• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KATARAK DAN GLAUKOMA KONGENITAL DENGAN STRAIN VIRUS RUBELLA DI PMN RSM CICENDO PERIODE  2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HUBUNGAN KATARAK DAN GLAUKOMA KONGENITAL DENGAN STRAIN VIRUS RUBELLA DI PMN RSM CICENDO PERIODE  2016"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PUSAT MATA NASIONAL RS MATA CICENDO

HUBUNGAN KATARAK DAN GLAUKOMA KONGENITAL DENGAN STRAIN VIRUS RUBELLA DI PMN RSM CICENDO PERIODE 2016

Mayasari Wahyu Kuntorini, dr, SpM(K), MKes DR. Feti Karfiati Memed, dr, SpM (K), MKes

Sessy Cesaria, dr, SpM

Dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) DIPABLU PMN RS Mata Cicendo Bandung

Nomor DIPA: 024.04.02.415491/2016 Tanggal: 7 Desember 2015

KODE SUB KEG & MAK adalah 024.04.07.2094 2094.090.051.E.525119

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL HIBAH PENELITIAN PMN RS MATA CICENDO

1. Judul Penelitian : Hubungan katarak dan glaukoma kongenital dengan strain virus Rubella di PMN RSM Cicendo

2. Ketua Peneliti

a.. Nama : Mayasari WK (NIP :196705252005012001) b. Jabatan fungsional : Dokter Staf KSM PO & Strabismus

b. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus c Alamat Rumah : Jl Awiligar no 8 Bandung

d. Telpon/Faks/E-mail : 08122122527/[email protected] 2. Anggota Peneliti I

a. Nama : Feti karfiati Memed (NIP:196302211988032002) b. Jabatan Fungsional : Ka Unit Pediatrik oftalmologi & Strabismus c. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus

e. Alamat Rumah : Jl. Ciumbuleuit no 171 Bandung f. Telpon/Faks/E-mail : [email protected]

3. Anggota Peneliti II

a. Nama : Sessy Cesaria

b. Jabatan Fungsional : Dokter Staf KSM PO & Strabismus b. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus c. Alamat Rumah : Kopo Permai III F.5/2-3 Bandung d. Telpon/Faks/E-mail : 0811224953/ [email protected] 4. Jangka Waktu Penelitian : 1 tahun

5. Pembiayaan

a. Jumlah biaya : Rp. 16.331.000,00

Bandung,September 2016 Mengetahui

Ka.Instalasi Penelitian Ketua Peneliti

R.Maula Rifada, dr, SpM, MKes Mayasari WK, dr, SpM, MKes 197511162003121001 196705252005012001

(3)

C. Sistematika Usulan Penelitian I. Identitas Penelitian :

1. Judul Penelitian : Hubungan katarak dan glaukoma kongenital dengan strain virus Rubella di PMN RSM Cicendo

2. Ketua Peneliti

a.. Nama : Mayasari WK (NIP :196705252005012001) b. Jabatan fungsional : Dokter Staf KSM PO & Strabismus

b. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus c Alamat Rumah : Jl Awiligar no 8 Bandung

d. Telpon/Faks/E-mail : 08122122527/[email protected] e. Alokasi waktu untuk penelitin ini: 15 jam/minggu

3. Anggota Peneliti I

a. Nama : Feti karfiati Memed (NIP:196302211988032002) b. Jabatan Fungsional : Ka Unit Pediatrik oftalmologi & Strabismus c. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus

d. Alamat Rumah : Jl. Ciumbuleuit no 171 Bandung e. Telpon/Faks/E-mail : [email protected]

f. Alokasi waktu untuk penelitian ini: 10 jam/minggu 4. Anggota Peneliti II

a. Nama : Sessy Cesaria

b. Jabatan Fungsional : Dokter staf Ksm PO & Strabismus c. Bagian/Unit : Pediatrik Oftalmologi & Strabismus d. Alamat Rumah : Kopo Permai III F.5/2-3 Bandung e. Telpon/Faks/E-mail : 0811224953/ [email protected] f. Alokasi waktu untuk penelitian ini: 10 jam/minggu

5. Objek Penelitian : penderita katarak atau glaukoma kongenital usia kurang atau sama dengan 12 bulan direncanakan untuk operasi katarak di RSM Cicendo 5. Masa pelaksanaan penelitian:

• Mulai : Januari 2016

• Berakhir : Desember 2016 6. Anggaran yang diusulkan:

• Anggaran keseluruhan : Rp 16.331.000,00 7. Lokasi penelitian : PMN RSM Cicendo

8. Hasil yang ditargetkan (temuan baru/paket teknologi/hasil lain), beri penjelasan : diketahui jenis strain virus rubella penyebab katarak atau glaukoma kongenital di RSM PMN Cicendo periode 2016.

(4)

9. Institusi lain yang terlibat :

Laboratorium klinik Biomolekular Rumah Sakit Pendidikan Eyckman Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung, dengan alasan laboratorium tersebut dapat melaksanakan pemeriksaan untuk mencari strain virus rubella.

10. Keterangan lain yang dianggap perlu :

- Pemeriksaan klinis bayi melibatkan dr Spesialis anak RSM Cicendo

(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Katarak anak merupakan salah satu penyebab kebutaaan anak yang dapat dicegah, mengenai kurang lebih 200.000 anak di dunia, dengan estimasi prevalensi 3-6 per 10.000 kelahiran hidup. Pediatrik katarak disebut kongenital jika timbul dalam 1 tahun pertama kehidupan.1,2

Prevalensi katarak kongenital bervariasi tergantung pada perkembangan regional sosio ekonomi, yaitu 1 kasus per 10.000 kelahiran hidup di negara maju3,4 sampai 5-15 per 10.000 pada negara miskin/berkembang di dunia.2,5

Penyebab katarak kongenital dapat idiopatik, herediter, infeksi termasuk didalamnya rubella, toksoplasmosis, varisela dan kelainan metabolik.6 Katarak kongenital dapat berdiri sendiri (isolated) atau sebagai salah satu komponen sindroma yang mengenai berbagai organ/jaringan.7.8

WHO menyatakan perkiraan bayi lahir dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2008 mencapai 110.000. Estimasi menunjukkan kejadian yang tinggi terjadi di Asia Tenggara (kurang lebih 48%) dan di Afrika (kurang lebih 38%). Target eliminasi rubella dan CRS di wilayah Amerika pada 2010 dan Eropa 2015. Regio Pasifik barat percepatan pencegahan rubella dan CRS pada 2015. Regio Mediterania (timur tengah) masih dalam proses eliminasi rubella.

Afrika dan Asia tenggara dalam proses eliminasi rubella (dengan kontrol dan pencegahan rubella), diharapkan eliminasi tercapai 2020.9

(6)

Di Indonesia kejadian katarak kongenital belum banyak dilaporkan. Penelitian oleh Sitorus R dkk menyebutkan penyebab kebutaaan maupun gangguan penglihatan pada anak 13,3 % disebabkan katarak kongenital.10

Rubella merupakan infeksi akut yang menimbulkan gejala klinis minimal.

Infeksi dalam masa kehamilan pada gestasi kurang dari 12 minggu dapat menimbulkan kelainan bayi yang lahir dengan satu atau beberapa kelainan dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS). Gejala klinis CRS adalah katarak, glaukoma, kelainan jantung, kelainan pendengaran dan pigmentary retinopathy.8,9,10

Kejadian Sindroma Rubella Kongenital (Congenital Rubella Syndome) di Indonesia masih berlangsung secara sporadik. Imunisasi Rubella di Indonesia belum rutin dilakukan. Imunisasi Rubella dilakukan pada anak-anak bersamaan dalam Imunisasi Mumps-Measles-Rubella (MMR) dan belum termasuk dalam imunisasi wajib dan dalam program pemerintah.

Penggunaan epidemiologi molekular berkontribusi untuk mengetahui penyebaran secara genetik dan rute transmisi virus rubella sebagai pertimbangan untuk mengontrol dan mengeliminasi aktivitas virus Rubella.11

Saat ini penyebaran rubella secara sporadik terjadi di Asia, Afrika dan Amerika selatan, beberapa kasus ditemukan di beberapa negara Eropa, membuat perubahan global. Pengertian mengenai variasi pola genetik dan dinamika pada populasi terhadap infeksi virus patogen melalui pendekatan molekular, akan berkontribusi pada rencana strategis eliminasi virus.11

Penelitian Fellous CV, terdapat predominan genotip IE yang menyebabkan

(7)

infeksi rubella kongenital di Perancis. Beberapa genotip yang menyebar secara sporadik yaitu genotip 1B, 1G, 1H, 2B.12 Penelitian Tran DN di Vietnam terdapat penyebaran virus rubella dengan genotip 2B.13 Penelitian Wang C, Zhu Z, Xu A, di China menyatakan adanya 5 genotip virus rubella yaitu 1a, 1E,1F, 2A, 2B genotip IE merupakan virus predominan bersirkulasi sejak tahun 2001 sampai 2009.14

Penelitian molekular virus rubella yang beredar di Indonesia belum dilakukan, dengan diketahuinya genotip virus rubella yang beredar di Indonesia, dapat diketahui jenis virus rubella yang dominan beredar, sehingga dapat sebagai dasar untuk pencegahan infeksi virus rubella diantaranya dengan pembuatan vaksin virus Rubella.

Tema sentral dari penelitian ini adalah:

Estimasi prevalensi katarak anak adalah 3-6 per 10.000 kelahiran hidup.

Sedangkan prevalensi katarak kongenital bervariasi yaitu 1 kasus per 10.000 kelahiran hidup di negara maju3,4 sampai 5-15 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara miskin/berkembang di dunia.2,5 Penyebab katarak kongenital adalah idiopatik, herediter, infeksi serta kelainan metabolik. Infeksi kongenital dapat disebabkan oleh rubella, toksoplasmosis atau varisela.6 Katarak kongenital dapat berdiri sendiri (isolated) atau sebagai salah satu komponen sindroma yang mengenai berbagai organ/jaringan.7.8

Infeksi virus rubella dalam masa kehamilan gestasi kurang dari 12 minggu dapat menimbulkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). Gejala klinis CRS

(8)

adalah katarak, glaukoma, pigmentary retinopathy, kelainan jantung, kelainan pendengaran, kelainan saraf dan lain lain.8,9,10

Penelitian Fellous CV, terdapat predominan genotip IE yang menyebabkan infeksi rubella kongenital di Perancis.

Beberapa genotip yang menyebar secara sporadik yaitu genotip 1B, 1G, 1H, 2B.12 Penelitian Tran DN di Vietnam terdapat penyebaran virus rubella dengan genotip 2B.13 Penelitian Wang C, Zhu Z, Xu A, di China menyatakan adanya 5 genotip virus rubella yaitu 1a, 1E,1F, 2A, 2B genotip IE merupakan virus predominan bersirkulasi sejak tahun 2001 sampai 2009.14

Untuk wilayah Asia tenggara, Malaysia tahun 2005 dominan virus 1E, Laos tahun 2009 virus 1E, Thailand tahun 2005 dan 2009 virus 1E14.

Variasi pola genetik dan dinamika pada populasi terhadap infeksi virus patogen berkontribusi pada rencana strategis eliminasi virus. Belum diketahui jenis strain virus yang beredar di Indoesia serta pengaruhnya terhadap gejala klinis CRS.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana jenis virus Rubella yang menyebabkan Congenital Rubella Sindrome di PMN RSM Cicendo?

2. Apakah terdapat hubungan virus rubella 1E dengan katarak atau glaukoma kongenital pada penderita Congenital Rubella Sindrome ?

3. Apakah terdapat hubungan virus rubella 2B dengan katarak atau glaukoma kongenital pada penderita Congenital Rubella Sindrome ?

(9)

1.3 Tujuan penelitian.

1. Untuk mengetahui jenis virus Rubella yang menyebabkan Congenital Rubella Syndrome di PMN RSM Cicendo.

2. Untuk melakukan analisis hubungan virus rubella 1E dan 2B dengan katarak atau glaukoma kongenital pada penderita Congenital Rubella Syndrome.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan penelitian dalam bidang akademik

Apabila diketahui jenis strain virus rubella secara filogenetik yang menyebabkan congenital rubella syndrome di PMN RS Mata Cicendo dan RS Hasan Sadikin, dapat sebagai salah satu acuan jenis virus rubella yang beredar di Indonesia .

1.4.2 Kegunaan praktis

1. Dapat diketahui kondisi klinis utama dan tambahan pada penderita congenital rubella syndrome dihubungkan dengan jenis virus rubella yang beredar.

2. Dengan diketahuinya strain virus rubella yang beredar dapat menjadi dasar untuk dikembangkannya vaksin rubella yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.

(10)

Kerangka pemikiran

Congenital rubella syndrome merupakan sekumpulan kelainan yang terdiri dari adanya gangguan pendengaran (unilateral atau bilateral sensorineural), kelainan mata (katarak, glaukoma kongenital atau retinopati pigmentari), kelainan jantung (patent duktus arteriosus atau periferal pulmonik stenosis). Kelainan lain adalah mikrosefali, keterlambatan perkembangan, pupura, meningo ensefalitis, hepatospenomegali, berat bayi lahir rendah dan kelainan tulang radiolusen. Selain itu dapat pula terjadi abnormalitas endokrin yang menyebabkan diabetes mellitus atau disfungsi tiroid, abnormalitas neurologis (panensefalitis progresif) serta autism sebagai manifestasi lambat. Wanita hamil terinfeksi rubella dalam 11 minggu gestasi, 90% bayi lahir akan mengalami CRS, setelah itu kejadian CRS menurun sampai saat gestasi 17-18 minggu. Reinfeksi rubella masih mungkin terjadi, tetapi jarang terjadi transmisi ke fetus dan risiko adanya defek menurun sebesar 5%.

Virus rubella menyebabkan infeksi kronik nonlitik pada fetus dan berpotensi menginfeksi banyak organ. Pada fetus terinfeksi terlihat kerusakan selular dengan nekrosis non inflamasi pada struktur mata, jantung, otak dan telinga. Pemeriksaan lensa katarak terlihat pyknotic nuclei, cytoplasmic vacuoles, dan inclusion bodies pada sel lensa primer, selain itu perkembangan lensa juga tehambat.15

Proses teratogenik RV dimulai saat infeksi plasental terjadi viremia maternal, menyebabkan diseminasi virus menuju fetus. Infeksi kronik atau persisten muncul, meskipun secara umum bersifat nonsitolitik. Meskipun virus Rubella menyebar secara masif pada fetus, hanya sejumlah kecil sel fetal yang

(11)

menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pemeriksaan pada jaringan yang rusak memperlihatkan setidaknya dua mekanime sitopatologi, yaitu CPE langsung (direct Cytopatology effect), yang melibatkan apoptosis dan virus-induced inhibition pada pembelahan sel. Sebuah fakta bahwa fetus masih bisa terinfeksi setelah trimester pertama namun apabila infeksi terjadi pada 18-20 minggu kehamilan, kemungkinan besar tidak akan ditemukan kelainan kongenital. Hal-hal tersebut diduga dipengaruhi oleh waktu proses organogenesis dan peran sistem imun dalam membatasi infeksi.15

Aktin adalah komponen penting pada sitoskeleton dan memiliki peran penting pada mitosis sel. Apabila infeksi virus rubella secara langsung ataupun tidak langsung menghambat pembentukan aktin, maka hal tersebut juga akan menghambat proses mitosis sel.15

Gregg mengemukaakan katarak kongenital adalah hasil dari partial arrest proses perkembangan sel. Organ pada bayi yang terinfeksi virus Rubella memiliki ukuran yang lebih kecil dan jumlah sel relatif lebih sedikit. Aktivitas mitosis yang berkurang ditunjukkan pada kultur sel primer pada sel embrio, dan perlambatan pembelahan sel juga ditemukan pada percobaan sel fetus manusia yang diinfeksi RV, secara in vitro.15

Plotkin dan Vaheri menyatakan infeksi virus Rubella berhubungan dengan inhibisi sel prekursor organ dan gangguan pada aktin. Penyusunan aktin melibatkan actin-binding proteins dan kebutuhan ATP. Keterlibatan virus Rubella pada perubahan mitokondria (secara in vitro) berpengaruh pada ketidakmampuan mitokondria melakukan respirasi sel secara normal, sehingga

(12)

terjadinya disagregasi aktin. Mitokondria mungkin terlibat pada apoptosis;

mitokondria telah terbukti mengandung dan melepaskan protein yang menjadi bagian penting dari kaskade (jaras) apoptosis. Perlu ditentukan lebih jauh apakah perubahan mitokondria merupakan penyebab atau akibat dari apoptosis.15

Ciri-ciri pada replikasi virus Rubella diatas mungkin berhubungan atau mempengaruhi efek teratogenik pada virus Rubella. Urutan lengkap genom telah ditemukan untuk beberapa strain vaksin. Perbandingan antara strain vaksin dan wild-type strains mungkin mengungkapkan pola penting yang berkaitan dengan efek teratogenik RV.15

Virus rubella terdiri dari 9762 nukleotida. Lima produk protein mengkode genom, 2 non struktural protein (P90 dan P150) dan 3 virion protein (capsid dan 2 envelope glikoprotein E2 dan E1). Sistematik nomenklatur virus rubella diperlukan untuk efektivitas surveilans virologik. Organisasi kesehatan dunia (WHO) merekomedasikan genotip data virus rubella untuk mendukung program eliminasi virus Rubella. Meskipun rubella secara serologis merupakan monotipik virus, analisa sekuensing glikoprotein E1 menunjukkan adanya varian virus rubella yang ada16.

Pada tahun 2005, WHO mengeluarkan nomenklatur virus rubella. Secara karakteristik genetik, diidentifikasi 2 kelompok yang berbeda 8-10% pada tingkat nukleotida. Kelompok 1 terdiri dari 10 genotip yaitu 1a, 1B, 1C, 1D, 1E, 1F, 1G, 1h, 1i, dan 1j, dimana 6 sudah dikenali dan 4 lainnya (lambang huruf kecil) ditemukan provisional. Kelompok 2 mengandung 3 genotipe yaitu 2A, 2B dan 2C. Semua genotipe harus ditunjukkan paling sedikit 2 referensi virus untuk 3192

(13)

nukleotida structural protein open reading frame (SP-ORF) yang telah di sekuensing.11

Untuk kawasan Asia ditemukan genotip 1a di Jepang, Kamboja dan Kazahstan.

Genotip 2B ditemukan di Cina, India, Korea Selatan.17

Genotip 1E merupakan mayoritas virus pada tahun 2009 di Shandong China18.. Untuk wilayah Asia tenggara, di Malaysia tahun 2005 dominan virus 1E, Laos tahun 2009 virus 1E, Thailand tahun 2005 dan 2009 virus 1E.18 Genotip 2B dominan beredar di Vietnam. 18

Premis:

1. Congenital rubella syndrome merupakan sekumpulan kelainan yang terdiri dari adanya gangguan pendengaran (unilateral atau bilateral sensorineural), kelainan mata (katarak, glaukoma kongenital atau retinopati pigmentari), kelainan jantung (patent duktus arteriosus atau periferal pulmonik stenosis) dan kelainan lainnya.

2. Virus rubella menyebabkan infeksi kronik nonlitik pada fetus, berpotensi menginfeksi banyak organ dimana terlihat kerusakan selular dengan nekrosis non inflamasi pada struktur mata, jantung, otak dan telinga.

3. Proses teratogenik virus Rubella dimulai saat infeksi plasental terjadi viremia maternal, menyebabkan diseminasi virus menuju fetus, kemudian terjadi dua mekanisme sitopatologi.

4. Pemeriksaan pada jaringan yang rusak diperlihatkan dua mekanime sitopatologi, yaitu CPE langsung (direct Cytopatology effect), melibatkan apoptosis dan virus yang menginduksi penghambatan pembelahan sel.

(14)

5. Pada wilayah Asia tenggara, Malaysia tahun 2005 dominan virus 1E, Laos tahun 2009 virus 1E, Thailand tahun 2005 dan 2009 virus 1E.

6. Genotip 2B dominan beredar di Vietnam.

Hipotesis:

1. Terdapat hubungan virus rubella IE dengan katarak atau glaukoma kongenital pada penderita Congenital Rubella Sindrome

2. Terdapat hubungan virus rubella 2B dengan katarak atau glaukoma kongenital pada penderita Congenital Rubella Sindrome

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Subjek Penelitian

(15)

Subjek penelitian adalah penderita dengan katarak atau glaukoma kongenital usia maksimal 12 bulan yang berobat ke PMN RSM Cicendo selama periode penelitian.

3.1.1 Populasi penelitian

Populasi target penelitian adalah penderita dengan diagnosa katarak atau glaukoma kongenital, populasi terjangkau adalah penderita katarak atau glaukoma kongenital di PMN RSM Cicendo Bandung.

3.2 Kriteria Penelitian 3.2.1 Kriteria Inklusi

1. Penderita dengan katarak atau glaukoma kongenital usia kurang dari 13 bulan.

2. Orangtua penderita bersedia anaknya diikutkan dalam penelitian.

3.2.2 Kriteria Eksklusi

Penderita dengan kelainan sistemik yang tidak memungkinkan dilakukan pengambilan sampel bahan pemeriksaan.

3.3 Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

Pada penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dari seluruh penderita katarak atau glaukoma kongenital usia kurang dari usia 13 bulan yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain observasional cross sectional untuk

(16)

mengetahui hubungan karakteristik klinis penderita congenital rubella syndrome dengan genotip virus rubella yang ditemukan. Selain itu untuk mengetahui jenis genotip virus yang beredar di PMN RSM Cicendo Bandung.

3.5 Operasionalisasi Variabel 3.5.1. Variabel bebas (independent)

Penderita dengan katarak atau glaukoma kongenital

3.5.2. Variabel terikat (dependent)

Strain virus rubella genotip 1E atau 2B

3.6 Definisi Operasional Penelitian

Variabel bebas Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(17)

kongenital Jenis katarak

Glaukoma kongenital

PDA (patent duktus arteriosus)/

VSD (ventrikular septal defect)/

ASD (arterial septal defect) Tuli sensorineural (sensorineural hearing loss) Mikrofthalmi

Mikrokornea

usia kurang dari 13 bulan.

Jenis kekeruhan pada nukleus lensa mata Peningkatan tekanan introkular disertai pembesaran bola mata

Ukuran panjang aksial bola mata sampai usia 13 bulan

< 17 mm

Ukuran diameter horizontal kornea dari limbus ke limbus < 9 mm

biomikroskop Pemeriksaan biomikroskop Pemeriksaan biomikroskop

Pemeriksaan echocardiografi

Pemeriksaan dokter THT

A scan atau B scan

Kaliper

Tidak keruh

Nuklear membranous Glaukoma Tidak glaukoma

Ada Tidak ada

Ya Tidak

... mm

--- mm

Nominal

Nominal

Nominal

Nomial

Rasio

Rasio

Variabel terikat Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Genotip virus

rubella

Jenis genotip strain virus yang menyebabkan infeksi rubella yaitu genotip 1E atau 2 B

Sequencing RNA virus

Positif Negatif

Nominal

3.7 Bahan dan Cara Pemeriksaan

3.7.1 Pemeriksaan Deteksi Antibodi Anti Rubella Virus

Pemeriksaan antibodi spesifik Ig M dan Ig G dari serum diperiksa

(18)

menggunakan pemeriksaan Elisa.

3.7.2 Deteksi Genome Rubella virus

Bahan pemeriksaan yaitu serum atau cairan lensa penderita katarak atau glaukoma kongenital. Sampel darah dikumpulkan, kemudian di lakukan centrifuge hingga didapatkan cairan serum. Serum yang didapat disimpan pada

tabung steril dan disimpan pada suhu -20C untuk uji serologi dan - 80 C untuk pemeriksaan molekular.

Saat operasi katarak, materi lensa di aspirasi dan disimpan dalam larutan ringer's laktat. Materi lensa disimpan dalam bentuk partikel atau sedimen (140 ml/lens) kemudian diproses untuk ekstraksi RNA. Semua sampel di simpan pada suhu - 80 C

3.7.3 Pemeriksaan Reverse Transcription dan Nested Block-Based PCR

Total RNA di ekstraksi dari 140 ml dari tiap spesimen (serum atau cairan lensa) menggunakan QIAMP viral RNA mini kit (Qiagen, West Sussex, UK).

Empat puluh microlitres (40 mcl) extracted RNA ditujukan untuk reverse trancription menggunakan murine moloney leukemia virus 9MMVL0 reverse transcriptase dengan random hexamer. Nested PCR dilakukan menggunakan 2 sets primers untuk gene E1, yaitu PCR-E592 dan PCR E 317 selain itu Real-Time PCR.

3.7.3.1 Pemeriksaan Real-Time PCR untuk deteksi virus Rubella.

Deteksi real time PCR untuk genom virus Rubella dilakukan dengan ABI TaqMan univeral PCR master mix dan reagents Taqman real-time PCR system.

(19)

Reaksi dilakukan dengan tabung optikal dan dibuat 25 mikroliter universal mastermix 0,833 mikroliter primer/probe mix dan 24,2 mikroliter cDNA sebagai template (total 50 mikroliter). Kondisi running adalah 50 C, 2 menit; 95 C 10 menit, dikikuti 40 cycles 15 detik 95C dan 1 menit pada 60 C.

3.7.4 Karakteristik genetika dan Phylogenetik Rubella Virus

Semua hasil PCR positif di purified dengan Qiagen spin column kit dilakukan sekuensing. Sekuensing nukleotida kemudian dianalisa dan dibandingkan dengan genotip referensi strain WHO.

(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai September 2016, dan terdapat 26 bayi usia 0 – 12 bulan dengan katarak. Adapun karakteristik penderita seperti tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Penderita

Karakteristik Jumlah Penderita (n=26) Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 17 65

Perempuan 9 35

Usia

0 – 6 bulan 18 70

7 – 12 bulan 8 30

Lateralitas

Bilateral 21 81

Unilateral 5 19

Pada tabel 4.1, terdapat 26 bayi dengan mayoritas laki-laki yaitu 17 bayi (65%). Usia bayi yang datang sebagian besar kurang dari 7 bulan yaitu 18 bayi (70%). Dilihat dari lateralitas, mata yang mengalami katarak bilateral terdapat pada 21 bayi (81%) .

Tabel 2. Karakteristik Gejala Klinis Penderita

(21)

Gejala Klinis Jumlah Penderita (n=26) Persentase (%) Kelainan Mata

Katarak 26 100

Glaukoma 0 0

Panjang Aksial Bola Mata

17 mm 17 65

17 mm 8 31

Tidak ada data 1 4

Diameter Kornea

9 mm 6 23

9 mm 16 62

Tidak ada data 4 15

Nistagmus

Ada 14 54

Tidak ada 12 46

Tidak ada data 0 0

Tipe Katarak

Nuklear 8 31

Membranous 4 15

Lamelar 5 19

Posterior Polar 0 0

Tidak ada data 9 35

Kelainan Jantung (PDA/AS/VSD)

Ada 9 35

Tidak ada 17 65

Tidak ada data 0 0

Kelainan Telinga (Sensorineural Hearing Loss)

Ada 14 54

Tidak ada 12 46

Tidak ada data 0 0

Kelainan Saraf (Neurologi)

Ada 0 0

Tidak ada 26 100

Tidak ada data 0 0

(22)

Gejala penderita dengan sindroma Rubella kongenital diantaranya adalah bola mata yang pendek (mikrofthalmia). Pada tabel 4.2 , terdapat 17 bayi (65%) dengan panjang aksial bola mata kurang dari 17 mm (mikrofthalmia) sedangkan diameter kornea yang pendek kurang dari 9 mm (mikrokornea) terdapat pada 6 bayi (23 %). Adanya nistagmus terdapat pada 14 bayi (54%), sedangkan jenis katarak yang paling banyak adalah kekeruhan lensa tipe nuklear 8 bayi (31%).

Selain mata, Congenital Rubella Syndrome menyebabkan pula kelainan di sistem organ lainnya. Kelainan sistemik yang paling banyak terdapat pada penderita Sindroma Rubella Kongenital adalah kelainan jantung sebanyak 9 bayi (35%). Kelainan jantung dapat berupa Patent Ductus Arteriosus (PDA), Arterial Stenosis (AS) atau Ventrikular Septal Defect (VSD). Kelainan telinga berupa Sensorineural hearing loss terdapat pada 14 bayi (54%). Adanya bayi dengan kelainan saraf tidak ditemukan pada penelitian ini.

Tabel 4.3. Gejala Klinis Sindroma Rubella Kongenital Dihubungkan dengan Pemeriksaan Serologi Rubella Penderita

Gejala klinis IgM(+) IgG(+) IgM(-) IgG (+) IgM(-) IgG(-) Kelainan mata

Katarak 6 5 11

Mikrofthamia 5 5 7

Glaukoma 0 0 0

Retinopati pigmentosa 0 0 0

Kelainan jantung 5 3 1

Kelainan telinga 5 3 6

Kelainan saraf 0 0 0

Salah satu tanda adanya infeksi rubella, yaitu ditemukannya titer immunoglobulin M dan immunoglobulin G rubella pada penderita. Pada tabel

(23)

4.3. ditampilkan data kelainan mata maupun sistemik yang dihubungkan dengan kondisi titer imunoglubulin rubella penderita. Terdapat 10 penderita dengan katarak, dengan kadar Ig M dan Ig G positif, yang menandakan infeksi Rubella baru terjadi. Sedangkan kadar Ig M negatif tetapi kadar Ig G positif terdapat pada 14 penderita dengan katarak.

Kelainan jantung dengan kadar Ig M dan IgG positif terdapat pada 3 penderita, demikian pula terdapat 3 penderita dengan kadar Ig M negatif tetapi kadar Ig G positif.

Tabel 4. 4. Data Kasus Congenital Rubella Syndrome Menurut Kriteria WHO

Kriteria WHO Jumlah

Penderita n=26

Presentase (%)

Kasus dugaan (suspected case) 26 100

Kasus terkonfirmasi secara klinis (clinically confirm) 8 30 Kasus terkonfirmasi secara laboratorium (laboratory confirm) 6 22

Berdasarkan kriteria WHO terdapat 3 kelompok kriteria, yaitu kasus dugaan (suspect case) yaitu bayi usia 0-11 bulan disertai dengan kelainan mata (katarak, mikrofthalmia atau glaukoma) dan atau kelainan jantung dan atau gangguan pendengaran.

Kasus konfirmasi klinis (clinicallly confirm) yaitu sekurang-kurangnya ada 2 (kategori a) atau adanya 1 dari kategori (a) dan 1 dari kategori (b). Kategori (a) adalah katarak, glaukoma kongenital, kelainan jantung kongenital, gangguan pendengaran kongenital, retinopati pigmentosa. Kategori (b) adalah purpura,

(24)

splenomegali, mikrosefali, retardasi mental, meningoensefalitis, radiolucent bone disease, jaundice yang dimulai 24 jam setelah lahir. Kasus konfirmasi laboratorium (laboratory confirm) didefinisikan bayi dengan hasil pemeriksaan laboratorium serologi antibody spesifik Ig M rubella positif.

Dari tabel 4.4. terdapat 26 bayi (100%) dengan kasus dugaan CRS, 17 bayi (34%) kasus konfirmasi klinis CRS terdapat pada 8 bayi (30%) dan kasus konfirmasi laboratorium terdapat pada 6 bayi (22%).

Diskusi

Infeksi virus Rubella umumnya subklinis dan tidak menyebabkan gejala sehingga sering tidak terdeteksi. Infeksi janin tanpa adanya tanda klinis CSR dapat terjadi sepanjang kehamilan. 10

Apabila ibu terinfeksi pada minggu awal trimester pertama, virus dapat masuk secara transplasental dan menginfeksi janin yang sedang tumbuh.

Diseminasi virus terjadi di seluruh tubuh. Virus rubella menyebabkan apoptosis pada sel, menghambat pembelahan sel-sel prekursor yang terlibat organogenesis.

Reaksi autoimmune, deposit kompleks imun atau defek pada system imun selular menyebabkan kerusakan jaringan.

Beratnya kerusakan pada janin tergantung virulensi virus dan waktu saat janin terinfeksi. Semakin awal infeksi terjadi, semakin berat kerusakan janin.11

Mata merupakan organ yang umumnya terinfeksi melalui aliran darah. Virus rubella dapat mudah melalui jaringan kapiler ke seluruh bagia mata yang sedang berkembang, karena bayi belum memiliki kekebalan imun humoral maupun

(25)

seluler hingga usia kehamilan 20 minggu. Kelainan okular yang terjadi dapat berkembang secara progresif setelah lahir. 11

Katarak dapat terjadi akibat virus rubella bila ibu terinfeksi sebelum minggu ke 9 hingga ke 11 kehamilan. Umumnya katarak yang terjadi unilateral, karena satu mata sering lebih cepat berkembang dibandingkan mata lainnya dan infeksi virus rubella pada lensa memiliki interval kepekaan yang sempit. 12

Dari penelitian ini selama tahun 2016 terdapat 26 bayi usia kurang dari 13 bulan datang dengan katarak atau glaukoma kongenital. Sebagian besar penderita katarak datang sebelum usia 7 bulan (70%) dan mengalami di kedua sisi mata bilateral (81%).

Mikrofthalmia terjadi sekitar 10-20% pasien CRS. Keterlambatan perkembangan okular dalam tingkat seluler dan gangguan pembelahan sel diduga menyebabkan abnormalitas.13 Pada penelitian ini 65% penderita mengalami mikrofthamia. Apabila mikrofthamia disertai katarak bilateral, kemungkinan besar prognosis pasca operasi akan buruk. Mikrokornea terdapat pada 23% penderita,.

Adanya nistagmus terdapat pada 54% penderita menandakan katarak mengenai penderita sebelum reflex fiksasi timbul yaitu usia 4 bulan.

Bila virus rubella menginfeksi lensa embrionik, dapat memperlambat pembelahan dan maturasi sel sehingga menyebabkan degerasi serabut lensa.

Kegagalan mempertahankan keadaan dehidrasi lensa terjadikan lensa nekrosis dan keruh.1, 11 Pada penelitian ini dari 26 penderita yang terkena katarak, 31 % dengan kekeruhan lensa nuklear, 19 % kekeruhan lensa lamellar.

(26)

Salah satu komplikasi okular lain yang sering terjadi adalah glaukoma 2-15%.

Kegagalan absorpsi mesoderm sudut bilik mata depan atau kegagalan diferensiasi kanalis Schlemm merupakan penyebabnya. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat trabekkulodisgenesis, kerusakan trabekulum yang diinduksi oleh virus rubella atau akibat uveitu kronis setelah operasi katarak.12 Pada penelitian ini tidak terdapat penderita dengan tanda tanda glaukoma.

Patomekanisme kelainan jantung pada bayi dengan CRS belum diketeahui dengan pasti, diperkirakan virus dapat menyebabkan kerusakan langsung miokardium, terutama atrium kiri dan septum jantung sehingga menyebabkan thrombosis, nekrosis dan perdarahan. Terdapat prolifersi fibromuskular tunika intima pembuluh darah pulmonal dan sistemik. Proliferasi ini berperan pada terjadinya stenois arteri pulmonal. Stenosis arteri pulmonal ini diperberat oleh proliferasi intima akibat stress hemodinamik yang berhubungan dengan aliran darah melalui PDA. 13

Pada penelitian ini kelainan sistemik yangmengenai jantung yaitu 9 .penderita (35%) sedangkan yang mengenai telinga (sensorineural hearing loss) terdapat pada 14 (54%). Belum ditemukan penderita dengan gangguan saraf (neurological defect). Jumlah ini belum menggambarkan kondisi penderita seluruhnya karena banyaknya penderita yang belum diperiksa oleh ahli THT maupun ahli saraf sebelum maupun setelah tindakan operasi katarak.

Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis CRS, mengingat hamper 50% pasien asimptomatik. Imunitas humoral dan cell mediated terbentuk setelah infeksi atau pemberian imunisasi. Adanya Ig M

(27)

spesifik rubella pada bayi menandakan bayi terinfeksi secara kongenital, karena antibody ini tidak dapat melalui barrier plasenta. Ig M rubella dapat dideteksi hingga 2 bulan setelah infeksi dan menurun perlahan hingga 6-7 bulan pasca infeksi, vaksinasi atau reinfeksi. Hasil Ig M positif palsu terjadi akibat reaksi silang dengan antibody virus lain (EBV, Human parvovirus B19 dll), factor rematoid, stimulasi imun poliklonal oleh Epstein Barr Virus.14,15 Bayi dengan CRS memiliki Ig M positif sampai usia 3-6 bulan. Meskipun begitu konfirmasi laboratorium pada bayi diatas usia 6 bulan tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan Ig M.16 Antibodi Ig G spesifik rubella dapat dihasilkan oleh bayi secara in vitro.

Masuknya Ig G maternal melalui barrier plasenta, menyebabkan sulitnya membedakan antara antibody yang diberikan ibu secara pasif dengan antibody spesifik yang dihasilkan sendiri oleh bayi. Ig G spesifik rubella menetap dan dideteksi hingga bayi berusia 6-12 tahun. Infeksi rubella kongenital dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Ig G serial yang kadarnya tetap tinggi dalam beberapa bulan. Semua bayi yang terinfeksi secara kongenital, termasuk bila tidak tampak manifestasi klinis CRS, dapat menyebarkan virus dalam 1 tahun pertama kehidupan dan menularkan rubella.14

Pada penelitian ini dari tabel 3 terlihat kadar Ig G dan Ig M positif tedapat pada 6 penderita katarak dan 5 penderita kelainan jantung. Sedangkan pada penderita dengan kadar Ig G positif sedangkan Ig M negatif terdapat pada 5 penderita katarak, 3 kelainan jantung, 3 penderita kelainan telinga. Hal ini

(28)

mendakan kadar Ig G yang bertahan dan menetap lebih lama sehingga dapat terdeteksi pada lebih banyak penderita.

Berdasarkan kriteria WHO, dari penelitian ini terdapat kasus diduga CRS 100%, karena penderita yang masuk kriteria penelitian dengan gejala awal katarak atau glaukoma. Kasus konfirmasi klinis 30% dimana terdapat minimal 2 gejala mayor dan atau ditambah adanya gejala minor. Penegakan diagnosa dibuktikan dengan pemeriksaan serologi immunoglobulin M kasus konfirmasi labolatorium 22 %. Kecilnya jumlah kasus konfirmasi klinis karena banyak penderita yang belum diperiksa adanya kelainan telinga atau saraf.

Pada penelitian ini yang sedianya akan dicari gen atau strain virus rubella yang beredar, karena jumlah sampel yang terbatas dan bahan reagen untuk pemeriksaan virus rubella yang belum tiba ke laboratorium yang ditunjuk, sehingga belum didapatkan jenis strain virus rubella yang infeksi pada subjek penelitian. Hasil serum yang didapatkan saat ini masih tersimpan di dalam kondisi beku (-20  celcius) sehingga bila reagen sudah datang bisa dilakukan pemeriksaan strain virus.

Kesimpulan

Sindroma Rubella Kongenital dapat menimbulkan berbagai macam kelainan mata dan sistemik. Katarak dan Mikrofthalmia merupakan kelainan mata

(29)

terbanyak pada kasus Sindroma Rubella Kongenital, sedangkan kelainan telinga dan jantung merupakan kelainan sistemik terbanyak yang ditemukan.

BAB V BIAYA PENELITIAN 5.1. Biaya Penelitian

(30)

Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap, tahap pertama pada tahun 2016 telah dilakukan pemeriksaan pada 26 penderita dengan katarak kongenital usia kurang dari 13 bulan.

1. Honor Peneliti

Peneliti utama: 1org x 2 jam x 5hr x 4 mgg x 5 bln x 27500 = Rp 5.500.000

Peneliti: 1org x 2 jam x 5hr x 4 mgg x 5 bln x 27500 = Rp 5.500.000

2. Bahan Habis Pakai/Jasa:

Transport pengiriman sampel : 22 sampel x Rp. 20.000,00 = Rp. 440.000,00

Pembelia tabung pemeriksaan : Rp. 41.000,00 3. Pemeriksaan laboratorium:

- IgG, IgM rubella : 22 sampel X Rp 220.000,00 = Rp. 4.840.000 discount 10% = Rp. 4.350.000,00 4. Pelaporan hasil penelitian: Rp. 500.000,00

Jumlah Rp. 16.331.000,00

Daftar pustaka

1. Medsinge A, Nischal K, Pediatric Catarac: challenges and future directions, Clinical Ophthalmology, vol 9; 2015:77-90.

(31)

2. Mukherjee PK, Disorders of Lens in Children, chapter 9. Dalam Pediatric Ophthalmolgy India, New Age International (P) Ltd, 2005. p 206-9

3. World Health Organization, Weekly epidemiological record Rubella vaccines WHO, 2011; 301-315

4. Plotkin S, Rubella vaccine In: Plotkin S, Orenstein W, Offit P, eds Vaccines, ed Philadelphia, Saunders, 2008. 467-517.

5. Vijayalakshmi P, Rajasundari Amala T, et al. Prevalence of Eye Signs dalam Congenital Rubella Syndrome in South India: A Role for Population Screening. Br J Ophthalmol 2007; 91: 1467-70.

6. SE, Cochi SL. The Evidence for the Elimination of Rubella and Congenital Rubella Syndrome in the United States: A Public Health Achievemement.

CIN 2006; 43: S123-5.

7. Dewan P, Gupta P. burden of Congenital Rubella Syndrome (CRS) in India A systematic review. Indian Pediatric 2012; 49:377-99

8. Fakhouri O, Aziz A, Matonti F, Benso C, Epidemiologic and etiological characteristics of congenital cataract: study of 59 case over 10 years, Jurnal Frech Ophthalmol, 2015, 38(4):295-300.

9. WHO, Global Measles dan Rubella, strategic plan 2012-2020, World Health Organization 2012 tersedia pada www.who.int)

10. Neighbors, M. Tannehill-Jones, Childhood diseases and disorders Human disease (3rd ed). Clifton Pard, New York Delmar, Cengange Learning, 2010;

p: 457-79

(32)

11. Department of Health and Human Services. Center for Diasease Control and Prevention Epidemiology and Preventention of Vaccine Preventable disease 2005.

12. Tran DN, Vu MP, Ha MT, Giang TP, Komase K, Mizuguchi M, Viral molecular characterization of the first congenital rubella syndrome case in Vietnam, Depertament of Develeopmental Medical Sciences, School of Internationl Health, Graduate School of Medicine, The University of Tokyo, Tokyo, Japan, 2011, 57; 397-401.

13. Fellous CV, Judith MH, Emily SA, Joseph I, Nicolas G, Pascal D, Isabelle P, Liliane GK, Claude P, Phylogenetic Analysis of Rubella Viruses involved in Congenital Rubella Infections in France between 1995 and 2009, Jurnal Clinical Microbiology, 2010; 48: 2530-2535.

14. Wang C, Zhu , Xu Q dkk, Rubella epidemis and genotyping distribution of the rubella virus in shandong province Chine in 1999-2010, PLos One, 2012, vol 7, 1-8.

15. Lee JY, Bowden DS, Rubella virus replication and Links to Teratogenicity, Jurnal Clinical Microbioogy Reviews, Oct 2000; 571-587).

16. CD Atreya, Mohan KVK, Kulkarni S, Rubella virus and birth defects:

Molecular Insights into the Viral Teratogeesis at the Cellular Level, Birth defects reaserch, Clinical and Molecular Teratology, 2004; 70: 431-437.

17. Figuerredo CA, Oliveira MI, Curti SP, Afonso AMS, Frugi Yu AL, Durigon EI, Phylogenetic Analysis of Rubella Virus Strains During an Outbreak in Sao Paulo, 2007-2008; Journal of Medical Virology, 2012; vol 84: 1666-

(33)

1671.

18. Wang C, dkk, Rubella Epidemics and Genotypic Distribution of the Rubella virus in Shandong Province, China in 1999-2010, Jurnal Plos One, volume 7, 2012.

Gambar

Tabel  4.1.     Karakteristik Penderita
Tabel   4.3.     Gejala   Klinis   Sindroma   Rubella   Kongenital   Dihubungkan   dengan Pemeriksaan Serologi Rubella Penderita

Referensi

Dokumen terkait