PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang, adanya stunting menunjukkan kekurangan gizi jangka panjang (Aryu Candra, 2020). Stunting adalah kondisi kronis yaitu terhambatnya proses pertumbuhan yang disebabkan oleh kekurangan makanan dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama (Persagi, 2018).
Pola Makan
Meneruskan ASI dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI), MP-ASI yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Lemak diperoleh dari proses pengolahan misalnya dengan penambahan minyak, santan dan penggunaan protein hewani dalam MP ASI.
Kerangka Teori
Pemantauan berat badan normal adalah bagian dari gaya hidup dan nutrisi yang seimbang, untuk mencegah penyimpangan berat badan, dan jika terjadi penyimpangan berat badan dapat dilakukan tindakan preventif dan penatalaksanaan.
Kerangka Konsep
Hipotesis
Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain korelasi dengan desain cross sectional, dimana peneliti ingin mengetahui hubungan antara pola makan dengan terjadinya retardasi pertumbuhan pada balita usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas Nita. 0,008, hal ini menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini ada hubungan antara pola makan dengan kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola makan balita usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita biasanya salah sebanyak dan sesering yang diperlukan.
Hasil analisis uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X² = 0,008, dari hasil tersebut menggambarkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan prevalensi stunting pada balita usia 6-23 bulan. Bab ini memaparkan kesimpulan dan usulan penelitian tentang hubungan pola makan dengan prevalensi stunting pada balita usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nita. Sebagian besar pola pemberian makan balita usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita termasuk dalam kategori tidak sesuai.
Ada hubungan pola makan dengan kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan pola makan dengan stunting pada bayi usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita”, yang merupakan salah satu kegiatan dalam penyelesaian tugas akhir saya di Jurusan Kebidanan Universitas Kusuma Husada Surakarta. .
Tempat dan Waktu Penelitian
Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat data berupa kuesioner dengan pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan yaitu untuk mengukur pola diet pada penelitian ini menggunakan skala Likert, menggunakan 4 kategori pernyataan. Sehingga nilai mediannya adalah 38, maka diet dikatakan baik jika skor jawaban ≥ 38 dan buruk jika skor jawaban < 38. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara formal dari responden sebagai hasil penelitian melalui kuesioner.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait sesuai dengan kebutuhan peneliti, antara lain data peserta balita, data keterlambatan tumbuh kembang 6-23 bulan.
Uji Validitas dan Reabilitas
Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Merupakan analisis data yang menganalisis masing-masing variabel penelitian, untuk melihat tampilan distribusi dan frekuensi masing-masing variabel bebas. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (pola makan) dan variabel terikat (inhibisi) dengan menggunakan uji Chi square. Uji chi-square berguna untuk menguji hubungan antara dua variabel nominal dan mengukur kekuatan hubungan antara satu variabel dengan variabel nominal lainnya.
Etika Penelitian
HASIL PENELTIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Data Umum Reponden
Variabel Yang Diukur
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ditemukan bahwa sebagian besar responden tidak memberi makan anaknya dengan baik, menurutnya pola pemberian makan yang tidak tepat memberikan peluang 5 kali lipat bagi balita untuk mengalami stunting dibandingkan pemberian makan yang benar. Balita yang mendapatkan pola makan yang tidak tepat berisiko 5 (lima) kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang mendapatkan pola makan yang benar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ridha Cahya, 2020) bahwa pola gizi yang baik harus dilakukan sejak dini dengan cara aplikasi yang tepat.
Pola pemberian makan yang benar adalah pola pemberian makan yang sesuai dengan kebutuhan: tepat waktu, cukup, aman dan diberikan dengan cara yang benar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Priyono et al (2015) yang menemukan bahwa status gizi bayi cukup bulan merupakan akumulasi dari kebiasaan makan sebelumnya sehingga pola makan saat ini tidak secara langsung mempengaruhi status makan. Jadwal pemberian makan yang dianjurkan adalah 3 kali makan utama dan 2 kali lauk untuk melengkapi nutrisi bayi.
Ridha Cahya, (2018.) Hubungan pola makan dengan kejadian stunting pada bayi usia 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tambak Redi Surabaya, Skripsi, Universitas Erlaga, Surabaya. Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi S1 Kebidanan Universitas Kusuma Husada Surakarta bernama (Theresia Asrida Nona Ice, NIM AB211084) yang berjudul “Hubungan Pola Pemberian Makan dengan stunting pada anak usia 6-23 bulan di Puskesmas Nita”.
PEMBAHASAN
Distribusi Karakteristik Responden
Selain itu, kelompok balita juga masih sangat muda dan menghadapi perubahan status gizi, karena anak kecil merupakan konsumen pasif, dimana segala sesuatu yang mereka konsumsi masih bergantung pada apa yang diberikan atau disediakan oleh orang tua atau walinya. Anak laki-laki memiliki kebutuhan energi dan protein yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki dapat melakukan pekerjaan berat yang biasanya tidak dapat dilakukan oleh perempuan, namun tidak ada klasifikasi jenis kelamin balita karena laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang sama selama masa pertumbuhan. dapat dilihat berdasarkan AKG pada balita. Ada teori yang mengatakan tidak ada klasifikasi jenis kelamin, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa anak laki-laki membutuhkan lebih banyak makanan karena tubuhnya lebih besar dari pada anak perempuan.
Menurut penelitian Nasihkah (2013), hal ini berkaitan dengan pola asuh dalam pemberian makan pada anak dalam kondisi lingkungan dan gizi yang baik. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri, pendidikan seseorang juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi, karena mengacu pada kemampuan seseorang dalam menerima dan memahami sesuatu, karena tingkat pengetahuan ibu dapat mempengaruhi makanan. pola konsumsi melalui cara pemilihan dan pengolahan makanan balita. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan sekolah dasar.
Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin besar kecenderungan pengetahuan ibu untuk memastikan asupan gizi yang cukup. Menurut Suhardjh yang melakukan survey di Bengkulu menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita (58,0%) berstatus ekonomi rendah, hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di daerah tersebut berprofesi sebagai nelayan. sehingga pendapatannya tidak menentu.
Pola Pemberian Makan
Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar responden (62,7%) tidak sesuai dalam pemberian makan balita sedangkan 37,3% benar dalam pemberian makan balita. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridha Cahya (2018). dilakukan di puskesmas tambak wedi surabaya yaitu mayoritas responden yaitu 70,8% menyediakan pakan cukup dan 29,4% tidak menyediakan pakan cukup. Dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizi Aulia (2020) yaitu pola makan yang baik sebanyak 62. Menurut Dicki Prayogo (2023), pola makan adalah cara memanfaatkan makanan yang tersedia sebagai respon terhadap tekanan ekonomi yang dirasakan. Pola makan berhubungan dengan kebiasaan makan, pola makan untuk anak kecil harus memenuhi kebutuhan energi dan protein.
Jenis makanan yang sehari-hari dikonsumsi balita pada kelompok balita dwarfisme sebagian besar dengan komposisi menu yang terdiri dari sembako, seafood dan sayuran. Hal ini dikarenakan balita sensitif terhadap nutrisi, sehingga makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh dan daya cerna anak. Untuk mencegah anak kekurangan satu atau lebih zat gizi, tujuannya adalah memberikan makanan yang bervariasi dengan nilai gizi yang cukup.
Pemilihan jenis makanan untuk anak harus memperhatikan kualitas dan efisiensinya dalam tubuh, mengingat makanan untuk bayi bergantung sepenuhnya pada pemberian orang tua. Secara umum dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ibu tidak cocok untuk memberi makan anak kecil, dimana makanan yang diberikan tidak sesuai dengan anjuran yang meliputi frekuensi, jumlah, tekstur, variasi makanan, kebersihan dan makanan. Jadwal.
Stunting
Kejadian stunting juga disebabkan oleh kurangnya asupan makanan termasuk kurangnya asupan energi dan protein. Penelitian Nabusal (2013) di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kejadian stunting. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memberikan nutrisi yang cukup untuk anak stunting kategori pendek. Pola pemberian makan yang tepat untuk balita usia 6-23 bulan harus memperhatikan jumlah, frekuensi, konsistensi/tekstur dan variasi makanan.
Menurut peneliti, setiap ibu sebaiknya memberi makan balita bergizi di rumah sesuai dengan yang dianjurkan, dimulai dengan pemberian makanan tepat waktu, memperhatikan jumlah makanan, frekuensi makan, tekstur makanan dan variasi makanan yang terdiri sembako, protein hewani (ikan, daging), telur) protein nabati (tahu, tempe), lemak, sayur dan buah, perlu juga memperhatikan kebersihan makanan dan peralatan, serta cara yang benar untuk mengolah makanan. Ibu atau orang tua hendaknya memperhatikan pemberian makan anak sesuai dengan kebutuhan balita dan disesuaikan dengan anjuran pemberian makan, dengan memperhatikan jumlah, tekstur, frekuensi, variasi, kebersihan dan cara penanganan makanan yang tepat. Azizi Aulia Harahap, (2020), Gambaran gizi dengan kejadian retardasi pertumbuhan pada anak di bawah usia dua tahun, di wilayah kerja Puskemasna Mandala Medan.
Fitri Jahanila, (2020) Hubungan pola makan dengan kejadian stunting pada anak usia 25-59 bulan di kecamatan Tamalanrea kota Makassar, skripsi Universitas Hasanudin Makassar. Untuk itu saya mengharapkan kesediaan Ibu dan Ibu untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini, keikutsertaan Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan. Saya memberikan anak saya makanan yang mengandung lemak (alpukat, kacang-kacangan, daging, ikan, telur, susu) setiap hari.
Saya memberikan anak saya makanan yang mengandung protein nabati (kacang-kacangan, tahu, tempe) setiap hari.
Hubungan Pola Pemberian Makan dengan kejadian Stunting…52
Saran…
Jika berkenan, saya akan memberikan kuisioner berupa pernyataan yang disediakan untuk diisi dengan jujur dan jujur. Saya menjadi responden tanpa paksaan dari pihak manapun karena saya tahu bahwa partisipasi dan informasi yang akan saya berikan akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan penelitian peneliti. J : Jika pernyataan “Jarang” Anda lakukan TP : Jika pernyataan “Tidak pernah” Anda lakukan Notes.
Saya memberi makan anak setiap hari sesuai dengan 4 kriteria pemberian MP ASI (tepat waktu, aman, tepat, dengan cara yang benar). Saya memberi anak 2-3 potong lauk hewani (daging, ikan, telur, dll) untuk dimakan setiap hari.