• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan, Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Hubungan Pengetahuan, Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Pengetahuan, Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman

Kota Banjarmasin Tahun 2021

Hannah Hasbiah1, Netty2, Ari Widyarni3, Husnul Khatimatun Inayah4

Prodi Kesehatan Masyarakat, 13201, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) MAB Banjarmasin

Jl. Adhyaksa No.2, Kayu Tangi, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan

*Email : hannahhasbiah07@gmail.com

ABSTRACT

The problem of child health which is currently a top priority that the government wants to fix is the child's growth and development. Many growth problems that occur in children, one of which is stunting. Based on data from the Pekauman Health Center in Banjarmasin, the number of children under five who experienced stunting in 2019 was 23 toddlers (2.6%) and in 2020 there were 480 toddlers (53.7%). This study aims to determine the relationship between knowledge, family income and parenting patterns with the incidence of stunting in children under five in the Pekauman Health Center Work Area, Banjarmasin City in 2021. This type of research is quantitative and analytical survey design with a Cross Sectional approach. The sampling technique was accidental sampling and the number of samples was 83 respondents. Data analysis was carried out using bivariate analysis with Chi-square test. The results of the univariate study showed that most of the respondents who had toddlers with non-stunted incidence were 60 respondents (72.3%), most of the respondents had good knowledge as many as 32 respondents (38.6%), most of the respondents with low income were 57 families. (68.7%) and most of the respondents with proper parenting were 65 respondents (78.3%). The results of the analysis using the chi-square test showed that there was no relationship between knowledge (p-value = 0.148), family income (p-value = 0.367) with the incidence of stunting in children under five and there was a relationship between maternal parenting (p-value = 0.000) with the incidence of stunting in toddlers. The Puskesmas can plan prevention programs for stunting toddlers by further increasing guidance on stunting problems, for respondents to routinely monitor toddler growth including weighing and measuring height in toddlers in order to reduce the risk of stunting toddlers in the future.

Keywords : Stunting, Knowledge, Family Income, Parenting

ABSTRAK

Masalah kesehatan anak yang saat ini menjadi prioritas utama yang ingin diperbaiki oleh pemerintah yaitu mengenai tumbuh kembang anak. Banyak masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak salah satunya adalah stunting. Berdasarkan data Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin jumlah balita yang mengalami stunting pada tahun 2019 sebanyak 23 balita (2,6%) dan pada tahun 2020 sebanyak 480 balita (53,7%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, pendapatan keluarga dan pola asuh dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021. Jenis penelitian kuantitatif dan desain Survey Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel dengan Accidental sampling dan jumlah sampel sebanyak 83 responden. Analisis data yang dilakukan yaitu menggunakan analisis bivariat dengan uji Chi-square. Hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki balita dengan kejadian tidak stunting sebanyak 60 responden (72,3%), sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 32 responden (38,6%), sebagian besar responden dengan pendapatan rendah

(2)

sebanyak 57 keluarga (68,7%) dan sebagian besar responden dengan pola asuh tepat sebanyak 65 responden (78,3%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan (p-value = 0,148), pendapatan keluarga (p-value = 0,367) dengan kejadian stunting pada balita dan ada hubungan antara pola asuh ibu (p-value = 0,000) dengan kejadian stunting pada balita. Bagi Puskesmas dapat merencanakan program pencegahan pada balita stunting dengan lebih meningkatkan pengarahan tentang masalah stunting, bagi responden untuk rutin memantau pertumbuhan balita diantaranya melalui penimbangan dan pengukuran tinggi badan pada balita agar mengurangi resiko terjadinya balita stunting dimasa mendatang.

Kata Kunci : Stunting, Pengetahuan, Pendapatan Keluarga, Pola Asuh

PENDAHULUAN

Indonesia adalah Negara yang saat ini masih tergolong banyak terjadi permasalahan kesehatan. Masalah kesehatan anak yang saat ini menjadi prioritas utama yang ingin diperbaiki oleh pemerintah yaitu mengenai tumbuh kembang anak. Banyak masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak salah satunya adalah stunting. Stunting adalah pertumbuhan linear pada anak yang tidak sesuai atau pertumbuhan terhambat ditandai dengan perkembangan otak, mental, dan kognitif yang tidak optimal sehingga menjadi salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara miskin dan berkembang.

Kejadian stunting pada balita merupakan masalah yang dialami hampir di setiap negara. Tren kejadian balita stunting di Dunia Tahun 2000 sebesar 32,6% sedangkan Tahun 2017 sebesar 22,2% (World Health Organization, 2018).

World Health Organization (WHO) telah menargetkan akan menurunkan angka stunting sebesar 40% pada tahun 2025 atau sekitar 70 juta anak yang diselamatkan dari stunting (Kemenkes RI, 2018). Benua Asia berdasarkan data tahun 2017 dalam Joint Child Malnutrition Eltimates menyumbangkan sebesar 55% dari proporsi balita stunting yang ada di dunia, sedangkan proporsi balita stunting sepertiganya lagi berasal dari Benua Afrika yaitu sebesar 38%.

Proporsi balita sebesar 55% berasal dari Asia Selatan yaitu 58,7% lalu diikuti Asia Tenggara (14,9%) di posisi kedua, sedangkan proporsi balita stunting terendah yaitu berasal dari Asia Tengah sebesar 0,9% (WHO, 2018).

Berdasarkan data dari WHO prevalensi balita stunting di Asia Tenggara yang tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi sebesar 50,2%, pada urutan kedua yaitu India sebesar 38,4%. Indonesia berada pada urutan ketiga Negara dengan prevalensi tertinggi balita stunting sebesar 36,4% pada tahun 2005 sampai 2017, sementara Thailand memiliki rata-rata prevalensi terendah balita dengan stunting yaitu hanya sebesar 10,5% di Asia Tenggara3 (WHO, 2018).

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angka stunting mengalami penurunan dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018, dan untuk tingkat provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2018 tercatat sebesar 33%

dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 44,2%. Angka tersebut di Kalimantan Selatan ditargetkan turun hingga 20%. Sedangkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan e-PPGBM (Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasih Masyarakat) angka stunting di Kalimantan Selatan sebesar 22,2% pada tahun 2018 (Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, 2020).

Kota Banjarmasin memiliki 26 puskesmas, salah satunya adalah Puskesmas Pekauman. Puskesmas Pekauman merupakan puskesmas dengan angka tertinggi balita yang mengalami stunting pada tahun 2018 sebanyak 1.099 yang terdiri dari balita yang berstatus gizi sangat pendek sebanyak 276 balita (25,1%) dan pendek sebanyak 823 balita (74,9%). Angka tersebut menunjukkan bahwa masalah stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pekauman cukup

(3)

tinggi dan harus segera diatasi(Abdullah dkk, 2021).

Berdasarkan data Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin dari e-PPGBM (Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) pada anak usia 0-59 bulan berdasarkan perhitungan yang diambil di bulan Agustus. Jumlah balita mengalami stunting pada tahun 2019 sebanyak 23 balita (2,6%) dan mengalami peningkatan pada tahun 2020 menjadi 480 balita (53,7%) mengalami stunting (Puskesmas Pekauman, 2020).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 480 balita (53,7%) dengan jumlah sampel sebanyak 83 responden dengan teknik accidental sampling. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai bulan Agustus di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau wawancara dan alat microtoise. Data analisis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi- square(Notoatmodjo, 2012).

HASIL

a. Karakteristik Balita

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita Berdasarkan Umur, Tinggi Badan dan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Karakteristik Balita n %

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan

39 44

47 53 Umur Balita

6-20 Bulan 21-35 Bulan 36-58 Bulan

31 30 22

37 36 27 Tinggi Badan

60-75 cm 76-85 cm 86-95 cm 96-105 cm

17 31 22 13

20 37 27 16

TOTAL 83 100

Data Primer, 2021.

Berdasarkan tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa dari 83 jumlah balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021 terdapat sebagian besar balita dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 44 balita (53%), umur balita sebagian besar berada pada umur 6-20 bulan sebanyak 31 balita (37%), sedangkan tinggi badan balita sebagian besar balita memiliki tinggi badan 76-85 cm sebanyak 31 balita (37%).

b. Analisis Univariat

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Variabel Penelitian n % Kejadian Stunting

Tidak Stunting Stunting

60 23

73,3 27,7 Pengetahuan Ibu

Baik Cukup Baik Kurang Baik

32 29 22

38,6 34,9 26,5 Pendapatan Keluarga

Tinggi Rendah

26 57

31,3 68,7 Pola Asuh Ibu

Tepat Tidak Tepat

65 18

78,3 21,7

TOTAL 83 100

Data Primer, 2021.

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki balita dengan kejadian tidak stunting sebanyak 60 responden (72,3%), sedangkan untuk balita stunting sebanyak 23 responden (27,7%). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang stunting baik sebanyak 32 responden (38,6%), responden dengan pengetahuan tentang stunting cukup baik sebanyak 29 responden (34,9%) dan responden dengan pengetahuan tentang stunting kurang baik sebanyak 22 responden (26,5%). Sebagian besar responden memiliki pendapatan keluarga rendah sebanyak 57 keluarga (68,7%), sedangkan responden dengan pendapatan keluarga tinggi sebanyak 26 keluarga (31,3%) dan sebagian besar responden memiliki pola asuh tepat sebanyak 65 responden (78,3%), sedangkan responden

(4)

dengan pola asuh tidak tepat sebanyak 18 responden (21,7%).

c. Analisis Bivariat

Tabel 3. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin

Tahun 2021

Penge tahuan

Kejadian Stunting

Total P- value Tidak

Stunting Stunting

n % n % N %

Baik Cukup Baik Kurang Baik

27 19 14

84,4 65,5 63,6

5 10

8 15,6 34,5 36,4

32 29 22

100 100 100

0,148

TOTAL 60 72,3 23 27,7 83 100 Sumber: Data Primer, 2021.

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa proporsi responden dengan pengetahuan baik tentang stunting sebagian besar memiliki balita dengan kejadian tidak stunting yaitu sebanyak 32 responden (100%), dengan jumlah responden yang memiliki balita tidak stunting sebanyak 27 responden (84,4%) dan balita stunting sebanyak 5 responden (15,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pengetahuan baik lebih banyak balita yang tidak stunting, sedangkan responden dengan pengetahuan kurang lebih banyak balita yang mengalami stunting.

Dari analisa bivariat didapat nilai p- value = 0,148 > α (0,05), maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan responden dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Tabel 4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Pendapat an Keluarga

Kejadian Stunting

Total P- value Tidak

Stunting Stunting

n % n % N %

Tinggi Rendah

21 39

80,8 68,4

5 18

19,2 31,6

26 57

100 100 0,456 TOTAL 60 72,3 22 27,7 83 100 Sumber: Data Primer, 2021.

Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa proporsi responden dengan pendapatan keluarga rendah sebagian besar memiliki

balita dengan kejadian tidak stunting yaitu sebanyak 57 keluarga (100%), dengan jumlah responden yang memiliki balita tidak stunting sebanyak 39 responden (68,4%) dan balita stunting sebanyak 18 responden (31,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pendapatan keluarga rendah semakin banyak balita yang tidak stunting, daripada responden dengan pendapatan keluarga tinggi.

Dari analisa bivariat didapat nilai p- value = 0,367 > α (0,05), maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan responden dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Tabel 5. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Pola Asuh Ibu

Kejadian Stunting

Total P- value Tidak

Stunting Stunting

n % n % N %

Tepat Tidak Tepat

56 4

86,2 22,2

9 14

13,8 77,8

65 18

100 100

0,000

TOTAL 60 72,3 23 27,7 83 100 Sumber: Data Primer, 2021.

Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa proporsi responden dengan pola asuh tepat sebagian besar memiliki balita dengan kejadian tidak stunting yaitu sebanyak 65 responden (100%), dengan jumlah responden yang memiliki balita tidak stunting sebanyak 56 responden (86,2%) dan balita stunting sebanyak 9 responden (13,8%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pola asuh tepat semakin banyak balita yang tidak stunting, sedangkan responden dengan pola asuh tidak tepat semakin banyak balita yang stunting.

Dari analisa bivariat didapat nilai p- value = 0,000 < α (0,05), maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

PEMBAHASAN

a. Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

(5)

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan tidak stunting sebanyak 60 responden (72,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat responden yang memiliki balita dengan kejadian stunting yaitu sebanyak 23 responden (27,7%), yang mengalami stunting kebanyakan balita dengan jenis kelamin laki- laki sebanyak 12 responden (52,2%).

Sebagian besar kejadian stunting pada balita di umur paling banyak yaitu 6-20 bulan sebanyak 31 responden (37%), dengan rata- rata balita umur 18 bulan, sedangkan tinggi badan balita paling banyak yaitu 76-85 cm sebanyak 31 responden (37%), dengan rata- rata tinggi badan balita yaitu 79 cm.

Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari jumlah 83 responden menggunakan alat ukur tinggi badan dapat diketahui bahwa jumlah balita yang stunting lebih rendah dibandingkan dengan jumlah balita yang tidak stunting. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia prevalensi angka balita stunting pada tahun 2018 tercatat sebesar 30,8% dan untuk tingkat provinsi Kalimantan Selatan prevalensi angka balita stunting pada tahun 2018 tercatat sebesar 33%, hal ini disebabkan karena pelayanan kesehatan salah satunya posyandu yang sudah tersedia di daerah tersebut dan mudah dijangkau oleh beberapa responden. Selain itu, karena pola asuh responden yang tepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yesi Nurmalasari dkk, 2020 tentang Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-59 Bulan di Desa Mataram Ilir Kecamatan Seputih, Surabaya dari 237 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan balita tidak stunting sebanyak 141 responden (59,9%) dan balita stunting sebanyak 96 responden (40,5%).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Harikatang, M.R dkk, 2020 tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Balita Stunting di Satu Kelurahan di Tangerang dari 59 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan balita tidak

stunting sebanyak 47 responden (79,7%) dan balita stunting sebanyak 12 responden (20,3%).

Menurut Sartika (2017) pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia salah satunya posyandu sangat membantu untuk mendeteksi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seorang ibu untuk pergi ke posyandu diantaranya, terbatas akses, tidak tersedianya layanan kesehatan, dan status pendapatan keluarga. Jika ibu tidak rutin dalam mengunjungi posyandu dapat mengakibatkan keterlambatan dalam mengidentifikasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut WHO, prevalensi balita stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih, oleh karena itu stunting merupakan masalah kesehatan yang harus segera ditanggulangi, sebab permasalahan gizi merupakan masalah yang terjadi dari masa lalu.

b. Pengetahuan Responden tentang Stunting di Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang stunting baik sebanyak 32 responden (38,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mampu menjawab benar pada pertanyaan nomor 8 (98,8%) yaitu tentang kebutuhan gizi yang paling baik di 6 bulan pertama kelahiran bayi adalah ASI Eksklusif. Sebagian besar responden mengetahui bahwa memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan pada balita merupakan kewajiban karena pada masa itu bayi belum memiliki enzim pencernaan yang sempurna untuk mencerna makanan atau minuman lain. Terlebih semua jenis nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi sudah bisa dipenuhi dari ASI Eksklusif karena membantu pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan anak.

Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup

(6)

sebanyak 29 responden (34,9%) dan kurang sebanyak 22 responden (26,5%). Karena dari 10 pertanyaan pengetahuan tentang stunting yang paling banyak tidak dapat dijawab atau jawaban salah oleh responden yaitu pertanyaan nomor 4 (24,1%) dan nomor 9 (36%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang stunting di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin sebagian besar pengetahuannya yaitu baik, hal ini karena responden yang cukup aktif dalam kegiatan posyandu, sehingga responden sering mendapatkan informasi atau edukasi berupa penyuluhan tentang stunting dan pola pemberian makan yang baik untuk balita dengan harga yang terjangkau.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salman dkk, 2017 tentang Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Desa Buhu Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo dari 57 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan responden dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 38 responden (66,7%) dan tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak 19 responden (33,3%).

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap mudah tidaknya seseorang untuk menerima suatu informasi atau pengetahuan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih mudah menerima informasi atau pengetahuan. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin sulit menerima informasi atau pengetahuan (Notoadmodjo, 2012).

c. Pendapatan Keluarga Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan keluarga rendah sebanyak 57 keluarga (68,7%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin sebagian besar memiliki pendapatan keluarga rendah, hal ini karena

hasil dari wawancara dengan responden tingkat pendapatan keluarga rendah disebabkan karena pendapatan yang tidak menentu setiap bulannya atau dengan rata-rata

< Rp.2.000.000,- perbulan, dimana jenis pekerjaan suaminya sebagian besar adalah sopir ekspedisi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Grace K.L dkk, 2019 tentang Asupan Zat Gizi dan Tingkat Pendapatan Keluarga Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 3-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kecamatan Kotamobagu Utara dari 41 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan pendapatan kurang sebanyak 35 keluarga (85,4%) dan yang memiliki pendapatan tinggi hanya sebanyak 6 keluarga (14,6%).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Andriani, Z.Z dkk, 2020 tentang Hubungan Pendidikan Ibu, Status Ekonomi Keluarga dan Asupan Makanan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan dari 130 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan pendapatan kurang sebanyak 83 keluarga (64%) dan yang memiliki pendapatan tinggi sebanyak 47 keluarga (36%).

Pendapatan keluarga berkaitan dengan kemampuan rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidup baik primer, sekunder maupun tersier. Pendapatan keluarga yang tinggi memudahkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, sebaliknya pendapatan keluarga yang rendah lebih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga. Rendahnya tingkat pendapatan dan lemahnya daya beli memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif terutama untuk anak-anak mereka. Makanan yang didapat biasanya akan kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan yang berfungsi untuk pertumbuhan anak sumber protein, vitamin dan mineral, sehingga meningkatkan risiko

(7)

kurang gizi. Keterbatasan tersebut akan meningkatkan risiko anggota keluarga mengalami stunting (Hapsari dkk, 2018).

d. Pola Asuh Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pola asuh tepat sebanyak 65 responden (78,3%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pola asuh di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pola asuh tepat lebih tinggi daripada pola asuh tidak tepat, hal ini dikarenakan jenis makanan dan jadwal makanan yang diberikan responden kepada anaknya terbilang cukup baik dan kegiatan posyandu yang diadakan setiap bulan mengadakan kegiatan penimbangan dan pemberian makanan tambahan untuk meningkatkan gizi balita.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wati I.F dkk, 2021 tentang Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Neglasari Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Agung Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan dari 100 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan pola asuh baik sebanyak 74 responden (74%) dan kurang baik sebanyak 26 responden (26%). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Putra, Y.D dkk, 2020 tentang Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Desa Juking Pajang Wilayah Kerja Puskesmas Puruk Cahu Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah dari 82 responden yang diteliti sebagian besar menunjukkan praktik pemberian makan baik sebanyak 48 responden (58,5%) dan kurang sebanyak 34 responden (41,5%).

Pola asuh orang tua terhadap anak pada dasarnya adalah mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, mamfasilitasi anak untuk mengembangkan kamampuan sejalan dengan tahap perkembangannya, dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai

dengan nilai agama dan budaya yang diyakini (Wisanti, 2015). Pola asuh yang baik yang terdiri dari jenis makanan, jumlah makanan dan jadwal makanan pada balita.

e. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dari jumlah 83 responden, proporsi pengetahuan responden tentang stunting dengan kategori baik yaitu sebanyak 32 responden (100%), dengan jumlah tidak stunting 27 balita (84,4%) dan stunting sebanyak 5 balita (15,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pengetahuan baik lebih banyak balita yang tidak stunting, sedangkan responden dengan pengetahuan kurang lebih banyak balita yang mengalami stunting.

Berdasarkan hasil uji chi-square pada penelitian ini diperoleh nilai p-value = 0,148 >

α (0,05), maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan responden dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021, hal ini karena penyebab stunting bukan hanya dari faktor pengetahuan, tetapi juga dari faktor lainnya seperti faktor penyebab langsung yaitu asupan gizi dan penyakit infeksi, penyebab tidak langsung yaitu pelayanan kesehatan dan sanitasi dan masalah utama yaitu pendidikan, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja, yang dimana faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini berdasarkan kerangka teori dari Fikawati, Sandra et al., (2017) dalam buku Gizi Anak dan Remaja.

Penelitian ini sejalan dengan penelitan Harikatang, M.R dkk, 2020 di Satu Kelurahan Tangerang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian stunting pada balita, dengan hasil

(8)

analisa menggunakan uji chi-square (p-value

=1,000). Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Rahmayanti, S.D dkk, 2020 di RW 04 dan RW 07 Kelurahan Cigugur Tengah yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan kejadian stunting pada balita, dengan hasil analisa menggunakan uji chi-square (p-value = 0,016).

Menurut Apriani (2018) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan mudah dalam menerima dan memahami informasi yang diberikan khususnya dalam memilih makanan yang bergizi, namun untuk memperoleh bahan pangan yang bergizi dipengaruhi juga oleh status ekonomi keluarga atau kemampuan keluarga dalam membeli bahan pangan yang bergizi.

Sehingga dengan memiliki pekerjaan yang baik saja atau pendapatan yang sudah bagus belum dapat menentukan tingkat kesehatan dari seseorang, jadi harus seimbang antara hal-hal tersebut.

f. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa dari jumlah 83 responden, proporsi responden dengan pendapatan keluarga rendah sebagian besar memiliki balita dengan kejadian tidak stunting yaitu sebanyak 57 keluarga (100%), dengan jumlah tidak stunting 39 balita (68,4%) dan stunting sebanyak 18 balita (31,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pendapatan keluarga rendah semakin banyak balita yang tidak stunting, daripada responden dengan pendapatan keluarga tinggi.

Berdasarkan hasil uji chi-square pada penelitian ini diperoleh nilai p-value = 0,367 >

α (0,05), maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021, hal ini bisa disebabkan karena pendapatan yang diterima tidak sepenuhnya dibelanjakan untuk kebutuhan makanan pokok, tetapi untuk kebutuhan lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Grace K.L dkk, 2019 di Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kecamatan Kotamobagu Utara, menunjukkan hasil analisa menggunakan uji chi-square (p-value = 1,000) yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Andriani, Z.Z dkk, 2020 di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara status ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada balita, dengan hasil analisa menggunakan uji chi-square (p-value

= 0,0011).

Menurut Andriani & Wirjatmadi (2014) jika keluarga tersebut berpendapatan rendah, pangan hewani mampu dijangkau dengan cara dibeli atau dicari sehingga kebutuhan pangan keluarga yang berpendapatan tinggi maupun rendah dapat menjangkau pangan tersebut, sehingga pendapatan bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting. Namun perlu diketahui, bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan yaitu pangan yang dimakan lebih mahal. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan, antara lain bergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan. Pola pengeluaran untuk membeli bahan pangan antara keluarga dengan pendapatan tinggi dan keluarga dengan pendapatan rendah berbeda.

g. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021

Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa dari jumlah 83 responden, proporsi responden dengan pola asuh tepat sebagian besar

(9)

memiliki balita dengan kejadian tidak stunting yaitu sebanyak 65 responden (100%), dengan jumlah tidak stunting sebanyak 56 balita (86,2%) dan stunting sebanyak 9 balita (13,8%). Hasil penelitian menunjukkan responden dengan pola asuh tepat semakin banyak balita yang tidak stunting, sedangkan responden dengan pola asuh tidak tepat semakin banyak balita yang stunting.

Berdasarkan hasil uji chi-square pada penelitian ini diperoleh nilai p-value = 0,000

α (0,05), maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021, hal ini karena segala kebutuhan anak tergantung kepada orang tua, karena tahun pertama kehidupan anak merupakan dasar untuk menentukan kebiasaan di tahun berikutnya termasuk kebiasaan makan. Orang tua harus membiasakan untuk memberikan perhatian yang cukup kepada anak. Perhatian yang baik menunjukkan pola asuh yang baik, maka status gizinya pun akan baik, karena pemberian makan yang baik dan benar, pengetahuan yang baik dari responden merupakan faktor utama dan memberikan pola asuh yang baik kepada balita merupakan penyebab tidak langsung.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bella F.D dkk, 2019 di Kota Palembang, yang menyatakan terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan pemberian makan (p-value = 0,000), kebiasaan pengasuhan (p-value = 0,001), kebiasaan kebersihan (p-value = 0,021) dan kebiasaan mendapatkan pelayanan kesehatan (p-value = 0,000) dengan kejadian stunting pada balita. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Putra, Y.D dkk, 2020 di Desa Juking Pajang Wilayah Kerja Puskesmas Puruk Cahu Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah yang

menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara antara variabel praktik pemberian makan (p-value= 0,018), rangsangan psikososial (p-value= 0,001), praktik kebersihan/hygiene (p-value=0,000), sanitasi lingkungan (p-value= 0,002), dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (p-value=

0,013) dengan kejadian stunting pada balita.

Menurut Hardiansyah (2007), status gizi seorang anak sangat ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola pengasuhan yang didapatkan. Semakin baik konsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitas, dan semakin baik pola pengasuhan yang didapat maka semakin baik status gizi anak.

Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda, cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anaknya berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi.

Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Papalia & Olds, 2001).

KESIMPULAN

1. Kejadian stunting sebagian besar memiliki balita dengan kejadian balita tidak stunting sebanyak 60 responden (72,3%), pengetahuan responden tentang stunting sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebanyak 32 responden (38,6%), pendapatan keluarga sebagian responden dengan pendapatan keluarga rendah sebanyak 57 keluarga (68,7%) dan pola asuh responden sebagian besar responden dengan pola asuh tepat sebanyak 65 responden (78,3%) di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan (p-value = 0,148) dan pendapatan keluarga (p-value = 0,367) dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah

(10)

Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

3. Ada hubungan antara pola asuh ibu (p- value = 0,000) dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin Tahun 2021.

SARAN

Bagi Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin untuk merencanakan kegiatan pencegahan pada balita dengan lebih meningkatkan penyuluhan tentang masalah stunting, memantau pertumbuhan balita diantaranya melalui penimbangan dan pengukuran tinggi / panjang badan, serta pembagian PMT (pemberian makanan tambahan) pada balita agar mengurangi resiko terjadinya balita stunting dimasa mendatang.

Meningkatkan pengetahuan ibu balita tentang stunting, mempertahankan pola asuh pada balita yang sudah tepat dan dapat memberikan asupan gizi yang baik sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya stunting pada balita.

DAFTAR PUSTAKA Journal

Abdullah, dkk. 2021. Riwayat Kunjungan Antenatal Care dan Riwayat Kunjungan Posyandu sebagai Determinan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin. The Indonesian Journal of Health, Vol.

XI, No. 2.

Andriani. Z.Z, dkk. 2020. Hubungan Pendidikan Ibu, Status Ekonomi Keluarga dan Asupan Makanan Dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Endemis Journal, Vol.1/No.2/Juli 2020; ISSN - 2723-0139.

Apriani, L. 2018. Hubungan Karakteristik Ibu, Pelaksanaan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Stunting (Studi Kasus pada Baduta 6- 23 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pucang Sawit Kota Surakarta). Journal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(4), 198- 205.

Bella, F.D dkk. 2019. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Stunting Balita dari Keluarga Miskin di Kota Palembang.The Indonesian Journal of Nutrition. Vol. 8 No. 1 (31-39).

Grace K.L dkk, 2019. Asupan Zat Gizi dan Tingkat Pendapatan Keluarga Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 3-5 Tahun. GIZIDO, Vol 11, No.2

Hapsari, W dan Ichsan, B. 2018. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Ibu tentang Gizi, Tinggi Badan Orang Tua, dan Tingkat Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Anak Umur 12-59 Bulan. Skripsi.

Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Harikatang M.R dkk, 2020. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Balita Stunting di Satu Kelurahan di Tangerang. Jurnal Mutiara Ners, 1-14.

Hardiansyah, 2017. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial Bagi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Orasi Ilmiah. Fakultas Ekologi Manusia.

Institut Pertanian Bogor.

Ika Fujica Wati & Riona Sanjaya. 2021. Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan. Wellness.journalpress; Vol 3 No.1.

Nurmalasari, Yesi dkk. 2020. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6- 59 Bulan. Jurnal Kebidanan. Vol. 6, No. 2.

Putra, Y.D dkk. 2020. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Desa Juking Pajang Wilayah Kerja Puskesmas Puruk Cahu Kabupaten

(11)

Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2020.

Rahmayanti, S.D dkk. 2020. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-4 Tahun di RW 04 dan RW 07 Kelurahan Cigugur Tengah.

Jurnal Kesehatan Kartika. Vol. 15, No. 2.

Sartika, R.A.D. 2017. Analisis Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan Status Gizi Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 5(2), Hal 76- 83.

Salman, dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Desa Buhu Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo. Health and Nutritions Journal. Vol III/Nomor 1.

Book

Andriani, M., & Wirjatman, B. 2014. Gizi dan Kesehatan pada Balita. Jakarta:

Kencana.

Fikawati, Sandra et al., 2017. Gizi Anak dan Remaja. Depok: Rajawali Pers.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Wisanti, 2015. Sistem Kesehatan Nasional.

Jakarta. Erlangga.

Papalia, D.E & Olds, S.W, 2001. Human Devolopment, Second Edition. USA:

McGraw-Hill, Inc.

Puskesmas Pekauman. 2020. Profil Tahunan Puskesmas Pekauman Banjarmasin 2020 Banjarmasin.

Internet References

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. 2020. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2020.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.

World Health Organization (WHO) 2018.

Child Stunting Visualization Dashboard.

World Health Organization (WHO). 2018.

Global Nutrition Report.

Referensi

Dokumen terkait