• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Physical Distancing dengan Kejadian COVID-19 Era New Normal pada Masyarakat di Puskesmas Temindung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Perilaku Physical Distancing dengan Kejadian COVID-19 Era New Normal pada Masyarakat di Puskesmas Temindung"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Temindung Samarinda

Puskesmas Temindung merupakan salah satu dari 24 puskesmas yang da di kota Samarinda. Puskesmas Temindung tergolong dalam Puskesmas Non Perawatan yang berlokasi di Jalan Pelita No.09, Kel. Sungai Pinang Dalam, Kec. Sungai Pinang, Kota Samarinda. Dua wilayah kerja Puskesmas Temindung mencakup Kelurahan Sungai Pinang Dalam dan Kelurahan Mugirejo dengan luas wilayah 241.981 Ha. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Temindung adalah 83.408 Puskesmas Temindung merupakan salah satu Puskesmas rawat jalan yang ada di kota Samarinda. Jenis pelayanan yang tersedia di Puskesmas Temindung antara lain pelayanan obat bebas, pelayanan ginekologi dan KB, pelayanan imunisasi, pelayanan bayi atau balita, pengobatan umum, gawat darurat, gigi dan mulut, Laboratorium, Pelayanan Khusus, Administrasi, Klinik Umum dan Kebersihan dengan total 51 karyawan di Puskesmas Temindung.

(2)

3.1.2 Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan peneliti untuk mengetahui tingkat persentase pada tiap variabel. Variabel yang dianalisis antara lain jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan dengan jumlah responden sebanyak 140 orang.

a.) Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Peneliti memperoleh data dari hasil penelitian pada tanggal 5-11 Juni 2023 di Puskesmas Temindung sebanyak 140 responden sebagai berikut:

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin

Responden

Total Kasus Kontrol

N % N % N %

1 Laki-laki 22 31,4 26 37,1 48 68,5 2 Perempuan 48 68,6 44 62,9 92 131,5

Jumlah 70 100 70 100 140 200 Distribusi jenis kelamin perempuan memiliki frekuensi lebih besar daripada laki-laki dengan total kelompok kasus 48 responden (68,6%) dan kelompok kontrol 44 responden (62,9%) seperti ditampilkan pada Tabel 3.1.

b.) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 5-11 Juni 2023 di Wilayah Kerja Puskesmas Temindung dengan jumlah responden sebanyak 140 orang sebagai berikut:

(3)

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi usia lebih banyak pada kelompok usia 15-29 tahun dengan kelompok kasusnya 42 responden (60%) dan kelompok kontrolnya 37 responden (52,9%) seperti pada Tabel 3.2.

c.) Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan

Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 5-11 Juni 2023 di Wilayah Kerja Puskesmas Temindung dengan jumlah responden sebanyak 140 orang sebagai berikut:

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan

No Pendidikan

Responden

Total Kasus Kontrol

N % N % N %

1 SD 2 2,9 5 7,1 7 10

2 SMP 7 10,0 16 22,9 23 32,9

3 SMA/SMK 47 67,1 39 55,7 86 122,8

4 D3 4 5,7 2 2,9 6 8,6

5 D4/S1 9 12,9 7 10,0 16 22,9

6 S2 1 1,4 1 1,4 2 2,8

Jumlah 70 100 70 100 140 200

Usia

Responden

Total Kasus Kontrol

N % N % N %

1 15 – 29 42 60 37 52,9 79 112,9

2 30 – 44 19 27,1 17 24,3 36 51,4 3 45 – 59 9 12,9 16 22,9 25 35,8

Jumlah 70 100 70 100 140 200

(4)

Distribusi pendidikan lebih banyak pada kelompok pendidikan SMA/SMK sebanyak 47 responden (67,1%) kelompok kasus dan 39 responden pada kelompok kontrol (55,7%).

d.) Karakterstik Responden Kejadian Covid-19

Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 5-11 Juni 2023 di Wilayah Kerja Puskesmas Temindung dengan jumlah responden sebanyak 140 orang sebagai berikut:

Tabel 3. 4 Distribusi Frekuensi Responden Kejadian Covid-19 Kejadian Covid-19

Era New Normal

Frekuensi (f) Presentase (%)

Kasus 70 50

Kontrol 70 50

Total 140 100

Distribusi frekuensi responden kejadian Covid-19 pada Tabel 3.6 menyatakan pasien positif sebanyak 70 orang (50%) dan dikatagorikan sebagai kelompok kasus.

Sedangkan, yang menyatakan negatif sebanyak 70 orang (50%) dan dikatagorikan sebagai kelompok kontrol.

e.) Karakteristik Responden Perilaku Physical Distancing

Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 5-11 Juni 2023 di Wilayah Kerja Puskesmas Temindung yang melibatkan 140 responden memberi hasil sebagai berikut:

(5)

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Perilaku Physical Distancing

Perilaku Physical Distancing

Frekuensi (f) Presentase (%)

Menerapkan 118 84.3

Tidak Menerapkan 22 15.7

Total 140 100

Responden yang menerapkan physical distancing sebanyak 118 responden atau 84,3%. Sementara, responden yang tidak menerapkan physical distancing sebanyak 22 responden atau 15,7% (lihat Tabel 3.7).

3.1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji variabel dependen dan independe dengan uji chi-square. Uji ini hanya dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel. Peneliti menguji data penelitian dengan SPSS Versi 26. Pada penelitian ini, variabel perilaku physical distancing dengan kejadian Covid-19. Data tersebut dihitung dari angka kejadian Covid-19 pada kelompok berisko (kelompok kasus) dibanding angka kejadian Covid-19 pada kelompok yang tidak berisiko (kelompok kontrol). Hasil faktor risiko kejadian Covid- 19 disajikan dalam Tabel 3.8.

(6)

Tabel 3.6 Perilaku Physical Distancing dengan Kejadian Covid-19

Perilaku Physical Distancing

Kejadian Covid-19 Era New Normal

Value

95% Confidance Interval

P Value

Kasus Kontrol Lower Upper

N % N %

Tidak Menerapkan

18 11,0 4 11,0

5,712 1,822 17,908 0,003 Menerapkan 52 59,0 66 59,0

Total 70 100 70 100

Tabel 3.8 menunjukkan hasil analisis hubungan antara perilaku physical distancing dengan kejadian covid-19 era new normal di Puskesmas Temindung Kota Samarinda. Sebagian besar responden yang memiliki status tidak menerapkan perilaku physical distancing lebih banyak pada kelompok kasus sebanyak 18 responden dengan persentase 11,0%.

Sedangkan, sebagian kecil responden dari kelompok kontrol adalah 4 orang atau 11,0%. Hasil uji Chi Square menjabarkan hubungan bermakna antara Perilaku Physical Distancing dengan Kejadian Covid-19 Era New Normal (P – Value 0,003).

Hasil perhitungan OR membuktikan 5,717 kali dapat menularkan Covid-19 karena responden yang tidak menerapkan perilaku physical distancing dibandingkan dengan perilaku physical distancing yang menerapkan (95% CI 1,822 – 17,908).

(7)

3.2 Pembahasan

3.2.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dari variabel dependen “Kejadian Covid-19” dengan variabel independen “Perilaku Physical Distancing”. Analisis ini diuji dengan uji chi-square dihitung dari kelompok kasus dan kelompok kontrol dan ditunjukkan dengan nilai p<0.05.

Hasil analisis besar responden yang memiliki status tidak menerapkan perilaku physical distancing lebih banyak pada kelompok kasus yakni sebanyak 18 responden dengan persentase 11,0% (lihat Tabel 3.8). Sedangkan, sebagian kecil responden dari pada kelompok kontrol ada 4 orang atau 11,0%.

Hasil uji Chi Square membuktikan hubungan bermakna antara Perilaku Physical Distancing dengan Kejadian Covid-19 Era New Normal (P – Value 0,003). Sementara, hasil perhitungan OR menunjukkan responden dengan perilaku physical distancing tidak menerapkan 5,717 kali untuk mengalami risiko terpapar positif covid-19 dibandingkan dengan perilaku physical distancing yang menerapkan (95% CI 1,822 – 17,908).

Hasil tersebut ditemukan kesamaan dalam penelitian (Sekar Pertiwi et al., 2021) dimana angka perilaku physical distancing 0,006 (p-value). Hasil penelitian ini juga mengungkapkan responden dengan pengetahuan physical

(8)

distancing yang cukup memiliki kemungkinan 2,095 kali lebih besar untuk mengadopsi perilaku negative distancing dibandingkan responden dengan pengetahuan physical distancing yang cukup baik. Hasil serupa juga dibuktikan dalam penelitian (Syadidurrahmah et al., 2020) dimana ada hubungan signifikan dari perilaku physical distancing mahasiswa dengan nilai p=0,03. Mahasiswa yang memiliki perilaku physical distancing yang baik berpeluang1,7 kali lebih baik daripada yang tidak menerapkan perilaku physical distancing.

Hasil penelitian perilaku physical distancing dengan kejadian Covid-19 terdapat hubungan signifikan. Hal ini berdasarkan pada hasil tabulasi jawaban kuesioner responden.

Responden banyak menjawab “menerapkan jarak fisik lebih dari 1 meter dengan orang lain” dengan hasil total tabulasi 126 meliputi kelompok kasus 64 responden dan kelompok kontrol 66 responden. Tabulasi yang menjawab “selalu menjauh dari kerumunan dimana saja” sebanyak 121 meliputi kelompok kasus 61 responden dan kelompok kontrol 68 responden. Di samping itu, ditinjau dari usia dan tingkat pendidikan responden adalah usia 30-44 tahun sebanyak 36 responden dan pendidikan SMA/SMK sebanyak 47 responden. Hasil lain dari penelitian ini memiliki hubungan, tetapi dari 70 responden kelompok kasus terdapat 52 responden dengan menerapkan

(9)

perilaku physical distacing yang baik yang artinya masih ada faktor risiko yang mempengaruhi adanya data ekstrim pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil tabel bivariat dalam penelitian ini didapatkan masih ada beberapa responden yang sudah menerapkan perilaku physical distancing akan tetapi masih masuk ke dalam kelompok kasus, hal ini terjadi karena faktor lain yakni berdasarkan dari tabulasi kuesioner kelompok kasus masih terdapat 39 responden yang melakukan aktivitas berkumpul saat pelaksanaan PPKM dan 42 responden melakukan aktivitas sosial seperti pengajian, tahlilan, tasyakuran, dan lainnya saat adanya PPKM. Hal ini menjadi faktor dari jawaban responden untuk mengetahui mengapa penerapan physical distancing baik tapi masih masuk ke dalam kelompok kasus, karena masih ada beberapa responden yang melakukan berkumpul saat anjuran PPKM.

Asumsi mengapa terdapat hubungan dari faktor tabulasi kuesioner didapatkan bahwa setiap responden selalu menjaga jarak fisik lebih dari 1 meter dan menjauh dari kerumunan serta dari faktor karakteristik responden penelitian didapatkan bahwa usia yang masih terbilang dewasa produktif dan memiliki pendidikan SMA/SMK adalah responden yang patuh akan protokol kesehatan yang ada dan juga sebagai proteksi diri

(10)

mereka masing-masing. Dewasa produktif ketika diberlakukannya Work From Home (WFH) adalah salah satu faktor untuk mengurangi mobilitas para pekerja di luar rumah dan mengantisipasi terpapar covid-19. Sedangkan, tingkat pendidikan SMA/SMK menjelaskan alasan mereka physical distancing karena pembelajarannya dilakukan secara daring sehingga jarang bertemu banyak orang dan berkerumun. Maka, hal tersebut menjadi salah satu pencegahan penularan Covid- 19.

Penelitian ini sejalan dengan (Rokhani, S.Ag., 2020) yang menjelaskan WFH memiliki beberapa efek positif yaitu membuat pekerja lebih nyaman dan aman sebagai bentuk pencegahan penyebaran Covid-19 dan pekerja memiliki waktu luang untuk melakukan pekerjaan lain di rumah. Alasan WFH juga memiliki dampak positif lainnya seperti adanya keseimbangan hidup dan kerja, tidak ditemukan kendala untuk ke kantor, memiliki banyak waktu bersama keluarga, fleksibel dan menghemat waktu (EM. Sormin et al., 2021). Penelitian (Andrianto Pangondian et al., 2019) menjabarkan beberapa kelebihan dari penggunaan teknologi dalam pembelajaran diantaranya tidak terkat ruang dan waktu. Artinya, pembelajaran daring dapat dilakukan dari rumah maupun dari mana saja selama tersambung dengan internet. Selain itu, guru

(11)

juga dapat menyamapikan pembelajarannya dalam ruang kelas virtual dan menggunakan media pembelajaran online (Sadikin

& Hamidah, 2020). Asumsi lainnya berdasarkan faktor karakteristik responden pada penelitian bisa mempengaruhi mengapa masih ada kelompok kasus dengan penerapan physical distancing baik yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, dan pendidikan.

Berdasarkan Tabel 3.3, distribusi jenis kelamin kelompok kasus terdapat sampel perempuan yang lebih besar di bandingkan laki-laki sebanyak 48 responden (68,6%).

Perempuan bisa terpapar covid-19 karena adanya tuntutan sebagai wanita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kepasar dan ke supermarket. Penelitian lain menemukan bahwa beberapa produksi rumahan yang pada saat normal dapat dialihdayakan harus dilakukan di dalam rumah tangga selama pandemi. Dan beban ini secara tidak proporsional jatuh pada wanita (Caselli et al., 2022), misalnya menemukan bahwa perempuan mengambil bagian yang lebih besar dari kebutuhan sosial, membeli kebutuhan saat pandemi hingga keluar rumah demi memberikan pangan yang cukup untuk kebutuhan saat lockdown (Hupkau & Petrongolo, 2020).

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa, bertentangan dengan resesi masa lalu, krisis saat ini menyebabkan

(12)

peningkatan pengangguran perempuan yang lebih kuat (Titan et al., 2020). Data survei juga menunjukkan bahwa perempuan menghadapi beban yang tidak seimbang dalam menghadapi tantangan saat semua sektor turun dan untuk memenuhi kebutuhan pada saat pandemi covid-19 dirumah saja yang mengharuskan para perempuan keluar rumah untuk membeli kebutuhan di supermarket maupun di pasar tradisional (Boneva et al., 2020).

Berdasarkan Tabel 3.4, responden dari usia kelompok kasus dari usia 15-29 tahun adalah 42 responden (60%). Usia 15-29 tahun termasuk dalam usia produktif. Dengan kata lain, tingkat mobilitas dan aktibitas pada usia produktif relative tinggi karena bertemu dengan teman sebaya dan sering lupa dengan anjuran pemerintah mengenai PPKM. Akhirnya, peluang tertular Covid-19 tanpa mentaati PPKM akan semakin tinggi.

Menurut (Elviani et al., 2021), kasus PPKM yang diabaikan oleh kelompok usia produktif (15-29 tahun) dapat meningkatkan peluang tertularnya Covid-19. Salah satu penyebabnya karena tingginya mobilitas dan aktivitas di luar rumah pada kelompok usia tersebut. Alasan lainnya karena kelompok usia tersebut didominasi oleh anak muda. Dengan demikian, penyebaran Covid-19 pada kelompok usia produktif akan lebih tinggi (Putri et al., 2021).

(13)

Berdasarkan Tabel 3.5, distribusi pendidikan sampel kasus dengan kategori pendidikan SMA/SMK sebanyak 47 responden (67%) yang merupakan remaja yang aktif dengan segudang aktivitas. Walaupun saat mereka menjalani pembelajaran online dan bisa diakses kapan saja, namun para remaja tetap saja memiliki aktivitas diluar dari kegiatan pembelajaran online di sekolah. Para remaja tidak hanya fokus dengan pendidikannya secara akademik, akan tetapi mereka bisa saja memiliki pendidikan secara non-akademik. Dari kondisi tersebut, remaja juga belajar untuk menguasai ilmu di luar konteks akademik (Ruskandi, 2021). Tujuannya agar remaja dapat mengimplementasikan kemampuan mereka di masa depan dan dapat memberi perubahan terhadap lingkungannya dan masyarakat (Marpaung, 2020).

Penelitian ini juga sejalan dengan (Rahman et al., 2022) terkait tingkat pendidikan responden. Pasien yang terkonfimasi menderita Covid-19 dari kelompok kasus adalah 19 orang (59,38%) dan dari pendidikan tinggi. Hasil tersebut lebih tinggi daripada responden dengan pendidikan rendah sebanyak 13 orang (40,62%). Berikut beberapa asumsi lain peneliti diluar dari tabulasi kuesioner dan karakteristik responden yang membuat responden menerapkan perilaku physical distancing baik namun masih termasuk ke dalam kelompok kasus yaitu :

(14)

1) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko COVID-19.

Kurangnya aktivitas fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh (Wahdaniah et al., 2022). Jika aktivitas fisik dilakukan setiap hari dengan intensitas sedang, maka dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan. Dengan demikian, kecil kemungkinan terdampak penyakit serius akibat COVID-19 (Woods et al., 2020).

2) Penggunaan Transportasi Publik

Penggunaan transportasi publik saat transit, keberangkatan, atau waktu tiba menjadi pemicu tingginya seseorang terdampak Covid-19. Ruang terbatas pada tempat keberangkatan dan pemberhentian transportasi umum menjadi kluster penyebaran Covid-19. Sementara, penelitian lain melaporkan bahwa COVID-19 terjadi dalam perjalanan bus karena penuh sesak yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan dalam penyebaran penyakit menular seperti COVID-19 (Dzisi & Dei, 2020).

Solusi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan hand hygiene setelah bersentuhan dengan fasilitas umum, memakai alat pelindung diri lengkap bagi tenaga medis yang menangani pasien COVID-19, memakai masker saat berada

(15)

di tempat umum, melakukan physical distancing serta menghindari kerumunan. Penerapan protokol kesehatan juga diperlukan di pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, membuat sebuah aturan yang tidak tertulis dalam pencegahan terpapar penyakit tidak hanya mengenai covid- 19 saja tetapi terkait penyakit yang ada di lingkungan.

Meningkatkan pelayanan yang prima dan juga penerapan untuk selalu menjaga jarak setiap pasien agar tidak terpapar penyakit menular lainnya. Pihak terkait juga diharapkan untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan dibidang kesehatab kepada masyarakat sekitar sehingga tidak cemas lagi untuk berkunjung ke layanan kesehatan yang ada. Dalam penelitian ini masih banyak ilmu yang bisa terus di kembangkan dan juga bisa mengaplikasikan ilmu penelitian ini di kehidupan bermasyarakat, penelitian ini masih bisa dikembangkan terkait faktor-faktor risiko yang tidak di bahas oleh peneliti salah satunya adalah seperti faktor risiko penyakit penyerta (komorbid). Bagi masyarakat tetap berupaya untuk menjaga kesehatan individu dengan penerapan protokol kesehatan yang tersedia, mematuhi segala kebijakan yang berada di tempat pelayanan kesehatan dan juga patuh akan kebijakan

(16)

tersebut tidak hanya untuk penanganan covid-19 saja namun juga mengenai penyakit-penyakit menular lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Melihat permasalahan yang ada terkait cuci tangan pakai sabun dengan kejadian COVID-19 di era new normal, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul Hubungan

Peneliti berasumsi bahwa faktor lain yaitu karakteristik responden pada penelitian bisa mempengaruhi mengapa masih ada kelompok kasus dengan penerapan perilaku mencuci tangan pakai