• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KETERLIBATAN AYAH DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN DI DESA X

N/A
N/A
Anggi Muspikasari

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN KETERLIBATAN AYAH DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN DI DESA X"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KETERLIBATAN AYAH DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL PADA ANAK USIA 3-6

TAHUN DI DESA X

diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Kesehatan Masyarakat

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

Anggi Muspikasari 192110101034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN BIOSTATISTIKA DAN KEPENDUDUKAN

JEMBER 2023

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan emosional merupakan suatu proses anak dalam memahami, mempelajari, serta mengontrol perasaan yang ada di dalam dirinya. Perkembangan emosi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu, masalah-masalah dalam proses perkembangan, serta sebab yang berasal dari lingkungan. Selama masa kanak-kanak terdapat beberapa peluang yang signifikan dalam perkembangan anak. Perubahan-perubahan tersebut mengacu pada interaksi secara kompleks antara struktur tubuh internal anak dan otak serta pengalaman secara fisik dengan lingkungan sosial. Lingkungan berpengaruh besar untuk perkembangan emosi, terutama lingkungan yang paling dekat dengan anak khususnya orang tua atau pengasuh anak (Mashar, 2015).

Anak memiliki fase yang dapat dikategorikan berdasarkan tahap-tahap perkembangan. Anak usia 3-6 tahun sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Anak pada usia 3-6 tahun memasuki periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak memiliki hambatan dalam perkembangannya (Indanah & Yulisetyaningrum, 2019). Tahap perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun yaitu mulai terbentuk rasa inisitaif serta rasa bersalah, dimana lingkungan memberikan kesempatan untuk bereksplorasi agar dapat mengembangkan kemampuannya, namun jika anak tidak mampu melakukan aktivitas baru makan akan timbul rasa bersalah yang tidak menyenangkan dalam diri anak tersebut (Mashar, 2015).

Gangguan mental emosional relatif tinggi terjadi pada anak-anak usia pra sekolah. World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 sekitar 5-25% dari anak-anak usia pra sekolah mengalami gangguan perkembangan emosional dari total populasi anak sebesar 23.979.000 (Fanny et al., 2023). Sekitar 13,9% anak- anak dan remaja di Australia didiagnosis mengalami gangguan mental emosional

(3)

dimana hampir sepertiganya (30,0% atau 4,2%) merupakan anak yang berusia 4 -17 tahun (Lawrence et al., 2015). Sebesar 74,2% anak yang berusia 3-5 tahun mengalami gangguan mental emosional. Sekitar 8-9% anak pra sekolah mengalami gangguan sosial emosi seperti berperilaku tidak taat, cemas, depresi, serta kurangnya ketrampilan sosial (Kurniawati et al., 2021).

Perkembangan emosional pada masing-masing anak berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional pada anak antara lain yaitu keadaan fisik anak, reaksi sosial terhadap perilaku emosional, kondisi lingkungan, jumlah anggota keluarga, stimulasi pada anak, pola asuh orang tua, serta status sosial- ekonomi keluarga (Mashar, 2015). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak yaitu pola asuh. Pengasuhan sangat penting dalam perkembangan emosional anak karena pengasuhan orang tua memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak.

Ketika orang tua memberikan pengasuhan yang tepat, anak akan memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi individu yang mandiri dan memiliki kecerdasan sosial emosional yang baik. Sebaliknya, jika pengasuhan orang tua tidak tepat, hal ini dapat menghambat tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan sosial emosionalnya (Marinta & Syur’aini, 2023).

Pola asuh sangat erat kaitannya dengan keterlibatan orang tua dalam mendidik anak. Tidak hanya ibu saja yang terlibat, tetapi ayah juga harus terlibat dalam proses pengasuhan. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan menunjukkan hasil bahwa 51,5% ayah terlibat dalam pengasuhan, dan 48,5% ayah tidak terlibat dalam pengasuhan . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak ayah yang belum terlibat dalam pengasuhan (Susanti, 2017). Pengaruh peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap perkembangan regulasi emosi anak sebesar 56%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sekitar 56%

keterlibatan ayah dalam pengasuhan tergolong rendah, dan hanya 14% yang merasa keterlibatan ayah dalam pengasuhan tergolong tinggi (Dinda & Itto, 2017).

Sebesar 43,8% keterlibatan ayah dalam pengasuhan menurunkan resiko anak mengalami masalah perkembangan emosional, maka semakin baik keterlibatan

(4)

ayah dalam pengasuhan anak akan membuat anak tidak memiliki risiko mengalami masalah mental emosional (Suryati et al., 2021).

Keterlibatan ayah merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan karena belum seluruh keluarga melibatkan sosok ayah dalam proses pengasuhannya. Berdasarkan Parental Investment Theory (PIT) menyebutkan bahwa keterlibatan ayah diukur menggunakan dimensi pengukuran yaitu responsivity, harshness, behavioral engagement, dan affective involvement (Fox & Bruce, 2001). Bentuk keterlibatan ayah tidak hanya dilihat secara kuantitas, seperti jumlah waktu yang dihabiskan bersama antara ayah dengan anak, tetapi juga secara kualitas, selama proses pengasuhan ada atau tidaknya inisiatif dari ayah untuk berperan aktif secara fisik, afeksi, dan kognitif. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan anak diharapkan dapat memberikan dorongan dalam proses perkembangan anak secara lebih positif dibandingkan dengan ayah yang jarang atau tidak banyak terlibat dalam proses pengasuhan (Aninditha &

Boediman, 2021).

Berdasarkan permasalahan diatas, mengingat bahwa peran orang tua dalam pengasuhan tidak hanya dilakukan oleh ibu saja, namun ayah juga harus terlibat dalam pengasuhan sehingga terdapat pengaruh perkembangan emosional anak.

Hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut terkait keterlibatan ayah dalam perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapatkan berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan adalah sebagai berikut “Apakah terdapat hubungan antara keterlibatan ayah dengan perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.?”.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara keterlibatan ayah dengan perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.

(5)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi keterlibatan ayah (responsivity, harshness, behavioral engagement, dan affective involvement), pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.

b. Mengidentifikasi perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.

c. Menganalisis hubungan antara keterlibatan ayah dengan perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun di Desa X.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan perkembangan anak dan sebagai pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dalam mata kuliah kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi untuk mengembangkan pemahaman mahasiswa terkait dengan keterlibatan ayah dalam perkembangan emosional anak.

b. Bagi orang tua

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi orang tua agar dapat mengetahui pentingnya keterlibatan ayah dalam mengembangkan emosional anak.

c. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan untuk meneliti dampak keterlibatan ayah dalam aspek perkembangan anak yang lain.

(6)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Anak Usia Dini

2.1.1 Definisi Perkembangan Anak Usia Dini

Emosi dapat didefinisikan sebagai letupan-letupan dari perassan yang muncul dalam diri seseorang. Emosi juga dapat diartikan sebagai kejiwaan manusia dan hanya dapat dikaji melalui letupan, gejala, dan fenomena seperti sedih, benci, gembira, dan gelisah. Emosi juga merupakan suatu perasaan yang ada di dalam diri kita, dapat berupa dengan perasaan tidak senang atau senang, perasaan baik ataupun buruk (Amseke, 2023).

Perkembangan emosional anak usia dini merupakan suatu proses anak mengembangkan, memahami, dan mengelola emosi mereka. Hal ini meliputi kemampuan anak dalam mengenali, mengungkapkan, dan mengatur emosi merak sendiri, serta untuk merespons dan memahami emosi orang lain (Widyawati et al., 2023). Perkembangan emosi anak usia dini sangat penting untuk dirangsang sejak dini karena perilaku emosi sangat berkaitan dengan aktivitas anak sehari-hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosional anak meliputi beberapa aspek, yaitu kognitif, motorik, seni, sosial, dan perkembangan lainnya.

Selain itu, lingkungan keluarga, stimulasi, dan rangsangan yang diberikan oleh orang tua serta duru juga memiliki peran penting dalam perkembangan anak usia dini (Oktavia et al., 2023).

2.1.2 Fase Perkembangan Emosional Anak Usia Dini

Fase anak usia dini memiliki beberapa karakteristik yang dapat dikategorikan berdasarkan tahapan perkembangannya. Berdasarkan teori perkembangan psikososial, Erik Erikson (Habsy et al., 2023) membagi masa/tahapan anak usia dini dalam delapan tahapan perkembangan, yaitu sebagai berikut:

1. Trust vs Mistrust (sejak lahir hingga 1 tahun).

(7)

2. Autonomy vs Shame and Doubt (usia 18 bulan – 3 tahun).

3. Initiative vs Guilt (Pra-sekolah; usia 3 – 6 tahun).

4. Industry vs Inferiority (6 – 12 tahun) 5. Identity vs Role Confusion (12 – 25 tahun) 6. Intimacy vs Isolation (24 – 40 tahun) 7. Generativitas vs Stagnasi (40 – 65 tahun) 8. Ego Integrity vs Despair (65 tahun keatas)

Perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun merupakan tahap krisis yang penting dalam kehidupan anak. Anak usia 3-6 tahun sedang mengalami proses belajar untuk mengenali, memahami serta mengelola emosi mereka sendiri (Fanny et al., 2023). Tahap perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun yaitu Initiative vs Guilt (Pra-sekolah; usia 3 – 6 tahun) dimana dala diri anak mulai terbentuk rasa inisiatif dan rasa bersalah dengan karakteristiik anak yang mulai mengembangkan berbagai perilaku dan aktivitas yang lebih bertujuan.

Lingkungan juga memberikan kesempatan untuk bereksplorasi agar anak dapat mengembangkan kemampuan untuk aktif, menerima tanggung jawab, dan memiliki keterlibatan dengan lingkungan. Perasaan bersalah yang tidak me nyenangkan pada anak juga dapat muncul jika anak tidak mampu melakukan aktivitas-aktivitas baru (Mashar, 2015)

2.1.3 Pengukuran Perkembangan Emosional Anak Usia Dini

Pengukuran perkembangan emosional pada anak dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk observasi perilaku anak, wawanacara dengan orang tua atau pengasuh, serta pengggunaan alat ukur berupa kuesioner (Septiawan et al., 2022). Pengukuran perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun dapat dilakukan menggunakan Kuesioner Masalah Mental Emosional yang tediri dari 12 pertanyaan. Kuesioner ini digunakan untuk melakukan skrinning masalah mental emosional pada anak usia pra sekolah dan juga dapat memberikan suatu gambaran mengenai masalah mentak emosional yang miungkin dialami oleh anak (Noya et al., 2022).

(8)

2.2 Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia 3-6 Tahun

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan sangat penting bagi perkembangan anak usia 3-6 tahun. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat membentuk kelekatan atau ikatan yang kuat dengan anak, dan juga memberikan dampak positif bagi perkembangan sosial, spiritual, kognitif, afektif, fisik, kecerdasan emosi, serta prestasi belajar anak (Aryanti et al., 2019). Salah satu studi mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan penting bagi dual earner family dimana saat orang tua bekerja berbeda sift atau waktu, ayah akan mengasuh anak secara bergantian dengan ibu. Ayah lebih menikmati waktu bermain serta berbicara dengan anak-anak mereka daripada para ibu, meskipun waktu yang dihabiskan dalam pengasuhan lebih rendah dari waktu ibu mengasuh anak mereka (Fajrin & Purwastuti, 2022).

Berdasarkan Parental Invesment Theory (PIT) keterlibatan ayah menawarkan suatu pandangan bahwa sumber daya waktu, energi, dan uang yang dimiliki oleh ayah akan diberikan kepada anak dengan pertimbangan bahwa hal ini dapat mempertahankan kelangsungan hidup ayah di masa-masa selanjutnya. Ada tiga indikator keterlibatan ayah menurut PIT (Fox & Bruce, 2001):

1. Maksimisasi investasi (investment maximization); sejauh mana seorang laki- laki menginginkan dirinya dan istrinya mencurahkan sumber daya dan energi kepada anak.

2. Kepastian sebagai seorang ayah (paternity certitude); sejauh mana seorang ayah merasa bahwa dirinya adalah orangtua biologis bagi anaknya.

3. Komitmen untuk bersama anak (contingent commitment); sejauh mana ayah lekat dengan anaknya.

Fox & Bruce, (2001) mengemukakan bahwa dimensi keterlibatan ayah dapat diukur dengan:

1. Responsivity; sejauh mana ayah menggunakan kasih sayang, kehangatan, dan sikap suportif.

Peran ayah dalam hal ini yaitu berupa ayah memberikan pengetahuan tentang dunia, membantu anak untuk membentuk tujaun hidup dan cita-cita

(9)

yang bermanfaat bagi sosial, serta membantu orientasi anak yang profesional (Yunusova, 2023). Ayah memberikan kasih sayang dan kehangatan kepada anak dengan mengungkapkan kasih sayang melalui kontak fisik seperti pelukan, dan belaian pada anak. Mereka juga membuktikan rasa cintanya kepada anak-anaknya melalui ungkapan kasih sayang dan kata-kata penegasan. Selain itu, para ayah memberikan dukungan dan dorongan emosional, berusaha menghibur anak-anak mereka setelah gagal. Selain itu, ayah juga dapat menunjukkan kasih sayang dan kehangatan dengan melakukan aktivitas bersama anak untuk membangun kedekatan, kehangatan, dan rasa aman. Secara keseluruhan, ayah memainkan peran penting dalam mengasuh anak dengan memberikan dukungan emosional, kasih sayang, dan kehangatan kepada anak-anak mereka, sehingga berkontribusi terhadap perkembangan dan kesejahteraan mereka (Lismi & Efendi, 2023).

2. Harshness; sejauh mana ayah menggunakan sikap menghukum, galak, dan pendekatan yang inkonsisten.

Ayah membantu dalam mendidik anak, seperti membatasi serta memberikan hukuman kepada anak sehingga anak akan menurut kepada orang tua. Ayah lebih bertanggung jawab pada proses disiplin anak, yaitu berupa hukuman yang diterapkan oleh ayah contohnya ayah memberikan hukuman berupa pengurangan uang saku jika anak pulang lebih dari jam 9 malam ketika dihari sekolah (Gunawan et al., 2020).

3. Behavioral Engagement; sejauh mana ayah terlibat aktivitas dengan anak.

Ayah menunjukkan kasih sayang kepada anak-anaknya dengan melakukan aktivitas dan bermain bersama mereka. Hal ini mencakup permainan fisik, seperti bermain game atau dengan mainan, melakukan kegiatan seni dan pendidikan, pergi ke tempat-tempat khusus, dan menonton media. Secara keseluruhan, ayah menunjukkan kasih sayang melalui keterlibatan aktif dan menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka, menekankan peran mereka sebagai teman bermain dan pemberi pengalaman yang menyenangkan (Sabey et al., 2018).

4. Affective Involvement; sejauh mana ayah menginginkan dan menyayangi anak.

(10)

Seorang ayah yang mengingunkan dan menyayangi anak akan menunjukkan perhatiannya dengan berbagai cara, contohnya yaitu meluangkan waktu untuk bermain dan berbicara dengan anak, memberikan dukungan emosional , serta memberikan arahan dan teladan yang baik, selain itu, ayah akan berusaha memahami minat dan kebutuhan anak, serta terlibat dalam kehidupan anak secara aktif. Semua hal ini dilakukan guna menunjukkan kasih sayang dan ingin anaknya memilik pertumbuhan dan perkembangan yang baik (Lismi & Efendi, 2023).

2.3 Hubungan Keterlibatan Ayah dengan Perkembangan Emosional Anak Hubungan keterlibatan ayah dengan perkembangan emosional anak dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek. Kasih sayang yang diberikan oleh ayah seperti rasa peduli serta ayah dapat menghargai anak, kasih sayang tersebut dapat mempengaruhi sikap orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak sehingga dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak (Maullyah, 2018). Kehangatan yang positif dapat mempengaruhi sikap orang tua dalam menyayangi dan menduduk anak, sementara kehangatan yang negatif dapat mempengaruhi perilaku asuh dan perkembanagan emosional anak (Hudaibiyah & Mas’udah, 2022). Sikap suportif ayah merupakan sikap untuk mendukung, mengasuh, serta mengembangkan anak, sikap suportif tersebut dapat mempengaruhi hubungan antara anak dan orang tua serta mempengaruhi perkembangan emosional anak (Safitri et al., 2021).

Sikap menghukum, galak dan pendekatan inkosisten yang dilakukan oleh anak dapat mempengaruhi perkembangan emosional. Orang tua mungkin menggunakan hukuman fisik pada anak untuk mengatasi perilaku negatif dan membentuk sikap yang lebih baik. Orang tua yang memiliki sikap negatif terhadap anak cenderung memiliki anak dengan masalah perkembangan mental emosional (Septia, 2017).

Keterlibatan ayah dalam aktivitas anak memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan anak. Ayah yang terlibat secara aktif dalam kehidupan anaknya dapat mempengaruhi perkembangan sosial, emosional dan kognitif

(11)

anak. keterlibatan ayah dalam aktivitas anaka juga dapat membatu anak dalam membentuk identitas dan kemandirian bagi mereka (Sabey et al., 2018).

(12)

2.4 Kerangka Teori Faktor Ayah:

Identifikasi Peran Pengetahuan Keterampilan Komitmen Kesejahteraan Psikologis

Hubungan dengan Ayah Sendiri Karakteristik pekerjaan

Status Kependudukan

Hubungan Orang Tua:

Status Perkawinan Komitmen Hubungan Kerja Sama

Saling Mendukung Konflik

Keterlibatan Ayah:

Responsivity Harshness Behavioral Engagement Affective Involvement

Faktor Ibu:

Sikap Terhadap Ayah Harapan Ayah

Dukungan Ayah Karakteristik pekerjaan

Perkembangan Emosional Anak Usia 3-6

Tahun

Keterlibatan Ibu

Gambar 2. 1 Sumber: Doherty et al., (1998) dan Fox & Bruce, (2001).

(13)

2.5 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian Faktor Ayah:

Identifikasi Peran Pengetahuan Keterampilan Komitmen

Kesejahteraan Psikologis Hubungan dengan Ayah Sendiri

Karakteristik pekerjaan Status Kependudukan

Hubungan Orang Tua:

Status Perkawinan Komitmen Hubungan Kerja Sama

Saling Mendukung Konflik

Keterlibatan Ayah:

Responsivity Harshness Behavioral Engagement Affective Involvement

Faktor Ibu:

Sikap Terhadap Ayah Harapan Ayah

Dukungan Ayah Karakteristik pekerjaan

Perkembangan Emosional Anak

Usia 3-6 Tahun

Keterlibatan Ibu

Gambar 2. 2 Sumber: Doherty et al., (1998) dan Fox & Bruce, (2001).

(14)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian observasional analitik dan pendekatan cross sectional. Studi cross sectional adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mengukur seluruh variabel (independent dan dependent) pada waktu yang sama. Pendekatan cross sectional ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara keterlibatan ayah dengan perkembangan emosional anak usia 3-6 tahun (Sugiyono 2013).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2023 hingga selesai, diawali dengan penyusunan proposal dan pengambilan data.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut (Sugiyono 2013) populasi merupakan tempat atau wilayah generalisasi hasil penelitian yang terdiri dari sekumpulan objek atau subjek dengan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 3-6 tahun.

3.3.2 Sampel

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas didefinisikan sebagai variabel yang dapat memberikan pengaruh atau penyebab terjadinya pada variabel lain.

(15)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah keterlibatan ayah.

b. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terkait didefinisikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perkembangan emosional pada anak usia 3-6 tahun.

3.4.2 Definisi Operasional

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Amseke, F. V. (2023). Pola Asuh Orang Tua, Tempramen Dan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini (E. O. Malelak (ed.); 1st ed.). PT. Media Pustaka Indo.

Aninditha, R., & Boediman, L. M. (2021). Father Involvement as Moderator:

Does Father’s Emotional Regulation Influence Preschooler’s Emotional Regulation? / Keterlibatan Ayah sebagai Moderator: Apakah Regulasi Emosi Ayah Memengaruhi Regulasi Emosi Anak Prasekolah? Psikoislamika : Jurnal Psikologi Dan Psikologi Islam, 18(1), 228–242.

https://doi.org/10.18860/psikoislamika.v18i1.12121

Aryanti, P. H., Oktavianto, E., & Suryati. (2019). The Relationship Of Father Involvement In Nurturing With Preschool Age Children Attachment. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, XII(2), 83–94.

Dinda, S., & Itto, N. (2017). Peran Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Bagi Perkembangan Kecerdasan Moral Anak. Jurnal Psikologi, 1(1), 24–28.

ejournal.uin-suska.ac.id

Doherty, W. J., Kouneski, E. F., & Erickson, M. F. (1998). Responsible Fathering:

An Overview and Conceptual Framework. Journal of Marriage and the Family, 60(2), 277. https://doi.org/10.2307/353848

Fajrin, N. P., & Purwastuti, L. A. (2022). Keterlibatan Orang tua dalam Pengasuhan Anak pada Dual Earner Family: Sebuah Studi Literatur. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 2725–2734.

https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i4.1044

Fanny, S. D., Nadhiroh, A. M., & Taufiqoh, S. (2023). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Emosional Anak Prasekolah Usia 3-6 Tahun. Jurnal Kebidanan Fik Um Surabaya, 5(2), 52–62.

Fox, G. L., & Bruce, C. (2001). Conditional fatherhood: Identity theory and parental investment theory as alternative sources of explanation of fathering.

Journal of Marriage and Family, 63(2), 394–403.

https://doi.org/10.1111/j.1741-3737.2001.00394.x

Gunawan, N. A., Nurwati, N., & Sekarningrum, B. (2020). Analisis Peran Gender dalam Pengasuhan Anak pada Keluarga Etnis Jawa dan Sunda di Wilayah Perbatasan. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 12(1), 48.

https://doi.org/10.24114/jupiis.v12i1.15568

Habsy, B. A., Sufiandi, A. C., Baktiadi, A. N., & Asmarani, E. M. (2023). Teori Perkembangan Sosial Emosi Erikson dan Perkembangan Moral Kohlberg.

Jurnal Penelitian Guru Indonesia, 4(1), 217–228.

https://doi.org/https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v4i1.2163

Hudaibiyah, A., & Mas’udah, M. (2022). Hubungan Komunikasi Orang Tua Dengan Perilaku Tantrum Pada Anak Usia 4-6 Tahun. Jurnal Pendidikan AURA (Anak Usia Raudhatul Atfhal), 3(2), 1–13.

https://doi.org/10.37216/aura.v3i2.617

Indanah, & Yulisetyaningrum. (2019). Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10(1), 221–

(17)

228. https://doi.org/10.26751/jikk.v10i1.645

Kurniawati, E. Y., Ashari, A., & Sylvia. (2021). Pertumbuhan, Perkembangan, dan Kesehatan Mental Emosional Anak Pra Sekolah Usia 36-72 Bulan: Studi di KB Kuncup Melati dan TK (Pamardi Putra). Jurnal Ilmu Kebidanan, 7(2), 25–31. https://doi.org/https://10.48092/jik.v7i2.159

Lawrence, D., Johnson, S., Hafekost, J., Haan, K. B. de, Sawyer, M., Ainley, J., &

Zubrick, S. R. (2015). The Mental Health of Children and Adolescents (Report On The Second Australian Child And Adolescent Survey Of Mental Health And Wellbeing). In Journal of Indian Association for Child and Adolescent Mental Health (Vol. 3, Issue 4). Australian Goverment.

https://doi.org/10.1177/0973134220070401

Lismi, N. S., & Efendi, A. (2023). Representation of the Father Figure Parenting in the Latest Indonesian Novel: a Study of Father Masculinity. Literature and Literacy, 1(1), 69–80. https://doi.org/https://doi.org/10.21831/litlit.v1i1 REPRESENTATION

Marinta, R., & Syur’aini. (2023). Relationship Between Parenting and Social Emotional Development of Children Aged 3-4 Years in Tenam Village, Muara Bulian District. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 11(2), 282.

https://doi.org/10.24036/spektrumpls.v11i2.121809

Mashar, R. (2015). Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi Pengembangannya (Pertama). KENCANA.

Maullyah, I. (2018). Perkembangan Mental Emosional pada Anak Umur 3-5 Tahun Ditinjau dari Sikap Orang Tua. Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 1(2). https://doi.org/10.32536/JRKI.V1I2.8

Noya, F., Longgupa, L. W., & Sitorus, S. B. M. (2022). Skrining Penyimpangan Perilaku Emosional Anak Umur 36-72 Bulan Menggunakan Kuesioner Masalah Perilaku Emosional. Jurnal Masyarakat Mandiri, 6(4), 3201–3209.

https://doi.org/10.31764/jmm.v6i4.9493

Oktavia, C., Nurhafizah, & Retnoningsih. (2023). Hubungan Ibu Bekerja Terhadap Perkembangan Emosional Anak Usia 4-6 Tahun. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Islam Anak Usia Dini, 5(1), 93–108.

https://doi.org/10.52266/pelangi.v5i1.1254

Sabey, A. K., Rauer, A. J., Haselschwerdt, M. L., & Volling, B. (2018). Beyond

“Lots of Hugs and Kisses”: Expressions of Parental Love From Parents and Their Young Children in Two-Parent, Financially Stable Families. Family Process, 57(3), 737–751. https://doi.org/10.1111/famp.12327

Safitri, I., Salsabila, A. D., & Nginayah, S. (2021). Hubungan Persepsi Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak Dengan Perilaku Moral Anak di Sekolah. Urnal Pemikiran Dan Riset Sosiologi, 2(2), 129–138.

https://doi.org/10.47776/mjprs.002.02.03

Septia, V. (2017). Dampak Hukuman Fisik Orang Tua terhadap Sikap Sosial Anak (Studi Kasus pada Keluarga Muslim di Desa Banjarmasin Kecamatan Bulok Kabupaten Tanggamus).

Septiawan, M. R., Novayelinda, R., & Amir, Y. (2022). Hubungan Perkembangan Mental-Emosional Terhadap Sibling Rivalry Pada Anak Preschool. Jurnal

Vokasi Keperawatan (JVK), 5(1), 12–20.

(18)

https://doi.org/10.33369/jvk.v5i1.22209

Suryati, Nurfadhilah, K., Setyaningrum, N., & Oktavianto, E. (2021). Hubungan Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Dengan Perkembangan Sosial Emosional Anak Prasekolah Di Masa Pandemi Covid-19. Prima Wiyata Health, II(2), 8–19.

Susanti. (2017). Hubungan Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan dengan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 5-6 Tahun di TK IT Nurul Islam Yogyakarta.

Widyawati, Husna, A. I. N., & Supendi, D. (2023). Parenting Pola Asuh Orang Tua Untuk Meningkatkan Perkembangan Emosional Anak Usia Dini.

Pengabdian Masyarakat Sumber Daya Unggul, 1(1), 35–41.

https://doi.org/10.37985/pmsdu.v1i1.30

Yunusova, G. S. (2023). The Influence of Parent-Child Relationship on the Formation of Children’s Behavior. Models and Methods in Modern Science, 2(11), 162–170. https://doi.org/https://doi.org/10.5281/zenodo.10045934

Referensi

Dokumen terkait