• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL REHABILITASI LANJUT USIA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL REHABILITASI LANJUT USIA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL REHABILITASI LANJUT USIA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG

Nurdina ABSTRAK

Dengan bertambahnya usia, banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan-perubahan tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskuler, respirasi, dan penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif dapat dihambat oleh aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan Cross-sectional. Teknik sampel yang digunakan adalah teknik Non Probability sampling dengan pendekatan Puposive Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah semua lansia yang memenuhi kritaria insklusi dan eksklusi yang berjumlah 50 lansia. Pengumpulan data menggunakan kuesioner PASE untuk tingkat aktivitas fisik dan kuesioner MMSE untuk fungsi kognitif. Analisa data univariat dengan persentase dan analisa data bivariat dengan uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden melakukan aktivitas fisik baik dan hampir separuhnya responden (42%) yaitu 21 responden melakukan aktivitas fisik kurang. Sementara itu, sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden termasuk kategori fungsi kognitif baik, kemudian sebagian kecil responden (30%) yaitu 15 responen termasuk kategori gangguan fungsi kognitif ringan dan sebagian kecil lainnya (12%) yaitu 6 responden termasuk kategori gangguan fungsi kognitif berat. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif dengan hasil uji statistik (rs = 0,760, p-value = 0,000) terdapat diantara 0,76-0,99, maka kolerasi tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung termasuk tingkat hubungan sangat kuat. Sebagai perawat care giver diharapkan mampu meningkatkan kegiatan aktivitas fisik untuk lansia sebagai salah satu upaya untuk mencegah penurunan fungsi kognitif dengan meningkatkan motivasi untuk melakukan aktivitas fisik kepada lansia.

Kata Kunci: aktivitas fisik, fungsi kognitif, lansia

ABSTRACT

With increasing age, many changes that occur in the elderly, including changes in the body, muscles, bones and joints, cardiovascular system, respiration, and decreased cognitive function. Decreasing cognitive function can be inhibited by physical activity carried out routinely. The purpose of this study was to identify the relationship between the level of physical activity and cognitive function in the elderly at elderly rehabilitation social care institution Ciparay Bandung. This type of research was observational with a cross-sectional design. The sample technique used is the Non Probability sampling

(2)

technique with the Puposive Sampling approach. The sample in this study were all elderly who fulfilled the exclusion and exclusion criteria totaling 50 elderly. Data collection used the PASE questionnaire for the level of physical activity and the MMSE questionnaire for cognitive function. Univariate data analysis with percentages and bivariate data analysis whit Spearman test. The results showed that the majority of respondents (58%), namely 29 respondents did good physical activity and almost half of the respondents (42%), namely 21 respondents did less physical activity. Meanwhile, the majority of respondents (58%), namely 29 respondents including the category of good cognitive function, then a small number of respondents (30%) were 15 respondents including the category of mild cognitive function disorders and a small portion (12%), namely 6 respondents including the category of disorders severe cognitive function. The results showed a significant relationship between the level of physical activity and cognitive function with the results of statistical tests (rs = 0,760, p- value = 0,000) between 0.76-0.99, hence the correlation of the level of physical activity with cognitive function in the elderly in elderly rehabilitation social care institution Ciparay Bandung includes a very strong level of relationship. As care giver nurses are expected to be able to increase physical activity activities for the elderly as an effort to prevent a decline in cognitive function by increasing motivation to do physical activity for the elderly.

Keywords: physical activity, cognitive function, elderly

PENDAHULUAN

Pada tahun 2015 populasi lansia berusia 60 tahun ke atas berjumlah 900 juta dan di perkirakan pada tahun 2050 meningkat berjumlah 2 miliar di seluruh dunia. Sedangkan, jumlah lansia berusia 80 tahun ke atas berjumlah 125 juta dan di perkirakan pada tahun 2050 meningkat berjumlah 434 juta di seluruh dunia.

Di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2015 populasi lansia sebesar 142 juta jiwa dan di perkirakan meningkat 3 kali lipat pada tahun 2050 (WHO, 2018).

Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 22,4 juta atau 8,69% dari total jumlah penduduk, pada tahun 2018 jumlah lansia mengalami peningkatan mencapai 24, 7 juta jiwa atau 9,3% dari total jumlah penduduk, dan di perkirakan pada tahun 2020 meningkat mencapai 28,8 juta atau 11,34% dari total jumlah penduduk (Kemenkes, 2018). Jumlah lansia di Jawa Barat pada tahun 2017 mencapai 4,16 juta atau 8,67% dari total penduduk Jawa Barat, terdiri dari 2,02 juta lansia laki-laki dan 2,14 juta lansia perempuan (Badan Pusat Statistik Provinsi

(3)

Jawa Barat, 2018). Jumlah penduduk Kota Bandung berdasarkan kelompok lansia diatas 60 tahun adalah 2.397.396 jiwa (Open Data Kota Bandung, 2017).

Lanjut usia merupakan suatu periode kehidupan yang di tandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, yang awal mulanya berbeda-beda untuk setiap individu. Bersamaan dengan bertambahnya usia terjadi pula penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik. Penurunan ini terjadi pada semua tingkat seluler, organ dan sistem. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kejadian penyakit pada lansia, baik akut maupun kronik.

Meningkatnya gangguan penyakit pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada kualitas hidup. Namun hal ini juga menyebabkan meningkatnya penderita dengan gangguan atau penurunan fungsi kognitif (Zakirah, 2017).

Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya perubahan-perubahan tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskuler, respirasi, dan penurunan fungsi kognitif (Ambardini, 2016).

Penurunan fungsi kognitif merupakan salah satu gangguan kesehatan yang sering di alami lansia. Kenaikan usia perlima tahun dari usia 65 tahun akan meningkat 2 kali lipat risiko mengalami penurunan fungsi kognitif (Azizah, 2011). Mudah lupa (forgetfulness) biasanya dikeluhkan oleh 39% lansia berusia 50-59 tahun dan meningkat menjadi 85% pada lansia berusia di atas 80 tahun. Mudah lupa bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment (MCI) sampai dengan demensia sebagai gangguan klinis paling berat, berupa penurunan intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari (Wreksoatmodjo, 2016).

Fungsi kognitif menentukan pola interaksi seseorang, dengan lingkungan baik tempat tinggal, anggota keluarga, maupun pola aktivitas sosial. Penurunan kognitif akan mempengaruhi efektivitas peran mereka dalam lingkungan dan akan menambah beban keluarga dan masyarakat (Darmajo, 2010). Penurunan fungsi kognitif dapat mengakibatkan perubahan persepsi, hambatan berkomunikasi, gangguan memori, gangguan fokus dan hambatan dalam

(4)

melaksanakan tugas harian (Muzamil et al, 2014).

Penurunan fungsi kognitif diamati menjadi salah satu tanda peringatan timbulnya gangguan kognitif seperti alzheimer dan demensia (F.Jessen et al, 2014).

Beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat penyakit (hipertensi), dan aktivitas fisik (Nafidah, 2014). Sebagai alternatif untuk mengurangi risiko penurunan kognitif saat ini ialah mengidentifikasi faktor risiko, terutama faktor yang dapat dimodifikasi seperti aktivitas fisik (Vemuri et al., 2014). Sebenarnya, penurunan fungsi kognitif dapat dihambat dengan melakukan tindakan preventif, salah satu tindakan preventif yang dapat di lakukan lansia yaitu dengan memperbanyak aktivitas fisik (Blondell, 2014).

Aktivitas fisik di duga dapat menstimulasi pertumbuhan syaraf yang kemungkinan dapat menghambat penurunan fungsi kognitif pada lansia (Muzamil et al, 2014). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran

kalori (Kemenkes, 2015). Menurut Carvalho (2014) saat melakukan aktivitas fisik, otak akan di stimulasi sehingga dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived Neutrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat. Jika kadar BDNF rendah maka akan menyebabkan gangguan fungsi kognitif.

Seseorang yang banyak beraktivitas fisik termasuk berolahraga cenderung memiliki memori yang lebih tinggi dari pada yang jarang beraktivitas, misalnya kegiatan yang harus melibatkan fungsi kognitif seperti berjalan kaki, senam atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, aktivitas ringan seperti berjalan kaki dapat membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak pada lansia Semakin lama dan seringnya kegiatan berjalan kaki ini di lakukan maka ketajaman pikiran juga akan semakin membaik, aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari dapat menstimulasi otak, manfaat aktivitas fisik akan tampak nyata dimana akan terlihat 3 tahun lebih muda dari usianya dan 20 % dapat menurunkan risiko gangguan fungsi kognitif,

(5)

aktivitas fisik dapat menguatkan otot jantung dan memperbesar bilik jantung (Effendi, 2014).

METODELOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif korelasional bersifat observasional dengan rancangan cross-sectional. Observasional dengan metode cross-sectional yaitu peneliti untuk mempelajari hubungan antara (variabel independen) yaitu tingkat aktivitas fisik dengan (variabel dependen) yaitu fungsi kognitif lansia.

Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥65 tahun yang tinggal di Panti Sosial Rehabilitasi Lansia Ciparay kabupaten Bandung. Jumlah sampel penelitian berjumlah 50 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah teknik non probability sampling. Teknik non probability sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu teknik purposive sampling.

Adapaun kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria

inklusi yaitu lansia wanita dan laki-laki yang berusia ≥65 tahun yang dapat melakukan aktivitas sehari-hari, lansia yang mampu berkomunikasi verbal dengan baik, lansia yang tidak memiliki gangguan kejiwaan berat (skizofrenia), lansia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi yaitu menderita penyakit kronis atau parah sehingga mengganggu kondisi fisik dan mentalnya (stroke, aphasia, demensia), lansia yang mengalami kelumpuhan Teknik Pegumpulan Data

Variabel dependen penelitian adalah fungsi kognitif, yang diukur menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) terdiri dari 30 pertanyaan dengan penilaian skor (≥23) aspek kognitif dan fungsi kognitif baik, (18-22) gangguan fungsi kognitif ringan, (≤17) terdapat gangguan fungsi kognitif berat.

Variabel independen penelitian adalah tingkat aktivitas fisik, yang diukur mengunakan Physical Activites Scale For The Elderly (PASE) modifikasi Nur Nafidah (2014) terdiri dari 8 pertanyaan dengan penilaian Aktifitas fisik

(6)

dikategorikan baik jika ≥ 15 dan aktivitas fisik dikategorikan buruk jika <15.

Analisis yang digunakan dalam menguji hipotesis penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan ialah uji Spraeman.

Hasil Penelitian

Karakteristik Responden

Frekuensi terbanyak lansia dalam penelitian ini menunjukkan usia sebagian besar responden (56%) yaitu 28 responden berusia 75-89 tahun.

Kemudian berdasarkan jenis kelamin sebagian besar (52%) yaitu 26 responden berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya berdasarkan pendidikan sebagian besar responden (56%) yaitu 28 responden SD. Kemudian berdasarkan status kesehatan seebagian besar responden (64%) yaitu 32 responden memiliki riwayat hipertensi.

Tingkat Aktivitas Fisik

Tabel 1 Distribusi Tingkat Aktivitas Fisik Pada Lansia

Tingkat Aktivitas Fisik Frekuensi Presentase (%)

29 58%

Aktivitas Fisik Baik Aktivitas Fisik Kurang

21 42%

Total Responden 50 100%

Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden melakukan aktivitas fisik.

Fungsi Kognitif

Tabel 2 Distribusi Fungsi Kognitif Pada Lansia

Fungsi Kognitif Frekuensi

Presentase (%) Fungsi Kognitif Baik

Gg. Fungsi Kognitif Ringan Gg. Fungsi Kognitif Berat

29 15 6

58%

30%

12%

Total Responden 50 100%

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden termasuk kategori fungsi kognitif baik.

(7)

Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia

Tabel 3 Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia

Hubungan

r

hitung p-value Keputusan Tingkat aktivitas

fisik dengan fungsi kognitif

0,760 0,000

Ho Ditolak

Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan software SPSS 16 spearman diperoleh nilai p-value sebesar 0,000. Hasil uji statistik menunjukan bahwa p-value (0,000) <0,05.

Oleh karena itu Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai koefisiensi kolerasi di dapatkan hasil +0,76 termasuk kedalam nilai koefisien kolerasi (0,76- 0,99). Dapat disimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dan fungsi kognitif pada lansia.

Pembahasan

Gambaran Aktivitas Fisik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lanjut usia memiliki aktivitas fisik yang baik, yaitu sebanyak (58%) 29 responden dari 50

responden. Dari hasil kuesioner saat wawancara didapatkan bahwa beberapa lansia masih aktif dalam kegiatan yang ada di panti seperti, senam lansia, mengaji, membuat kerajinan dan lain sebagainya.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Nafidah (2014), hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar lansia masih aktif dalam melakukan aktivitas fisik, yaitu sebesar (52,5 %), dengan karakteristik responden yang sama seperti jumlah lansia sebagian besar perempuan yaitu (60,2%) dibandingkan responden laki-laki yaitu sebanyak (39,2%). Menurut Jumita (2012) laki-laki memiliki tingkat ketergantungan lebih besar dibandingkan wanita dan wanita memiliki kecenderungan lebih mandiri dibandingkan dengan laki-laki

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wreksoatmodjo (2013) menunjukan bahwa rata-rata lanjut usia yang tinggal dipanti memiliki aktivitas fisik yang buruk. Penelitian tersebut membahas mengenai perbedaan karakteristik lanjut usia yang tinggal di keluarga dengan yang tinggal di panti dengan

(8)

jumlah responden yang kurang seimbang yaitu 76 lansia tinggal di panti dan 210 lansia tinggal di keluarga. Hal ini dapat dilihat karena peneliti tidak hanya meneliti di panti werda saja namun meneliti juga di lansia yang tinggal di keluarga sehingga ada faktor lain yang mempengaruhi seperti dukungan keluarga, sedangkan penelitian saya hanya dilakukan di panti werda saja yang tidak memiliki dukungan keluarga. Dapat diketahui bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan minat lansia dalam melakukan aktivitas fisik secara teratur (Manaf, 2013).

Penelitian tersebut membahas mengenai perbedaan karakteristik demografi antara kelompok panti dan keluarga, perbedaan karakteristik riwayat kesehatan antara kelompok panti dan keluarga, perbedaan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif antara kelompok panti dan keluarga , perbedaan karakteristik komponen social engagement antara kelompok panti dan keluarga social engagement dinilai dari beberapa aspek yaitu jaringan sosial dan aktivitas sosial, perbedaan karakteristik komponen jaringan sosial dan aktivitas sosial antara kelompok panti dan keluarga jaringan sosial dinilai dari beberapa

aspek yaitu kontak in person (kerabat dan keluarga), kontak in media, pasangan hidup, sedangkan aktivitas sosial dinilai dari beberapa aspek yaitu aktivitas dimasyarakat, kunjungan ditempat ibadah, keanggotaan atau partisipasi dikelompok selain posyandu. Dalam aspek jaringan sosial kontak in person lansia yang tinggal di panti memiliki nilai rendah dibandingkan lansia yang tinggal di keluarga karena umumnya lansia yang tinggal di keluarga tinggal bersama dengan anak atau cucu mereka sehingga bisa bertemu setiap saat. Lansia yang tinggal dipanti tidak lagi mempunyai pasangan hidup sehingga kurang mempunyai kontak dengan keluarga maupun kerabat dekat baik langsung (bertatap muka, mengobrol, bercakap-cakap), maupun secara tidak langsung melalui media komunikasi, baik telepon, surat maupun SMS. Selanjutnya, perbedaan fungsi kognitif antara kelompok panti dan keluarga. Berbeda dengan penelitian yang saya lakukan untuk aktivitas fisik hanya mengacu pada satu kuesioner saja. Menurut asmsi peneliti hal ini terjadi karena perbedaan karakteristik responden dan perbedaan jenis penelitian yang dilakukan antara penelitian tersebut.

(9)

Gambaran Fungsi Kognitif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lansia memiliki fungsi kognitif yang baik, yaitu sebanyak (58%) 29 responden dari 50 responden. Aspek MMSE yang dinilai adalah orientasi, registrasi, perhatian atau kalkulasi, mengingat dan bahasa. Dari hasil kuesioner saat wawancara didapatkan bahwa rata-rata lansia dapat menjawab pertanyaan orientasi, registrasi, mengingat dan bahasa, namun reponden mengalami masalah pada aspek perhatian atau kalkulasi. Penelitian ini didukung oleh penelitian Wreksoatmodjo (2016), hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar lansia memiliki fungsi kognitif baik, yaitu sebesar (62,2%). Kemungkinan hal tersebut disebabkan karena mayoritas responden tidak sekolah dan tidak tamat SD, dapat diketahui bahwa pendidikan merupakan proses menambahnya pengalaman hidup yang merupakan salah satu proses stimulasi intelektual yang akan mempengaruhi kognitif pada lansia (Al Rasyid et al, 2017). Penelitian tersebut menggunakan kriteria eksklusi untuk responden yang mengalami gangguan jiwa, afasia, apraksia,

riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke) dan menderita demensia tidak diikut sertakan sehingga tidak akan mempengaruhi keadaan fungsi kognitif responden.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nafidah (2014) menunjukan bahwa rata-rata lansia yang tinggal dipanti memiliki fungsi kognitif yang buruk sebanyak (57,6%). Hasil ini terjadi karena peneliti tidak membedakan status kesehatan responden peneliti hanya memasukkan kriteria eksklusi untuk lansia yang memiliki gangguan jiwa tidak diikut sertakan, sedangkan untuk lansia yang mengalami demensia, alzhaimer, aphasia dan gangguan peredaran darah otak (stroke) tidak dibedakan.

Sedangkan untuk lansia yang memiliki penyakit demensia alzhaimer, aphasia dan gangguan peredaran darah otak (stroke) memang sudah mengalami risiko penurunan fungsi kognitif bahkan sudah mengalami penurunan fungsi kognitif yang akan mempengaruhi hasil fungsi kognitif responden. Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi karena perbedaan karakteristik responden yang dilakukan antara penelitian tersebut.

(10)

Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat presentase responden dengan tingkat aktivitas fisik yang baik memiliki fungsi kognitif yang baik dibandingkan responden dengan tingkat aktivitas fisik yang kurang. Hasil uji statistik menggunakan software SPSS 16 spearman diperoleh nilai p-value sebesar (0,000) <0,05.

Oleh karena itu Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya, terdapat hubungan yang signifikan tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung. Untuk melihat sejauh mana keeratan kolerasi atau hubungan yang terjadi antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung, digunakan perhitungan nilai koefisiensi kolerasi di dapatkan hasil +0,76 termasuk kedalam nilai koefisien kolerasi (0,76-0,99), maka kolerasi antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung termasuk tingkat hubungan sangat kuat. Maka

dari itu semakin baik aktivitas fisik maka semakin baik pula fungsi kognitif pada lansia dan sebaliknya semakin kurang aktivitas fisik maka semakin menurun fungsi kognitif pada lansia dapat dilihat dalam penelitian ini bahwa yang aktivitas fisik baik memiliki jumlah yang tinggi pada fungsi kognitif baik.

Menurut Muzamil., dkk (2014) Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat menstimulasi syaraf sehingga menghambat penurunan fungsi kognitif pada lansia, aktivitas fisik yang tinggi dan rutin secara berturut-turut berkaitan dengan skor penilaian fungsi kognitif yang tinggi dan mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif, sementara menurunnya intensitas aktivitas fisik dapat berdampak pada meningkatnya proses penurunan fungsi kognitif.

Fungsi kognitif pada lansia yang aktif melakukan aktivitas fisik secara signifikan lebih baik dari pada orang yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik (Cox et al., 2016).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wreksoatmodjo (2016), mengemukakan bahwa adanya hubungan

(11)

yang bermakna dan signifikan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif, dibuktikan dengan nilai p-value 0,049. Berdasarkan data presentase responden antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif didapatkan (42,7%) 73 responden dengan fungsi kognitif buruk memiliki aktivitas fisik buruk dan (30,4%) 35 responden dengan fungsi kognitif buruk memiliki aktivitas fisik baik.

Responden fungsi kognitif baik dengan aktivitas fisik buruk berjumlah (57,3%) 98 responden dan responden dengan fungsi kognitif baik dengan aktivitas fisik baik berjumalah (69,6%) 80 responden. Menurut Nafidah (2014) mengemukakan bahwa adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat fungsi kognitif dengan nilai p-value 0,000. Berdasarkan data presentase responden antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif didapatkan (37,3%) 44 responden dengan fungsi kognitif baik memiliki aktivitas fisik baik dan (5,1%) 6 responden dengan fungsi kognitif baik memiliki aktivitas fisik kurang. Responden dengan fungsi kognitif buruk dengan aktivitas fisik kurang berjumlah (42,4%) 50 responden dan responden dengan fungsi kognitif buruk dengan aktivitas fisik baik

berjumlah (15,3%) 18 responden. Menurut Muzamil., dkk (2014) mengemukakan terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan fungsi kognitif dengan nilai p-value 0,044. Berdasarkan data presentase responden dengan tingkat aktivitas fisik yang aktif memiliki fungsi kognitif yang normal lebih tinggi dibandingkan responden dengan tingkat aktivitas fisik yang kurang aktif. Menurut Polan,. dkk (2019) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia dengan nilai p-value 0,000. Berdasarkan data presentase responden menunjukan bahwa sebanyak (97,7%) 43 responden dengan fungsi kognitif terganggu memiliki aktivitas fisik kurang dan (28,2%) 11 responden dengan fungsi kognitif terganggu memiliki aktivitas fisik baik.

Responden dengan fungsi kognitif yang tidak terganggu dengan aktivitas fisik kurang berjumlah (2,3%) 1 dan responden dengan fungsi kognitif yang tidak terganggu dengan aktivitas fisik baik berjumlah (71,8%) 28 responden.

KESIMPULAN

(12)

1. Sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden termasuk kedalam aktivitas fisik baik.

2. Sebagian besar responden (58%) yaitu 29 responden termasuk kategori fungsi kognitif baik.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lansia Ciparay Kabupaten Bandung dengan hasil uji statistik nilai p-value (0,000)<0,05. Nilai koefisiensi kolerasi +0,76 maka kolerasi termasuk tingkat hubungan sangat kuat. Maka dari itu semakin baik aktivitas fisik maka semakin baik pula fungsi kognitif pada lansia dan sebaliknya semakin kurang aktivitas fisik maka makin menurun fungsi kognitif pada lansia.

SARAN

1. Bagi Panti Sosial Rehabilitasi Lansia Ciparay Kabupaten Bandung

a. Terbukti bahwa tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif berhubungan secara signifikan sehingga dapat ditingkatkan

kembali aktivitas fisik bagi lansia yang memiliki penurunan fungsi kognitif.

b. Masih terdapat lansia yang memiliki penurunan fungsi kognitif maka dari itu perlu diberikan motivasi agar lansia tersebut lebih aktif untuk melakukan aktivitas fisik dan perlu dibuat kegiatan untuk lebih merangsang fungsi kognitif lansia, misalnya mengadakan games sederhana seperti mencocokan gambar, teka-teki silang dan lain sebagainya.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini mempelajari hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia, diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lainnya yang belum diteliti untuk memperbanyak referensi terkait dengan kejadian penurunan fungsi kognitif pada lansia

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, I., Syafrita, Y., & Sastri, S.

(2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang

(13)

Timur Kota Padang Panjang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 49-54.

Ambardini, R. L. (2016). Aktivitas Fisik pada Lanjut Usia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. hlm 24.

Azizah LM. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Azwar. (2012). Metode Penelitian. Jogjakarta:

Pustaka Pelajar

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2018). Profil Lansia Provinsi Jawa Barat.

Bandung .https://jabar.bps.go.id/publication/2018/

05/29/09e63178d5ac779bab448180/profil-lansia- provinsi-jawa-barat-2017.html.

Blondell SJ, Hammersley-Mather R, Veerman JL.(2014). Does physical activity prevent cognitive decline and dementia?: A systematic review and meta-analysis of longitudinal studies. BMC Public Health 2014;14:510. doi:10.1186/1471 2458-14-51024885250

Bozo O, Guaranicca C.(2010). Activities of daily living, social support, and future health of older Americans. J Psychol. 144(1):1-14.

Carvalho, A, Rea, I. M. and Parimon,T.(2014). Physical activity and cognitive function in individuals over 60 years of age : a systematic review. Dove Press, 9, 661-682. doi:

10.2147/CIA.S55520.

Cox, E P, Nicholas O’Dwyer, Rebecca C, Melanie V, Hoi L C, Kieron R, Helen O’Conno.(2016). Relationship between physical activity and cognitive function in apparently healthy young to middle-aged adults: A systematic review’, Journal of Science and Medicine in Sport. Sports Medicine Australia, 19(8), pp. 616–628. doi:

10.1016/j.jsams.2015.09.003, [Online], Diakses Pada : 18 April 2018, Tersedia : www.elsevier.com/locate/jsams

Darmojo, Boedhi. (2010). Gerontologi Sosial.

In: Martono HH, Pranarka K, ediotrs. Geriatri (Ilmu kesehatan usia lanjut). Ed 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.p.14-34

Dewi, Shofia .R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish

DG. Blazer II.(2017). Cognitive Aging what we fear and what we know. Perspectives in Biology and Medicine, volume 60, number 4 (autumn 2017): 569–582.

Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. (2018).

http://bpstw.dissos.jabarprov.go.id/current.php

?submenuheader=2&sel=oth&idx=bpstw . Diakses pada Tgl 15-april-2019.

(14)

Effendi, Adi Darma, dkk. (2014). Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan Kejadian Demensia Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember.

Ejournal Pustaka Kesehatan.

Ekasari.M.F, dkk.(2018). Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi.

Malang: Wineka Media.

Eliopolous, C. (2010). Gerontological Nursing.

Lippincot Williams & Wilkins. Seven Edition.

Fadhia N, Ulfiana E, Ismono S.(2012).

Hubungan Fungsi Kognitif dengan Kemandirian dlam Melakukan Activities of Daily Living (ADL) pada Lansia di UPT PSLU Pasuruan. Universitas Airlangg.

F. Jessen, R. E. et al.( 2014). "A conceptual framework for research on subjective cognitive decline in preclinical Alzheimer's disease,", Alzheimer's and Dementia , vol. 10, no. 6, pp. 844-852

Firhati K, Setyoko, Tajally A.(2017).

Hubungan antara aktivitas sehari-hari dengan risiko jatuh pada usia lanjut di paguyuban Wulandaru Wonodri Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang. hal.1-11.

.

Gibson., Ivancevich., & Donnely. (2013).

Organisasi. Jilid 1. Ed. Jakarta: Raja Grafinda Opersada

Hartati S, Widayanti CG.(2010). Clock drawing: asesmen untuk demensia, studi deskriptif pada orang lanjut usia di kota Semarang. Jurnal Psikologi Undip. 7(1):1-10.

Hidayat, A.A.(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisa data. Jakarta:

Salemba Medika

Kementrian Kesehatan RI. (2015).

Pembinaan Kesehatan Olahraga Di Indonesia.

Jakarta : Kementrian Kesehatan.

Institute of Medicine (IOM). (2015).

Cognitive Aging: Progress in Understanding and Opportunities for Action. Washington, DC: National Academies Press. https://www.nap.edu/

read/21693/chapter/1.

Jumita, R., Azrimaidaliza, A., & Machmud, R. (2012). Kemandirian Lansia Diwilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 6(2), 86-94.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Lansia Sejahterah Masyarakat Bahagia. Jakarta:

Kementrian Kesehatan. www.depkes.go.id.

Manaf. H. (2013). Barriers to participation in physical activity and exercise among middle-aged and elderly individuals. Singapore Med J.

2013;54(10):581-6.

(15)

Mongsidi R, Tumewah R, Kembuan M.(2012). Profil Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Yayasan-Yayasan Manula di Kecamatan Kawangkoan. Universitas Sam Ratulangi; 12.

Mulyadi, A. (2017). Gambaran Aktivitas Fisik Lanjut Usia Demensia Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Wreda Ciparay Bandung. (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

Muzamil, M.S, Afriwadi, & Martini, R.D.

(2014). Hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada usila di kelurahan jati kecamatan padang timur. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 3 (2), 202–205.

Nafidah, N. (2014). Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kognitif Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2014). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika

OPENDATA Kota Bandung.(2017). Data penduduk berdasarkan kelompok umur di kota bandung 2017. Diakses pada Tgl 29-april-2019.

http://data.bandung.go.id/dataset/jumlah- penduduk-berdasarkan-kelompok-umur

Pallant, J.(2011). SPSS:Survival Manual (4th ed). Sydney: Allen & Unwin.

Pandean, G. V., & Surachmanto, E. E.

(2016). Hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif di Poliklinik SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. e- CliniC, 4(1).

Plassman B.L; William J.W dan Bruke J.R (2010). Systematic Review Factors Association With Risk For and Possible Prevention of Cognitive Decline in Later Life. Ann Intern Med, 153, 182-193.

Puspitasari, F.(2012). Hubungan Aktivitas Fisik Dan Perawatan Keluarga Dengan Fungsi Kognitif Lansia Di Desa Kedungguwo Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Polan, T. V. S., Asrifuddin, A., &

Kalesaran, A. F. (2019). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Puskesmas Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. KESMAS, 7(4).

Rizky, M.S (2011). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat. Tesis FK USU. Dibuka pada tanggal 20 November 2015 dari http://repository.usu.ac.id

Sarwono, J. (2011). Buku Pintar IBM SPSS Statistic 19 Cara Operasi, Prosedur Data dan Interprestasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sesar, D. M., Fakhrurrazy, F., &

Panghiyangani, R. (2019). Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Lansia di

(16)

Panti Sosial Tresna Wredha Kalimantan Selatan. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 19(1), 27-31.

Setiawan, R. A., Safitri, W., & Setiyajati, A.

(2014). Pengaruh senam otak dengan fungsi kognitif lansia demensia di panti wredha darma bakti kasih surakarta.

Setiadi. (2013). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Snyder, H. M., Corriveau, R. A., Craft, S., Faber, J. E., Greenberg, S. M., Knopman, D., et al. (2014). Vascular contributions to cognitive impairment and dementia including Alzheimer’s disease.

Alzheimer’s & Dementia, 11(6), 710–717

Soejono CH.(2014). Pengkajian paripurna pada pasien geriatric. dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF, pengarang. Buku ajar ilmu penyakit dalam. edisi 6. Jakarta: Internapublishing; 2014.

h. 3705-13.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Vemuri, P. et al. (2014). Association of life time intellectual enrichment with cognitive decline in the older population. JAMA Neurology, 71, 1017–

1024.

Voelcker-Rehage, C., and Niemann, C.

(2013). Structural and functional brain changes related to different types of physical activity across the life span.

Neurosci. Biobehav. Rev. doi:

10.1016/j.neubiorev.2013. 01.028.

World Health Organization (2018). Aging and health.

https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/ageing-and-health

World health organization.(2018).

http://www.who.int/dietphysicalactivity/factsh eet.olderadults/en/.

Wreksoatmodjo, B. R. (2013). Perbedaan karakteristik lanjut usia yang tinggal di keluarga dengan yang tinggal di panti di Jakarta Barat. CDK- 209, 40(10), 738-745.

Wreksoatmodjo, B. R. (2016). Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

di Jakarta Barat. Cermin Dunia

Kedokteran, 43(1), 07-12.

Zakirah, Siti Aisyah. (2017). Gambaran Tingkat Kebersihan Rongga Mulut Pasien Usia Lanjut Penderita Demensia. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Referensi

Dokumen terkait