• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungan self compassion dengan kepatuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hubungan self compassion dengan kepatuhan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021

HUBUNGAN SELF COMPASSION DENGAN KEPATUHAN MANAJEMEN KESEHATAN PADA PENDERITA GAGAL GINJAL

KRONIK DI RUANG HEMODIALISA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Risha Damayanti1) ,

Rufaida Nur Fitriana

2) ,

Nur Rakhmawati

3)

1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta

2) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta

3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

ABSTRAK .

Penyakit gagal ginjal kronik memiliki dampak yang signifikan pada aspek psikologis. Penderita gagal ginjal kronik memerlukan penanganan psikologis agar dapat meningkatkan penerimaan diri sehingga menjadikan dorongan bagi pasien untuk disiplin dalam menjalani manajemen kesehatan yang dianjurkan, beberapa penanganan psikologis untuk mendukung penderita gagal ginjal kronik salah satunya self compassion. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self compassion dengan kepatuhan manajemen kesehatan pada penderita gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan desain observasional analitik. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dengan jumlah sampel 67 responden, Instrumen yang digunakan adalah kuesoner self compassion scale 23 pertanyaan dan kuisioner kepatuhan manajemen kesehatan terdiri dari kepatuhan mengikuti program hemodialisa 14 pertanyaan, kepatuhan diet 15 pertanyaan dan kepatuhan minum obat 8 pertanyaan. Analisa data menggunakan uji spearman.

Hasil analisis didapatkan hubungan yang bermakna antara self compassion dengan kepatuhan hemodialisis (p value = 0,000, R = 0,777); self compassion dengan kepatuhan diet (p value = 0,000, R = 0,604); dan self compassion dengan kepatuhan minum obat (p value = 0,000, R = 0,747). Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan self compassion dengan kepatuhan manajemen kesehatan pada penderita gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Kata kunci : Self Compassion, Manajamen Kesehatan. Kepatuhan Hemodialisa, Kepatuhan Diet, Kepatuhan Minum Obat, Pasien Gagal Ginjal Kronik.

Daftar Pustaka : 35 (2011-2021).

(2)

2

NURSING STUDY PROGRAM OF UNDERGRADUATE PROGRAMS FACULTY OF HEALTH SCIENCES UNIVERSITY OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021

Risha Damayanti [email protected]

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-COMPASSION AND HEALTH MANAGEMENT COMPLIANCE ON PATIENTS WITH CHRONIC KIDNEY

FAILURE IN THE HAEMODIALYSIS ROOM OF RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

ABSTRACT

Chronic kidney disease has a significant impact on psychological aspects. The patients require psychological treatment to increase self-acceptance which encourages patient discipline in implementing recommended health management. One of the psychological treatments to support patients with chronic kidney failure is self- compassion. The study intended to determine the relationship between self-compassion and health management compliance on patients with chronic kidney failure in the Haemodialysis Room of RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

This study adopted a cross-sectional method with an analytic observational design. The sampling technique applied purposive sampling with 67 respondents. The instrument employed 23 questions of self-compassion scale questionnaire and a health management compliance questionnaire consisting of 14 questions of compliance to the haemodialysis program, 15 questions of dietary compliance, and 8 questions of medication compliance. Its data were analysed by using the Spearman test.

The results of the analysis revealed a significant relationship between self- compassion and haemodialysis compliance (p-value = 0.000, R = 0.777); self- compassion with dietary compliance (p-value = 0.000, R = 0.604); and self-compassion with medication compliance (p-value = 0.000, R = 0.747). This study inferred the relationship between self-compassion and health management compliance in patients with chronic kidney failure in the Haemodialysis Room of RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Keywords: Self-Compassion, Health Management, Haemodialysis Compliance, Dietary Compliance, Medication Compliance, Patients with Chronic Kidney Failure.

Bibliography : 35 (2011-2021)

(3)

3 PENDAHULUAN

Ginjal memiliki peranan pada tubuh manusia terutama sistem urinaria yang sangat vital (Yulianto & Basuki, 2017).

Gagal ginjal kronik terjadi ketika fungsi kedua ginjal terganggu dan tidak mampu menjalani fungsi regulatorik dan ekskretorik untuk mempertahankan keseimbangan (Lukman dkk., 2013). Gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit yang mengalami penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun.

Penyakit gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Bertalina &

Sumardilah, 2012)

Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2012, penyakit Gagal Ginjal Kronik di dunia setiap tahunnya meningkat lebih dari 30%.

Berdasarkan data pravalensi di Indonesia penyakit gagal ginjal kronik umur ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter menurut provinsi, dari tahun 2013 (2,0 permil) naik menjadi 3,8 permil pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki (4,17%) lebih tinggi dari wanita (3,52%), prevalensi tinggi terjadi dimasyarakat pedesaan (3,84%), perkotaan (3,85) (Riskesdas, 2018). Pada tahun 2013 Jawa Tengah memiliki nilai prevalensi sebesar 0,3% dan pada tahun 2018 meningkat dengan nilai prevalensi sebesar 0,37% per penduduk Jawa Tengah (Dinkes, 2018)

Penyakit gagal ginjal kronik yang sudah mencapai stadium akhir dan ginjal tidak berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh dengan terapi pengganti ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pencangkokan (Transplantasi) ginjal

.

Kondisi pasien gagal ginjal kronik dengan demikian tentu saja akan menimbulkan dampak pada perubahan dan ketidakseimbangan di dalam aspek kehidupan klien. Menurut (Rahman dkk.,

2013) menjelaskan bahwa gagal ginjal kronik dapat menimbulkan berbagai macam gangguan fisik dan psikologis.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari penyakit gagal ginjal kronik salah satunya dengan melakukan pengobatan dengan mengikuti manajemen kesehatan rumah sakit. Dalam penatalaksaan manajemen kesehatan, beberapa pasien dengan gagal ginjal kronik tidak melakukan perawatan kesehatan secara utuh yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pengobatan yang lama pada pasien dapat menimbulkan persepsi negatif, sehingga mengakibat ketidakkepatuhan pasien untuk melakukan perawatan dalam manajemen kesehatan penyakit gagal ginjal kronik. Sejumlah penelitian telah mencoba untuk mengidentifikasi penyebab dari ketidakpatuhan dan banyak faktor yang telah teridentifikasi salah satu diantaranya yaitu depresi yang berakibat pada penderita gagal ginjal kronik mengalami kurangnya kontrol aktivitas sehari-sehari, kehilangan kebebasan, pensiun dini, tekanan keuangan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan berkurangnya harga diri (Yulianto & Basuki, 2017).

Penderita gagal ginjal kronik memerlukan penanganan psikologis untuk dapat menerima dan peduli dengan kondisi dirinya, beberapa penanganan psikologis untuk mendukung penderita gagal ginjal kronik supaya dapat bertahan atas kesulitan yang dihadapinya dan peduli dengan kondisi atau keadaan yang telah dihadapinya sehingga terhindar dari depresi, salah satunya penanganan psikologis dengan self compassion. Pasien yang dalam dirinya terdapat self compassion, akan menilai baik kehidupanya dan selalu merasa puas dalam berbagai keadaan yang dijalani meskipun dalam situasi yang tidak ingin dialami oleh individu tersebut (Sutawardana dkk., 2020). Sikap patuh hadir dalam diri individu ketika individu sudah bisa menerima dirinya, menerima sakit yang dideritanya, sehingga hal tersebut dapat

(4)

4 meningkatakan motivasi yang ada dalam

diri individu untuk selalu patuh terhadap pengobatan yang sedang dijalani (Sutawardana dkk., 2020).

Berdasarkan data yang diperoleh pada studi pendahuluan di ruang Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2020 terdapat 21.752 dengan rata-rata penderita gagal ginjal kronik dalam setiap bulan terdapat 1.813 pasien yang menjalani pemeriksaan di ruang hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Self Compassion dengan Kepatuhan Manajemen Kesehatan Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta“. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan self compassion dengan kepatuhan manajemen kesehatan pada penderita gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.

Moewardi Surakarta

?

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 12 Juli – 22 Juli 2021. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan desain observasional analitik. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling,

dengan jumlah sampel 67 responden.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah self compassion dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan manajemen kesehatan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah kuesioner SCS (Self Compassion Scale) adalah suatu instrumen penelitian yang baku yang disusun oleh Neff pada tahun 2003 dan dimodifikasi Kristina pada tahun 2017 kuesioner ini diadopsi dari (Nursyafiqoh, 2020) serta menggunakan kuesioner kepatuhan manajemen kesehatan yang diadopsi oleh peneliti yang terdiri atas 3 indikator kuesioner dari penelitian sebelumnya. Kuesioner Kepatuhan

Manajemen Kesehatan terdiri dari 14 pertanyaan tentang kepatuhan mengikuti program hemodialisa (Febriyantara dkk., 2016), kepatuhan diet 15 pertanyaan (Widiany, 2017) dan kepatuhan minum obat 8 pertanyaan (Riani, 2017).

Penelit telah melakukan ethical cleareance dan dinyatakan dengan No.092/UKH.02/EC/VI/2021. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah responden mengisi kuisoner self compassion dan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik,

saat pengisian kuesioner peneliti mendampingi.

Analisa data untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel penelitian dengan menggunakan uji paired t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah :

Tabel 1. Distribusi karakteristik umur (n=67)

Berdasarkan tabel 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi nilai tengah umur responden adalah 43 tahun, umur termuda 25 tahun dan tertua 65 tahun. Penelitian ini selaras dengan hasil survei oleh PERNEFRI dalam Indonesian Renal Registry (2017) yang menyatakan bahwa distribusi frekuensi terbanyak penderita PGK berasal dari rentang umur 45 s/d 54 tahun yaitu sebesar 30,56 %.

Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh (Aisara dkk., 2018) menunjukkan bahwa penderita penyakit ginjal kronik umur terbanyak adalah 40-60 tahun sebanyak 65 pasien (62,5%),

Umur yang lebih tua mempunyai risiko PGK yang lebih besar dibanding umur yang lebih muda. Ginjal tidak dapat meregenerasi nefron yang baru, sehingga ketika terjadi kerusakan ginjal, atau proses penuaan terjadi penurunan jumlah nefron.

Semakin meningkatnya umur maka lebih Karakte

ristik

Medi an

Mean SD Min Max Umur 43.00 43.03 10.000 25 65

(5)

5 beresiko terhadap peningkatan tekanan

darah terutama tekanan darah sistolik sedangkan diastolik meningkat hanya sampai umur 55 tahun (Nurrahmi, 2012).

Penyebab penyakit ginjal kronis (PGK) di unit Hemodialisis Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan tahun 2015 pada menunjukkan penyebab terbanyak PGK pada umur di bawah 45 tahun adalah hipertensi dan diabetes melitus. Begitu juga dengan penyakit ginjal kronis (PGK)

< 45 tahun disebabkan oleh hipertensi (70,6 %). Faktor risiko PGK bisa karena umur, jenis kelamin, dan riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi maupun penyakit gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Pranandari & Supadmi, 2015).

Table 2. Karakter Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (n=67)

Jenis Kelamin

Frekuensi Presentase (%)

Perempuan 27 40.3

Laki-laki 40 59.7

Berdasarkan tabel 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin responden mayoritas adalah laki- laki sejumlah 40 orang (59.7%) di RSUD Dr. Moewardi. Selaras dengan penelitian Mayuda, dkk (2017) yang menunjukkan bahwa frekuensi penderita PGK terbanyak adalah laki-laki (56,8%). Laki-laki lebih berisiko menderita PGK dibandingkan perempuan karena perempuan memiliki hormon estrogen yang menghambat pembentukan sitokin untuk menghambat osteoklas agar tidak berlebihan menyerap tulang, sehingga kadar kalsium seimbang.

Kalsium memiliki peran dalam pencegahan penyerapan oksalat yang dapat membentuk batu ginjal. Dimana batu ginjal sebagai salah satu penyebab terjadinya PGK (Mayuda dkk., 2017).

Jenis kelamin bukanlah merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal kronik karena hal ini juga dipengaruhi oleh ras, faktor genetik, dan lingkungan (Tjekyan, 2014). Menurut

(Karundeng, 2015) gagal ginjal kronik banyak terjadi pada laki-laki karena pada pola hidup yang tidak sehat seperti:

merokok, minuman keras dan makanan olahan, istirahat yang kurang, mengkonsumsi banyak makanan yang mengandung kolestrol dan kurang olah raga. Sedangkan pada perempuan karena komplikasi Diabetes Melitus dan Hipertensi.

Tabel 3. Distribusi Karakteristik

Pendidikan (n=67)

Berdasarkan tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pendidikan responden mayoritas adalah SMA sejumlah 32 (47.8%) di RSUD Dr.

Moewardi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Syamsiah, 2011) di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Jakarta Selatan dengan besar sampel 158 responden menyimpulkan bahwa lebih banyak responden berlatar belakang pendidikan menengah (SMA) yaitu berjumlah 78 (49,7%). Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan adalah pendidikan, semakin tinggi pendidikan pasien maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang kesehatan. Status pendidikan terakhir juga akan mempengaruhi pola pikir individu sehingga muncul suatu paradigma bahwa tingkat pendidikan yang rendah maka memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang kesehatan. Pendidikan pasien juga berperan dalam meningkatkan sikap patuh pasien dalam memahami instruksi pengobatan dan pentingnya perawatan, Pendidikan Frekuensi Presentase

(%) Tidak

Sekolah

3 4.5

SD 7 10.4

SMP 10 14.9

SMA 32 47.8

Perguruan tinggi

15 22.4

Total 67 100.0

(6)

6 tetapi kepatuhan pada tingkat pendidikan

pasien responden lebih banyak ditemukan pada yang berpendidikan menengah dibandingkan yang berpendidikan rendah (Syamsiah, 2011).

Pendidikan SMA bisa memahami instruksi tindakan pengobatan dan perawatan sakit (Karundeng, 2015).

Tingkat pendidikan menjadi faktor penentu terhadap kepatuhan dalam penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis. Pasien dengan pendidikan tinggi memiliki kepatuhan tinggi. Pendidikan yang rendah menjadi penyebab kepatuhan menurun karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan (James, 2013).

Pengetahuan yang rendah pada pasien hemodialisa, ditambah rumitnya rejimen pengobatan dapat berkontribusi pada ketidakpatuhan (Chironda & Bhengu, 2016).

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Pekerjaan

(n=67)

Berdasarkan tabel 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta sejumlah 16 (22,9%) di RSUD Dr. Moewardi. Selaras dengan penelitian (Simatupang & Febriana, 2020) yang menunjukkan bahwa responden yang paling banyak berada di pekerjaan wiraswasta sebanyak 17 responden (42,5%). Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit, tanpa disadari bahwa pekerjaan dapat menyebabkan gagal ginjal seperti

pekerja kantoran yang duduk terus menerus sehingga menyebabkan terhempitnya saluran ureter pada ginjal.

Menurut (Febriyantara dkk., 2016)pasien gagal ginjal kronik yang tidak bekerja atau pengangguran belum tentu mempunyai tingkat kesehatan yg buruk melainkan responden yang bekerja sebagai wiraswastalah yang mempunyai tingkat kesehatan yang rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh (Karundeng, 2015) bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 28 responden (43,7%), sama halnya juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Johansen, 2017 didaptkan bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta 33 responden (53,2%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Self Compasion

Berdasarkan tabel 5. Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. Moewardi mayoritas tingkat self compassion adalah tinggi 60 responden (89.6%). Selaras dengan penelitian (Sutawardana dkk., 2020) menunjukkan hasil self compassion pasien DM tinggi paling banyak sejumlah 78 responden (92,9%). Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan terhadap 166 pasien DM di RSD Majene, Sulawesi Barat didapatkan hasil 93 pasien (56%) dengan self compassion tinggi (Mustajab, 2017).

Pasien yang dalam dirinya terdapat self compassion, akan menilai baik kehidupanya dan selalu merasa puas dalam berbagai keadaan yang dijalani meskipun dalam situasi yang tidak ingin dialami oleh individu tersebut (Sutawardana dkk., 2020). Tingkat self compassion yang rendah memiliki artian bahwa seseorang belum mampu sepenuhnya menerima akan Pekerjaan Frekuensi Persentase

(%)

Tidak Bekerja 12 17.9

Guru 4 6.0

Petani 5 7.5

Wiraswasta 16 23.9

Pegawai Swasta

13 19.4

PNS 4 6.0

Ibu Rumah Tangga

13 19.4

Total 67 100.0

Frekuensi Persentase (%)

Rendah 7 10.4

Tinggi 60 89.6

Total 67 100.0

(7)

7 dirinya, menerima sakit yang dideritanya

(Neff, 2011). Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif maka akan cenderung lebih mampu menerima keadaan dirinya, tidak mudah putus asa, terbuka dengan orang lain baik keluarga maupun lingkungan sosialnya, tetap optimis dan berjuang menjalani kehidupan walaupun kondisi tubuh melemah sehingga akan cenderung jauh dari kecemasan dan perasaan tertekan yang dapat meningkatkan terjadinya depresi (Azahra, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menganalisis mayoritas tingkat self compassion pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. Moewardi adalah tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kelamin dan umur. Dalam penelitian ini mayoritas umur pasien gagal ginjal kronik adalah dewasa sehingga mempunyai kontrol emosi yang baik akan membentuk penerimaan diri yang lebih baik. Selaras dengan pendapat (Neff, 2011) bahwa individu dengan pematangan emosi yang baik artinya individu tersebut telah mencapai tahap generativity vs stagnation (mampu melakukan penerimaan positif atas dirinya). Menurut (Moningka, 2017) semakin matang umur seseorang, maka self compassion yang terdapat dalam individu juga akan lebh tinggi.

Selain itu jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi level Self Compassion. Menurut pendapat peneliti laki-laki mempunyai sifat yang lebih cuek dan mampu memngendalikan situasi yang lebih baik dibandingkan perempuan, sehingga timbulnya depresi, cemas jauh lebih tiggi perempuan. Selaras dengan penelitian (Anita & Husada, 2020) pasien gagal ginjal kronik perempuan lebih tertekan dan lebih tinggi skor depresinya dibandingkan laki-laki. Perempuan cenderung memiliki Self Compassion yang rendah dibandingkan pria dikarenakan intesifikasi peran gender atau tekanan untuk menyesuaikan diri. hal itu terjadi karena perempuan cenderung lebih sering melakukan kritik dan sering menyalahkan

diri sendiri, merasa sendirian menghadapi suatu masalah, dan sering terfokus pada kegagalan masa lalu dan terbawa emosi negatif.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Manajemen Kesehatan Pasien Gagal Ginjal Kronik

No Kepatuhan Manajemen Kesehatan

Frekue nsi

Persent ase (%) 1 Kepatuhan

Hemodialisis

Tidak Patuh 8 11.9

Patuh 59 88.1

2 Kepatuhan Diet

Tidak Patuh 12 17.9

Patuh 55 82.1

3 Kepatuhan Minum Obat

Tidak Patuh 6 9.0

Patuh 61 91.0

Jumlah 67 100.0

Berdasarkan tabel 6. Hasil penelitian kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr.

Moewardi sebagai berikut:

1. Kepatuhan Program Hemodialisa Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan program hemodialisa di RSUD Dr. Moewardi mayoritas adalah patuh 59 responden (88,1%). Selaras dengan penelitian (Karundeng, 2015) yang menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa patuh (78,1%). Menurut (Notoatmodjo, 2014) kepatuhan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat. Kerjasama yang saling menguatkan antara pasien, tenaga profesional kesehatan dan keluarga sangat diperlukan untuk membantu pasien dalam meningkatkan kepatuhan (Aliviyanti, 2014).

Kepatuhan hemodialisis adalah sikap kepatuhan pasien dalam menjalani

(8)

8 terapi hemodialisis (Febriyantara

dkk., 2016).

Menurut pendapat peneliti pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan program hemodialisa di RSUD Dr.

Moewardi mayoritas adalah patuh dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepercayaan.

Kepercayaan pasien atas pentingnya program hemodialisis yang dianjurkan akan meningkatkan kepatuhan untuk menjalani proses penyembuhan ataupun perbaikan kualitas hidup pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian (Webster dkk., 2020) yang menyatakan bahwa adanya kepercayaan kepada keputusan pemerintah merupakan salah satu faktor yang meningkatkan sikap positif masyarakat dalam mematuhi peraturan penanganan dan pencegahan Covid-19.

2. Kepatuhan Diet

Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan diet di RSUD Dr.

Moewardi mayoritas adalah patuh 55 responden (82,1%). Selaras dengan penelitian (Rahayu, 2019) yang menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan diet patuh (59,3%). Kepatuhan diet adalah kepatuhan pasien terhadap pengaturan asupan makanan dan minuman yang direkomendasikan oleh ahli gizi rumah sakit (Widiany, 2017).

Pengaturan diet yang disarankan adalah pembatasan asupan protein, kalium, natrium dan cairan (Hinkle &

Cheever, 2014)

Menurut pendapat peneliti pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan program diet di RSUD Dr. Moewardi mayoritas adalah patuh dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepercayaan. Kepercayaan pasien atas pentingnya program diet yang dianjurkan akan meningkatkan kepatuhan untuk menjalani proses penyembuhan ataupun perbaikan

kualitas hidup pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian (Webster dkk., 2020) yang menyatakan bahwa adanya kepercayaan kepada keputusan pemerintah merupakan salah satu faktor yang meningkatkan sikap positif masyarakat dalam mematuhi peraturan penanganan dan pencegahan Covid-19.

3. Kepatuhan Minum Obat

Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan minum obat di RSUD Dr. Moewardi mayoritas adalah patuh 61 responden (91,0%).

Selaras dengan penelitian (Edison, 2018) yang menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik patuh minum obat 56,1%. Berbagai penelitian mencoba mendefinisikan kepatuhan minum obat, antara lain

(Tjekyan, 2015) yang

mendefinisikannya sebagai kepatuhan mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan pada waktu dan dosis yang tepat. Menurut (Burnier dkk., 2015) kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien sehubungan dengan minum obat sesuai dengan rekomendasi yang disepakati dari penyedia pelayanan kesehatan. Hasil penelitian (Karuniawati & Supadmi, 2016) mengutarakan alasan

pasien tidak patuh dalam minum obat antara lain: 1) minum obat jika merasa ada keluhan saja dan berhenti jika keluhan sudah teratasi, 2) beranggapan penyakitnya tidak sembuh meski minum obat teratur.

Hal lain yang mengakibatkan pasien tidak patuh adalah tingkat pendidikan yang rendah dan tidak ada pengawasan maupun dukungan minum obat (Fajriansyah & Nisa, 2018)

Menurut pendapat peneliti pasien gagal ginjal kronik dengan kepatuhan minum obat di RSUD Dr. Moewardi mayoritas adalah patuh dipengaruhi

(9)

9 oleh beberapa faktor salah satunya

adalah kepercayaan. Kepercayaan pasien atas pentingnya program minum obat yang dianjurkan akan meningkatkan kepatuhan untuk menjalani proses penyembuhan ataupun perbaikan kualitas hidup pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Webster, dkk (2020) yang menyatakan bahwa adanya kepercayaan kepada keputusan pemerintah merupakan salah satu faktor yang meningkatkan sikap positif masyarakat dalam mematuhi peraturan penanganan dan pencegahan Covid-19.

Tabel 7. Analisa Hubungan Self Compasion dengan Kepatuhan Manajemen Kesehatan

Berdasarkan tabel 7. Hasil penelitian ini diperoleh nilai hubungan antara self compasion dengan kepatuhan hemodialisis p value = 0,000, kepatuhan diet p value = 0,000 dan kepatuhan minum obat p value = 0,000 sehingga dapat dianalisis bahwa ada hubungan antara self compasion dengan kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik. Manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik yang telah dipatuhi oleh pasien gagal ginjal kronik meliputi kepatuhan hemodialisis, kepatuhan diet dan kepatuhan minum obat.

Tingkat self compassion pasien gagal ginjal kronik mayosritas adalah tinggi, sehingga dapat diartikan bahwa pasien mempunyai penerimaan yang baik atas keadaan dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif maka akan cenderung lebih mampu menerima keadaan dirinya, tidak mudah putus asa, terbuka dengan orang lain baik keluarga maupun lingkungan sosialnya, tetap optimis dan berjuang menjalani kehidupan walaupun kondisi tubuh melemah sehingga akan cenderung jauh dari kecemasan dan perasaan tertekan yang dapat meningkatkan terjadinya depresi (Azahra, 2013). Self compassion menekankan adanya perasaan terbuka terhadap kesulitan dan memahami kegagalan yang sedang dialami. Seseorang yang memiliki self compassion tinggi cenderung rendah untuk mengalami efek

negatif dari pengalaman negatif karena memiliki ruminasi yang rendah.

Pendapat (Putri & Isfandiari, 2013) bahwa gangguan psikologis merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan terapi insulin.

Gangguan psikologis yang dialami pasien DM akan menurunkan minat pasien terhadap pengobatan yang sedang dijalani.

Sikap patuh hadir dalam diri individu ketika individu sudah bisa menerima dirinya, menerima sakit yang dideritanya, sehingga hal tersebut dapat meningkatakan motivasi yang ada dalam diri individu untuk selalu patuh terhadap pengobatan Self Compasion

Rendah Tinggi

f % F % f % R P value

Kep atuh an He mod ialis a

Tid ak Pat uh

6 9.

0

2 3.0 8 11.9 0.777 0.000

Pat uh

1 1.

5 5 8

86.

6

59 88.1

7 10 .4

6 0

89.

6

67 100.0

f % F % f % R P value

Kep atuh an Diet

Tid ak Pat uh

6 9.

0

6 9.0 12 17.9 0.604 0.000

Pat uh

1 1.

5 5 4

80.

6

55 82.1 7 10

.4 6 0

89.

6

67 100.0

f % F % f % R P value

Kep atuh an Min um Oba t

Tid ak Pat uh

5 7.

5

1 1.5 6 9.0 0.747 0.000

Pat uh

2 3.

0 5 9

88.

1

61 91.0

7 10 .4

6 0

89.

6

67 100.0

(10)

10 yang sedang dijalani (Sutawardana dkk.,

2020).

Menurut pendapat penelii bahwa semakin tinggi self compassion seseorang semakin tinggi tindakan yang akan dilakukan berdasarkan anjuran yang diberikan termasuk dalam menjalani kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik dan sebaliknya semakin rendah self compassion seseorang semakin rendah tindakan yang akan dilakukan berdasarkan anjuran yang diberikan termasuk dalam menjalani kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik. Selaras dengan penelitian (Sutawardana dkk., 2020) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara self compassion dengan kepatuhan terapi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSD dr.

Soebandi Jember. Self compassion yang tinggi membentuk sikap harapan tinggi untuk sembuh dan meningkatkan penerimaan diri dari pasien sehingga akan menjadi dorongan bagi pasien untuk disiplin dalam menjalani manajemen kesehatan dan menerapkan pola hidup sehat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara self compassion dengan kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr.Moewardi Surakarta dengan kepatuhan hemodialisa p value 0.000, kepatuhan diet p value 0.000 dan kepatuhan minuma obat p value 0.000.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan :

1. Diharapkan dapat menjadi acuan kebijakan rumah sakit agar dapat memberikan asuhan keperawatan self compassion pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen kesehatan pasien gagal ginjal kronik 2. Diharapkan dapat menambah

pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai hubungan self compassion dengan kepatuhan

manajemen kesehatan pada penderita gagal ginjal kronik.

3. Diharapkan bisa menjadi sumber informasi dan masukan bagi perawat rumah sakit untuk dapat memberikan asuhan keperawatan self compassion pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen Kesehatan pasien gagal ginjal kronik.

4. Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu yan telah dipelajari selama masa perkuliahan.

DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., Azmi, S., & Yanni, M. (2018).

Gambaran klinis penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 42–50.

Anita, D. C., & Husada, I. S. (2020).

Depresi Pada Pasien Hemodialisa Perempuan Lebih Tinggi. Proceeding of The URECOL, 277–288.

Azahra, M. (2013). Peran Konsep Diri Dan Dukungan Sosial terhadap Depresi Pada Penderita Gagal Ginjal Yang Menjalani Terapi Hemodialisis.

EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 2(1), 23–35.

Bertalina, & Sumardilah, D. S. (2012).

Faktor Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa.

Burnier, M., Pruijm, M., Wuerzner, G., &

Santschi, V. (2015). Drug adherence in chronic kidney diseases and dialysis. Nephrology Dialysis Transplantation, 30(1), 39–44.

Chironda, G., & Bhengu, B. (2016).

Contributing factors to non- adherence among chronic kidney disease (CKD) patients: a systematic

(11)

11 review of literature. Med Clin Rev,

2(4), 29.

Dinkes, J. T. (2018). Buku Profil Kesehatan – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Edison, C. (2018). Adherence to dialysis therapy management in hemodialysis patients. UI Proceedings on Health and Medicine, 3, 41.

Fajriansyah, F., & Nisa, M. (2018).

Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Lanjut Usia. Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(2), 178–185.

Febriyantara, A., Purwanti, O. S., & Kep, M. (2016). Hubungan Antara Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa dan Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di Rumah Sakit Dr.

Moewardi. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Hinkle, J., & Cheever, K. (2014). Brunner

& Suddarth Teks books of MedicalSurgial Nursing. New Zealand: Wolters Kluwer.

James, J. (2013). Patient engagement.

Health Affairs Health Policy Brief, 14(10.1377).

Karundeng, Y. (2015). Hubungan Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Keteraturan Tindakan Haemodialisa Di Blu Rsup Prof Dr.

Rd Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Perawat Manado (Juiperdo), 4(1).

Karuniawati, E., & Supadmi, W. (2016).

Kepatuhan penggunaan obat dan kualitas hidup pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Maret 2015. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas (Journal of

Pharmaceutical Sciences and Community), 13(2), 73–80.

Lukman, N., Kanine, E., & Wowiling, F.

(2013). Hubungan Tindakan Hemodialisa Dengan Tingkat Depresi Klien Penyakit Ginjal Kronik Di Blu RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado.

Jurnal Keperawatan, 1(1).

Mayuda, A., Chasani, S., & Saktini, F.

(2017). Hubungan antara lama hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik (studi di RSUP dr. Kariadi Semarang).

Faculty of Medicine.

Moningka, C. (2017). Pemaknaan self compassion pada tenaga kesehatan di Jakarta Utara melalui pendekatan psikologi ulayat. Psibernetika, 6(2).

Mustajab, Q. A. (2017). Hubungan Self Compassion Dengan Optimisme Pada Penderita Diabetes Melitus.

University of Muhammadiyah Malang.

Neff, K. D. (2011). Self‐ compassion, self‐ esteem, and well‐ being. Social and personality psychology compass, 5(1), 1–12.

Notoatmodjo, S. (2014). Promosi kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurrahmi, U. (2012). Stop Hipertensi.

Yogyakarta : Familia.

Nursyafiqoh, W. P. (2020). Hubungan Self Compassion Dengan Kepatuhan Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSD dr.Soebandi Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015).

Faktor risiko gagal ginjal kronik di unit hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah farmaseutik,

(12)

12 11(2), 316–320.

Putri, N. H. K., & Isfandiari, M. A. (2013).

Hubungan empat pilar pengendalian dm tipe 2 dengan rerata kadar gula darah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 1(2), 234–243.

Rahayu, C. E. (2019). Pengaruh Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Sumber Waras. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 11(1), 12–19.

Rahman, A. R. A., Rudiansyah, M., &

Triawanti, T. (2013). Hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin: tinjauan terhadap pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin. Berkala Kedokteran, 9(2), 151–160.

Riani, D. A. (2017). Validasi 8-item Morisky Medication Adherence Scale versi Indonesia pada pasien hipertensi dewasa di puskesmas kabupaten Sleman dan kota Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementrian Kesehatan Dan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.

Simatupang, D. S., & Febriana, S. (2020).

Gambaran Pengetahuan Pasien Gagal Ginjal Kronik Tentang Kepatuhan Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2019.

Sutawardana, J. H., Putri, W. N., &

Widayati, N. (2020). Hubungan Self Compassion dengan Kepatuhan Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSD dr. Soebandi Jember. Journal of Nursing Care and Biomoleculer, 5(1), 56–64.

Syamsiah, N. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSPAU DR Esnawan Antariksa Halim Perdana Kusuma Jakarta. Universitas Indonesia.

Tjekyan, S. (2014). Prevalensi dan faktor risiko penyakit ginjal kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 46(4), 275–281.

Tjekyan, S. (2015). Hubungan kepatuhan dan pola konsumsi obat pengikat fosfat terhadap kadar fosfat pada penyakit ginjal kronik stadium V.

Majalah Kedokteran Sriwijaya, 47(2).

Webster, R. K., Brooks, S. K., Smith, L.

E., Woodland, L., Wessely, S., &

Rubin, G. J. (2020). How to improve adherence with quarantine: rapid review of the evidence. Public Health, 182, 163–169.

Widiany, F. L. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet pasien hemodialisis. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 14(2), 72–79.

Yulianto, D., & Basuki, H. (2017).

Analisis ketahanan hidup pasien penyakit ginjal kronis dengan hemodialisis di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 3(1), 96–108.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik hubungan antara dukungan emosional dengan kepatuhan diet lansia penderita hipertensi menunjukkan p=0,552 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

Objective: This paper focuses on those challenging experiences that Malaysian women entrepreneurs faced during their business startup; the strategies they embark in maintaining their