• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANESHA LAW REVIEW - Ejournal2 Undiksha

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "GANESHA LAW REVIEW - Ejournal2 Undiksha"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

73

HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL

Made Chintya Sastri Udiani, Dewa Gede Sudika Mangku, Ni Putu Rai Yuliartini Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha,

E-mail: [email protected] Info Artikel

Abstract

International law is a branch of law that is still developing rapidly today, one of which is the source of international law as a legal umbrella in resolving international disputes between countries. Generally, countries involved in international treaties are automatically governed by a rule (pacta sunt servanda).

In addition, there are various methods that can be used by the disputing parties in solving problems, such as using a peaceful settlement method or a violent settlement. It all depends on each party how the agreement is chosen in resolving the dispute.

Abstrak

Hukum internasional merupakan salah satu cabang hukum yang masih berkembang pesat hingga saat ini, salah satunya adalah sumber hukum internasional sebagai payung hukum dalam menyelesaikan sengketa internasional antar negara. Umumnya, negara-negara yang terlibat dalam perjanjian internasional secara otomatis diatur oleh suatu aturan (pacta sunt servanda). Selain itu, ada berbagai metode yang bisa dijadikan sebagai solusi bagi pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah, seperti menggunakan metode penyelesaian secara damai atau penyelesaian dengan kekerasan. Itu semua tergantung

GANESHA LAW REVIEW

Volume 4 Issue 2, November 2022 P-ISSN: 2656 – 9744 , E-ISSN: 2684 – 9038

Open Access at : https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GLR

Masuk: 1 Januari 2022 Diterima: 3 Maret 2022 Terbit: 1 May 2022 Keywords:

International Law, Sources of Law,

International Dispute Resolution

Kata kunci:

Hukum Internasional, Sumber Hukum Internasional,

Penyelesaian Sengketa Internasional

(2)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

pada masing-masing pihak bagaimana kesepakatan itu dipilih dalam menyelesaikan sengketa.

@Copyright 2022.

PENDAHULUAN

Didalam kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa tidak bisa terlepas dari suatu permasalahan yang ada kaitannya dengan subjek-subjek hukum internasional, bisa itu berkaitan antar Negara, Negara dengan individu, atau bahkan Negara dengan individu atau organisasi internasional. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lintas negara tersebut, harus terdapat payung hukum, dimana semua hal tersebut termuat dalam sumber-sumber hukum internasional sehingga mampu dijadikan pedoman bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian internasional. Jadi hukum internasional dapat dikatakan berperan besar dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang bersangkutan dengan suatu negara.

Hukum internasional diyakini bisa mengatasi atau memberikan solusi bagi negara-negara yang sedang bersengketa berdasarkan ketentuan hukum internasional.

Selain itu, diketahui bahwa suatu sengketa bukanlah suatu sengketa menurut hukum internasional apabila penyelesaiannya tidak mempunyai akibat bagi hubungan pihak yang bersangkutan1. Hukum internasional dikatakan juga sebagai kumpulan ketentuan hukum, dimana hukum internasional memenuhi unsur-unsur pengertian hukum, yaitu serangkaian peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan bersifat mengikat atau memaksa, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dengan maksud untuk membatasi tingkah laku manusia dalam lingkup sosial.

Sumber hukum merupakan hal yang sangat penting dalam suatu hukum. Sumber hukum harus dipahami dari berbagai perspektif yang ada karena untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat, sumber hukumlah yang menentukan dasar hukum yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman penyelesaian masalah. Sumber hukum internasional berbeda dengan sumber hukum Nasional (hukum positif). Hukum Internasional memiliki keunikan sendiri, salah satunya tidak memiliki organ-organ pada umumnya seperti lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 2

Dapat dikatakan bahwa jka terdapat permasalahan yang berkaitan dengan lintas Negara atau bahkan tentang perjanjian internasional, maka secara otomatis ini masuk ke dalam ranah hukum internasional publik dimana berfungsi dalam menyelesaikan sengketa internasional dan sekaligus dijadikan sebagai pedoman oleh suatu negara yang mengikatkan diri pada suatu aturan internasional.

1 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), hlm.3.

2 Martin Dixon, International Law, 1993, 2003, 19.

Made Chintya Sastri Udiani

(3)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

PEMBAHASAN

HUKUM INTERNASIONAL

Menurut para ahli hukum, ada berbagai definisi alternatif dari hukum internasional, dan masing-masing secara langsung terkait dengan pertumbuhan dan sejarahnya sendiri. Hingga akhir Perang Dunia II, ada semakin banyak negara, dan ada semakin banyak topik yang dibahas dalam hubungan internasional sebagai hasilnya, membuat kata-kata hukum antar negara bagian, hukum antar negara, dan hukum negara tidak lagi dianggap relevan.

Hukum internasional dapat diartikan sebagai seperangkat ketentuan hukum yang berlaku bagi negara-negara dalam hubungannya diantara mereka3. Tujuan dari adanya hukum internasional yakni untuk menciptakan ketertiban dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, menciptakan kerangka dan pola hubungan internasional yang sudah disetujui oleh masyarakat internasional dengan cara mengutamakan kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat internasional. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya hukum internasional bermaksud untuk dapat menciptakan suatu keharmonian dan ketentraman didalam masyarakat internasional.

Hukum Internasional merupakan seperangkat aturan yang ditujukan dan dibuat oleh negara-negara berdaulat secara eksklusif yang sebagian besar mengatur tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh negara-negara (subjek hukum internasional), dan hubungannya satu sama lain4. Hukum internasional meliputi dua bagian, diantaranya hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.5

Menurut Moctar Kusumaatmaja, bahwa hukum perdata internasional merupakan keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum perdata yang melintasi batas negara6. Jika berkaitan dengan kata internasional dalam ranah hukum internasional publik, maka sumber hukum tersebut berlaku untuk semua negara, sedangkan dalam ranah hukum internasional perdata, hanya menunjukkan bahwa terdapat unsur-unsur asing dan hanya mengatur antara subjek-subjek hukum yang pada saat bersamaan tunduk pada sistem hukum yang berlainan. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum internasional publik inilah yang dikenal sebagai hukum bangsa-bangsa dan juga hukum internasional dalam arti sempit.

Dari definisi yang dijelaskan oleh Moctar Kusumatmaja terkait pengertian hukum internasional, bahwa hukum internasional mengatur permasalahan yang ada kaitannya dengan batas negara yang bukan bersifat perdata, maka terdapat 3 (tiga) unsur dari batasan tersebut, diantaranya; 7

1) Terdapat prinsip (asas) hukum dan norma (kaidah) hukum;

2) Berfungsi untuk melandasi hubungan antara subyek-subyek Hukum Internasional dan juga mengontrol segala permasalahan yang termasuk ranah hukum publik khusus menyangkut perbatasan suatu negara, serta

3) Umumnya bersifat publik.

SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Sumber hukum atau the source of law adalah suatu sumber asli kewenangan dan memiliki kekuatan untuk memaksa dari produk hukum. Dilihat dari artinya, menyatakan bahwa sumber hukum dibedakan menjadi dua, diantaranya yakni sumber

3Dr. Dewa Sudika Mangku, S.H., LL.M, Pengantar Hukum Internasional Publik, (Jawa Tengah: Lakeisha, 2021), hlm.5

4 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Binacipta,1982), hlm.1

5 Andi Tenripadang, Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016: 67 - 75

6 Ibid, h.12.

7 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Binacipta,1997), hlm. 3-4.

(4)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

hukum materil dan sumber hukum formal8. Umumnya, sumber hukum materil hukum internasional berfungsi untuk membahas dasar-dasar berlakunya suatu hukum. Intinya, sumber hukum materil memuat materi dasar yang nantinya digunakan sebagai pokok dalam hal membuat sendiri hukum tersebut (Fahmi, 2014).

Disamping itu, sumber hukum formal hukum internasional berarti sumber hukum yang didalamnya membahas tentang berbagai aturan hukum secara formal untuk dijadikan acuan didalam menyelesaikan suatu sengketa yang sifatnya konkrit dan sekaligus dapat memberikan jawaban dari persoalan terhadap asal mula aturan-aturan hukum sehingga bisa digunakan untuk mengatasi konflik yang konkrit (Noor, 2012).

Sumber formal merupakan sumber hukum yang berwibawa dan berfungsi sebagai landasan legalitas suatu produk hukum. Sumber material dapat dilihat sebagai produk hukum di satu sisi. Misalnya, ketentuan hukum hanya memiliki efek mengikat jika sesuai dengan standar adat yang ditetapkan, yang merupakan bagian dari sumber hukum formal hukum internasional, dan berasal dari praktik negara yang masuk ke dalam sumber material kebiasaan.

1. Sumber Hukum Formal Hukum Internasional

Sumber hukum formal berarti faktor yang menjadikan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Dapat dikatakan bahwa, sumber hukum formal merupakan suatu proses yang dapat membuat suatu ketentuan menjadi ketentuan yang bersifat positif (“positieveringsproces”).9 Sumber hukum formal bagi hukum internasional berarti perjanjian internasional “treaty" dan kebiasaan internasional “international custom”.10 Jadi pada intinya, sumber hukum formal berisi tentang persoalan–persoalan yang berasal dalam kajian ilmu hukum itu sendiri.

2. Sumber Hukum Materil Hukum Internasional

Sumber hukum material merupakan substansi dari suatu ketentuan hukum yang berlaku dimasyarakat. Dari asas-asas yang berlaku umum di masyarakat terdapat prinsip-prinsip hukum. Pada hakekatnya, asas hukum ini sama tidak ada perbedaannya dengan ketentuan hukum, dikarenakan isinya sama-sama berupa perihal perilaku setiap individu dalam lingkungan sosial. Asas hukum adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku orang- orang dalam masyarakat pada umumnya, sedangkan ketentuan hukum mengatur tingkah laku orang-orang dalam masyarakat secara rinci yang tertuang dalam bentuk ketentuan hukum.

PENGATURAN SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Sumber hukum internasional (the source of international law) diatur di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah International (International Court of Justice-ICJ).11 Statuta ini hanya dapat berlaku untuk dan mengikat organisasi internasional karena pada dasarnya sama dengan undang-undang umum yang berfungsi sebagai dasar untuk penciptaan dan operasi organisasi internasional.

Selain itu dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, menetapkan bahwa ketentuan ini hanya berlaku untuk Mahkamah ketika memeriksa dan memutuskan kasus sesuai dengan pasal ini. Namun, para sarjana hukum internasional

8 https://heylawedu.id/blog/traktat-sumber-utama-hukum-internasional, diakses pada 25 Mei 2022

9 http://web.archive.org/web/20210618125902/https://butew.com/2018/06/16/sumber-sumber- hukum-formal-dan-material-hukum-internasional/ diakses pada 24 Mei 2022

10 Dr. Dewa Sudika Mangku, S.H., LL.M, Pengantar Hukum Internasional Publik, (Jawa Tengah: Lakeisha, 2021), hlm.13

11 Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS. dkk., “Buku ajar Hukum Internasional”, (FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR, 2017) hlm.36

(5)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

telah menanggapi klaim tersebut, dan mengklaim bahwa Pasal 38 Statuta ayat 1 telah secara universal menerima signifikansi hukum. Atau dapat diklaim bahwa akademisi hukum menganggapnya sebagai sumber hukum dalam arti formal, yang disebabkan oleh fakta bahwa dalam bentuk atau bentuknya Mahkamah harus dapat mengeksplorasi dan menemukan prinsip-prinsip hukum apa yang dapat diterima dalam menetapkan hukuman untuk kasus yang sedang dipertimbangkannya.

Adapun isi dari Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah menentukan sebagai berikut: The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are submitted to it, shall apply: 12

a. International conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting States;

b. International custom, as evidence of a general practice accepted as law;

c. The general principles of law recognized by civilized nations;

d. Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law.

1. Perjanjian Internasional;

Perjanjian internasional merupakan suatu perjanjian yang diadakan antar negara yang telah disetujui untuk melakukan suatu perjanjian, yang mana dari perjanjian tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian Internasional juga terdapat berbagai istilah di dalam penyebutannya seperti final act, convention, declaration, agreement, memorandum of Undern Standing (MOU), protocol dan lain sebagainya.

2. Kebiasaan internasional;

Kebiasaan Internasional merupakan suatu kebiasaan umum yang telah menjadi bagian dari hukum internasional dan menjadi praktik bagi negara-negara yang yang bersangkutan. Kebiasaan itu sendiri terdapat dua syarat sehingga bisa dikatakan sebagai kebiasaan internasional, yaitu (1) Kebiasaan harus yang bersifat umum, maksudnya masuk sebagai unsur material; (2) Kebiasaan yang diterima sebagai hukum sebagai unsur psikologis.

3. Prinsip atau Azas Hukum;

Prinsip atau azas hukum berarti sebuah prinsip yang melandasi semua sistem hukum modern di dunia, sebagaimana bukan hanya sebatas lingkup hukum internasional saja, melainkan melibatkan hukum acara, hukum perdata, hukum pidana, hukum lingkungan dan lain sebagainya yang dijumpai melalui praktik- praktiknya dari suatu negara.

Prinsip atau azas hukum yang berkaitan dengan hukum internasional ini, yakni:

a. Voluntary, yang berarti tidak tidak ada pihak yang dapat diikat oleh suatu treaty melalui suatu cara yang dilakukan hukum internasional (penandatannganan, peratifikasian atau pengaksesan) tanpa persetujuan.13

b. Pacta Sunt Servanda, berarti perjanjian tersebut bersifat mengikat layaknya Undang-Undang bagi pihak yang bersangkutan.

c. Pacta tertiis nocunt nec prosunt, sebuah perjanjian tidak mengikat pihak lain yang tidak membuat perjanjian, atau dengan kata lain pihak ketiga

12 Dr. Dewa Sudika Mangku, S.H., LL.M, Pengantar Hukum Internasional Publik, (Jawa Tengah: Lakeisha, 2021), hlm.15

13 https://dwiputro689.blogspot.com/2016/11/peran-perjanjian-internasional-dalam.html, diakses pada 24 Mei 2022

(6)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

atau juga pihak lain tidak terikat dalam sebuah perjuanjian yang dibuat pihak lain.14

4. Putusan pengadilan dan ajaran dari para sarjana

Termuat pada Pasal 38 Statuta MI menyatakan bahwa putusan pengadilan sebagai sumber hukum tambahan (subsidiary) untuk sumber-sumber hukum yang lebih tinggi derajatnya. Oleh karena sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri dan perlu adanya suatu putusan yang diambil oleh hakim, maka putusan pengadilan ini dikatakan sebagai sumber hukum tambahan.

Menurut pasal 59 Satuta MI dinyatakan bahwa putusan pengadilan hanya dapat mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan sekaligus hanya diibaratkan sebagai pendukung gagasan mengenai ada dan kebenaran dari norma hukum. Pada umumnya, hukum tambahan ini diperoleh dari para ahli atau sarjana hukum terkemuka yang karya penulisannya sering dipakai sebagai pedoman dalam hukum internasional.

Sedangkan Pasal 38 ayat (2), memberikan wewenang bagi ICJ untuk memutuskan kasus secara tepat dan adil (ex aequo et bono) sesuai dengan prinsip- prinsip umum. Oleh karena itu, Pasal 38 ayat 1 dan 2 berfungsi sebagai pedoman bagi Mahkamah ketika mempertimbangkan dan memutuskan suatu perkara yang telah diajukan kepadanya.

Urutan-urutan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 38 ayat (1), bukanlah menunjukkan urutan atas yang paling penting dan utama, melainkan hanyalah untuk memudahkan saja. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dari empat sumber tersebut, dapat dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok, diantaranya sumber hukum utama atau primer (perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip umum) dan sumber hukum tambahan atau subsidier (putusan pengadilan/

pendapat dari para sarjana). Persoalan mana sumber hukum yang terpenting atau yang paling utama tergantung darimana sudut pandang Hakim dalam memutus sengketa.15

Dengan adanya sumber hukum dalam hukum Internasional, mengakibatkan pihak-pihak atau negara-negara yang bersangkutan harus mengikuti segala ketentuan dan aturan-aturan utama. Hal ini dikarenakan aturan itu tertuang dalam bentuk perjanjian internasional, sehingga negara-negara mengikatkan dirinya pada perjanjian internasional, atau dapat dikatakan negara terikat dengan pacta sunt servanda.16

Dari yang tertuang dalam Pasal 38 ayat (1), dikatakan bahwa di dalam menyelesaikan suatu permasalahan antar lintas negara, maka harus mendasarkan pada hukum internasional, seperti treaty dan kebiasaan internasional. sekaligus ini merupakan pengakuan terhadap traktat sumber hukum formal dan Statuta sebagai sumber hukum material. 17

HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL Salah satu peran hukum internasional yaitu sebagai dasar untuk menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi di lintas negara. Umumnya, sengketa terjadi karena adanya suatu kesalahpahaman antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dapat diartikan bahwa

14https://www.terusberjuang.com/2017/12/pengertian-asas-pacta-tertiis-nec-no-cent-prosunt.html, diakses pada 24 Mei 2022.

15 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Binacipta,1989), hlm.34

16 Peristilahkan yang berasal dari Bahasa Inggris “Aggrements Must Be Kept”. Asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian

17 Dina Sunyowati. “HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM HUKUM NASIONAL”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 2 Nomor 1 Maret 2013, hlm.3

(7)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

sengketa internasional merupakan suatu perselisihan antar pihak-pihak yang bersangkutan, mengenai fakta, hukum ataupun politik dimana pernyataan satu pihak ditolak/ditentang, ataupun diingkari oleh pihak yang lain. Namun tidak secara ekslusif melibatkan negara tapi berpotensi lebih kepada lingkup internasionalnya.18

Di dalam menyelesaikan suatu sengketa, terdapat metode atau cara yang dapat ditempuh, dan metode-metode ini digolongkan menjadi dua kategori diantaranya melalui jalan perdamaian, dan melalui paksaan dengan kekerasan. (A.A.S.P. Dian Saraswati, 2007:19).

PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI

Cara-cara penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan apabila pihak- pihak yang bersangkutan sudah sepakat untuk mencari solusi yang bersahabat.

Penyelesaian sengketa secara damai pada umumnya didasarkan pada beberapa cara diantaranya sebagai berikut:19

a. Arbitrasi

Ditinjau dari segi kasus sengketa internasional, bahwa sengketa diajukan kepada paraarbitrator yang dipilih bebas oleh para pihak yang bersangkutan.

Selain itu, jalur arbitrasi ini mengharuskan beberapa negara di dalam menjalankan keputusannya harus dengan itikad baik. Jadi dengan kata lain, arbitrase merupakan penyelesaian sengketa yang hanya dapat dilakukan apabila telah disetujui oleh negara-negara yang bersangkutan.

b. Penyelesaian Yudisial (Judicial Settlement)

Penyelesaian yudisial merupakan suatu penyelesaian dari suatu pengadilan yudisial internasional dengan berpedoman pada suatu kaidah- kaidah hukum. Perdailan internasional digolongkan menjadi dua bagian yakni peradilan internasional permanen dan peradilan internasional khusus.

Salah satu contohnya yaitu Mahkamah Internasional (ICJ).

c. Negosiasi

Negosiasi diartikan sebagai cara untuk dapat mempelajari dan merujuki mengenai sikap yang dipersengketakan sehingga memperoleh hasil yang nantinya bisa detujui oleh kedua belah pihak yang sedang berkonflik.

Umumnya, negosiasi hanya berpusat pada diskusi oleh pihak-pihak yang terkait. Dari perbedaan pemahaman yang ada, maka akan memperoleh jalan keluar yang dirasa adil dan mampu untuk memecahkan sengketa internasional lebih mudah.

d. Mediasi

Mediasi dapat dikatakan sebagai melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan sengketa internasional. Pihak ketiga hanya berperan sebagai pelaku mediasi atau mediator komunikasi dalam hal mencarikan kesepakatan atau negosiasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara para pihak. Mediasi umumnya mediator memberikan usulan penyelesaian secara informal dan usulan tersebut didasarkan pada laporan yang diberikan oleh para pihak, tidak dari hasil penyelidikan sendiri. Namun usulan yang diajukan pihak mediator tersebut sifatnya tidak mengikat, tapi hanya berupa saran yang

18 http://pkntrisna.wordpress.com/2010/06/16/pengertian-sengketa-internasional, diakses pada 23 Mei 2022

19 Dr. Dewa Sudika Mangku, S.H., LL.M, “SUATU KAJIAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERMASUK DI DALAM TUBUH ASEAN”, Perspektif Volume XVII No. 3 Tahun 2012, hlm.151-155

(8)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

dianggap tepat.

e. Konsiliasi

Konsiliasi menurut the Institute of International Law melalui the Regulations on the Procedure of International Conciliation yang telah diadopsinya pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan, sebagai suatu metode dari penyelesaian sengketa bersifat internasional yang sifatnya baik permanen ataupun ad hoc (sementara) berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa. Konsiliasi ini dapat dikatakan sebagai salah satu upaya menetralkan perbedaan pemahaman-pemahaman pihak yang bersangkutan walaupun saran pernyelesaian yang disusun dari konsiliator tidak ddapat mengikat secara hukum.

f. Jasa-jasa Baik (Good Offices)

Jasa-jasa baik merupakan suatu tindakan dari pihak ketiga yang hendak memberikan fasilitas ke arah terselenggaranya perundinga. Pihak ketiga hanya bertugas dalam hal mempertemukan kedua pihak yang sedang mengalami konflik dan juga membantu serta untuk memberikan beberapa solusi terkait permasalahan tersebut dan tidak ikut serta dalam perundingan mendalam mengenai aspek-aspek sengketa terkait.

g. Pencarian Fakta (Inquiry)

Digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa memalui pembangunan sebuah komisi atau badan yang sifatnya internasional sehingga bisa menemukan dan mendengar langsung bukti-bukti yang ada.

Adapun tujuan dari pencarian fakta yaitu untuk membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara, yaitu mengawasi pelaksanaan dari suatu perjanjian internasional, dan juga memberikan informasi sehingga bisa menghasilkan sebuah putusan di tingkat internasional.

PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN KEKERASAN

Penyelesaian sengketa secara damai pada umumnya didasarkan pada beberapa cara diantaranya sebagai berikut:20

1. Perang dan Tindakan Bersenjata Non Perang

Pertikaian senjata disertai dengan kekerasan angkatan bersenjata masing-masing pihak dengan tujuan menundukkan lawan dan menetapkan persyaratan perdamaian secara sepihak. Tujuan dari perang yakni agar dapat menaklukkan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian dimana negara yang ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya.

2. Retorsi

Menurut J.G. Starke, retorsi adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya telah dihina, misalnya merenggangnya hubungan- hubungan diplomatik, pencabutan privilege-privilege diplomatik, atau penarikan diri dari konsensi-konsensi fiskal dan bea.

3. Tindakan-tindakan Pembalasan (Reprisal)

Menurut pemikiran dari Richard B. Lilich (1980: 130), pembalasan adalah suatu metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk

20 Dr. Dewa Sudika Mangku, S.H., LL.M, “SUATU KAJIAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERMASUK DI DALAM TUBUH ASEAN”, Perspektif Volume XVII No. 3 Tahun 2012, hlm.155-156

(9)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

mengupayakan diperolehnya ganti kerugian dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Tidak seperti restorasi, perbuatan reprisal pada hakikatnya merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

4. Intervensi

Intervensi merupakan campur tangan dari suatu negara terhadap masalah dalam negara-negara lain dengan tujuan untuk mengubah situasi yang terjadi.

Campur tangan harus berbentuk suatu perintah, yaitu bersifat memaksakan (J. L.

Brierly, 1996:256), serta disertai dengan suatu bentuk tindakan untuk mengganggu kemerdekaan politik negara bersangkutan.

SENGKETA INTERNASIONAL INDONESIA DENGAN SINGAPURA TERKAIT REKLAMASI WILAYAH

Alasan Singapura pernah melakukan reklamasi pantai yakni disebabkan oleh sempitnya luas wilayah daratan yang dimiliki Singapura. Reklamasi ini juga dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi perkembangan penduduk, serta pertimbangan ekonomi dan bisnis. Hampir seluruh pantai yang ada di Singapura dilakukan reklamasi karena ingin menambah sekitar kurang lebih 160 km2. Untu mereklamasi pantainya, memerlukan bahan seperti pasir laut yang sudah diimpor dari beberapa negara, termasuk salah satunya Indonesia khususnya daerah di Kepulauan Riau.

Seperti diketahui, sejak 1966, Singapura telah mengalami reklamasi pesisir, yang telah meningkatkan negara bagian wilayah kota itu dari 581,5 km2 pada tahun 1960 menjadi 697,2 km2 pada masa Lee Kuan Yew. Melalui reklamasi pesisir yang efisien, luas daratan Singapura berhasil ditingkatkan, tumbuh menjadi 766 km pada tahun 2000. Laut teritorialnya benar-benar berubah posisi ke selatan karena perluasan daratannya, yang juga menyebabkan pergeseran otomatis rute pelayaran lautnya ke arah itu. Salah satu dampak positifnya bagi Singapura yakni bertambahnya luas wilayah yang dimiliki dan akan lebih mengutungkan bagi Singapura. Lain halnya dengan Indonesia, dimana wilayah perairan Indonesia akan semakin berkurang sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia akan kehilangan hak teritorialnya terhadap kawasan tersebut.

Ditahun 2003, Indonesia mengeluarkan Kepmen perindag No.117/MPP/Kep/2/2003 yang memuat ketentuan Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pada 18 Februari 2003, aturan tersebut mulai berlaku. Sejak itu, Indonesia telah berhenti mengekspor pasir, terutama untuk kebutuhan reklamasi pesisir Singapura. Jika kedua negara telah mencapai kesepakatan perbatasan maritim, Indonesia ingin kembali mengekspor pasir laut ke Singapura (Soliman et al., 2015).

Salah satu nya kondisi Pulau Nipa yang terletak langsung dengan perbatasan Singapura.

Hal ini membuat orang percaya bahwa wilayah Indonesia sedang mengalami kontraksi.

Ketegasan Indonesia menolak reklamasi pantai Singapura sebagai garis pangkal penarikan batas laut Indonesia dan Singapura ditunjukkan dalam suatu pertemuan diskusi kedua negara. Menyikapi hal itu, Indonesia berpegang teguh terhadap UNCLOS Pasal 60 yang secara khusus membahas mengenai pulau buatan, instalansi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eklusif. Aturan ini dipertegas pada Pasal 60 (8) yang menyatakan pulau buatan, instalansi dan bangunan tidak mempunyai status pulau, pulau buatan, instalansi dan bangunan tidak memiliki laut teritorial sendiri dan kehadirannya tidak mempengaruhi penetapan batas laut tertorial, zona ekonomi eklusif atau landas kontinen. Munculnya perselisihan internasional antar negara yang disebabkan oleh kesalahpahaman dan perbedaan dapat difasilitasi oleh perkembangan hukum internasional. (Susanti & Afrizal, 2018); (Sollitan et al., 2020).

Pemerintah Indonesia telah menggunakan sejumlah alat yang ada untuk

(10)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

menyelesaikan masalah perbatasan maritimnya dengan Singapura. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 konvensi tentang penyelesaian damai Isu-isu yang ditandatangani di Den Haag pada 18 Oktober 1907, Indonesia dan Singapura memutuskan untuk menyelesaikan sengketa maritim mereka melalui metode damai. Kedua negara yang meratifikasi UNCLOS 1982 harus mematuhi persyaratan hukumnya untuk menyelesaikan sengketa teritorial ini juga. Untuk menjaga perdamaian, keamanan internasional, dan supremasi hukum, deklarasi tersebut menyerukan kepada semua negara untuk menyelesaikan perbedaan mereka secara damai (Boer Mauna, 2016).

Indonesia sendiri sedang mencari solusi diplomatik untuk konflik ini melalui dialog bilateral.21

KESIMPULAN

Hukum Internasional merupakan seperangkat aturan yang ditujukan dan dibuat oleh negara-negara berdaulat secara eksklusif dan pada dasarnya mengatur norma- norma dan standar yang harus dijunjung tinggi oleh pemerintah (subjek hukum internasional) serta interaksi dengan negara lain.

Sumber hukum internasional (the source of international law) diatur di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah International (International Court of Justice-ICJ).

Dengan adanya sumber hukum dalam hukum Internasional, mengakibatkan pihak- pihak atau negara-negara yang bersangkutan harus mengikuti segala ketentuan dan aturan-aturan utama. Hal ini dikarenakan aturan itu tertuang dalam bentuk perjanjian internasional, sehingga negara-negara mengikatkan dirinya pada perjanjian internasional, atau dapat dikatakan negara terikat dengan pacta sunt servanda.

Selain itu, ada banyak cara bagi setiap negara untuk menyelesaikan konflik dengan negara lain dalam hal masalah internasional. Selama ada kesepakatan dari kedua belah pihak, para pihak yang berselisih bebas memilih strategi yang mereka yakini akan menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Begitu juga sengketa yang terjadi antara Singapura dan Indonesia terkait reklamasi wilayah. Dimana Singapura dan Indonesia menggunakan cara diplomatik untuk menyelesaikan sengketa perbatasan maritim mereka secara damai. Hal ini dibuktikan dengan kedua negara sama-sama meratifikasi UNCLOS 1982 dan berpegah teguh pada aturan tersebut.

SARAN

Kita ketahui bahwa dalam kehidupan internasional, pasti tidak bisa lepas dengan adanya konflik atau sengketa yang menyangkut lintas negara. Untuk itu, dalam menghadapi suatu sengketa internasional lebih baik memilih metode-metode penyelesaian secara damai agar tidak terjadi peperangan yang dapat merenggut banyak nyawa. Disamping itu juga, tidak ada salahnya kita sebagai generasi muda lebih memperdalam pemahaman mengenai eksistensi dari hukum internasional sehingga kita bisa mengkritik berbagai isu-isu yang ada baik di dalam negri maupun dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Tenripadang, Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016.

Dina Sunyowati. “HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM HUKUM NASIONAL”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 2 Nomor 1 Maret 2013.

Firdaus, Aos Yuli, and Isma Mutmainah. "Langkah Diplomasi Indonesia Terkait

21 Aos Yuli Firdaus dan Isma Mutmainah, “Langkah Diplomasi Indonesia Terkait Penyelesaian Sengketa Wilayah Reklamasi Singapura”, Syntax Literate: Vol. 5, No. 9, September 2020, hl.743-746

(11)

Ganesha Law Review, Volume 4 Issue 2 November 2022

Penyelesaian Sengketa Wilatah Reklamasi Singapura." Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia 5.9 (2020): 739-750.

Heylaw, Edu. “Traktat: Sumber Utama Hukum Internasional”, dalam https://heylawedu.id/blog/traktat-sumber-utama-hukum-internasional, (diakses 25 Mei 2022)

“Hukum Internasioal dan Sumber Sumber Hukum Internasional dalam https://iusyusephukum.blogspot.com/2015/11/makalah-tugas-hukum-internasional- dan.html (diakses pada 23 Mei 2022)

“Istilah Istilah dalam Perjanjian Internasional” dalam http://hikmatulula.lecture.ub.ac.id/2012/07/istilah-istilah-dalam-perjanjian-

internasional/. (akses pada; 19 Mei 2022).

Kusumaatmadja, Mochtar, and Etty R. Agoes. Pengantar hukum internasional. Penerbit Bina Cipta, 1982.

Langkah Diplomasi Indonesia Terkait Penyelesaian Sengketa Wilayah Reklamasi Singapura dalam“https://www.academia.edu/72608416/Langkah_Diplomasi_Indonesia_Terkai t_Penyelesaian_Sengketa_Wilatah_Reklamasi_Singapura”, (akses 24 Mei 2022).

Mangku, Dewa Gede Sudika, and LL M. SH. Pengantar Hukum Internasional. Penerbit Lakeisha, 2020.

Mangku, Dewa Gede Sudika. "Suatu Kajian Umum tentang Penyelesaian Sengketa Internasional Termasuk di Dalam Tubuh ASEAN." Perspektif 17.3 (2012): 150-161.

Pengertian Asas Pacta tertiis nec no cent nec prosunt dalam

“https://www.terusberjuang.com/2017/12/pengertian-asas-pacta-tertiis-nec-no-cent- prosunt.html”, (diakses pada 24 Mei 2022)

Peran Perjanjian Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer dalam

“https://dwiputro689.blogspot.com/2016/11/peran-perjanjian-internasional- dalam.html”, (diakses pada 24 Mei 2022)

Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS. dkk., “Buku ajar Hukum Internasional”, (FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR, 2017.

Sunyowati, Dina. "Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum dalam Hukum Nasional (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional di Indonesia)." Jurnal Hukum dan Peradilan 2.1 (2013)

Referensi

Dokumen terkait

Linking the role of the National Police in this research is the role of the Barelang Police in enforcing Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning

To become a Parking Management Coordinator, you must meet the following requirements: • Required to have a Cooperation Letter for Management of Parking at the Side of Public Roads and