Halaman lanjutan
MATERI KULIAH PSIKODIAGNOSTIK
PERTEMUAN 8
TES KELOMPOK
Tes kelompok adalah tes yang dibuat untuk kebutuhan tertentu.
Hal-hal yang menjadi dasar dari tes kelompok misalnya berdasarkan gender atau jenis kelamin, kelompok budaya, dll.
Tes-tes kelompok digunakan terutama dalam sistem pendidikan, pegawai negeri, industri, dan dinas militer. Misalnya Army Alpha dan Army Beta yang digunakan dalam angkatan bersenjata AS. Army Alpha merupakan tes verbal yang dirancang untuk keperluan penyaringan umum dan penempatan.
Sedangkan Army Beta merupakan tes non-bahasa yang digunakan orang-orang yang sama sekali tidak bisa di tes dengan Alpha karena latar belakang bahasa asing atau buta huruf.
Pola yang dibangun oleh tes-tes ini diikuti secara ketat dalam pengembangan selanjutnya dari sejumlah tes kelompok untuk aplikasi sipil.
Dalam dinas militer, Armed Forces Qualification Test (AFQT) dikembangkan sebagai alat penyaringan utama, disusul kumpulan tes klasifikasi multikecerdasan untuk menilai bidang keahlian jabatan.
Jenis-jenis tes yang termsuk dalam tes kelompok:
1. Tes Inteligensi a. IST
Tes ini terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara struktur, dimana dari struktur tersebut menggambarkan pola kerja tertentu. Tes ini cocok untuk digunakan dalam memahami diri dan pengembangan pribadi, merencanakan pendidikan dan karir serta membantu dalam pengambilan keputusan hidup seseorang.
Terdiri dari 9 subtes yang keseluruhannya berjumlah 176 item. Masing-masing subtes memiliki batas waktu yang berbeda-beda dan diadministrasikan dengan menggunakan manual (Polhaupessy, dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).
Setelah didapatkan Standardized Score, maka tahap interpretasi dapat dilakukan.
Kesembilan subtes saling berkaitan, sehingga harus dilakukan semuanya dan
interpretasinya harus dilakukan secara keseluruhan (Amthauer dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).
b. CFIT
Tes yang dikembangkan oleh R.B. Cattel pada tahun 1920, pernah melakukan beberapa kali revisi untuk meningkatkan validitas. Pada tahun 1949, skala yang digunakan tes ini mengalami perubahan. Sejak itu skala tes yang ada dipakai hingga sekarang. CFIT mengukur inteligensi individu dalam suatu cara yang direncanakan untuk mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim kebudayaan dan tingkat pendidikan (Cattell dalam Kumara, 1989). Alasannya yaitu perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi performance test (hasil), sehingga dikembangkan tes yang adil budaya (culture fair) antara lain CFIT.
c. Multidimensional Aptitude Battery II (MAB-II)
MAB dirancang setara WAIS-R dan untuk menghasilkan skor-skor IQ dengan sifat- sifat psikometrik yang sama dengan yang terdapat pada WAIS-R.
Untuk peserta tes usia 16-74 tahun. MAB-II menghasilkan 10 skor subtes, serta IQ verbal, kinerja, dan skala penuh.
d. Tes Kemampuan Kognitif (CogAT – Cognitive Abilitiy Test)
CogAT merupakan salah satu tes kombinasi terbaik berbasis sekolah yang digunakan saat ini (Lohman & Hagen, 2001).
Sembilan subtes CogAT mencakup Tes Kombinasi Verbal, Tes Kombinasi Kuantitatif, dan Tes Kombinasi Nonverbal.
e. Matriks Progresif Raven (RPM)
Merupakan tes nonverbal penalaran induktif yang di dasarkan pada stimuli ber- gambar. RPM bermanfaat sebagai pengujian tambahan untuk orang-orang yang memiliki kelemahan pendengaran, bahasa, dan fisik.
2. Tes Inventory (tes yang menggunakan kertas dan pensil) a. PAPI
Tes PAPI Kostik di buat oleh Guru Besar Psikologi Industri asal Massachusetts, Amerika, Dr. Max Martin Kostick, pada awal tahun 1960. PAPI Kostick mengukur dinamika kepribadian (psychodynamics) dengan memperhatikan keterkaitan dunia sekitarnya(environment) termasuk perilaku dan nilai perusahaan(values) yang
diterapkan dalam suatu perusahaan atau situasi kerja dalam bentuk motif (need) dan standar gaya perilaku menurut persepsi kandidat (role) yang terekam saat psikotest.
Secara singkat, PAPI Kostick merupakan laporan inventori kepribadian (self report inventory), terdiri atas 90 pasangan pernyataan pendek berhubungan dalam situasi kerja, yang menyangkut 20 aspek keribadian yang dikelompokkan dalam 7 bidang:
kepemimpinan (leadership), arah kerja (work direction), aktivitas kerja (activity), relasi social (social nature), gaya bekerja (work style), sifat temperamen
(temperament), dan posisi atasan-bawahan (followership).
b. DISC
Sebuah alat untuk memahami tipe-tipe perilaku dan gaya kepribadian, pertama kali dikembangkan oleh William Moulton Marston. Dalam penerapannya di dunia bisnis dan usaha, alat ini telah membuka wawasan dan pemikiran, baik secara profesional maupun secara personal. Seperti umumnya alat-alat tes sejenis (termasuk IQ tes), DISC pertama kali digunakan untuk kepentingan militer dan secara luas digunakan sebagai bagian dalam proses penerimaan tentara AS pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia II. Setelah keandalannya terbukti, kemudian DISC secara bertahap dipakai untuk kepentingan rekrutmen yang lebih umum.
Sistem DISC
DISC personality system merupakan bahasa universal mengenai perilaku. Penelitian mengelompokkan karakteristik perilaku dalam empat bagian utama yang disebut sebagai gaya kepribadian. Orang dengan gaya yang serupa cenderung menampilkan ciri perilaku yang mirip. Setiap individu memiliki keempat gaya ini, akan tetapi bervariasi menurut intensitasnya. DISC merupakan akronim 4 tipe kepribadian yang berarti Dominant (D), Influencing (I), Steadiness (S), Conscientiousness (C).
c. EPPS
Tes EPPS (Edward Personality Preference Schedule) merupakan tes kepribadian yang mengukur tingkat kepribadian seseorang. Tes ini dikembangkan menurut teori
kepribadian H. A Murray, yang mencakup 15 kebutuhan yang harus dimiliki manusia.
Tes EPPS dapat diberikan secara individual maupun klasikal. Latar belakang awalnya
adalah untuk konseling dan orientasinya adalah untuk orang-orang yang normal (Karmiyati
& Suryaningrum, 2005).
Tes EPPS bertujuan untuk mengungkap 15 need yang ada pada diri seseorang. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesungguhan atau konsistensi subyek dalam mengerjakan tes.
Apabila konsisten dapat dikatakan bahwa subyek bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes dan menjadi valid untuk diskor. Standar konsistensi pengerjaan EPPS adalah 14,
namun di Indonesia konsistensi 9 sudah dapat dikatakan valid untuk diskor (Karmiyati &
Suryaningrum, 2005).
3. Tes minat a. RMIB
Menurut sejarahnya, tes tersebut disusun oleh Rothwell pertama kali pada tahun 1947 oleh Kenneth Miller. Sejak saat itu, tes minat tersebut menjadi Test Interest Rothwell-Miller atau yang lebih dikenal dengan Tes RMIB (Rothwell Miller Interest Blank).Tes ini sebenarnya bertujuan mengenal pasti minat individu terhadap 12 kategori pekerjaan yaitu kategori Outdoor, Mechanical, Computational, Scientific, Personal Contact, Aesthetic, Literary, Musical, Social service, Clerical, Practical, Medical. Alat tes ini banyak digunakan untuk dunia pendidikan misalnya penjurusan di SMA dan Perguruan Tinggi, serta dapat digunakan untuk dunia kerja dalam penentuan posisi jabatan seseorang (placement).
b. Holland
Holland mengemukakan 4 asumsi (Winkel dan Hastuti, 2005) sebagai berikut:
a. Ada 6 jenis model lingkungan kerja à Realistic, investigative, artistic, social, enterprising dan convensional.
b. Orang mencari lingkungan kerja yang memungkinkannya keterampilan-
keterampilan dan kemampuan-kemampuannya, mempraktikkan sikap-sikap dan nilai-nilainya dan menerima masalah-masalah dan peranannya yang sesuai atau yang Kongruence.
c. Perilaku seseorang ditentukan atau dipengaruhi oleh interaksi kepribadian dan ciri-ciri lingkungan karirnya.
TES-TES INDIVIDU
Tes yang secara tradisional disebut “tes intelegensi”, yaitu jenis tes yang merupakan turunan langsung dari skala – skala Binet yang asli. Tes seperti ini dirancang untuk digunakan dalam berbagai situasi dalam divalidasikan terhadap kriteria yang relatif luas (Aiken, 1996). Tes – tes ini memberikan secara khusus sebuah skor rangkuman tunggal, misalnya IQ tradisional, sebagai indeks tingkat kinerja umum orang – orang dites. Biasanya, tes – tes ini juga menghasilkan skor – skor pada subtes atau kelompok – kelompok subtes yang menaksir kemampuan yang dirumuskan secara lebih sempit. Karena begitu banyak tes intelegensi divalidasikan terhadap pengukuran prstasi akademis, tes – tes ini kerap dinamakan tes bakat/kemampuan belajar atau intelegensi akademik.
Tes res intelegensi sering digunakan sebagai instruemn penyaringan awal, untuk diikuti oleh tes bakat kemampuan khusus praktik ini terutama lazim dalam menguji orang – orang deawasa ata remaja yang normal untuk konseling pendidikan dan pekerjaan, seleksi karyawan dan maksud – maksud sejenis. Penggunaan tes intlegensi umum yang lain ada pada tes terbelakang. Untuk maksud – maksud klinis, bisa digunakan tes – tes yang diselenggrakan secara perorangan.
Diantara tes – tes intelegensi individu yang paling luas digunakan dalah sekala Standford- Binet dan Wechsler. Karena Stanford Binet adalah tes yang pertama dipaparkan dan dibicarakan lebih lengkap dari tes – tes yang lainnya. Maksudnya adalah memberikan ilustrasi awal tetang jenis informasi yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi sebuah tes.
Dilakukan terhadap satu orang pada satu waktu tertentu. Dalam pelaksanaannya lebih berfokus pada global atau holistic serta tester berhadapan langsung dengan testee, tujuan utama tes individu yaitu untuk mengukur kemampuan umum (general trait) dari individu, Time consuming, Observasi terhadap testee bisa dilakukan dengan lebih intensif, Skor tidak tergantung pada kemampuan membaca testee.
Jenis-jenis tes yang termsauk dalam tes individu:
1. Tes Inteligensi a. Stanford Binet
Digunakan untuk anak-anak yang berusia 2 tahun sampai dengan orang dewasa yang berusia 85 tahun keatas.
Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia mulai dari Usia-II sampai dengan Usia Dewasa-Superior. Diantara Usia-II dan Usia-V, tesnya meningkat dengan interval setengah tahunan, sedangkan diantara Usia-V dan Usia-XIV, level usia mengingkat dengan interval satu tahunan. Level-level selanjutnya dimaksudkan
sebagai level Dewasa-Rata-rata dan level Dewasa-Superior I, II, dan III.
Setiap level usia dalam skala ini berisi enam tes, kecuali untuk level Dewasa-Rata-rata yang berisi delapan tes. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia terisi soal- soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan perbedaan taraf kesukaran yang kecil itulah disusun urutan soal dari yang paling mudah sampai yang paling sukar.
b. Skala Kaufman
Terdapat 2 jenis yaitu:
1) Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC)
Tes ini diciptakan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman dari the University of Alabama. Skala-skala inteligensi dalam baterai (rangkaian) ini adalah Sequal Processing Scale dan Simulation Processing Scale. Sequal Processing Scale yaitu skala yang mengungkap abilitas atau kemampuan untuk memecahkan permasalahan secara bertahap dengan penekanan pada hubungan serial atau hubungan temporal diantara stimulus.
Stimulus ini, baik verbal maupun visual harus ditangni secara berurutan agar tercapai performansi yang optimal. Dalam K-ABC kemampuan ini diungkap antara lain oleh subtes Word Order dimana subjek harus menunjuk pada bayangan gambar dalam urutan sama dengan urutan nama yang disebut oleh penguji.
Simulation Processing Scale yaitu skala yang bertujuan mengungkap kemampuan anak dalam memecahkan permasalahan dengan cara mengorganisasikan dan memadukan banyak stimuli sekaligus dalam waktu yang sama. Permasalahan yang diajukan sering kali bersifat analogi atau mengandung aspek spasial. Baik berwujud perseptual maupun berujud konseptual, stimulusnya menghendaki pengerahan daya sintesis simultan agar tercapai penyelesaian yang benar.
Skala Stanford-Binet dilaksanakan secara individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes. Penyajian tesnya sendiri mengandung kerumitan yang spesifik bagi masing-masing individu yang dites. Tidak ada individu yang dikenai semua soal dalam tes karena setiap subjek hanya diberikan soal dalam tes yang berada dalam cakupan level usia yang sesuai dengan level intelektualnya masing-masing.
Untuk memperoleh angka IQ skor pada skala Stanford-binet diubah atau dikonversikan dengan bantuan suatu tabel konversi. IQ yang dihasilkan oleh skala ini merupakan IQ-deviasi yang mempunyai rata-rata (mean) sebesar 100 dan deviasi SD sebesar 16. Versi terbaru skala Stanford-Binet diterbitkan pada tahun 1986. Terbitan terbaru Stanford-Binet: edisi kelima (SB5) menggarisbawahi pemisahan intelegensi menjadi lima faktor dan dua bidang (verbal dan non verbal) sehingga menghasilkan 10 subtes. Kelima faktor tersebut adalah: Fluid Reasoning, Pengetahuan, Penalaran Kuantitatif (tes kuantitatif, rangkaian angka), Penalaran Visual-Spasial (melipat kertas, mengkopi), Working Memory (memori kalimat, memori sajian urutan benda).
Dalam K-ABC, stimulus bentuk ini mencakup tugas pengenalan bercak tinta yang disajikan separuh selesai (Gestalt Completion) dan analogi visual yang umumnya abstrak (Matrix Analogies). Baterai (rangkaian) dalam skala ini juga menyajikan kombinasi Sequantial dan Simultaneous Processing yang masing- masing disebut Mental Processing Composite Scale, Achievement Scale, dan non-Verbal Scale. Skor pada kesemua skala dalam K-ABC memiliki mean 100 dan unit SD sebesar 15 agar dapat dibandingkan langsung satu sama lain dan dengan ukuran inteligensi lain.
Tes ini dilaksanakan secara individual untuk anak-anak dan remaja untuk usia 3-18. tujuannya yaitu untuk mengurangi perbedaan skor antara anak-anak dari kelompok etnis dan budaya yang berbeda.
2) Kaufman Brief Intelligence (K-BIT)
Tes penyaringan intelegensi umum standar yang baru-baru ini dipublikasikan dalam bentuk edisi kedua yaitu KBIT-2 yang terdiri dari
o skala Crystallized atau verbal yang memiliki dua jenis soal (pengetahuan verbal dan teka-teki)
o skala non verbal atau Fluid yang mencakup soal-soal matriks.
KBIT-2 dilaksanakan untuk peserta berusia 4-90 tahun dan dalam waktu kurang lebih 20 menit.
c. Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS)
Skala Weschler pertama kali diterbitkan pada tahun 1939 dengan nama Weschler- Bellevue (W-B). Sasaran utama test ini adalah untuk menyediakan test intelegensi bagi orang dewasa. Test ini dirancang untuk anak-anak sekolah dan diadaptasikan untuk orang dewasa dengan menambahkan beberapa soal yang lebih sulit.
Soal-soal dalam setiap subtes dirancang sesuai dengan tujuan penggunaan skala ini, yaitu sebagia ukuran inteligensi orang dewasa yang dimaksudkan untuk digunakan pada subjek yang berusia antara 16 sampai dengan 64 tahun. Dalam memberikan skor untuk subtes Hitungan, Simbol Perakitan Angka, Rancangan Balok, Susunan Gambar, dan Perakitan Objek, kebenaran jawaban dan kecepatan menjawab sangat
diperhitungkan. Jawaban yang benar akan tetapi diberikan setelah batas waktu yang dibolehkan tidak akan mendapat skor. Semakin cepat penyelesaian diberikan,
skornya akan semakin tinggi.
d. WISC
Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun.
Melalui prosedur pemberian skor yang telah ditentukan, setiap subjek akan memperoleh skor pada masing-masing subtes. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk angka standar melalui tabel norma sehingga akhirnya diperoleh suatu angka IQ –deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk skala verbal dan satu angka IQ-deviasi untuk skala performansi, dan satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala.
2. Tes Inventori (tes yang menggunakan kertas dan pensil) a. Rorschach
Dalam tes ini, klien diperlihatkan sepuluh kartu dengan bentuk ambigu hasil dari
cipratan tinta yang hampir simetris. 5 kartu berwarna hitam, putih dan abu-abu yang berbayang, sedangkan 5 kartu lainnya memiliki warna. Tes ini mengevaluasi emosi-emosi yang dialami klien dalam hidupnya, tingkat intelektual dan membantu menjelaskan
komponen-komponen kepribadian seseorang.
Dasar Pemikiran Tes Rorschach:
• Asumsi : ada hubungan antara persepsi dengan kepribadian.
• Bercak tinta : ambigous dan unstructure, yaitu persepsi personal, spontan dan tidak dipelajari.
• Tujuan utama : mendeskripsikan kepribadian seseorang secara keseluruhan (Gestalt).
b. Hematic Apperception Test (TAT)
TAT didasarkan pada teori kebutuhan Murray yang melihat bahwa perilaku manusia didorong oleh motivasi internal dan eksternal, dikenal sebagai teknik interpretasi gambar karena menggunakan rangkaian standar provokatif berupa gambar yang ambigu dan klien yang harus menceritakan sebuah cerita dari gambar yang tertera. Tugas klien adalah menceritakan apa yang sedang terjadi saat ini, sebelumnya (situasi apa yang menimbulkan peristiwa saat ini), bagaimana pikiran dan perasaan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan bagaimana akhir dari cerita yang dibuat klien.TAT berguna dalam mempelajari secara keseluruhan kepribadian seseorang, sehingga dapat menginterpretasi tingkah laku abnormal, penyakit psikosomatis, neurose. Manfaat khusus TAT, Sebagai pendahuluan interview therapi dan merupakan langkah pertama dalam psikoanalisa.
PERBEDAAN TES KELOMPOK DAN TES INDIVIDU
Tes kelompok harus berbeda dari tes individu dalam hal bentuk ataupun susunan butir- butir soal. Perbedaan pokok lain antara tes kelompok dan tes individu traadisional adalah dalam hal kontrol atas kesulitan soal.
Organisasi soal ini memberikan kepada masing-masing peserta tes, peluang untuk mencoba setiap jenis soal, seperti, tes kosakata, tes aritmatik, dan tes daya bayang ruang (spatial), dan untuk menyelesaikan soal-soal yang lebih mudah dari masing- masing jenis tes
Sebelum mencoba soal-soal yang lebih sulit, yang barangkali menuntut banyak waktu.Satu kesulitan praktis yang dihadapi oleh tes yang dibuat terpisah adalah bahwa penguji yang kurang berpengalaman atau kurang cermat bisa melakukan kesalahan perhitungan waktu.
Guna mendamaikan kedua hal ini, yakni penggunaan batas waktu tunggal dengan pengaturan yang memungkinkan semua peserta tes mencoba semua jenis soal pada level yang semakin lama semakin sulit secara berurutan.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
TES INDIVIDU DAN TES KELOMPOK
Keuntungan Tes Individu
a) Tester dapat melakukan observasi yang mendalam terhadap testee.
b) Lebih mendalam mengetahui karakter spesifik individu.
c) Isi atau konten pertanyaan lebih spesifik dan mendalam.
Kerugian Tes Individu
a) Memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan tes kelompok.
b) Hasil tes bersifat spesifik pada individu tertentu dan tidak bisa
digeneralisasikan kepada individu lain.
a. Keuntungan dari Pengetesan Kelompok
Tes-tes kelompok dirancang, terutama sebagai alat untuk pengetesan massal. Dengan menggunakan hanya soal-soal yang dicetak dan jawaban-jawaban sederhana yang dapat direkam pada bosur tes atau lembaran jawaban, atau pada komputer
mengabaikan hubungan orang per orang antara penguji dan peserta tes. Cara kedua yang dengannya tes kelompok memudahkan pengetasan massal adalah karena tes ini benar-benar menyederhanakan peran penguji.
Dari segi lain, tes-tes kelompok khususnya memberikan norma yang lebih mantap dibanding tes individu. Karena relatif mudah dan cepatnya pengumpulan data pada tes kelompok, maka sudah merupakan hal biasa untuk menguji sampel representatif yang benar dalam proses standarisasi.
b. Kerugian dari pengetesan kelompok
Dalam pengetasan kelompok, penguji memiliki peluang yang jauh lebih kecil untuk berhubungan, bekerjasama, dan mempertahankan minat peserta tes. Dari segi lain, tes kelompok telah diserang kerena keterbatasan-keterbatasan pada jawaban peseta tes.