansia sudah diberikan penyuluhan kesehatan perihal Gout Arthritis dan diet rendah purin, namun karena tidak adanya kepatuhan perilaku diet rendah purin.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dari itu peneliti tertarik dan merasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tentang “Gambaran Perilaku Lansia tentang Diet Rendah Purin pada Penderita Gout Arthritis di Kelurahan Cigereleng, Kecamatan Regol, Wilayah Binaan Puskesmas Moch.Ramdan, Kota Bandung”.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gout Arthritis merupakan suatu penyakit peradangan pada persendian yang dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme (peningkatan produksi) maupun gangguan ekskresi dari asam urat yang merupakan produk akhir dari metabolism purin, sehingga terjadi peningkatan asam urat darah. Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebut Hiperurisemia (Mandell, 2008).

Gout Arthritis juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan sendi yang disebabkan tingginya asam urat dapat terjadi di tangan maupun kaki, penyakit jantung bila penumpukan asam urat terjadi di pembuluh darah arteri maka akan mengganggu kerja jantung, lalu batu ginjal yang terbentuk dari beberapa zat yang disaring dalam ginjal bila zat tersebut mengendap pada ginjal dan tidak bisa keluar bersama urine maka membentuk batu ginjal, gagal ginjal yaitu tingginya kadar asam urat berpotensi merusak fungsi ginjal, `dan lain- lain menurut Nur Amalina Dianati (2015)

Tanda dan gejala yang dialami penderita Gout Arthritis yaitu kesemutan dan linu, nyeri sendi yang terjadi pada malam atau pagi hari, sendi membengkak dan kulit memerah, adanya benjolan pada sendi (Tofus), kulit bersisik dan terkelupas, dan terasa gatal.

Penatalaksanaan utama pada tahap Gout Arthritis meliputi penanganan secara

(3)

Penatalaksanaan farmakologi yaitu

penggunaan Allopurinol sebagai terapi dari arthritis gout bisa menurunkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada penderita gout, penyakit ini mengurangi resiko terutama penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, dan penyakit gagal ginjal kronik yang disertai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah.

Lalu obat yang mengandung kortikosteroid yang sering digunakan untuk menghilangkan gejala gout akut dan akan mengontrol serangan. Kortikosteroid ini sangat berguna bagi pasien yang dikontraindikasikan terhadap golongan NSAID. Jika goutnya monarticular, pemberian antraarticular yang paling efektif. Contohnya yaitu dexametason, hidrokortison, prednisone, dan lainny, hal hal ini dijelaskan oleh Khanna pada tahun 2014.

Gaya hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan tidak pernah berolahraga dan obesitas juga meningkatkan risiko terjadinya gout. Sehingga, latihan kardiovaskular juga dianjurkan untuk mengurangi faktor risiko terjadinya gout. Latihan kardiovaskular yang dapat dilakukan seperti berenang lebih mudah dilakukan dan tidak menyebabkan nyeri yang amat sangat pada persendian hal ini dijelaskan oleh Gulbuddin dan Larasati pada tahun 2017. Lalu pola makan kurang baik juga tidak baik seperti sering mengkonsumsi makanan tinggi purin dapat menyebabkan para lansia mengalami serangan Gout berulang. Pada tahun 2014 diketahui bahwa sebagian besar (70%) pasien yang terserang Gout Arthritis senang mengkonsumsi makanan mengandung purin hal ini dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Astuti dan Cahyono.

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan menggunakan survey deskriptif seperti kuesioner untuk membuktikan keabsahan data yang bertujuan untuk mengetahui

“Gambaran Perilaku Lansia tentang Diet Rendah Purin pada Penderita Gout Arthritis di Kelurahan Cigereleng, Kecamatan Regol,

Wilayah Binaan Puskesmas Moch.Ramdan, Kota Bandung”.

Pendekatan waktu pengumpulan yang digunakan adalah Point Time Approach jenis pendekatan ini yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variable hanya satu kali pada satu saat.

Populasi penderita Gout Arthritis pada lansia yang tercatat di dalam data catatan Puskesmas Moch.Ramdan dalam rentang waktu 3 bulan terakhir yaitu dari bulan Januari – Maret di Kelurahan Cigereleng, Kecamatan Regol wilayah kerja Puskesmas Moch.Ramdan Kota Bandung dengan jumlah 50 orang. Sampel yang dipakai adalah Total Sampling

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Lansia Penderita Gout Arthritis Masyarakat Kelurahan Cigereleng

No. Usia Frekuensi Presentase 1

2

Lansia (60-69 Tahun)

Lansia Beresiko (>70 Tahun)

26 24

52%

48%

Total 50 100%

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori usia 60- 69 tahun yaitu sebanyak 26 responden (52%).

Usia pada lansia ikut mempengaruhi kejadian penyakit asam urat Semakin bertambah umur. Hal ini berkaitan dengan teori yang dinyatakan oleh Putri (2017) bahwa usia merupakan penyebab meningkatnya kadar asam urat dalam darah.

memiliki faktor resiko penyakit Gout Athritis yang lebih tinggi dengan hal ini dapat terjadi karena mekanisme kerja tubuh yang semakin menurun. Semakin meningkatnya usia seseorang maka semakin beresiko seseorang mengalami masalah kesehatan. Pada proses menua seseorang akan mengalami berbagai perubahan pada system musculoskeletal (Ribka Seran dkk, 2016).

(4)

Menurut hasil pengkajian di

lapangan, usia rentang 60-69 tahun belum mematuhi perilaku diet rendah purin dikarenakan kurangnya kesadaran dalam menjaga pola makan dan belum adanya ke khawatiran dengan penyakit yang di deritanya. Namun sebaliknya usia >70 tahun sudah menyadari bahaya penyakit yang dideritanya dengan di dukung oleh keluarga yang memperhatikan pola makan keseharian lansia tersebut.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia Penderita Gout Arthritis Masyarakat Kelurahan Cigereleng

No. Usia Frekuensi Presentase 1

2

Laki-laki Perempuan

18 32

36%

64%

Total 50 100%

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 responden (64%).

Pada wanita post menopause memiliki resiko terjadinya Gout Arthritis lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen. Hormon estrogen berfungsi sebagai ekresi asam urat melalui urin (Setiawan &

Adrian, 2017). Perempuan memiliki suatu hormon yang dapat menurunkan resiko hiperurisemia yaitu hormon esterogen, namun seiring bertambahnya usia hormon ini mengalami penurunan fungsi sehingga meningkatkan resiko hiperurisemia. Teori ini didukung oleh hasil penelitian yang dipaparkan pada tabel 4.2 tentang frekuensi karakteristik responden pada diet rendah purin berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagian besar responden memiliki jenis kelamin perempuan. Bukan hanya faktor menopause saja, namun kadar asam urat pada laki-laki dan perempuan pun berbeda.

Asumsi peneliti pada penelitian ini adalah angka kejadian Gout Arthritis lebih besar terjadi pada perempuan dikarenakan

dapat menyebabkan penurunan kadar hormon estrogen secara drastis, sementara pada laki- laki kadar hormon estrogen menurun secara perlahan.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Perilaku Diet Rendah Purin Pada Penderita Gout Arthritis Masyarakat Kelurahan Cigereleng

No. Usia Frekuensi Presentase 1

2 3

Baik Cukup Kurang

10 13 27

20%

26%

54%

Total 50 100%

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa perilaku diet rendah purin sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori perilaku kurang yaitu sebanyak 27 responden (54%).

Pada dasarnya konsumsi makanan sumber purin bagi individu yang tidak memiliki kadar Gout Arthritis berlebih tidak menimbulkan masalah, namun bagi individu yang memiliki kadar gout arthritis berlebih dapat menimbulkan gejala hiperurisemia.

Hiperurisemia merupakan kondisi kadar asam urat yang terlalu tinggi di dalam darah. Hal ini dikarenakan tubuh telah menyediakan 85%

senyawa purin untuk kebutuhan tubuh, sedangkan dari makanan hanya diperlukan 15% saja (Indriawan, 2015). Oleh karena itu, makanan untuk penderita Gout Arthritis diatur menjadi diet rendah purin.

Diet rendah purin adalah diet yang dilakukan untuk mengurangi atau meminimalkan jumlah purin pada tubuh dan mengurangi jumlah asam urat dalam darah.

Salah satu cara untuk mencegah peningkatan kadar asam urat dalam darah adalah dengan diet rendah purin (Widuri Eka,2016). Dengan melakukan diet rendah purin diharapkan asupan purin dari makanan dapat terkontrol dan tidak menambah kadar purin dalam darah.

Purin merupakan satu senyawa metabolisme di dalam tubuh dan menghasilkan produk akhir yaitu asam urat. Jenis makanan yang kaya purin biasanya makanan bersumber protein hewani seperti daging sapi, seafood, kambing, kacang-kacangan, jamur dan ikan tinggi purin.

Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat

(5)

makanan berprotein tinggi, terutama protein

hewani yang mengandung kadar purin tinggi.

Dan kebiasaan konsumsi makan makanan tinggi purin tidak melakukan kontrol batasan maksimum untuk mengonsumsinya. Oleh karena itu peningkatan kadar asam urat dengan cepat dapat terjadi.

Kebiasaan konsumsi makan makanan yang kaya purin dalam penelitian ini tidak diukur berapa jumlah (gram) dalam sehari, akan tetapi pada saat wawancara dan mengisi kuesioner peneliti lebih menekankan kepada apakah pasien memiliki kebiasaan konsumsi makanan tersebut.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan karakteristik responden menurut usia hampir setengahnya dari responden berusia >70 tahun keatas yaitu 24 responden (48%), dan sebagian besar dari responden berusia rentang 60-69 tahun yaitu 26 responden (52%). Sedangkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, hampir setengahnya responden berjenis kelamin laki laki yaitu 18 responden (36%), dan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 32 responden (64%).

Hasil dari penelitian tingkat perilaku diet rendah purin pada lansia penderita Gout Arthritis diperoleh sebagian kecil dari responden berperilaku baik yaitu 10 responden (20%), sebagian kecil dari responden berperilaku cukup baik yaitu 13 responden (26%), dan sebagian besar dari responden berperilaku kurang baik yaitu 27 responden (54%).

Diharapkan lansia penderita Gout Arthritis untuk tetap menjalani diet rendah purin setiap hari, dengan atau ada tidak adanya sakit atau gejala yang timbul, agar tidak terjadinya komplikasi. Dan juga lebih memperhatikan kesehatannya dengan periksa setiap 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali ke puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Astuti, Setyo Tri Wardhani Tjajono, H.

D. (2018). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kadar Asam Urat (Gout) Pada Laki-Laki Dewasa Di Rt 04 Rw 03 Simomulyo Baru Surabaya. Indonesia.

[2] Gulbudin, Himaktyar, and Larasati.

(2017). “Pentalaksanaan Kom-Prehensif Arthritis Gout Dan Osteorthritis Pada Buruh Usia Lanjut.” Jurnal Profesi Kedokteran Universitas Lampung 7(3): 22–29.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/

medula/article/view/817/pdf.

[3] Indriawan. (2019). Penyakit Asam Urat / Gout. Unikom.ac.id. Vol 7 Hal 69

[4] Kemenkes RI. (2016). Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442-7659.

[5] Khanna et al. (2014), Guidelines for Management of Gout. Part 1: Systematic Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia, American College of Rheumatology, Vol. 64, No. 10, pp. 1431- 1446

[6] Mandell, B. F. (2008) .Clinical manifestations of hyperuricemia and gout.

Cleveland Clinic Journal of Medicine.

[7] Tim Riskesdas, (2018), Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

[7] Widuri, Eka Khoiriyah Karang. 2018.

“Gambaran Perilaku Lansia Tentang Diet Rendah Purin Pada Penderita Gout Arthritis Di Posyandu Danan Joyo RW 04 Sukun Malang.” Politeknik Kesehatan RS dr.

Soepaoen.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut permasalahan ini pada penelitian yang berjudul “hubungan tingkat pengetahuan tentang Covid-19

Berdasarkan dengan fenomena dan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Peringkat Obligasi, Maturitas, Likuiditas dan Rentabilitas