• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) Terhadap Pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) Terhadap Pertumbuhan "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus epidermidis

Irma Zarwinda1*, Fauziah2, Shara Shevalinda3, Dwi Putri Rejeki4

1,2,3

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Banda Aceh

4Akademi Farmasi YPPM Banda Aceh

*Koresponden email: zarwindairma@yahoo.co.id

Diterima: 27 November 2020 Disetujui: 16 Desember 2020

Abstract

Startfruit (Averrhoa bilimbi L.) is one the kind of plant that is widely used as a traditional herbal medicine to overcome various diseases i.e. diabetes mellitus, cough, rheumatism, thrush, diabetes, toothache, acne, etc. The secondary metabolites of the starfruit leaves contain flavonoids and tannins, whereby these active compounds can be used as an antibacterial. This study aimed to determine the inhibiting power of starfruit leaf ethanol extract against Staphylococcus epidermidis at concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100%.

The research was conducted at the AKAFARMA Laboratory and the Chemistry Laboratory , Faculty of Teacher Training and Education, Syiah Kuala University from June to July 2020. The research method was laboratory experimental using the disk diffusion method. The population of starfruit leaves was obtained from Lhokseumawe using a purposive sampling technique. Ethanol extract of starfruit leaves with concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100%. The diameter of the inhibition zone of the ethanol extract from the starfruit leaves at concentrations of 100%, 75%, 50%, and 25% were 15 mm, 12 mm, 11 mm and 10 mm, respectively. It can be concluded that ethanol extract of starfruit leaves can inhibit the growth of Staphylococcus epidermidis with a maximum inhibitory concentration of 100%, which is classified as a strong category.

Keywords: Averrhoa bilimbi L, disc diffusion, inhibition, staphylococcus epidermidis, diabetes,

Abstrak

Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai obat herbal tradisional berbagai penyakit seperti diabetes mellitus, batuk, rematik, sariawan, kencing manis, sakit gigi, jerawat, dan sebagainya. Metabolit sekunder dari daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid dan tanin, dimana senyawa aktif tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak etanol daun belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium AKAFARMA Banda Aceh dan Laboratorium FKIP Kimia Universitas Syiah Kuala.

Metode penelitian ini adalah eksperimental laboratorium menggunakan metode difusi cakram. Populasi daun belimbing wuluh diperoleh dari Kota Lhokseumawe dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Adapun diameter zona hambat ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25% berturut-turut adalah 15 mm, 12 mm, 11 mm dan 10 mm. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis, dengan hasil maksimal didapatkan pada konsentrasi 100% yang tergolong kedalam kategori kuat.

Kata Kunci: daun belimbing wuluh, daya hambat, diabetes, difusi cakram, staphylococcus epidermidis

1. Pendahuluan

Belimbing wuluh atau yang dikenal dengan bahasa latin (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu tanaman herbal yang dikenal luas di Indonesia [1]. Hampir seluruh bagian dari tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan tradisonal, yaitu mulai dari buah, daun, hingga bunga. Menurut etnobotani, di masyarakat lokal tanaman belimbing wuluh memiliki khasiat untuk mengobati beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, menghilangkan jerawat, hipertensi, batuk, demam, encok, radang usus dan penyakit lainnya [2]. Daun dari tumbuhan belimbing wuluh umumnya banyak digunakan sebagai obat traditional pada kulit seperti gatal-gatal, bengkak, kulit melepuh dan sebagainya [3][4]. Selain itu, aktivitas antibakteri dari ekstrak telah dilaporkan oleh banyak ilmuwan [3].

(2)

Ref [5] juga melaporkan, kandungan zat antibakteri pada daun Averrhoa bilimbi L dipercaya efektik untuk penanganan infeksi kulit. Infeksi kulit yang paling umum ditemui di masyarakat yaitu gatal- gatal serta infeksi kulit seperti jerawat (acne vulgaris). Bakteri yang bekerja dalam pembentukan jerawat pada wajah disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Propionibacterium acnes. Bakteri S. aureus dan S. epidermidis tergolong kedalam bakteri gram positif yang banyak ditemui pada saluran pernafasan, leher, dan muka. Infeksi dari kedua bateri ini menimbulkan beberapa gejala, yaitu munculnya peradangan, tumbuhnya jerawat, dan pembengkakan. Namun penyebab yang ditimbulkan oleh bakteri jenis ini lebih jelas terlihat pada pembentukan jerawat.

Jerawat dapat dicegah dengan bahan kimia tetapi penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan terlebih pada kosmetik. Maka dari itu, masyarakat lebih mempercayai bahan alam yang tidak memiliki efek samping dan lebih aman dalam penggunaan jangka pendek maupun panjang. Salah satu bahan alam yang dapat mencegah timbulnya jerawat yaitu daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi Linn). Daun belimbing wuluh mengandung beberapa senyawa kimia, seperti flavonoid, saponin, dan tannin yang digunakan sebagai zat aktif antibakteri [6].

Dari hasil penelitian mengenai daun belimbing wuluh, bahwa pada konsentrasi ekstrak 10,45%

dapat menghambat pertumbuhan S. aureus sebesar 13,13 mm [6]. Ref. [7] melaporkan, ekstrak etanol dari buah belimbing wuluh dengan konsentrasi 10% b/v dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat, yaitu S. aureus (21,6 mm) dan S. epidermidis (28,6 mm). Hal yang sama juga di laporkan oleh ref. [8] [9], ekstrak daun Averrhoa bilimbi L. dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis dengan perlakuan konsentrasi dan zona hambat sebagai berikut, yaitu konsentrasi 0,7% dengan zona hambat 0.82mm dan konsentrasi 2,5% dengan zona hambat 7 mm. Sementara itu, menurut ref. [10]

konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 9% dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermis (14,28 mm) dan bakteri Propionibacterium acne (14,95 mm).

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui daya hambat ekstrak etanol dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis pada konsentrasi ekstrak 100%, 75%, 50%, dan 25%.

2. Metodologi Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) Banda Aceh Yayasan Harapan Bangsa Darussalam dan di Laboratorium Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP), Universitas Syiah Kuala dari bulan Juni sampai Juli 2020.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah seperangkat alat maserasi, rotary evaporator, autoclave, kawat ose, cawan petri, Erlenmeyer, tabung reaksi, lampu spiritus, alumunium foil, pipet tetes, gelas kimia, penggaris, dan pinset.

Bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah daun belimbing wuluh, etanol 96%, akuades, bakteri uji Staphylococcus epidermidis, media (NB), MHA, antibiotik tetrasiklin, kapas, dan kertas cakram.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan metode difusi cakram yaitu untuk menguji daya hambat ekstrak etanol daun belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Sementara itu, teknik pengambilan sampel daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.) menggunakan metode purposive sampling. Konsentrasi ekstrak etanol dari sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%.

Prosedur Kerja 1. Sterilisasi Alat

Seluruh peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian dicuci hingga bersih dan didiamkan sampai kering. Kemudian seluruh alat seperti Erlenmeyer, gelas kimia, cawan petri, pipet ukur, labu ukur, corong kaca, dan tabung reaksi dibungkus menggunakan kertas buram. Lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 30 menit. Sementara itu, batang bengkok dan ose bulat disterilkan diatas nyala bunsen dengan cara dilewatkan.

2. Pembuatan Media NB

Ditimbang 0,65 gram media NB dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan akuades sebanyak 50 ml. Dipanaskan sampai larut , kemudian sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

(3)

3. Pembuatan Media MHA

Ditimbang 3,4 gram media MHA dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 100 ml. Dipanaskan sampai semua bahan larut kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.

4. Peremajaan Bakteri Staphylococcus epidermidis

Diambil koloni bakteri S. epidermidis dari biakan murni dengan jarum ose yang sudah disterilkan di api bunsen lalu diinokulsikan ke dalam media NB diaduk hingga keruh, kemudian diinkubasikan di inkubator pada suhu 35ºC selama 24 jam.

5. Persiapan Sampel

Daun belimbing wuluh yang diambil mulai dari tangkai ke 5 dari pucuk daun sampai tangkai ke 10, dipisahkan daun dari batangnya, dicuci bersih, kemudian dikering-anginkan lalu dihaluskan menjadi serbuk simplisia.

6. Pembuatan ekstrak etanol daun belimbing wuluh.

Proses ekstraksi serbuk simplisia dengan maserasi yang menggunakan etanol 96% sebagai pelarut, rasio bahan pelarut 1:5. Serbuk sampel dan pelarut yang sudah dicampur, lalu ditutup rapat agar tidak terkena paparan sinar matahari kemudian. Selanjutnya di diamkan selama 3 x 24 jam untuk proses ekstraksi. Kemudian dipisahkan antara filtrat dan residu menggunakan corong yang dilapisi oleh kertas saring. Filtrat yang diperoleh lalu dievaporasi pada suhu 40oC hingga didapatkan konsistensinya yang kental atau ±10% [5].

7. Pengujian aktivitas anti bakteri ekstrak etanol daun belimbing wuluh.

Dibuat larutan uji dari ekstrak etanol dari daun belimbing wuluh dengan berbagai konsentrasi, yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% (b/v) menggunakan rumus pengenceran. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri uji diambil dan diinokulasikan ke media MHA secara merata dengan cotton bud steril dibiarkan selama 3 menit sampai suspensi bakteri meresap kedalam media. Secara aseptik, diletakkan 1 disk antibiotik (kontrol positif), 4 disk yang mengandung berbagai konsentrasi larutan uji, dan 1 disk blank kontrol negatif pada permukaan media MHA. Untuk menghindari terbentuknya overlapping pada zona hambat maka dibutuhkan jarak yang teratur. Diberi label keterangan/nama pada dasar cawan petri dan diinkubasikan selama 24 jam. Diamati pertumbuhannya dan ukur diameter zona jernih yang terbentuk di sekitar paper disk dengan jangka sorong/penggaris.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh

Proses ekstraksi etanol dari daun belimbing wuluh diproleh dengan cara metode ekstraksi secara maserasi. Proses maserasi sering digunakan dalam isolasi senyawa bahan alam karena cukup menggunakan pelarut air atau pelarut non polar. Maserasi merupakan proses mengekstraksi bahan/simplisia dengan tidak menggunakan pelarut air rendaman dalam waktu tertentu [11]. Ekstraksi daun belimbing dilakukan dengan proses maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan perbandingan bahan dan pelarut (b/v) yaitu 1:5 [5].Adapun penelitian yang lain juga membuat ekstrak etanol dari daun belimbing wuluh menggunakan perbandingan yang sama yaitu 1:5 [12]. Etanol adalah pelarut universal yang dapat melarutkan senyawa-senyawa kimia dengan selektif dan mampu mendegradasi dinding / membran sel bakteri dengan mendenaturasi proteinnya dan melarutkan lipid-nya, sehingga didapatkan sari dari senyawa tersebut [13]. Selain itu ada juga penelitian lain yang membuat masker peel off dari ekstrak daun Averrhoa bilimbi L. menggunakan etanol 96% melalui proses maseri [14].

Serbuk simplisia daun belimbing wuluh yang digunakan adalah sebanyak 1,5 kg dan pelarut 7,5 L.

Hasil maserasi kemudian di evaporasi pada suhu 400C hingga diperoleh ekstrak etanol dari tumbuhan belimbing wuluh. Ekstrak yang diperoleh berwarna hijau kecokelatan dengan berat ekstrak 210 gram.

Hasil ekstraksi etanol disajikan pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1. Ekstrak etanol daun Belimbing Wuluh Sumber: Hasil penelitian, (2020)

Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan bakteri S. epidermidis, maka diperoleh diameter zona hambat yang disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Diameter zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis

Konsentrasi (%) ekstrak daun belimbing wuluh

Diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis (mm)

100% 15

75% 12

50% 11

25% 10

Aquades Steril (-) 0

Tetrasiklin (+) 45

Sumber: Hasil penelitian (2020)

Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa pada uji difusi disk zona hambat yang terbentuk menunjukkan ekstrak etanol daun belimbing wuluh cenderung berhasil dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh pada penelitian ini dimulai dari konsentrasi terendah hingga konsentrasi tertinggi, yaitu 25%, 50%, 75%, dan100% dengan zona hambat berturut-turut yaitu 10 mm, 11 mm, 12 mm, dan 15 mm. Ekstrak belimbing wuluh mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik, tannin, serta terpenoid [15]. Penelitian serupa juga menyatakan bahwa ekstrak dari belimbing wuluh yang terdiri atas saponin, flavonoid, triterpenoid, dan tanin, dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam menghambat pertumbuhan bakteri [16]. Daun belimbing mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid dan tanin, yang diduga senyawa aktif tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri [17].

Efektivitas suatu zat antibakteri dapat dilihat berdasarkan diameter zona hambatnya. Terdapat tiga kategori zona hambat pada bakteri, yaitu kategori sangat kuat (diameter >20mm), sedang (diameter 5-10 mm), dan lemah (<5 mm) [16]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diasumsikan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh tergolong kuat dalam menghambat bakteri pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

(5)

Gambar 2. Hasil uji daya hambat ekstrak etanol daun belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

Sumber: Hasil penelitian (2020)

4. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh, yaitu 100% (15 mm), 75% (12 mm), 50% (11 mm), dan 25% (10 mm). Namun demikian, ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis dengan hasil maksimal didapatkan pada konsentrasi 100% (15 mm) yang tergolong kedalam kategori kuat.

5. Referensi

[1] W. Hembing, Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit, Niaga Swadaya, Jakarta, 2008.

[2] A. N. S. Thomas, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta, 1989.

[3] D. Gunawan, Mulyani, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Penebar Swadaya, Jakarta, 2006.

[4] Anita R, Geetha R.V., Lakhsmi T, Averrhoa bilimbi Linn Nature Drugs Store-A Pharmalogical Review, Int J. Drug Dev & Res, 3: 101-106, 2011.

[5] H. Fitri, “Kecantikan Berbasis Bahan Alami,” Universitas Muslim Indonesia, Makassar, 1(6):109- 110, 2016.

[6] P. A. C. D. Pendit, E. Zubaidah, dan F. H. Sriherfyna, “Karekteristik fisik-kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak daun belimibing wuluh (Averrhoa bilimbi L.),” J. Pangan dan Agroindustri, 4 (1) : 400-409, 2016.

[7] A. Rahmiati, D. Sri, dan H. M. Ana, “Daya Hambat Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidemidis Secara in Vitro,” Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang, 2017.

[8] C. R. Yonanda, W. Dwi dan M. Siti, “Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Daya Hambat Staphylococcus epidermidis,Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Jember, 2016.

[9] T. R. A. Wijayanti dan S. Rani, “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Penyebab Infeksi Nifas,” J. Ilmiah Ilmu Kesehatan, 6 (3): 277-285, 2018.

[10] G. S. C. Ginting, “Formulasi Masker Peel-Off Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Sebagai Anti Jerawat,” Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2018.

[11] Arifulloh, “Ekstraksi Likopen Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dengan Berbagai Komposisi Pelarut,” Universitas Jember, Jember, 2013.

[12] M. Insani, E. Liviawati dan L. Roslini, “Penggunaan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh Terhadap Masa Simpan Filet Patin Berdasarkan Karakteristik Organoleptik,” J. Perikanan Kelautan, 7(2): 14-21, 2016.

[13] P. Tiwari, B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur and H. Kaur, “Phytochemical Screening and Extraction,” A Review: International Pharmaceutica Sciencia, 2011.

(6)

[14] Zainuddin, S. Widyastuti, S. Usman dan C. Wulan, “Formulasi Sediaan Masker Peel Off dari Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Menggunakan Basis CARBOPOL 934,”

Media Farmasi p.issn 0216-2083 e.issn 2622-0962.15 (2): 185-191, 2019.

[15] N. Ibrahim, Yusriadi dan Ihwan, “Uji Antipiretik Kombinasi Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Burm.F. Nees.) dan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus),” J. Natural Science. 3 (3): 257-268, 2014.

[16] O. Saputra dan N. Anggaini, “Khasiat belimbing wuluh (Avrrhoa bilimbi L.) terhadap penyembuhan acne vulgaris, Majority, 5 (1) : 76-80, 2016.

[17] Wijayakusuma H. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi, Penebar Swadaya, Jakarta, 2006.

[18] Susanto, Sudrajat dan Ruga, “Studi Kandungan Bahan Aktif tumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) Sebagai Sumber Senyawa Antibakteri, J. kesehatan, 11(2):1-15, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

9 Siprofloksasin sebagai kontrol positif digunakan untuk membandingkan daya hambat antara obat dan ekstrak spons laut Callyspongia aerizusa, Siprofloksasin merupakan

Pada tabel di atas dilihat bahwa ekstrak daun sirih (Piper betel l.) dalam hand sanitizer menghasilkan zona hambat bakteri terhadap Staphylococcus aureus, serta memiliki