• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perubahan Tata Guna Lahan dengan Debit Air Limpasan pada Kawasan Hunian Pantai Indah Kapuk 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Perubahan Tata Guna Lahan dengan Debit Air Limpasan pada Kawasan Hunian Pantai Indah Kapuk 2"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

720

Hubungan Perubahan Tata Guna Lahan dengan Debit Air Limpasan pada Kawasan Hunian Pantai Indah Kapuk 2

Alfianabila Yusfiaka1*, Etih Hartati2, M. Candra Nugraha3

1,2,3

Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung,

Jalan PHH. Mustofa No. 23, Bandung, 40124, Indonesia

*Koresponden email: [email protected]

Diterima: 23 Agustus 2019 Disetujui: 8 Oktober 2019

Abstract

The construction of the residential and commercial area of Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Cluster “D” is located in the part of two sub-district, which is Sub-district of Kosambi and Sub-district of Teluknaga.

PIK 2 Cluster “D” has an area of 508,59 Ha. With the construction of PIK 2 Cluster “D”, there will be a change of land use and an enchancement of run off water. The relationship between the change of land use and the enhancement of run off water can be seen from run off peak deviation for reset time T year (Qr) on existing condition with planning condition after the change of land use. The method used is the rational method which is estimating run off peak. There is an enhancement off run off coefficient value (C) on existing condition about 0,46 and 0,81 on planning condition which causing an enhancement off run off peak in planning area as the effect of the change of land use as ∆Q = 87,59 m3/second. The en- hancement of run off coefficient value as the effect of the change of land use is directly proportional with the enhancement of run off peak in case study residential and commercial area of PIK 2 Cluster “D”.

Keywords : Discharge, Drainage, Coefficient, Run off, PIK.

Abstrak

Pembangunan Kawasan Hunian dan Komersial Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Cluster “D” terletak pada sebagian area Kecamatan yaitu Kecamatan Kosambi dan Kecamatan Teluknaga. PIK 2 Cluster “D” mem- iliki luas wilayah 508,59 Ha. Adanya pembangunan PIK 2 Cluster “D” akan merubah tata guna lahan di sekitar wilayah tersebut yang akan menyebabkan bertambahnya debit air limpasan. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan tata guna lahan dengan debit air limpasan dilihat dari selisih kenaikan debit puncak limpasan untuk kala ulang T tahun (QT) pada kondisi eksisting dan kondisi perencanaan setelah adanya perubahan tata guna lahan. Debit air limpasan dihitung dengan metoda rasional. Terjadi pening- katan nilai koefisien limpasan (C) pada kondisi eksting sebesar 0,46 menjadi 0,81 pada kondisi perencanaan. Peningkatan nilai koefisien limpasan (C) menyebabkan meningkatnya debit limpasan di wilayah perencanaan akibat adanya perubahan tata guna lahan. Debit air limpasan meningkat sebesar ∆Q

= 87,59 m3/detik. Peningkatan nilai koefisien limpasan akibat perubahan tata guna lahan berbanding lurus dengan peningkatan debit limpasan yang terjadi pada studi kasus kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”.

Kata Kunci: Debit, Drainase, Limpasan, Koefisien, PIK.

1. Pendahuluan

Perubahan tata guna lahan dapat terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan tata guna lahan dapat ter- jadi seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang secara langsung berdampak terhadap kebutuhan lahan yang semakin meningkat. Perubahan penggunaan lahan merupakan peralihan fungsi penggunaan lahan yang lama menjadi fungsi penggunaan lahan yang baru. Terjadinya perkembangan infrastruktur di Kabupaten Tangerang akibat meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang sebelumnya adalah menjadi kawasan hunian dan komersial. Kawasan Hunian dan Komersial Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Cluster “D” yang terletak pada dua kecamatan yaitu sebagian Kecamatan Kosambi dan sebagian Kecamatan Teluknaga di Kabupaten Tangerang. Kawasan Hunian dan Komersial PIK 2 Cluster “D” memiliki luas wilayah 508,59 Ha. Pada Kecamatan Kosambi terletak di satu desa yaitu sebagian Desa Salembaran Jaya, sedangkan pada Kecamatan Teluknaga terletak pada satu desa yaitu sebagian Desa Lemo. Secara geografis Kawasan Hunian dan Komersial PIK 2 Cluster “D”

terletak pada 6° 1’ 01” LS - 6° 4’ 00” LU dan 107° 38’ 00” 105° 41’ 25” BT. Batas wilayah adalah se- bagai berikut :

(2)

 Sebelah Utara : Desa Muara Kecamatan Teluknaga

 Sebelah Timur : Laut Jawa

 Sebelah Selatan : Desa Kosambi Barat Kecamatan Kosambi

 Sebelah Barat : Desa Kampung Besar

Secara topografi Kawasan Hunian dan Komersial Pantai Indah Kapuk 2 Cluster “D” merupakan daerah dataran, memiliki ketinggian lebih dari 1-4 m diatas permukaan laut (dpl). Pada perencanaan ini dilalui oleh Sungai Tahang yang termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Cisadane dan Sub DAS Cisadane hilir (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang, 2018).

Berdasarkan persoalan eksisting di wilayah studi yang akan diteliti, menurut Buku Putih Sanitasi Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031 terdapat permasalahan yang berkaitan dengan sistem drainase di Desa Lemo Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang yang merupakan lokasi perencanaan Kawasan Hunian dan Komersial PIK 2 Cluster “D” yaitu tidak terdapat sarana drainase yang menjadi faktor penyebab banjir (POKJA AMPL Kabupaten Tangerang, 2012).

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah dokumen perencanaan yang mengikat bagi semua pelaku pembangunan. Alokasi pemanfaatan lahan yang ditetapkan dalam RTRW dapat mendorong peru- bahan penggunaan lahan, yang mengakibatkan semakin menyusutnya daerah resapan air dan berku- rangnya kemampuan tanah dalam menyerap air hujan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tange- rang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011- 2031, daerah wilayah perencanaan PIK 2 Cluster “D” mengacu pada peta pola ruang termasuk kawasan pemukiman kepadatan rendah, lahan tambak dan hutan lindung (Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 13, 2011).

Terjadinya alih fungsi lahan menjadi kawasan hunian dan komersial menyebabkan adanya peru- bahan struktur tanah dari pertanian, pemukiman kepadatan rendah, lahan tambak dan hutan lindung men- jadi areal permukiman dan komersial mengakibatkan terganggunya daya resap tanah sehingga aliran permukaan (run off) menjadi semakin besar di PIK 2 Cluster “D”. Kondisi ini menyebabkan timbulnya genangan di beberapa lokasi karena debit limpasan yang ada sudah tidak dapat lagi tertampung oleh ka- pasitas saluran.

Tata guna lahan mempunyai pengaruh terhadap besarnya air larian, yang dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien limpasan. Digunakan metoda Rasional sehingga dapat dihitung debit limpasan di kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”. Hubungan antara perubahan tata guna lahan dengan air limpasan dilihat dari perubahan debit puncak untuk kala ulang T tahun (QT) pada kondisi eksisting dengan perubahan debit puncak untuk kala ulang T tahun (QT) pada kondisi perencanaan, maka dapat diketahui besarnya perubahan air limpasan yang terjadi di kondisi perencanaan setelah adanya perubahan tata guna lahan (Aulia, 2006).

Tujuan pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui debit limpasan di Kawasan Hunian dan Komer- sial PIK 2 Cluster “D” dan menganalisis pengaruh perubahan tata guna lahan yang menyebabkan beru- bahnya nilai koefisien limpasan terhadap debit air limpasan.

2. Metoda Penelitian

Tahapan pelaksanaan studi pada penelitian ini yaitu : a. Pengumpulan Data

b. Analisis Hidrologi

c. Analisis debit banjir dengan metoda rasional

Metoda yang digunakan untuk menentukan hubungan antara perubahan tata guna lahan dengan air limpasan yaitu menggunakan pendekatan persamaan dengan metoda Rasional USSCS. Metoda Rasional USSCS ini merupakan metoda yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak menggunakan rumus modifikasi rasional, dimana debit banjir rancangan dihitung berdasarkan hubungan antara hujan dan aliran. Metoda ini sering digunakan untuk analisis debit banjir rancangan dimana daerah pengaliran relatif kecil.

(3)

722

Gambar 1. Peta administrasi kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”

Sumber: Hasil analisis (2019)

Pemilihan ini didasarkan pada kemudahan dan kesederhanaan dalam mencari parameter- parameternya. Hubungan antara perubahan tata guna lahan dengan air limpasan dilihat dari perubahan debit puncak untuk kala ulang T tahun (QT) pada kondisi eksisting dengan perubahan debit puncak untuk kala ulang T tahun (QT) pada kondisi perencanaan, maka dapat diketahui besarnya perubahan air limpasan yang terjadi di kondisi perencanaan setelah adanya perubahan tata guna lahan (Suripin, 2003). Persamaan umum untuk metoda rasional yaitu pada persamaan (1).

QT = Cr . Itc,T . Atotal . fk (1) Dimana :

QT = laju aliran permukaan (debit) puncak untuk kala ulang T tahun (m3/detik)

Cr = Koefisien pengaliran dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah tangkapan air (DAS) Itc,T = intensitas hujan rata-rata untuk waktu

konsentrasi (tc) dan kala ulang T tahun (mm/jam) Atotal = luas daerah tangkapan (catchment area) (Ha) fk = faktor konversi 1 𝑗𝑎𝑚1 𝑚𝑚𝑥 1 𝐻𝑎 𝑥 1 𝑚

1000 𝑚𝑚 𝑥 1 𝑗𝑎𝑚

3600 𝑑𝑒𝑡𝑥10.000 𝑚2

1 𝐻𝑎 = 10 𝑚3

3600 𝑑𝑒𝑡

= 0,002778 untuk I dalam (mm/jam) dan A dalam (Ha)

Menurut Suripin (2003), apabila terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien limpasan yang berbeda, maka nilai C yang digunakan dapat dihitung menggunakan persamaan (2) :

Cr = 𝐶𝑖 . 𝐴𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛𝑖=1𝐴𝑖

(2) Dimana :

Cr = koefisien limpasan rata-rata

Ci = koefisien limpasan masing-masing jenis penutup tanah i

Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i

(4)

Untuk menentukan nilai intensitas hujan (I) dihitung menggunakan Rumus Talbot (1881), rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Sebelum menghitung nilai intensitas untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b dari metoda terpilih perlu dilakukan perhitungan analisis hidrologi meliputi :

 Analisis Data Curah Hujan - Uji Konsistensi - Uji Homogenitas

 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum - Metoda Gumbel

- Metoda Log Pearson Tipe III - Metoda Iwai Kedoya

 Pemilihan metoda analisis curah hujan harian maksimum dengan uji chi kuadrat

 Analisis Intensitas Hujan - Metoda Van Breen

- Metoda Hasper Der Weduwen - Metoda Bell Tanimoto

Dilanjutkan dengan pemilihan metoda dengan pendekatan 3 persamaan yaitu : - Persamaan Talbot

- Persamaan Ishiguro - Persamaan Sherman

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu : 1) Peta Tata Guna Lahan

2) Data Curah Hujan

3) Luas Catchment Area Eksisting dan Perencanaan 4) Nilai Koefisien Limpasan setiap tata guna lahan 5) Nilai konstanta a dan b berdasarkan metoda terpilih

Gambar 2. Analisis hidrologi Sumber : Hasil analisis (2019)

(5)

724

Nilai I tergantung jenis saluran dan periode ulang hujan yang akan digunakan (Suripin, 2003)

I = 𝑡+𝑏𝑎 (3)

Dimana :

I = intensitas hujan (mm/jam)

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi

t = lamanya hujan (jam)

Untuk menentukan nilai A total didapat :

Atotal = ∑ 𝐴𝑖 (4)

Dimana :

Atotal = Luas daerah tangkapan (cathment area) (Ha)

Ai = Luas masing-masing daerah tangkapan (Ha) 3. Hasil dan Pembahasan

Perlu dihitung nilai intensitas hujan untuk mengetahui perubahan debit limpasan akibat dari peru- bahan tata guna lahan. Nilai intensitas hujan (I) didapat berdasarkan perhitungan analisis hidrologi, taha- pan perhitungan analisis hidrologi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan perhitungan analisis hi- drologi. Pada uji kecocokan metoda yang terpilih yaitu metoda Van Breen dengan Talbot. Pada perencanaan Kawasan Hunian dan Komersial PIK 2 Cluster “D” digunakan periode ulang untuk saluran tersier dan sekunder dengan periode ulang hujan (PUH) 2 dan 5 tahun dilihat dari tata guna lahan perencanaan.

Berdasarkan Tabel 3. untuk menentukan selisih debit puncak limpasan permukaan dipilih saluran sekunder dengan PUH 5 tahun. Hal tersebut dikarenakan semakin besar PUH yang digunakan maka nilai intensitas hujan semakin besar hal tersebut berbanding lurus dengan nilai debit puncak limpasan per- mukaan agar dapat meminimalisir besarnya debit limpasan permukaan di masa yang akan datang.

Diketahui nilai konstanta a dan b pada metoda Van Breen dengan Talbot pada PUH 5 tahun yaitu konstanta a adalah 12079,13 dan konstanta b adalah 67,44. Berdasarkan pertimbangan, lamanya hujan yang terjadi di lokasi penelitian berkisar antara 0,5 hingga 1 jam. Sehingga nilai t yang digunakan adalah 45 menit maka untuk mencari intensitas hujan berdasarkan rumus Talbot (1881) sesuai dengan persa- maan (4) maka didapatkan kurva IDF seperti pada Gambar 3. yang menggambarkan hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan. Semakin besar durasi maka berbanding terbalik dengan nilai intensitas yaitu semakin rendah.

Berdasarkan perencanaan, kurva IDF digunakan untuk menghitung limpasan dengan rumus ra- sional untuk perhitungan debit puncak dengan menggunakan intesitas hujan yang sama dengan waktu pengaliran curah hujan dan titik paling atas ke titik yang ditinjau dibagian hilir daerah pengaliran tersebut (Suripin, 2003).

Perhitungan nilai intensitas yaitu sebagai berikut :

I2 = 𝑡+𝑏𝑎 = 45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡12079,13

60 +67,44 = 177,14 mm/jam

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Ta- ta Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031, daerah wilayah perencanaan Pantai Indah Kapuk 2 Cluster “D” mengacu pada peta pola ruang termasuk kawasan pemukiman kepadatan rendah, lahan tambak dan hutan lindung pada Gambar 4. Namun terjadi perubahan tata guna lahan pada perencanaan PIK 2 Cluster “D”.

Lahan pertanian sebesar 156,85 Ha beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, rukan, jalan dan apartement. Lahan pemukiman kepadatan rendah sebesar 277,26 Ha beralih fungsi menjadi kawasan komersial, taman bermain, apartemen, stadion, jalan dan lahan terbuka hijau (green belt). Hutan lindung sebesar 28,25 Ha beralih fungsi menjadi kawasan komersial. Lahan tambak sebesar 46,23 Ha beralih fungsi menjadi kawasan komersial, jalan dan whitesand.

Hasil penelitian didapat luas cathment area eksisting berdasarkan RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031 dan luas catchment area perencanaan PIK 2 Cluster “D” yaitu pada Tabel 1. dan luas cathment area perencanaan pada Tabel 2.

(6)

Tabel 1. Luas catchment area eksisting berdasarkan RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2011-2031

No Deskripsi Lahan Luas Lahan

(Ha) Persentase Luas Lahan (%)

1 Pertanian 156,85 30,84

2 Pemukiman Kepadatan Rendah 277,26 54,51

3 Lahan Tambak 46,23 9,09

4 Hutan Lindung 28,25 5,56

Total 508,59 100

Sumber: RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031 Tabel 2. Luas Catchment Area Perencanaan PIK 2 Cluster “D”

No Deskripsi Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase Luas Lahan (%)

1 Big Box Commercial 213,54 41,99

2 Green Belt 17,85 3,51

3 Apartemen 46,66 9,17

4 Theme Park 27,00 5,31

5 White Sand 4,68 0,92

6 Perumahan 50,55 9,94

7 Rukan Konsep Danau 21,66 4,26

8 Jalan 111,11 21,84

Total 508,58 100

Sumber: Pihak pengelola dan marketing Office PIK 2, 2017

Gambar 3. Kurva IDF Sumber : Hasil perhitungan (2019)

Menurut Zulkaidi (1999), perubahan tata guna lahan tersebut disebabkan karena terjadi urban in- terest, dimana terjadi peningkatan pada kebutuhan kota, yang menyebabkan kawasan dipinggir kota memiliki potensi dan penggunaan lahan yang ada mulai bergeser. Selain itu faktor lain penyebab peru- bahan tata guna lahan terjadi karena sentrifugal, adalah gaya yang mendorong kegiatan berpindah dari pusat kota ke wilayah pinggiran meliputi gaya situasional, akibat daya tarik dan kenyamanan yang lebih baik di pinggir kota. Peta perencanaan PIK 2 Cluster “D” dapat dilihat pada Gambar 5.

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240

Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

T (Menit)

PUH 2 Tahun PUH 5 Tahun PUH 10 Tahun

(7)

726

Gambar 4. Peta perencanaan pola ruang tahun 2011-2031 PIK 2 Cluster “D”

Sumber: Dinas PUPR Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tangerang (2018)

Gambar 5. Perubahan luas tata guna lahan pada kondisi eksisting dan perencanaan Sumber : Hasil analisis (2019)

Pada penelitian ini digunakan periode ulang untuk perencanaan saluran tersier dengan periode ulang hujan (PUH) 5 tahun. Periode ulang yang digunakan berdasarkan fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. Semakin besar PUH yang digunakan maka nilai intensitas hujan semakin besar hal tersebut berbanding lurus dengan nilai debit puncak limpasan permukaan agar dapat

277,26

0

28,25

156,85

46,23

0 0 0

50,55

21,66

0 0 0

213,54

17,85

111,11

0 50 100 150 200 250 300

Pemukiman Perdagangan Hutan Lindung Pertanian Lahan Tambak Area Komersial Taman Jalan

Luas (Ha)

Eksisting Perencanaan

(8)

meminimalisir besarnya debit limpasan permukaan di masa yang akan datang. Nilai intensitas hujan didapat dari hasil perhitungan sebesar 177,14 mm/jam.

Gambar 6. Prasarana perencanaan kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”

Sumber: Dinas PUPR Kabupaten Tangerang, 2018

Koefisien limpasan merupakan perbandingan antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien limpasannya. Menurut Suripin (2003), nilai C yang digunakan diperhitungkan berdasarkan laju infiltrasi tanah atau prosentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, intensitas hujan, sifat dan kondisi tanah, air tanah, derajat kepadatan tanah porositas tanah dan simpanan depresi. Nilai koefisien yang digunakan da- lam perhitungan debit air limpasan dengan menggunakan metoda rasional dapat dilihat pada Tabel 3.

dan Tabel 4.

Tabel 3. Nilai koefisien limpasan setiap deskripsi lahan pada kondisi eksisting berdasarkan RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031

No **Deskripsi Lahan *Kategori Karakter Permukaan C

1 Pertanian Taman, perkuburan 0,25

2 Pemukiman Kepadatan Rendah Perumahan multiunit, terpisah 0,60

3 Lahan Tambak Datar (<1%),

lempung berpasir, tanpa tanaman

0,39

4 Hutan Lindung Hutan bergelombang,

5-10%

0,35 Keterangan :

*= Suripin, 2003

**=RTRW Kabupaten Tangerang, 2011

Dipilih nilai C dengan rentang yang paling besar memperhitungkan kemungkinan untuk nilai debit limpasan maksimum yang memungkinkan terjadi. Untuk nilai C lahan tambak pada kondisi eksisting di dapat berdasarkan Tabel 4. dengan kondisi topografi datar (<1%), jenis tanah lempung berpasir dan veg- etasi tanpa tanaman.

(9)

728

Tabel 4. Nilai koefisien limpasan setiap deskripsi lahan pada perencanaan kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”

No Deskripsi Lahan *Kategori Karakter

Permukaan C

1 Big Box Commercial Atap 0,95

2 Green Belt Taman perkuburan 0,25

3 Apartemen Apartemen 0,70

4 Theme Park Taman tempat bermain 0,35

5 White Sand Halaman, tanah berpasir datar 2% 0,10

6 Perumahan Perumahan multiunit, tergabung 0,75

7 Rukan Konsep Danau Business perkotaan 0,95

8 Jalan Perkerasan

aspal dan beton

0,95 Keterangan :

* = Marketing Office dan Pihak Pengelola PIK 2 (2017)

**= Suripin, 2003

Menghitung koefisien rata-rata eksisting : Creksisting

= ∑(𝐶𝑖.𝐴𝑖)∑ 𝐴

=( 0,25 𝑥 156,85 𝐻𝑎)+(0,60 𝑥 277,26 𝐻𝑎)+(0,39 𝑥 46,23 𝐻𝑎)+(0,35 𝑥 28,25 𝐻𝑎) 156,85 +277,26 +46,23 +28,25 𝐻𝑎

= 0,46

Menghitung koefisien rata-rata perencanaan : Crperencanaan

= ∑(𝐶𝑖.𝐴𝑖)∑ 𝐴

=

(0,95 𝑥 213,54 𝐻𝑎)+(0,25 𝑥 17,85 𝐻𝑎)+(0,70 𝑥 46,66 𝐻𝑎)+(0,35 𝑥 27 𝐻𝑎)+

(0,10 𝑥 4,68 𝐻𝑎)+(0,75 𝑥 50,55 𝐻𝑎)+(0,95 𝑥 21,66 𝐻𝑎)+(0,95 𝑥 111,11 𝐻𝑎)) 213,54+17,85+46,66+27,00+4,68+50,55+21,66+111,11 𝐻𝑎

= 0,81

Menghitung debit limpasan eksisting menggunakan persamaan rasional dengan nilai I untuk PUH 5 ta- hun:

Qeksisting = Cr . I . A . 0,00278

= 0,46 x 177,14 mm/jam x 508,59 Ha x 0,00278

= 115,13 m3/detik

Menghitung debit limpasan perencanaan menggunakan persamaan rasional dengan nilai I untuk PUH 5 tahun :

Qperencanaan

=Cr . I . A . 0,00278

= 0,81 x 177,14 mm/jam x 508,59 Ha x 0,00278

= 202,72 m3/detik

Maka dapat diketahui nilai ∆ 𝑄 :

∆ 𝑄 = 𝑄𝑝𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 − 𝑄𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔

∆ 𝑄 = 202,72 m3/detik – 115,13 m3/detik

∆ 𝑄 = 87,59 m3/detik

Berdasarkan hasil perhitungan Qperencanaan adalah sebesar 202,72 m3/detik, sedangkan Qeksisting adalah sebesar 115,13 m3/detik hal ini menunjukkan terjadi peningkatan air limpasan di wilayah perencanaan akibat perubahan tata guna lahan. Apabila dibandingkan dengan debit limpasan eksisting, terjadi pening- katan debit limpasan yang terjadi cukup signifikan. Prediksi peningkatan air limpasan yang terjadi dari perubahan tata guna lahan tersebut meningkat sebesar 87,59 m3/detik.Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya limpasan air permukaan tersebut diantaranya (Wesli, 2008):

1) Intensitas hujan yang melebihi laju infiltrasi yang menyebabkan semakin meningkatnya debit air limpasan

(10)

2) Durasi hujan yang terjadi kurang dari hujan kritis

3) Topografi pada wilayah penelitian yang merupakan dataran pinggir pantai dengan kemiringan yang landai

4) Peningkatan air limpasan tersebut terjadi karena berkurangnya lahan terbuka hijau sebagai daerah resapan karena peralihan fungsi lahan menjadi daerah pemukiman dan komersial.

Faktor utama yang menyebabkan meningkatnya debit limpasan tersebut terjadi karena berku- rangnya lahan terbuka hijau sebagai daerah resapan karena peralihan fungsi lahan menjadi daerah pem- ukiman dan komersial pada daerah tangkapan aliran yang mengakibatkan meningkatnya nilai koefisien limpasan (C) dari nilai C pada kondisi eksting sebesar 0,46 menjadi 0,81 pada kondisi perencanaan (Gambar 7). Peningkatan koefisien limpasan akibat dari perubahan tata guna lahan berbanding lurus terhadap peningkatan debit limpasan yang terjadi pada perencanaan kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan menggunakan metoda rasional akan mem- berikan peningkatan debit limpasan dua kali lipat dari besarnya debit limpasan awal pada kondisi ek- sisting. Debit limpasan pada kondisi eksisting dengan kondisi perencanaan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7. Koefisien limpasan pada kondisi eksisting dan kondisi perencanaan Sumber: Hasil perhitungan (2019)

Gambar 8. Debit limpasan pada kondisi eksisting dan kondisi perencanaan Sumber: Hasil perhitungan (2019)

Maka perlu adanya konservasi air sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan serta mengu- rangi air limpasan menggunakan alternatif perencanaan sistem drainase berwawasan lingkungan konsep- nya yaitu mengelola air hujan yang berlebih dengan menyerap air sebanyak-banyaknya daripada menga- lirkan secepat-cepatnya ke badan air penerima. Jenis sistem drainase yang dapat diterapkan seperti seper- ti :

0,46

0,81

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Category 1

Nilai Koefisien limpasan (C)

Ceksisting (2018) Cperencanaan (2025)

115,13

202,72

0 50 100 150 200 250

Category 1

Nilai Debit Limpasan (Q)

Qeksisting (2018) Qperencanaan (2025)

(11)

730

1) Lubang Resapan Biopori

Lubang Resapan Biopori (LRB) yaitu ruangan atau pori-pori dalam tanah yang dibentuk secara alami dengan adanya aktivitas makhluk hidup di dalam tanah seperti, akar tanaman, cacing, rayap dan mikroorganisme lainnya (Brata, 2008).

2) Sumur Resapan

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah (Kusnaedi, 1995).

3) Kolam Retensi

Sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar sistem, baik berupa limpasan (over flow) maupun di bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana (Suripin, 2003).

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Terjadi peningkatan nilai koefisien limpasan (C) dari nilai koefisien limpasan (C) pada kondisi eksting sebesar 0,46 menjadi 0,81 pada kondisi perencanaan.

2. Hubungan perubahan tata guna lahan dengan air limpasan yaitu peningkatan koefisien limpasan aki- bat dari perubahan tata guna lahan berbanding lurus terhadap peningkatan debit limpasan yang ter- jadi pada perencanaan kawasan hunian dan komersial PIK 2 Cluster “D”.

3. Debit limpasan pada kondisi eksisting dengan Qeksisting sebesar 115,13 m3/detik dan debit limpasan pada kondisi perencanaan dengan Qperencanaan sebesar 202,72 m3/detik.

4. Terjadi peningkatan debit limpasan di wilayah perencanaan akibat perubahan tata guna lahan meningkat sebesar ∆Q = 87,59 m3/detik.

5. Saran

1. Diperlukan konservasi air sebagai upaya penanggulangan air limpasan untuk mengurangi aliran permukaan salah satunya dengan pembuatan sistem drainase berwawasan lingkungan dengan be- berapa alternatif diantaranya lubang resapan biopori dan sumur resapan agar dapat mengalirkan ser- ta menyerapkan sebanyak-banyaknya air yang melimpas pada wilayah perencanaan.

2. Perlu adanya koordinasi serta sinkronisasi antara pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dengan pihak pengelola kawasan dan hunian PIK 2 Cluster “D” dalam pembangunan suatu kawasan hunian dan komersial sebaiknya perlu memperhatikan tata guna lahan yang ada, sehingga tidak ter- jadi alih fungsi tata guna lahan secara signifikan yang akan menyebabkan meningkatnya debit air limpasan, agar di masa mendatang tidak akan terjadi peningkatan debit limpasan di daerah hilir Sungai Tahang yang merupakan Sub DAS Cisadane dengan menambah daerah resapan air di daerah perencanaan.

6. Referensi

Aulia, Yoshe. (2006). “Analisis Besaran Koefisien Pengaliran (C) pada Metode Perhitungan Debit Di- rect Run Off sebagai Akibat Perubahan Tata Guna Lahan di DAS Batang Kuranji Hulu Propinsi Sumatera Barat”. Bandung: Penerbit ITB.

Asdak, Chay. (2004). “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. “Kabupaten Tangerang dalam Angka 2018”. (2018). Ba- dan Pusat Statistik, Kabupaten Tangerang.

Brata, K. (2008). “Lubang Resapan Biopori”. Jakarta: Swadaya.

Hardjosuprapto, M. (1998). “Drainase Perkotaan , Volume 1”. Bandung: Penerbit ITB Hasmar, Halim H.A. (2002). “Drainase Perkotaan”. Yogyakarta: UII Press.

Hasmar, Halim H.A. (2012). “Drainase Terapan”. Yogyakarta: UII Press

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) Kabupaten Tangerang.

(2012). “Buku Putih Sanitasi Kabupaten Tangerang 2012-2031”. Kabupaten Tangerang: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang.

Kusnaedi. (1995). “Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan Dan Pedesaan”. Jakarta: Penebar Swadaya.

Marketing Office dan Pihak Pengelola Agung Sedayu Group Pantai Indah Kapuk 2. (2017). “Marketing Gallery Pantai Indah Kapuk 2”. Jakarta: Agung Sedayu Group.

(12)

Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031.

Pontoh, Kuniasih. Sudrajat, Dede J. (2005). “Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpa- san Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor”. Institut Teknologi Bandung.

Suripin. (2003). “Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wesli. (2008). “Drainase Perkotaan”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Zulkaidi, D. (1999). “Pemahaman Perubahan Penggunaan Lahan Kota sebagai Dasar bagi Kebijakan Penanganannya”. Bandung: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITB, Vol. 10 No. 2/Juni 1999.

Referensi

Dokumen terkait

information relating to: a description of the area of your research; an account of what you did, why you did it, and what the outcomes were; the relationship of your work to

Contemporary Literary Criticism, Drama Criticism, Nineteenth-Century Literature Criticism, Poetry Criticism, Short Story Criticism, and Twentieth-Century Literary Criticism