Bagaimana hukum mandi istin yang digunakan oleh Masdar Farid Mas'udi dalam meneliti hak-hak reproduksi perempuan? 18 Fatimatuz Zahro, Implikasi perkawinan di bawah umur terhadap hak reproduksi perempuan (disertasi: Uin Syarif Hidayatullah, 2010), vii.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Sumber data
Sumber data primer adalah sumber data yang diperlukan untuk mendapatkan data yang berkaitan langsung dengan objek penelitian. Data primer diperoleh melalui kajian kitab Masdar Farid Mas'udi Islam dan Hak Reproduksi Perempuan, Al-Qur'an dan Hadits. Sumber sekunder merupakan sumber data yang diperlukan untuk mendukung sumber primer Karena penelitian ini merupakan penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum waris Islam dan waris adat, maka penulis menempatkan sumber data yang berkaitan dengan kajian tersebut sebagai sumber data sekunder.
Teknik Pengolahan Data a. Editing
Purwaningsih, Kawin Paksa dan Hak Reproduksi Perempuan Miftahul Huda, Perempuan dalam Sastra Islam Klasik Ali Munhanif, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktis Suharismi Arikunto, Tesis Fatimatuz Zahro tentang Akibat Perkawinan Di Bawah Umur Terhadap Hak Reproduksi Perempuan, Tesis Adirgo Winarko Tentang Perlindungan Hak Reproduksi Perempuan dalam Hukum Islam dan hukum positif, tesis La Ode Angga tentang hak-hak reproduksi perempuan dalam perspektif hukum Islam. Melakukan analisis lebih lanjut terhadap hasil pengolahan data dengan menggunakan prinsip dan teori untuk sampai pada suatu kesimpulan.
Teknik analisis data
Yakni, penyusunan secara sistematis data-data yang diperlukan dalam kerangka penjelasan yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu sesuai dengan masalah, data-data yang ada kaitannya dengan pembahasan dan menyusunnya dengan sistematika yang baik.
Sistematika Pembahasan
Bab ini merupakan landasan teoritis hak reproduksi perempuan, yang terdiri dari: Islam dan hak reproduksi perempuan, jenis-jenis hak reproduksi perempuan, landasan hukum dan metode konstituen hukum. Dalam bab ini penulis akan memaparkan biografi Masdar Farid Mas'udi, argumentasi Masdar Farid Mas'udi dan Istinbath Masdar Farid Mas'udi tentang hak-hak reproduksi perempuan.
ANALISIS TERHADAP ARGUMENTASI MASDAR FARID MAS‟UDI TERHADAP HAK-
Macam-Macam Hak-Hak Reproduksi Perempuan
Mazhab Hanefijah mengatakan bahwa suami istrilah yang berhak memutuskan apakah akan mempunyai anak atau tidak, dengan dasar bahwa tidak mungkin mempunyai anak tanpa partisipasi kedua belah pihak. Artinya, perlu diperhatikan kebutuhan atau manfaat masyarakat bagi laki-laki dan perempuan apakah merekayasa (membuat atau membatasi) keturunan atau tidak.
Dasar Hukum
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak padanya. Jelas di dalam ayat-ayat tersebut bahawa kewajipan mengawal kemaluan adalah bertujuan. pada lelaki dan wanita tanpa diskriminasi.
Keduanya harus dapat menguasai alat reproduksinya dengan baik: keduanya harus dapat menjadi penopang moral dalam masyarakat.Salah satu cara untuk menjaga dan menguasai alat reproduksi yang diajarkan oleh agama adalah perkawinan. Perkawinan yang dianjurkan Islam terutama dimaksudkan sebagai cara mengungkapkan cinta dan kasih sayang yang sehat dan bertanggung jawab antara seorang pria dan seorang wanita.46 Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an Ar-Rum: 21. Dalam konteks pemenuhan ini, ada tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Setiap orang wajib memenuhinya, kecuali ada alasan untuk mencegahnya.
Pada umumnya para ahli hukum tidak menganggap hubungan seksual sebagai hak perempuan, tetapi merupakan hak mutlak bagi laki-laki.
Metode Istinbath Hukum
Metode umum adalah qiyas, istihsan, al-maslahan al-mursalah, sad al-dzari'ah dan sebagainya. Secara bahasa, sad al-Dzari'ah terdiri dari dua kata yaitu saddu dan dzari'ah. Tujuan penetapan hak dalam sad al-Dzari'ah adalah untuk memudahkan diperolehnya kemaslahatan atau untuk menghindari kemungkinan mudharat, atau untuk menghindari kemungkinan perbuatan maksiat.
Tujuan didirikannya hukum berdasarkan Sad al-Dzri'ah adalah untuk mencegah seseorang dari menimbulkan mudharat dan menahan kemaslahatan. Masdar Farid Mas'udi lahir dari KH Mas'udi bin Abdurrahman dan ibu Hj. Masdar Farid Mas'udi adalah salah satu tokoh yang turut mendirikan Perhimpunan LSM Pembinaan Pesantren dan Pengembangan Masyarakat (P3M) dan juga menjabat sebagai direkturnya untuk periode 1982-1987.
Tokoh yang menjadi idola Masdar Farid Mas’udi ialah Umar bin al-Khattab. Pemikiran Umar terkenal dengan keistimewaannya, memfokuskan kepada pemahaman makna teks (maqasid al-nas) berbanding bunyi teks. (Zawahir al-nas) Pemikir yang mempengaruhinya dengan membaca ialah Ali Shari‟ati Muhammad Abduh, Muhammad iqbal, Azhar Ali dan Hasan.
Pandangan Masdar Farid Mas’udi
Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, bahwa seorang gadis datang kepadanya mengadu karena ayahnya memaksanya menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya. Dalam hal hubungan seksual, misalnya, mazhab Hanafi lebih transparan, dikatakan bahwa perempuan berhak menuntut hubungan intim dengan suaminya dan jika istri ingin suami mengabulkannya begitu pula sebaliknya. sekolah juga setuju dengan pendapat ini. Mazhab ini menyatakan bahwa suami wajib mengabulkan permintaan atau hasrat seksual istrinya selama suami mampu melakukannya. Selain itu, hubungan seksual harus dilakukan dengan cara yang sehat. Artinya hubungan seksual dan kerelaan kedua belah pihak untuk saling menerima dan memberi harus dilakukan dengan ikhlas, bukan paksaan, namun kenyataan yang dijumpai di masyarakat sangat berbeda dengan pemahaman dan pandangan para ulama tersebut. mayoritas. sangat bias terhadap nilai-nilai patriarki yaitu bahwa kenikmatan seksual hanya dimiliki oleh laki-laki. Artinya, hanya laki-laki yang memiliki hak monopoli seksual atas istrinya, sedangkan istri harus menuruti keinginan suaminya. Perempuan wajib memenuhi permintaan kelamin laki-laki, tetapi tidak sebaliknya. Al-Syarizi mengatakan, meskipun pada dasarnya seorang wanita wajib menuruti permintaan suaminya, namun jika tidak dididik untuk itu.
Namun, Masdar berpendapat bahwa menetapkan keturunan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui pernikahan adalah hal yang tidak realistis. Pertama, karena ada atau tidaknya keturunan (anak) tidak sepenuhnya berada di bawah kendali manusia. Tuhan menentukan apakah dia punya anak atau tidak. Kedua, jika tujuan perkawinan adalah jika tidak mampu mempunyai keturunan, apakah perkawinannya dapat dibubarkan?Tidak ada pendapat fiqh yang mengatakan kemandulan atau tidak memelihara keturunan dapat menjadi alasan putusnya suatu perkawinan. 88. Ketujuh, cerai dari pasangan. Tidak ada yang menginginkan perceraian, tetapi siapa yang dapat menjamin bahwa hanya yang Anda inginkan yang dapat terjadi dalam hidup ini. Menurut Masdari, meski perceraian dibenci Allah, fikih hampir tidak pernah tertarik membahas bagaimana perceraian bisa dihindari semaksimal mungkin.
Diakui bahwa tidak ada sanksi formal duniawi untuk menceraikan perempuan yang dipaksakan oleh agama, seperti mencuri atau berzina. Namun demikian, bukan berarti perceraian dapat dilakukan seolah-olah tanpa resiko apapun.
Istinbath Hukum Hak-Hak Reproduksi Perempuan Perspektif Masdar Farid Mas’udi
Masdar Farid Mas'udi mengatakan bahwa sebagai manusia pada dasarnya bobot haknya adalah sama, maka bobot kewajibannya juga sama. Dan sebagai laki-laki (laki-laki) perempuan (perempuan) tidak ada pihak yang kewajiban/haknya lebih berat dari pihak lainnya. Oleh karena itu, tidak seorang pun dapat dikatakan memiliki hak/kewajiban lebih dari yang lain, maka dalam mengatur dan memaknai kehidupan keduanya, prinsip musyawarahlah yang harus dijadikan pedoman.
Tidak ada satu pun keputusan yang apriori menjadi monopoli satu pihak, misalnya hanya laki-laki atau hanya perempuan. Kesepakatan dalam urusan keluarga yang dicapai melalui diskusi yang bebas dan jujur merupakan dasar penting bagi apa yang kita sebut hubungan yang adil. Dalam hubungan yang adil, seseorang tidak akan meremehkan atau mengingkari keberadaan pihak lain.
Keadaan tertinggi dalam hubungan laki-laki-perempuan adalah tingkat hubungan yang adil berdasarkan cinta dan kasih sayang. Dalam pola hubungan ini tidak ada aku dan kamu, yang ada adalah kita, sebagai fungsi yang kuat demi yang lemah.
Analisa Pendapat Masdar Farid Mas’udi
Sehingga nikah ijbar yang dipahami banyak orang sebagai hak kawin paksa oleh orang lain, dalam hal ini bapak, tidak merasa maslahah bagi pelaku. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam hal ini hak perempuan sama dengan hak laki-laki. Hal ini sejalan dengan pendapat Masdar yang mengatakan bahwa istri tidak hanya sebagai obyek tetapi juga subyek.
Sehingga perempuan juga memiliki hak untuk melakukan hubungan seksual Hal ini mirip dengan hak reproduksi perempuan menurut hukum Islam, yaitu perempuan juga memiliki hak untuk melakukan hubungan seksual. Hal ini senada dengan pendapat Masdar, menetapkan keturunan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui perkawinan bukanlah suatu kenyataan, alasannya mungkin ada atau tidak ada keturunan (anak) yang tidak sepenuhnya berada di bawah kekuasaan manusia dan jika itu adalah tujuan perkawinan adalah untuk mempunyai anak, betapa tragisnya jika karena faktor alamiah tidak dapat mempunyai anak, maka seseorang dianggap tidak mempunyai hak untuk menikah. Artinya hanya agama yang memberikan hak reproduksi kepada perempuan untuk tidak menjalankan kewajiban syari'at dalam menjalankan fungsi reproduksi, tentunya dalam hal lain juga harus demikian.
Hal itu juga diungkapkan Masdari, mengingat hak cerai suami dalam Islam hanyalah hak suami yang pada dasarnya tidak sepenuhnya benar.
Analisa Istinbat Masdar Farid Mas’udi
Tidak hanya itu, ideologi patriarki seakan menjadi ideologi yang sangat kuat di setiap masyarakat dan budaya, termasuk Indonesia, misalnya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan merupakan bentuk penempatan peran perempuan karena fungsi reproduksinya. Oleh karena itu, perempuan diberi peran domestik sebagai satu-satunya orang yang bertanggung jawab membesarkan anak dan mengurus keluarga, sedangkan laki-laki diberi peran di ruang publik untuk mengurus aspek sosial masyarakat. Dan sebagai suami dan istri, tidak ada pihak yang memiliki kewajiban/hak yang lebih berat di muka daripada yang lain.
Bangunan yang dibina atas dasar saling menyayangi, menyayangi, menyayangi dan melindungi antara satu sama lain akan menjadi sebuah bangunan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya rasa kasih dan sayang di antaramu. Untuk mencapai sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah sesuai dengan ayat di atas, haruslah berlandaskan kasih sayang, ketenangan dan kemantapan kedua belah pihak.
Kesimpulan
Saran