Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara sleep hygine dengan kejadian insomnia pada lansia pada dua komponen yaitu faktor pola makan dan olahraga. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diperoleh maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Sikap Tidur Higienis dengan Angka Kejadian Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin”. Berdasarkan permasalahan yang ada maka diambil rumusan masalah “Adakah hubungan antara sikap tidur higienis dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin”?
Untuk mengetahui hubungan Sikap Sleep Hygiene dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin. Identifikasi sikap tidur higienis dan angka kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin. Menganalisis hubungan sikap sleep hygine dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Budi Sejahtera Landasan Ulin.
Landasan Teori 1. Pengertian Lansia
Tidur REM
Para ilmuwan mendefinisikan tidur terbaik adalah tidur yang memiliki kombinasi REM dan non-REM yang tepat. Tahap IV adalah tahap tidur terdalam, saat orang paling sulit untuk bangun. Hal ini dapat menyebabkan tubuh menyimpan lebih banyak energi saat tidur. Kurang tidur dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan perubahan fungsi tubuh, termasuk keterampilan motorik, memori, dan keseimbangan.
Menurut (Rafknowledge, 2008) Sulit tidur atau insomnia ringan merupakan suatu keadaan yang sering dikeluhkan dengan masalah seperti sulit tidur, tidur tidak teratur, sulit untuk tetap tertidur, sering terbangun di tengah malam, dan sering terbangun di awal malam. Insomnia yang kita alami bisa berlangsung beberapa hari, dua atau tiga minggu saja. Sedangkan menurut (Kartono, 2007), kesulitan tidur dapat disebabkan oleh stres yang tiba-tiba. Wicaksono, 2012) Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling banyak terjadi. Setiap tahun di dunia diperkirakan sekitar 20%-50%. Pada orang normal, kesulitan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan siklus tidur biologis, menurunnya sistem kekebalan tubuh dan menurunnya performa kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Menurut beberapa peneliti, kesulitan tidur yang berkepanjangan ditemukan 2,5 kali lebih sering terjadi pada kecelakaan mobil dibandingkan orang yang cukup tidur (Japardi, 2007). Secara umum faktor sulit tidur : Menurut (Rafknowledge, 2008), faktor umum sulit tidur adalah : Lingkungan yang tidak kondusif untuk tidur malam, seperti terlalu berisik, dapat menyebabkan sulit tidur karena dapat mengganggu. kedamaian istirahat atau tidur.
Lingkungan sekitar juga mempengaruhi sulit tidur, karena jika lingkungan kurang kondusif maka akan terjadi kesulitan tidur. Lingkungan yang kurang kondusif disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencahayaan yang terlalu banyak, tempat tidur yang tidak mendukung. Kurang tidur terlalu sering atau waktu tidur tidak stabil dan tidak ada jadwal tidur yang teratur.
Kebersihan tidur adalah identifikasi dan modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur. 2010) menyatakan bahwa higiene tidur berperan penting terhadap kualitas tidur agar kebiasaan tidur menjadi lebih baik. “Praktik kebersihan tidur yang tepat sangat membantu dalam menciptakan pola tidur yang tepat sehingga pola tidur yang baik dan tidak memerlukan penggunaan obat-obatan.” Perilaku higiene tidur yang baik dapat mencegah berkembangnya gangguan dan masalah. Artinya, perilaku higiene tidur yang baik juga dapat membantu seseorang mendapatkan kualitas tidur yang baik.
Lokasi, waktu dan sasaran penelitian 1. Lokasi Penelitian
Metode Penelitian yang Digunakan
Populasi dan sampel 1. Populasi
Sampel dalam penelitian ini adalah sikap sleep hygine dengan derajat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
Insomnia Suatu kondisi dimana lansia mengalami kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur, atau sering terbangun di tengah malam dan tidak dapat tertidur lagi serta bangun pagi-pagi sekali.
Pengumpulan Data 1. Sumber Data
Menurut Saryono (2011), data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, dimana peneliti tidak memperoleh data tersebut secara langsung dari subjek penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah jumlah lansia yang menjaga higiene tidur di Panti Sosial Tresno Werdh Budi Sejahter Landasan Ulin. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen penelitian dapat berupa angket, formulir observasi, bentuk lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sejenisnya (Notoatmodjo, 2010).
Kuesioner pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahter Landasan Ulin.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Metode Analisis Data 1. Teknik pengolahan data
Periksa setiap data atau sumber data atau responden terhadap kemungkinan adanya kesalahan pengkodean, ketidaklengkapan, dan lain-lain, kemudian dilakukan koreksi atau koreksi terhadap data tersebut. Analisis data merupakan langkah selanjutnya setelah data terkumpul, untuk memperoleh makna atau makna dari hasil penelitian. Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran dan distribusi karakteristik frekuensi yang digunakan untuk menggambarkan setiap variabel yang diteliti.
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang diteliti yaitu 1 variabel bebas (sleep hygine) dan 1 variabel terikat (insomnia). Insomnia diklasifikasikan menjadi: a) insomnia ringan jika skornya 0-10 b) insomnia sedang jika skornya 12-22 c) insomnia berat jika skornya 23-33. Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan sleep hygine dengan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahter Landasan Ulin. Dengan menggunakan chi kuadrat, dibentuk sebagai berikut :.
Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Geografi
Hasil Penelitian dan Analisa Data 1. Karakteristik Responden
Analisis Univariat
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan kualitas tidur lansia sebelum dilakukan Sleep Hygiene adalah sebanyak 52 orang (100%) yang mengalami kualitas tidur buruk. Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan kualitas tidur setelah melakukan Sleep Hygiene menunjukkan bahwa dari 52 orang, 25 orang (48,1%) memiliki kualitas tidur baik, dan 27 orang (51,9%) memiliki tidur cukup. kualitas.
Analisis Bivariat
Hal ini menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari nilai α yaitu ≤ 0,05, dimana dalam hal ini p ≤ α maka hipotesis diterima yang berarti terdapat perbedaan pola tidur lansia sebelum dan sesudah pelaksanaan. higiene tidur dalam arah peningkatan kualitas tidur lansia di panti sosial Tresna Werd Budi Sejahter Landasan Ironwood.
Pembahasan
Kualitas tidur yang buruk pada lansia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan gaya hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2017) menyatakan bahwa buruknya kualitas tidur lansia karena sering terbangun saat tidur malam disebabkan oleh terganggunya lansia dalam tidurnya, baik karena gangguan psikis maupun karena keterpaksaan untuk pergi ke tempat tidur. toilet karena keinginan untuk buang air kecil. Menurut penelitian (Irwina Angrlia S, 2012) yang menunjukkan bahwa lansia memiliki kualitas tidur yang buruk karena sering terbangun di malam hari karena keinginan untuk buang air kecil, rasa cemas, suhu kamar yang terlalu hangat atau dingin.
Kualitas tidur lansia setelah dilakukan teknik sleep hygine didapatkan 25 orang (48,1%) memiliki kualitas tidur baik dan 27 orang (51,9%) memiliki kualitas tidur cukup. Sleep higiene merupakan suatu sikap yang melalui perubahan perilaku, lingkungan, pola makan dan olah raga dapat membuat lansia tidur lebih nyenyak dan secara tidak langsung dapat mengurangi stres yang berhubungan dengan fisiologi tubuh. Berdasarkan hasil survei terdapat perubahan kualitas tidur lansia yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan sleep hygine dari kualitas tidur buruk dari 52 responden atau 100% menjadi 25 responden atau 48,1% dengan kualitas tidur baik dan 27 responden. 51.9. % dengan kualitas tidur cukup.
Jadi terlihat dari perbandingan sebelum dan sesudah penerapan sleep hygine terdapat peningkatan kualitas tidur lansia. Hal ini dapat dibandingkan dengan kategorisasi kualitas tidur Barata (2012) yang menyatakan bahwa kualitas tidur baik jika mendapat skor ≤ 5 dan kualitas tidur cukup jika mendapat skor > 5-21. Berdasarkan pemaparan tersebut terlihat bahwa efek sleep hygine yang dilakukan selama 1 minggu dengan durasi 15 menit dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin karena sleep hygine dapat menenangkan. pikiran dan tubuh seseorang sehingga terhindar dari tekanan mental, fisik, dan mental. emosi yang dialami responden.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan kualitas tidur lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin antara sebelum dan sesudah diterapkan sleep hygienis. Terapi sleep hygine non farmakologi merupakan salah satu metode yang dapat mewujudkan tidur yang lebih sehat pada lansia melalui perubahan perilaku, lingkungan, pola makan dan olahraga serta secara tidak langsung dapat mengurangi stres yang berhubungan dengan fisiologi tubuh. Hasil berupa perbedaan yang diperoleh dari penelitian ini disebabkan oleh adanya higiene tidur responden lansia yang membuat tubuhnya bersih dan nyaman, serta suasana hati yang lebih tenang sehingga berdampak pada peningkatan kualitas tidurnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ahsan (2015) yang meneliti pengaruh sleep hygine terhadap insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna yang berjumlah 109 orang.
Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada Bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai hubungan sikap sleep hygine dengan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin sebagai berikut. Kualitas tidur lansia sebelum diterapkan sikap sleep hygine dengan tingkat kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 52 responden (100%). Terdapat perbedaan tingkat kualitas tidur lansia setelah penerapan sleep higiene yaitu 25 responden (48,1%) dengan kualitas tidur baik dan 27 responden (51,9%) dengan kualitas tidur cukup.
Berdasarkan hasil analisis data mengenai sikap sleep hygine dalam meningkatkan kualitas tidur lansia menggunakan uji chi-square dengan purposive sampling diperoleh P-value sebesar 0,0266 ≤ α 0,05 yang menyatakan bahwa sikap sleep hygine efektif dalam meningkatkan kualitas tidur lansia. meningkatkan kualitas tidur lansia.
Saran
Penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam memberikan pelayanan kepada lansia khususnya yang mempunyai indikasi mengalami gangguan tidur, sehingga dapat dicegah. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. Tesis: Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola tidur buruk pada lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember Universitas Jember.
Tesis: Deskripsi pola tidur dan gangguan tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werda Budi Luhur Kota Jambi. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur (insomnia) pada lansia di Panti Jompo Tresna Kabupaten Magetan. Hubungan antara kualitas tidur yang dilaporkan dan kebersihan tidur di pediatri remaja Italia dan Amerika.
Prevalensi insomnia berdasarkan karakteristik dan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Jompo Pucang Gading Semarang. Pengaruh Sleep Hygiene terhadap Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha "Sabai Nan Aluh" Sicicin Padang Pariaman.