• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GAWAI DENGAN KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA SHAFIYYATUL AMALIYYAH KOTA MEDAN TAHUN 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GAWAI DENGAN KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA SHAFIYYATUL AMALIYYAH KOTA MEDAN TAHUN 2022"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar belakang

Rumusan masalah

Tujuan penelitian

  • Tujuan umum
  • Tujuan khusus

Manfaat penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

  • Gawai
  • Anatomi retina
  • Fisiologi dan histologi retina
    • Sel fotoreseptor
    • Lapisan retina
    • Makula
  • Computer vision syndrome
    • Definisi computer vision syndrome
    • Epidemiologi computer vision syndrome
    • Etiologi computer vision syndrome
    • Faktor risiko computer vision syndrome
    • Patofisiologi computer vision syndrome
    • Gejala computer vision syndrome
    • Diagnosis computer vision syndrome
  • Kerangka teori
  • Kerangka konsep
  • Hipotesis

Di tengah makula terdapat lekukan avaskular yang disebut fovea, yang mengandung sel kerucut dengan konsentrasi tinggi. . Sindrom penglihatan komputer, juga dikenal sebagai ketegangan mata digital, adalah sekelompok masalah terkait mata dan penglihatan yang disebabkan oleh penggunaan perangkat yang berkepanjangan (komputer, tablet, e-reader, dan ponsel). The American Optometric Association mendefinisikan computer vision syndrome sebagai kompleks (kumpulan) masalah mata dan penglihatan yang berkaitan dengan aktivitas yang menekankan penglihatan dekat dan dialami sehubungan dengan atau saat menggunakan perangkat seluler.

Faktor risiko computer vision syndrome dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor komputer. Tidak istirahat di sela-sela aktivitas juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami computer vision syndrome. Gejala mekanisme robekan pada permukaan mata seperti rasa panas pada mata, mata kering, mata merah hingga rasa lelah pada mata atau lebih dikenal dengan computer vision syndrome.

Tidak terdapat hubungan antara intensiti penggunaan telefon bimbit dengan kejadian sindrom penglihatan komputer dalam kalangan pelajar Sekolah Menengah Swasta Shafiyyatul Amaliyyah. Terdapat hubungan antara intensiti penggunaan telefon bimbit dengan kejadian sindrom penglihatan komputer dalam kalangan pelajar Sekolah Menengah Swasta Shafiyyatul Amaliyyah.

METODE PENELITIAN

  • Definisi operasional
  • Jenis penelitian
  • Waktu dan lokasi penelitian
    • Waktu penelitian
    • Lokasi penelitian
  • Populasi dan sampel penelitian
    • Populasi penelitian
    • Sampel penelitian
    • Besar sampel
  • Teknik pengumpulan data
    • Cara pengukuran
    • Pengambilan data
  • Pengolahan dan analisis data
    • Pengolahan data
    • Analisis data
  • Alur penelitian

Setelah itu, dilakukan uji analisis statistik untuk mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan gawai dengan kejadian computer vision syndrome pada mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara intensitas penggunaan perangkat dengan kejadian computer vision syndrome. Berdasarkan Tabel 4.8 pada kategori computer vision syndrome level 1 memiliki p-value sebesar 0,028 (p < 0,05) artinya berdistribusi normal.

Perbincangan di atas telah menjelaskan bahawa tidak terdapat perkaitan antara intensiti penggunaan peranti dengan kejadian sindrom penglihatan komputer di kalangan pelajar sekolah menengah swasta Shafiyyatul Amaliyyah. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensiti penggunaan telefon bimbit dengan prevalens sindrom penglihatan komputer di kalangan pelajar sekolah menengah swasta Shafiyyatul Amaliyyah. Taburan kekerapan keterukan sindrom penglihatan komputer di kalangan pelajar sekolah menengah swasta Shafiyyatul Amaliyyah, didominasi oleh tahap 3 seramai 39 orang (37.5%).

Hubungan antara intensiti penggunaan alat dengan aduan sindrom penglihatan komputer pada pelajar perempuan di SMPN 4 Denpasar. Dengan tujuan untuk mencari perkaitan antara intensiti penggunaan telefon bimbit dengan kejadian sindrom penglihatan komputer dalam kalangan pelajar Sekolah Menengah Swasta Shafiyyatul Amaliyyah. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensiti penggunaan telefon bimbit dengan kejadian sindrom penglihatan komputer dalam kalangan pelajar Sekolah Menengah Swasta Shafiyyatul Amaliyyah.

Berdasarkan Tabel 8 kategori computer vision syndrome grade 1 memiliki p-value sebesar 0,028 (p<0,05) yang berarti berdistribusi normal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas penggunaan gawai dengan kejadian computer vision syndrome pada siswa. Kasim NAB, Hubungan Intensitas Penggunaan Smartphone Dengan Computer Vision Syndrome Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Tahun 2014-2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian

  • Tingkat intensitas penggunaan gawai
  • Distribusi frekuensi tingkat kejadian computer vision syndrome
  • Derajat tingkat keparahan computer vision syndrome
  • Derajat tingkat keparahan ESF dan ISF
  • Analisis data
    • Uji normalitas
    • Uji korelasi

Semua subjek menyelesaikan kuesioner yang dimulai dengan persetujuan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini lebih banyak subjek yang intensitas penggunaan gawai <8 jam dibandingkan dengan intensitas penggunaan gawai yang >8 jam, yaitu 99 subjek (95,1%) menggunakan intensitas penggunaan gawai <8 jam dan 5 subjek. orang (4,9%) menggunakan intensitas perangkat >8 jam. Pada Tabel 4.2 didapatkan mayoritas subjek termasuk dalam kelompok yang mengalami keluhan dengan jumlah 103 subjek (99%), sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami keluhan terdapat 1 subjek (1%).

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar subjek pada penelitian ini mengeluhkan 10 gejala dengan jumlah 17 orang (16,3%), diikuti subjek yang mengeluhkan 9 gejala dengan jumlah 16 orang (15,3%), kemudian subjek yang mengeluhkan 12 gejala. sebanyak 13 orang (12,4%), kemudian subjek yang mengeluhkan 8 gejala sebanyak 12 orang (11,5%), kemudian subjek yang mengeluhkan 11 gejala sebanyak 11 orang (10,5%), maka subjek yang mengeluhkan 11 gejala sebanyak 11 orang (10,5%). subjek yang mengeluhkan 6 gejala berjumlah 8 orang (7,6%), kemudian subjek yang mengeluhkan 7 gejala berjumlah 7 orang (6,7%), kemudian subjek yang mengeluhkan 4 gejala berjumlah 6 orang (3,8%), kemudian subjek siapa. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang memiliki derajat keparahan tertinggi berada pada level 3 sebanyak 39 subjek (37,5%), diikuti level 2 sebanyak 38 subjek (36,5%), di urutan ketiga. ditempati oleh kelompok tingkat keparahan 1 sampai dengan 15 subjek (14,4%), sedangkan subjek penelitian yang memiliki tingkat keparahan yang tergolong tingkat 4 sebanyak 11 subjek (10,6%) dan 1 subjek (1%) yang memiliki tingkat 5. Dari tabel 4.6 diketahui bahwa subjek penelitian yang memiliki tingkat faktor gejala eksternal tertinggi berada pada level 2 sebanyak 57 subjek (54,8%) diikuti level 1 dengan jumlah 25 subjek (24%), pada urutan ketiga. ditempati oleh kelompok level 3 dengan 22 subjek (21,2%), sedangkan subjek penelitian tidak ditemukan memiliki level 4 dan level 5.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa subjek dengan tingkat faktor gejala internal tertinggi berada pada Level 1 dengan 71 subjek (68,2%), diikuti Level 2 dengan jumlah 26 subjek (25%), dan ditemukan 7 subjek (6,8%). ) pada tingkat kelas 3. Pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan uji Kruskal Walis karena pada uji sebelumnya (mann whitney) digunakan untuk menguji hipotesis 2 kelompok, sedangkan pada penelitian ini terdapat 5 kelompok pada tingkat CVS. Korelasi antara variabel kategori dan numerik yang berdistribusi normal (p>0,05) digunakan dengan uji ANOVA, sedangkan korelasi antara variabel kategori dan numerik yang tidak berdistribusi normal (p<0,05) digunakan dengan uji Kruskal Walis.

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, pada kategori computer vision syndrome level 1 memiliki p-value sebesar 0,028 (p<0,05) yang berarti berdistribusi normal. Pada data kategori level 5 tidak perlu dilakukan uji normalitas, karena subjek pada level 5 hanya 1 orang. Hasil pengukuran uji korelasi Kruskal Wallis mengenai hubungan antara intensitas penggunaan perangkat dengan kejadian computer vision syndrome dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.

Selepas analisis menggunakan ujian Krusskal Walis, nilai p 0.992 dan nilai Kruskal Walis 0.271 telah diperolehi, sehingga dapat disimpulkan bahawa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensiti penggunaan peranti dengan kejadian sindrom penglihatan komputer dalam pelajar dari Sekolah Menengah Swasta Shafiyyatul Amaliyyah.

Pembahasan

Hasil penelitian ini nampaknya sejalan dengan penelitian Irawaty et al. 2021) meneliti gejala sindrom penglihatan komputer pada mahasiswa. Distribusi frekuensi kejadian computer vision syndrome pada siswa SMA Swasta Shafiyyatul Amaliyyah didominasi oleh kelompok keluhan sebanyak 103 orang (99%). Asosiasi antara praktik ergophthalmology yang buruk dan sindrom penglihatan komputer di antara staf administrasi universitas di Ghana.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Distribusi frekuensi tingkat intensitas penggunaan gawai pada siswa SMA Swasta Shafiyyatul Amaliyyah didominasi oleh intensitas penggunaan gawai selama 6 jam sebanyak 23 orang (22,1%). Distribusi frekuensi keparahan computer vision syndrome ESF dan ISF pada siswa SMPS Shafiyyatul Amaliyyah didominasi oleh ESF level 2 sebanyak 57 orang (54,8%) dan ISF level 1 sebanyak 71 orang (68,2%).

Saran

Skala yang divalidasi Rasch Italia untuk diagnosis ketegangan mata digital: Kuesioner Sindrom Penglihatan Komputer IT©. Prevalensi gejala sindrom penglihatan komputer yang dilaporkan sendiri dan faktor terkait di kalangan mahasiswa. Distribusi frekuensi keparahan ESF dan ISF computer vision syndrome didominasi oleh ESF level 2 sebanyak 57 orang (54,8%) dan ISF level 1 sebanyak 71 orang (68,2%).

The prevalence of computer vision syndrome was measured through the Computer Vision Symptom Scale-17 (CVSS17) questionnaire.

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan dari bidang gizi meliputi: Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition), Gizi Klinis (Clinical Nutrition), Dietetik (Dietetics), Gizi Pangan (Food and

To reduce endoplasmic reticulum stress, cells create the UPR, a network of parallel and distinct multifactorial transcriptional and signaling pathways. The endoplasmic reticulum