• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL - Ejournal2 Undiksha

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL - Ejournal2 Undiksha"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

239

GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL

Volume 4 Issue 2 Oktober 2022 P-ISSN : 2714-7967 E-ISSN : 2722-8304

Universitas Pendidikan Ganesha https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GANCEJ

-

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA TUMPANG TINDIH LAHAN ANTARA PT BIB DENGAN PEMEGANG SURAT KETERANGAN TANAH DI KABUPATEN TANAH BAMBU

Hartana

Universitas Bung Karno

*Korespondensi Penulis

Info Artikel ________________

Sejarah Artikel:

Disubmit: 1 Agustus 2022 Direvisi: 3 September 2022 Diterima: 1 Oktober 2022 ________________

Keywords: settlement, overlap, land

____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Perumusan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas serta filosofis substansial tercantum di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tanah tidak hanya mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan kultural. Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan.

Abstract

___________________________________________________________________

The formulation of land and natural resources in a concise and philosophical substance is contained in Article 33 Paragraph (3) of the 1945 Constitution which reads: Earth and air and the natural resources contained therein are controlled by the State and used for the greatest prosperity of the people . Land does not only have high economic value, but also philosophical, political, social and cultural values. It is not surprising that land is a special treasure that continuously triggers various complex and complicated social problems. In this study, the type of research used is library research. The option of resolving disputes through settlement/mediation has advantages when compared to litigation in front of a court which is not attractive in terms of time, cost, and thought/energy. In addition, the lack of trust in court settlement and the administrative constraints that surround it, make the court the last resort for dispute resolution. Mediation gives parties a feeling of comfortable position and attempts to buy the final result of the agreement reached by mutual agreement without pressure and coercion

© 2022 Universitas Pendidikan Ganesha

Alamat korespondensi:

Universitas Bung Karno

*Korespondensi Penulis

P-ISSN : 2714-7967 E-ISSN : 2722-8304

(2)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

240 PENDAHULUAN

Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi yang menjadi kebutuhan dasar sejak lahir hingga meninggal, yang secara kosmologis dapat dijelaskan, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan hidup, tempat dari mana mereka berasal dan akan kemana pula mereka pergi atau singkatnya tanah disebut juga sebagai dimensi ekonomi, sosial, kultural politik dan ekologis.

Perumusan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas serta filosofis substansial tercantum di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Tanah tidak hanya mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan kultural. Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit.

Dalam tatanan hukum nasional, tanah merupakan salah satu obyek yang diatur dalam peraturan perundangan, yakni Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dengan korelasi sebagaimana Pasal 4 (1) menyebutkan bahwa:

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.

Sebagai sumber agraria, tanah merupakan sumber produksi yang sangat dibutuhkan, sehingga ada banyak kepentingan yang membutuhkannya. Perkembangan penduduk dan kebutuhan yang menyertainya semakin tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah, karena itulah, tanah dan segala sumber daya alam yang terkandung di dalamnya selalu menjadi

”ajang perebutan” berbagai kepentingan yang senantiasa menyertai kehidupan manusia. Tidak heran jika sejak zaman dahulu tanah selalu menjadi obyek yang diperebutkan, sehingga memunculkan adanya sengketa dan konflik berkepanjangan yang berkaitan dengan tanah dan sumber daya yang dikandungnya.

Hampir setiap bulan media massa di Indonesia ramai dengan berita perebutan lahan antara warga lokal dengan perusahaan. Keduanya memiliki argumen kuat mengenai siapa yang berhak atas sebidang tanah yang dipertentangkan. Secara karakteristik, konflik agraria merupakan pertentangan klaim yang berkepanjangan atas akses mengenai satu bidang tanah, wilayah, dan sumber daya alam antara rakyat pedesaan, dengan pemegang konsesi agraria yang bergerak dalam bidang usaha produksi, ekstraksi, dan konservasi, dan pihak-pihak yang bertentangan tersebut bertindak secara langsung maupun tidak berusaha menghilangkan klaim pihak lain.

Menurut Direktur Sajogyo Institute, Noer Fauzi Rachman, ada empat penyebab konflik agraria muncul di Indonesia. Pertama, pemberian izin oleh pejabat publik yang memasukkan wilayah kelola rakyat dalam bidang produksi, ekstraksi, maupun konservasi. Kedua, penggunaan kekerasan dalam pengadaan tanah. Ketiga, eksklusi sekelompok masyarakat dari wilayah kelolanya. Keempat, adanya perlawanan rakyat dari eksklusi itu.

Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu, usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek, baik hukum maupun non hukum. Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa

(3)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

241

dan konflik pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang sama-sama penting.

Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik yang sudah terjadi, jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah, karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya, sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha penyelesaian akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan.

Salah satu permasalahan konflik pertanahan, khususnya konflik pertanahan yang terjadi pada industri pertambangan batubara, ialah permasalahan sengketa pertanahan yang terjadi antara PT. Borneo Indobara (PT. BIB) dengan masyarakat yang mengaku sebagai pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT) di sebagian lokasi pertambangan batubara PT. BIB.

PT. BIB adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak pada sektor pertambangan batubara selaku pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor: 10.K/40.00/DJB/2006, tanggal 17 Februari 2006, seluas 24.100 Ha yang berlokasi di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Kasus ini bermula dari adanya kegiatan produksi pertambangan batubara pada bulan November tahun 2010 yang dilakukan oleh PT. BIB di sebagian lahan PKP2B seluas 140 Ha. Lahan seluas 140 Ha tersebut kemudian diklaim oleh perorangan yang mengaku sebagai pemegang SKT atas lahan tersebut. Para pemegang SKT menyatakan bahwa kegiatan produksi pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. BIB di lahan seluas 140 Ha dilakukan tanpa seijin dari para pemegang SKT yang mengaku sebagai pemilik tanah yang sah yang perolehannya melalui berbagai macam alas hak kepemilikan.

Sementara itu, PT. BIB selaku perusahaan pertambangan batubara dalam melakukan kegiatan pertambangannya berdasarkan pada peraturan dan ketentuan, diantaranya :

1. Keputusan Menteri ESDM Nomor: 10.K/40.00/DJB/2006 tanggal 17 Februari tahun 2006 (Permulaan Tahap Kegiatan Produksi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT. BIB seluas 24.100 Ha).

2. Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.288/Menhut-II/2010 tanggal 27 April 2010 tentang pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Eksploitasi Batubara dan sarana Penunjangnya pada kawasan Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi atas nama PT. BIB seluas 2.936,54 Ha.

Berdasarkan hal tersebut, maka PT. BIB mempunyai keyakinan berhak melakukan kegiatan produksi batubara di lahan yang kemudian disengketakan karena lahan seluas 140 Ha dimaksud berada pada kawasan hutan dan PT. BIB telah memperoleh Izin Pinjam Pakai pada kawasan tersebut.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, peraturan-peraturan, ketetapan- ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Adapun sifat penelitian ini ialah bersifat yuridis normatif, yaitu cara yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder. Penelitian normatif pada hakekatnya merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum. Bahkan penelitian yuridis normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana hukum yang sengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin ilmu hukum. Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Dalam penelitian ini, Pengolahan analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus- menerus dari awal sampai akhir penelitian. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian,

(4)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

242

pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal yang penting dan penentuan apa yang dilaporkan, karena banyaknya model analisis yang diajukan oleh para pakar, maka penulis hendaknya memilih salah satu model yang dianjurkan oleh para pakar tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Lahan antara PT BIB dengan Pemegang Surat Keterangan Tanah di Kabupaten Tanah Bambu

Kasus sengketa tumpang tindih lahan pertambangan antara PT. Borneo Indobara (PT. BIB) dnegan para pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT) di Kabupaten Tanah Bambu bermula dari adanya kegiatan operasional pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. BIB di sebagian areal kerjanya. Dalam proses kegiatan produksi pertambangan batubara tersebut, ternyata terdapat sekelompok masyarakat yang meyakini bahwa PT. BIB dalam kegiatannya telah menggarap/menggunakan lahan seluar 140 Ha (seratus empat puluh hektar) yang diklaim oleh sekelompok masyarakat pemegang SKT sebagai lahan milik mereka yang sah. Para pemegang SKT menyatakan bahwa kegiatan produksi pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. BIB di lahan seluas 140 Ha tersebut dilakukan tanpa seijin dari para pemegang SKT yang mengaku sebagai pemilik tanah sah yang perolehannya melalui berbagai macam alas hak kepemilikan.

Kasus sengketa tumpang tindih lahan pertambangan antara PT. BIB dengan para pemegang SKT di Kabupaten Tanah bumbu bermula dari adanya kegiatan operasional pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. BIB di sebagian areal kerjannya. Dalam proses kegiatan produksi pertambangan batubara tersebut ternyata terdapat sekelompok masyarakat yang meyakini bahwa PT.

BIB dalam kegiatannya telah menggarap/ menggunakan lahan seluas 140 Ha (seratus empatpuluh hektar) yang diklaim oleh sekelompok masyarakat pemegang SKT sebgai lahan milik mereka yang sah. Para pemegang SKT menyatakan bahwa kegiatan produksi pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. BIB di lahan seluas 140 Ha tersebut dilakukan tanpa seijin dari para pemegang SKT yang mengaku sebagai pemilik tanah sah yang perolehannya melalui berbagai macam alas hak kepemilikan.

Dalam hal mengenai sengketa tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah, pada dasarnya penyelesaiannya dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses, yaitu:

a. Litigasi yang dilakukan melalui proses persidangan di Pengadilan, biasanya proses ini menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru dan lambat dalam penyelesaiannya. Proses litigasi, tempat penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dimana gugatan dilakukan terhadap terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang dianggap tidak sah.

2. Pengadilan Negeri (PN), dimana gugatan difokuskan terhadap bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang/badan hukum atas tanah yang dititik beratkan adanya permintaan ganti rugi dari pihak yang merasa dirugikan.

b. Tindakan kooperatif dari para pihak yang dilakukan di luar Pengadilan, tindakan ini merupakan proses di luar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan bersifat “win- win solution”, terhindar dari kelambatan proses penyelesaian prosedural dan administratif, menyelesaikan komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

Pada perkembangannya, para Pemegang SKT melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Batulicin tanggal 8 Juli 2013 dan telah terdaftar di Pengadilan Negeri Batulicin dengan Nomor:

17/Pdt.G/2013/PN.Btl. Selanjutnya, terdapat panggilan (relaas) sidang kepada PT. BIB sebagai Tergugat I untuk hadir pada sidang pertama di Pengadilan Negeri Batulicin pada hari Selasa tanggal 30 Juli 2013 pukul 09.00 WITA . Pada tanggal 30 Juli 2013 sebagaimana relaas panggilan kepada

(5)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

243

Tergugat I, maka PT. BIB hadir untuk memenuhi agenda mediasi sesuai prosedur dalam pelaksanaan hukum acara perdata.Dalam mediasi tersebut antara Tergugat dengan Para Penggugat telah tercapai suatu kesepakatan tertentu, sehingga Pengadilan Negeri Batulicin mengeluarkan penetapan pencabutan gugatan perkara dan telah pula dinyatakan dicoret dari register gugatan di Pengadilan Negeri Batulicin (sesuai prosedur hukum acara perdata), selanjutnya disampaikan relaas penetapan pencabutan gugatan perkara perdata kepada PT. BIB pada tanggal 2 Agustus 2013.

Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan

Pengaturan hukum mengenai mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan hal yang relatif baru dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sehingga dinilai masih belum cukup memadai. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 walaupun berjudul Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), namun hampir keseluruhan isinya mengatur mengenai arbitrase, sementara pengaturan mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa lainnya tidak dijabarkan secara detail. Pengaturan Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya dimuat dalam Pasal 1 angka 10 (definisi) dan Pasal 6. Selebihnya Undang-Undang ini mengatur mengenai Arbitrase.

Mediasi merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebut untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes (1588-1679). Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas. Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat. Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi mediasi tersebut yaitu untuk tercapainya penyelesaian sengketa pertanahan.

Meminjam bahasa Satjipto Rahardjo, model penyelesaian sengketa dengan cara kompromi dan perdamaian merupakan ciri khas Indonesia (distinctly Indonesian). Oleh karena itu, menghadapi kecenderungan makin banyaknya sengketa tanah yang telah, sedang dan bakal terjadi di masa mendatang dan cacat penyelesaian sengketa di pengadilan, maka pendekatan penyelesaian sengketa yang berbasiskan budaya setempat dapat dimajukan sebagai alternatif. Salah satu kemungkinan yang dapat dikemukakan sebagai doktrin atau asas alternatif itu adalah menyatakan bahwa Indonesia lebih mengunggulkan “supremacy of moral/ justice” daripada “supremacy of law”. Dalam supremacy of moral/

justice, nilai-nilai yang dimajukan dalam penyelesaian sengketa adalah perdamaian, moral dan keadilan, empati, kebenaran dan komitmen.Dengan asas baru tersebut, kebekuan, penyelesaian sengketa secara litigasi dapat didobrak dan digantikan dengan cara-cara lain yang lebih segar, efisien dan berkeadilan, yakni dengan memberikan tekanan yang istimewa terhadap aspek moral daripada aspek perundang-undangan semata.

Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa secara alternatif juga didukung oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Demikian pula Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menegaskan bahwa setiap perkara perdata yang masuk di pengadilan diwajibkan untuk diselesaikan melalui proses mediasi sebelum disidangkan.

Mediasi yang dilakukan oleh PT. BIB dengan para pemegang SKT yang berujung perdamaian atau menemui kata sepakat antara kedua belah pihak bersifat “win-win solution. Menurut

(6)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

244

penulis jika gugatan perdata tetap dilanjutkan maka ada kemungkinan pihak Penggugat akan kalah dan menderita kerugian materiil maupun immateriil, sehingga dengan penuh kesadaran akhirnya gugatan dicabut dan dicapai perdamaian dengan tidak ada kerugian materiil maupun imateriil dengan tercapainya kata sepakat sejumlah nominal tertentu yang tentunya tidak sebesar yang dijika diperbandingkan kepemilikan sah atas lahan antara PT. BIB dan pemegang SKT, diyakini bahwa pemegang SKT merupakan pemegang alat bukti kepemilikan lama, namun keabsahannya akan diakui Negara apabila dapat dibuktikan dalam penelusuran riwayat pertanahannya jelas dan terbukti memiliki alat bukti kepemilikan lama sebagaimana pasal 24 PP No. 24 tahun 1997 dan pasal 60 dari PMNA/KBPN No. 3 tahun 1997, yakni diantaranya adanya grosse/salinan akte eigendom, surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja, surat tanda bukti hak milik yang dikeluarkan berdasarkan peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum maupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah memenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, petok D / girik, pipil, ketitir dan verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 tahun 1961, akta pemindahan hak dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya peraturan pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta pemindahan yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28 tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, risalah lelang, surat penunjukan pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kepala kantor PBB dengan disertai alas hak yang dialihkan, lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana di maksud dalam pasal II, VI, dan VII ketentuan konversi. Dalam hal ini, pemegang SKT yang mengajukan gugatan kepada PT. BIB belum tentu memiliki dokumen sah sebagaimana dipersyaratkan di atas, yang ada saat ini adalah bukti jual beli serta Surat Keterangan Tanah saja. Hal ini tentu belum cukup dan harus dilakukan penelusuran lebih dalam perihal riwayat pertanahannya di tingkat Kelurahan/Desa, karena bisa saja di riwayat tanahnya masih terdaftar atas nama orang lain bahkan ada kemungkinan tidak terdaftar. Menurut penulis jika gugatan perdata tetap dilanjutkan maka ada kemungkinan pihak penggugat akan kalah dan menderita kerugian materiil maupun immateriil, sehingga dengan penuh kesadaran akhirnya gugatan dicabut dan dicapai perdamaian dengan tidak ada kerugian materiil maupun imateriil dengan tercapainya kata sepakat sejumlah nominal tertentu yang tentunya tidak sebesar yang diajukan dalam pokok gugatan.

Sementara itu, PT. BIB adalah jelas sebagai pihak yang akan mengelola atau memanfaatkan sumber daya alam dibawah lahan tersebut dan bukan sebagai pemilik lahan karena lahan tersebut diantaranya adalah kawasan hutan yang dikuasai Negara dan tidak boleh dimiliki, sebagaimana pasal 33 UUD 1945.Disamping itu, PT. BIB adalah pemegang ijin yang sah sebagaimana Keputusan Menteri ESDM dan Menteri Kehutanan, sehingga jelas apabila gugatan tetap berlanjut di persidangan, ada kemungkinan PT. BIB akan memenangkan kasus ini, namun hal ini juga tidak diinginkan oleh PT. BIB karena PT. BIB dalam melakukan kegiatan produksinya ingin hidup berdampingan damai dengan masyarakat sekitar.

Apabila dikaitkan dengan pokok gugatan berupa Perbuatan Melawan Hukum (PMH), maka perlu dipertanyakan dari sisi mana PT. BIB melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)? Karena jika menilik uraian di atas, jelas bahwa PT. BIB mempunyai dokumentasi yang sah dan kegiatan yang sah pula, sehingga semuanya jelas dan tidak melawan hukum.Onrechtmatige daad atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH) selalu menjadikan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPdt) sebagai acuan yang menyatakan: “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya” sebagaimana Pasal 1365 KUHPdt, terdapat 4 (empat) hal yang harus dibuktikan, yaitu adanya perbuatan, adanya kesalahan, adanya kerugian dan pertanggungjawaban. Dengan demikian, yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah

(7)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

245

perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain serta dapat digugat melalui pengadilan apabila memenuhi unsur-unsur:

a. Adanya suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dan mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat dan kewajiban itu timbul dari hukum yang berlaku dan bukan lahir oleh suatu kesepakatan atau kontrak. Perbuatan itu melawan atau bertentangan dengan hukum, diantaranya :

1) Melanggar undang-undang

2) Melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum 3) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 4) Bertentangan kesusilaan

5) Bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

b. Adanya kesalahan. Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melakukan perbuatan tersebut dengan memenuhi unsur- unsur :

1) Kesengajaan;

2) Kelalaian/kealpaan

3) Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf

c. Adanya kerugian. Unsur kerugian merupakan syarat agar gugatan berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata dapat dilakukan, kerugian tersebut meliputi kerugian materiil maupun kerugian immateriil yang juga akan dinilai dengan uang.

d. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Untuk dapat dikabulkannya gugatan perbuatan melawan hukum maka antara perbuatan yang dilakukan harus ada hubungan kausal (sebab akibat) dengan kerugian yang timbul, baik hubungan sebab akibat yang faktual (Sine Qua Non) maupun sebab akibat kira- kira (Proximate Cause).

Perbuatan melawan hukum di sini adalah perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum secara pidana (delik) atau yang disebut dengan istilah "perbuatan pidana" mempunyai arti, konotasi dan pengaturan hukum yang berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara hukum perdata.Dari 5 (lima) poin di atas, meliputi adanya suatuperbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian dimana kesemua poin tersebut adalah terbantahkan karena PT. BIB dalam melakukan suatu perbuatan adalah berdasarkan perijinan yang diberikan oleh instansi yang berwenang, yaitu :

a. Keputusan Menteri ESDM Nomor: 10.K/40.00/DJB/2006 tanggal 17 Februari 2006, yakni dimulainya Kegiatan Produksi berdasar Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara PT. BIB dan di lahan seluas 2.936,54 Ha.

b. Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.288/Menhut-II/2010 tanggal 27 April 2010 tentang pemberian Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Untuk Eksploitasi Batubara dan sarana Penunjangnya pada kawasan Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi atas nama PT. BIB.

Legalitas kegiatan atau perbuatan yang dilakukan PT. BIB adalah sah dan tidak melawan hukum. Sementara untuk poin adanya kesalahan, kerugian dan hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian, hal ini harus melalui proses pembuktian terlebih dahulu oleh para pihak sehingga tidak dapat dijadikan dasar gugatan.Apabila dikaitkan dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena melanggar wilayah pemegang SKT, patut dipertanyakan pula apakah pemegang SKT

(8)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

246

memegang alat bukti kepemilikan yang sah? Perlu ada penelusuran lebih lanjut dan teliti lagi dan hal tersebut tentunya akan memakan waktu yang lama.

KESIMPULAN

Berdasaran analisa pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa, kasus sengketa tumpang tindih lahan pertambangan antara PT. Borneo Indobara (PT. BIB) dengan para pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT) di Kabupaten Tanah bumbu berakhir dengan damai melalui mediasi yang di lakukan oleh Pengadilan Negeri Batulicin. Agenda mediasi sesuai prosedur dalam pelaksanaan hukum acara perdata.Dalam mediasi tersebut antara Tergugat dengan Para Penggugat telah tercapai suatu kesepakatan tertentu, sehingga Pengadilan Negeri Batulicin mengeluarkan penetapan pencabutan gugatan perkara dan telah pula dinyatakan dicoret dari register gugatan di Pengadilan Negeri Batulicin, selanjutnya disampaikan relaas penetapan pencabutan gugatan perkara perdata kepada PT. BIB pada tanggal 2 Agustus 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Hartana, H. (2020). Existence And Development Group Companies In The Mining Sector (PT.

Bumi Resources Tbk). Ganesha Law Review, 2(1), 54-69.

Hartana, H. (2019). Initial Public Offering (Ipo) Of Capital Market And Capital Market Companies In Indonesia. Ganesha Law Review, 1(1), 41-54.

Hartana, H. (2016). Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).

Hartana, H. (2017). Hukum Pertambangan (Kepastian Hukum Terhadap Investasi Sektor Pertambangan Batubara di Daerah). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(1), 50-81.

Hartana, H. (2022). PENGATURAN PEMBATASAN EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DI SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 233-243.

Hartana, H. (2021). Regulation of Group Company Expansion Restrictions in the Coal Mining Sector Viewed from Indonesian Laws and Regulations. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), 520-526.

Hartana, H. (2020). IMPLICATION OF GROUP COMPANY EXPANSION TO MONOPOLY PRCTICE AND UNFAIR BUSINESS COMPETITION (Study Case: Coal Mining Industry). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1), 161-175.

Hartana, H. (2017). PELAKSANAAN AKUISISI DI SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM PELAKSANAAN EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(2), 18-32.

Hartana, H. (2018). EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DALAM BIDANG BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(1), 27-45.

Hartana, H. (2019). SEJARAH HUKUM PERTAMBANGAN DI INDONESIA. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(1), 145-154.

Hartana, H. (2022). PENGEMBANGAN UMKM DI MASA PANDEMI MELALUI OPTIMALISASI TEKNOLOGI. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Media Ganesha FHIS, 3(2), 50-64.

Hartana, H. (2022). IMPLIKASI EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP PADA SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DI INDONESIA. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(1), 251-260.

Hartana, H. (2021). EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN GROUP DI

SEKTOR PERTAMBANGAN. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3),

669-681

(9)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

247

Hartana, H. (2018). EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DALAM BIDANG BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(1), 27-45.

Purwendah, E. K., & Wahyono, D. J. (2021). WASTE BANK AS AN ALTERNATIVE TO COMMUNITY BASED WASTE MANAGEMENT. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 930-936.

Purwendah, E. K., Mangku, D. G. S., & Periani, A. (2019, May). Dispute Settlements of Oil Spills in the Sea Towards Sea Environment Pollution. In First International Conference on Progressive Civil Society (ICONPROCS 2019) (pp. 245-248). Atlantis Press.

Purwendah, E. K., & Periani, A. (2020). FORMULATION OF LOSSES FOR OIL POLLUTION DUE TO TANKER SHIP ACCIDENT IN THE INDONESIAN LEGAL SYSTEM VALUE OF JUSTICE. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 1-9.

Purwendah, E. K. (2020). Persepsi Budaya Hukum dalam Merespon Pencemaran Minyak di Laut Cilacap akibat Kapal Tanker dalam Perspektif Keadilan Ekososial. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(1), 93-105.

Purwendah, E. K., & Wahyono, D. J. (2022). WASTE BANK AS AN ALTERNATIVE TO COMMUNITY-BASED WASTE MANAGEMENT. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(2), 10-17.

Itasari, E. R. (2021). Kepatuhan Hukum Negara Indonesia Terhadap Icescr. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 414-422.

Itasari, E. R. (2020). Pengelolaan Perbatasan Darat Antara Indonesia Dan Malaysia Dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Dalam Konstitusi Republik Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(2), 168-176.

Itasari, E. R. (2020). COVID-19 HANDLING IN THE BORDER AREAS OF INDONESIA. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 42-50.

Itasari, E. R. (2021). PROTECTING CITIZENS IN BORDER TERRITORY BASED ON HUMAN RIGHTS. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 27-32.

Itasari, E. R. (2022). KONSEP PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH MENURUT KETENTUAN THE INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL, AND CULTURAL RIGHTS. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2), 488-503.

Itasari, E. R., & Mangku, D. G. S. (2021). Legal Protection Againts Violations of Human Rights That Abuse Uighur Ethnic Women in China. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 33-48.

Nurhayati, B. R. (2019). Harmonisasi Norma Hukum Bagi Perlindungan Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Dalam Sistem Hukum Indonesia. Ganesha Law Review, 1(1), 55-67.

Mangku, D. G. S., Purwendah, E. K., Itasari, E. R., & Nurhayati, B. R. (2020). Compensation for Oil Pollution Due to Tanker Accidents in the Indonesian Legal System in a Justice Value Perspective. International Journal of Criminology and Sociology, 9, 662-669.

Nurhayati, B. R. (2019). Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Dasar Pembatalan Perjanjian. Jurnal Komunikasi Hukum, 5(1).

Nurhayati, B. R. (2017). Constitutional Basis for the Civil Rights of Illegitimate Children. Pattimura Law Journal, 1(2), 118-130.

Nurhayati, B. R. (2017). Status Anak Luar Kawin dalam Hukum Adat Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(2), 92-100.

Nurhayati, B. R., & Purwanto, I. H. (2021). Juridical Study in The Application of the Law About Foster-Child Adoption in Indonesia by Foreign Nationals. Media Komunikasi FPIPS, 20(1), 51-55.

Kristhy, M. E., Hakim, A. L., Widyawan, E., Claudia, C., Limbong, M. R., Sarvon, W., ... &

Mahendra, W. (2021). MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT UNTUK

MEMATUHI PROTOKOL KESEHATAN DI ERA PPKM DENGAN MEDIA POSTER

(10)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

248

MELALUI WAGRAM (WHATSAPP, INSTAGRAM DAN YOUTUBE). J-ABDI:

Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(4), 601-610.

Sugiadnyana, P. R., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penyelesaian Sengketa Pulau Batu Puteh Di Selat Johor Antara Singapura Dengan Malaysia Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(2), 542-559.

Utama, I. G. A. A., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Yurisdiksi International Criminal Court (ICC) Dalam Penyelesaian Kasus Rohingnya Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(3), 208-219.

Wahyudi, G. D. T., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Penganiayaan Adelina TKW Asal NTT Di Malaysia). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(1), 55-65.

Wijayanthi, I. G. A. A. T., Yuliartini, N. P. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh Oknum Organisasi Masyarakat Di Wilayah Hukum Polres Buleleng. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 155-163.

Yulia, N. P. R. Kajian Kriminologis Kenakalan Anak dalam Fenomena Balapan Liar di Wilayah Hukum Polres Buleleng. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 3(3).

Yuliartini, N. P. R. (2010). Anak Tidak Sah Dalam Perkawinan Yang Sah (Studi Kasus Perkawinan Menurut Hukum Adat Bonyoh). Jurnal IKA, 8(2).

Yuliartini, N. P. R. (2021). Legal Protection of Women And Children From Violence In The Perspective Of Regional Regulation of Buleleng Regency Number 5 Year 2019. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 89-96.

Kristhy, M. E., & Aprilla, A. P. (2022). Hak Atas Satuan Rumah Susun Bagi Warga Negara Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 7(2), 498-506.

Kristhy, M. E., Kristanto, K., Siswanto, E., Martono, A. B., & Nababan, R. M. (2022). Legal Politics of Regional Quarantine during the Covid-19 Pandemic with the Approach to Implementing Community Activities Restrictions (PPKM) Level 1-4. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), 5(3), 18308- 18317.

Kristhy, M. E., Afrinna, R., & Taka, P. J. (2022). BIJAK BERINVESTASI DALAM MASA PANDEMIK GLOBAL COVID-19. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2), 377-382.

GW, R. C., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Pertanggungjawaban Negara Peluncur Atas Kerugian Benda Antariksa Berdasarkan Liability Convention 1972 (Studi Kasus Jatuhnya Pecahan Roket Falcon 9 Di Sumenep). Jurnal Komunitas Yustisia, 4(1), 96-106.

Setiawati, N., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penyelesaian Sengketa Kepulauan Dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Sengketa Perebutan Pulau Dokdo antara Jepang-Korea Selatan). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(2), 241-250.

Utama, I. G. A. A., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Yurisdiksi International Criminal Court (ICC) Dalam Penyelesaian Kasus Rohingnya Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(3), 208-219.

Widayanti, I. G. A. S., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penggunaan Tentara Anak Dalam Konflik Bersenjata Ditinjau Dari Perspektif Hukum Humaniter Internasional (Studi Kasus: Konflik Bersenjata di Sri Lanka). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(2), 124-133.

Wiratmaja, I. G. N. A., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penyelesaian Sengketa Maritime Boundary Delimitation Di Laut Karibia Dan Samudera Pasifik Antara Costa Rica Dan Nicaragua Melalui Mahkamah Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 2(1), 60-69.

Mangku, D. G. S. (2013). Kasus Pelanggaran Ham Etnis Rohingya: Dalam Perspektif

ASEAN. Media Komunikasi FIS, 12(2).

(11)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 239-249

249

Mangku, D. G. S. (2010). Pelanggaran terhadap Hak Kekebalan Diplomatik (Studi Kasus Penyadapan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon Myanmar berdasarkan Konvensi Wina 1961). Perspektif, 15(3).

Purwanto, H., & Mangku, D. G. (2016). Legal Instrument of the Republic of Indonesia on Border Management Using the Perspective of Archipelagic State. International Journal of Business, Economics and Law, 11(4).

Itasari, E. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Elaborasi Urgensi Dan Konsekuensi Atas Kebijakan

Asean Dalam Memelihara Stabilitas Kawasan Di Laut Cina Selatan Secara

Kolektif. Harmony, 5(2), 143-154.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut (Arsyad, 2013), berpendapat bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, motivasi

Natukoy sa Talahanayan 4 ang ranggo ng mga negatibong dulot ng paggamit ng animated videos sa pagtuturo ng panitikan, lumabas na nanguna rito ang hindi lahat ng guro ay maalam sa