• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Depresi dengan Insomnia pada Lansia di Panti BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Tingkat Depresi dengan Insomnia pada Lansia di Panti BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung. "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Tingkat Depresi dengan Insomnia pada Lansia di Panti BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung.

Sartika Handayani Girsang

Universitas BSI Bandung, sartika.handayani94@gmail.com ABSTRAK

Lanjut usia merupakan usia yang telah dicapai oleh seseorang lebih dari 60 tahun. Gangguan mental umum yang sering terjadi pada lansia adalah depresi yang ditandai dengan suasana hati tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, gangguan makan atau tidur, serta berkurangnya energi. Depresi pada lansia sebagai faktor emosional dapat menyebabkan gangguan tidur pada lansia salah satunya adalah insomnia. Insomnia dapat didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi, serta mengantuk di siang hari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di panti BPSTW Ciparay Kebuaten Bandung. Desain pada penelitian ini menggunakan tehnik cross sectional dengan variabel independen (tingkat depresi) dan variabel dependen (kejadian insomnia). Pengambilan sampel menggunakan Accidental sampling dengan jumlah sampel 71 responden. Penelitian ini berlokasi di Pani BPSTW Ciparay Kebupaten. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner Geriatric Depression Scale 15 (GDS -15) untuk menilai tingkat depresi dan insomnia menggunakan Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden mengalami depresi berat 31 lansia (43,7%), sedangkan mengalami depresi sedang 30 lansia (42,3%), dan yang mengalami depresi ringan 10 lansia (14,1%). Sebagian besar 25 lansia 35,2% mengalami insomnia berat, sebanyak 29 lansia 40,8% mengalami insomnia sedang, dan 17 lansia 23,9% mengalami insomnia ringan maka didapatkan data (P value 0,00< α 0,05).

Kesimpulan pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tinfkat depresi dengan insomnia pada lanjut usia di Panti BPSTW Ciparay Kebupaten Bandung.

Kata Kunci : Lansia, Insomnia, Depresi.

ABSTRACT

Elderly is the age that has been achieved by someone more than 60 years. Common mental disorders that often occur in the elderly are depression characterized by depressed moods, loss of interest or pleasure, feelings of guilt, eating or sleeping disorders, and reduced energy. Depression in the elderly as emotional factors can cause sleep disorders in the elderly, one of which is insomnia. Insomnia can be defined as difficulty in starting sleep, maintaining sleep, getting up early, and feeling sleepy during the day. The purpose of this study was to determine the relationship between the level of depression with the incidence of insomnia in the elderly at the Ciparay Kebuaten Bandung BPSTW. The design in this study used cross sectional techniques with independent variables (depression levels) and dependent variables (insomnia events). Sampling using accidental sampling with a sample of 71 respondents. This research is located in Pani BPSTW Ciparay Regency. This research instrument used the Geriatric Depression Scale 15 (GDS -15) questionnaire to assess levels of depression and insomnia using the Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). The results showed that most respondents had severe depression with 31 elderly (43.7%), while those with moderate depression had 30 (42.3%), and those who had mild depression had 10 (14.1%). Most of the 25 elderly 35.2% experienced severe insomnia, as many as 29 elderly 40.8% experienced moderate insomnia, and 17 elderly 23.9% experienced mild insomnia so the data obtained (P value 0.00 <α 0.05). The conclusion of this study is that there is a strong relationship between the level of depression with insomnia in the elderly at the Ciparay BPSTW Orphanage in Bandung District

Keywords: Elderly, Insomnia, Depression

(2)

PENDAHULUAN

Populasi lanjut usia secara global diperkirakan akan terus meningkat. Populasi lansia pada tahun 2017 mencapai 962 juta dan diprediksi di tahun 2050 mencapai 2,1 miliar dan 3,1 miliar di tahun 2100 (United Nation. 2017). Hal ini menunjukan bahwa populasi penduduk di dunia dari tahun ke tahun semakin bergeser ke arah usia lanjut yang pertumbuhannya semakin meningkat.

Sedangkan di Indonesia jumlah penduduk lansia berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta), dan tahun 2035 (48,19 juta) (RI, Kementrian Kesehatan. 2019). Jumlah lansia di Kota Bandung menurut kelompok usia, Badan Pusat Statistik pada tahun (2010-2035) mencapai 194.975 jiwa (Badan Pusat Statistik. 2015).

Lansia adalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan setelah masa anak dan dewasa, artinya setiap manusia pasti akan melalui tahapan ini. Mempersiapkan diri adalah hal mendasar dalam menghadapi masa ini agar tetap sesuai harapan (Kartika. 2012). Penuaan adalah proses menjadi tua, penuaan pada manusia mengacu pada proses multi dimensi perubahan biologis, fisiologis, psikologis, dan social (Narasimha. 2014). Ketika terjadi penuaan maka akan terjadi perubahan yang meliputi perubahan biologis, perubahan fisiologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Perubahan fisiologis meliputi perubahan masa otot, elastifitas tendon, kelenturan sendi, dan osteoporosis.

Perubahan psikologis meliputi kepuasan hidup, kesejahteraan, dan perubahan kognitif. Perubahan sosial yang dialami termasuk kehilangan status sosial, agitasi dan kesenjangan generasi (Lubis.

2015)

Insomnia dapat didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi, serta mengantuk di siang hari.

Gangguan tidur dapat menyerang semua golongan usia, namun lebih sering menjadi keluhan masalah psikologis yang umum di kalangan lansia (Kim. 2016). Efek dari Insomnia Jika lansia kurang tidur maka lansia akan mengalami perasaan bingung, curiga, hilangnya produktifitas kerja, serta menurunnya imunitas.

Kurang tidur menyebabkan masalah pada

yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif, daerah mata menghitam mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga. Insomnia juga dapat menyebabkan kematian pada lansia (Fitriani. 2014).

Prevalensi insomnia di Indonesia pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% dari populasi yang berusia di atas 65 tahun. Hasil penelitian didapatkan insomnia sebagian besar dialami oleh perempuan yaitu sebesar 78,1% dengan usia 60- 74 tahun (Sulistyarini, Santosa D. 2016).

Insomnia yang dialami lansia disebabkan oleh berbagai faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,depresi. Penyebab insomnia pada lansia dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok penyakit fisik atau gejala : nyeri jangka panjang, masalah pada kandung kemih atau prostat, penyakit sendi seperti arthtritis atau bursitis dan gastroesophageal reflux, kelompok lingkungan/

faktor perilaku, kelompok penggunaan obat- obatan, kafein, alkohol atau obat pada penyakit kronis dan keompok dengan penyakit mental atau gejala seperti : depresi, kehilangan identitas pribadi dan persepsi kesehatan yang buruk (Tsou.

2013). Gangguan tidur (insomnia) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu psikologis dan biologis, penggunaan obat-obatan dan alkohol, lingkungan yang mengganggu serta kebiasaan buruk, juga dapat menyebabkan gangguan tidur.

Faktor psikologis memegang peranan utama terhadap kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia disebabkan oleh depresi, perubahan hormon, dan kelainan-kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia kronis, salah satu penyebab insomnia adalah depresi (Carpenito, Jual, & Linda. 2015).

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang mendalam yang terjadi setelah mengalami peristiwa menyedihkan, misalnya kehilangan seorang yang disayangi. Seseorang bisa jatuh dalam kondisi depresi jika terus menerus banyak memikirkan kejadian pahit, menyakitkan, keterpurukan, dan perstiwa sedih yang menimpanya dalam waktu lama (Junaedi. 2012).

Efek dari depresi pada lansia dapat mengakibatkkan kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur, menurunnya konsentrasi, dan kurang energi (World Health Oragization, WHO. 2016).

(3)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wahyuningrum pada tahun 2014, hasil penelitian yang telah di lakukan di Dinas Sosial Panti Werdha Majapahit Mojokerto disebabkan oleh adanya tingkat depresi yang sering mereka alami dan dari 10 lansia tersebut 4 diantaranya mengatakan bahwa dirinya kesepian dan sering menyendiri dan tidak mau berkumpul dengan teman temannya hal ini dapat di simpulkan bahwa rasa sedih yang berkepanjangan dan kurang adanya perhatian memicu terjadinya depresi yang dialami (Wahyuningrum. 2014).

Salah satu panti di Sumatera barat adalah Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 7 orang lansia yang diwawancarai 6 orang mengatakan mengalami gangguan berupa sulit tidur di malam hari. 5 dari 7 orang mengatakan sering terbangun dimalam hari dan tidak bisa kembali tidur. Penyebab pasien yang mengalami insomnia antara lain 3 orang mengatakan sering merasa sedih dan menangis, 4 orang mengatakan badannya terasa lemah, lesu dan kurang energi. 6 orang mengatakan mudah tersinggung dan lebih pendiam (Notoatmodjo.

2012)

Dari hasil data yang di peroleh pada saat mengajukan tempat penelitian jumlah lansia yang tinggal di panti werdha terbanyak terdapat di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kebupaten Bandung dengan jumlah lansia 148 orang (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 2018).

Dibandingkan jumlah lansia yang tinggal di Panti Werdha Senjarawi kota Bandung jumlah yang tinggal 85 lansia. Sehingga penulis mengambil jumlah lansia terbanyak di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kebupaten Bandung.

Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 18 April 2019 di UPTD Panti Sosial Rehabilitas Lanjut Usia Ciparay Kebupaten Bandung, didapatkan data jumlah lansia 148 lansia dengan lansia laki-laki sebanyak 62 lansia dan lansia perempuan sebanyak 86 lansia. Kemudian berdasarkan wawancara tingkat depresi dengan Insomnia pada 15 lansia didapatkan bahwa 8 orang lansia mengalami insomnia, 5 lansia tidak mengalami gejala insomnia, 2 lansia mengatakan mengalami

kesulitan tidur gangguan tidur karena tidur pada siang hari sehingga pada malam hari lansia membutuhkan lebih dari 60 menit untuk memulai tidur dan terbangun 3-4 kali dan lansia kesulitan untuk tidur kembali, 2 lansia mengatakan kesulitan tidur karena lingkungan di dalam kamar sangat ribut sehingga lansia terganggu dan sulit untuk tidur, 4 lansia mengatakan tidur pada malam hari pada pukul 21:00 WIB dan terbangun pada jam 02:30 dan lansia mengatakan sering mimpi buruk pada saat tidur dan tidur tidak nyeyak sehingga lansia mudah terbangun dan pada saat bangun kadang- kadang badan terasa segar dan kadang-kadang tidak. Efek dari insomnia jika lansia kurang tidur maka lansia akan mengalami perasaan bingung, curiga, konsentrasi terganggu, hilangnya produktifitas kerja, serta menurunnya imunitas.

Kurang tidur menyebabkan masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif, daerah mata menghitam, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga. Hasil didapatkan dari wawancara dengan menggunakan kuesioner GDS yang mengkategorikan depresi menjadi 4 kategori yaitu tidak depresi, depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat. Sebagian lanjut usia mengatakan sulit tidur ketika malam hari. Dari hasil pengamatan, lanjut usia banyak yang menyendiri dan tidak mau berinteraksi. Petugas Panti juga menjelaskan bahwa sebagian besar lanjut usia yang dititipkan di Panti, jarang bahkan tidak pernah dijenguk keluarganya.

Tinjauan Toeritis Definisi Lansia

Lansia merupakan akhir dari siklus kehidupan yang merupakan tahap perkembangan normal yang dialami semua individu yang mencapai lanjut usia yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo. 2012). Individu yang berusia lanjut adalah individu yang mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri /mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Maryam. 2008).

(4)

Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia, proses sepanjang hidup yang dimulai sejak anak, dewasa dan tua.

Memasuki lansia berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit kendur, rambut mulai memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan kabur, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nursalam. 2013).

Defnisi Insomnia

Insomnia ditandai dengan adanya keluhan tidur seperti kesulitan ketika ingin tidur, kesulitan mempertahankan tidur, sering bangun dipagi hari, sering merasa kantuk disiang hari dan kelelahan (Perumal, Monti & Monjan. 2010). Insomnia adalah keluhan subjektif dari kesulitan untuk memulai tidur, mempertahankan tidur atau terbangun saat dini hari yang terjadi minimal tiga malam per minggu selama tiga bulan dan secara signifikan berhubungan dengan gangguan di siang hari seperti kesulitan berkoerumalnsentrasi, gangguan suasana hati atau kelelahan (National Sleep Foundation. 2019). Ketidakpuasan dengan kualitas tidur dan kesulitan untuk memulai tidur, terjaga saat tidur, bangun lebih awal namun sulit untuk kembali tidur (Halter. 2014).

Definisi Depresi

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia, tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa padaalam perasaan (afektif, mood) (Kartika. 2017). Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia.

Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada gangguan interaksi sosial. Tidak jarang gejala depresi juga berupa gangguan fisik seperti insomnia dan berkurangnya napsu makan. Depresi seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai akibat dari proses penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia (Tomb. 2017)..

Tingkat Depresi

Penentuan depresi seseorang dapat digolongkan menjadi depesi berat, sedang dan ringan. Banyak

dibandingkan depresi sedang dan berat. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman kejadian-kejadian yang kita alami dan kemampuan pribadi untuk mengatasi stres (Saam, Zulfan, & Sri Wahyuni.

2012).

1. Tidak depresi/normal

2. Depresi ringan (Mild Depression/ Minor Depression)

3. Depresi Sedang (Moderate Depression) (Lubis. 2015).

4. Depresi Berat.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Depresi Pada Lansia

1. Faktor Demografi a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Status Sosial ekonomi d. Status Pernikahan e. Pendidikan

Pengukuran Tingkat Depresi

Geriatric Depression Scale (GDS). Untuk mengukur derajat depresi pada subjek penelitian ini menggunakan instrument GDS, alat ini terdiri dari 15 poin pertanyaan menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan.

Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (RI, Kementrian Kesehatan.

2019). Depresion Scale yang telah diadopsi ini terdiri dari 15 pertanyaan dan untuk setiap pertanyaan yang benar diberi skor 1 untuk kemudian setiap skor yang terkumpul di jumlahkan untuk mengetahui adanya depresi pada lansia. Jawaban “ya” pada pertanyaan no.

2,3,4,6,8,9,10,12,14, dan 15 akan mendapat skor 1, dan Jawaban “Tidak” akan mendapat skor 0.

Jawaban “ya” pada pertanyaan no. 1,5,7,11, dan 13 akan mendapat skor 0, dan jawaban “Tidak”

akan mendapat skor 1. Untuk setiap skor yang didapatkan kemudian dijumlahkan untuk mengetahui skor total yang didapatkan. Skor yang didapatkan kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat depresi yang dibedakan menjadi :

Depresi ringan : 5 - 9 Depresi sedang : 10 - 13 Depresi berat : 14 - 15

(5)

Pembahasan

Karakteristik Responden

Tabel Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan

Karakteristik

Responden Frekuensi Presentase (%) Usia

60-74 Tahun (Lansia Muda) 42 75-89 Tahun (Lansia Tua) 24

> 90 Tahun (Lansia Sangat Tua) 5

59%

34%

7%

Jenis Kelamin Laki-Laki 25

Perempuan 46 35%

65%

Pendidikan Rendah (Tidak Sekolah, SD, SMP) 62

Tinggi (SMA, Sarjana) 9 87%

13%

Total

Responden 71 100%

Tabel 4.1 menunjukkan usia responden tidak terbagi rata, sebagian besar responden (59%) yaitu 42 responden berusia 60-74 tahun.

Kemudian berdasarkan jenis kelamin sebagian besar (65%) yaitu 46 responden berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya berdasarkan pendidikan hampir seluruhnya (87%) yaitu 62 responden berpendidikan rendah (Tidak Sekolah, SD dan SMP).

Tabel 4.2 Distribusi Depesi Pada Lansia

Tingkat Depresi Frekuensi Presentase (%) Depresi Ringan

Depresi Sedang Depresi Berat

10 30 31

14% 42%

44%

Total

Responden 71 100%

Tabel 4.2 diatas menunjukkan hampir setengah responden (44%) yaitu 31 responden mengalami Depresi Berat.

Tabel 4.3 Distribusi Insomnia Pada Lansia

Insomnia Frekuensi Presentase (%)

Insomnia Ringan Insomnia Sedang Insomnia Berat

17 29 25

24%

41% 35%

Total Responden 71 100%

Tabel 4.3 menunjukkan hampir setangah responden (41%) yaitu 29 responden mengalami Insomnia Sedang.

Tabel 4.4 Hubungan Tingkat Depresi dengan Insomnia Pada Lansia

Tingkat Depresi pada lansia

Insomnia Total P-Value Koefisien

kolerasi Insomnia

Ringan Insomnia

Sedang Insomnia Berat Ringan

Sedang Berat

7(10%) 9(13%) 1(34%)

3(4%) 20(28%)

6(9%)

0(0%) 1(13%) 24(34%)

10(14%) 30(42%) 31(44%)

0,000 0,756 Total 17(24%) 29(41%) 25(47%) 71(100%)

Tabel 4.4 merupakan hasil tabulasi silang antara hubungan tingkat depresi dengan insomnia pada lansia. Dapat dilihat dari tabel di atas sebanyak 10 responden dengan tingkat depresi ringan diantaranya 7 responden mengalami insomnia ringan, dan 3 responden mengalami insomnia sedang. Dari 30 responden dengan tingkat depresi sedang diantaranya 9 responden mengalami insomnia ringan, 20 responden mengalami insomnia sedang dan 1 responden mengalami insomnia berat.

Kemudian dari 31 responden dengan tingkat depresi berat diantaranya 1 responden mengalami insomnia ringan, 6 responden mengalami insomnia sedang dan 24 responden mengalami insomnia berat.

Hubungan Tingkat Depresi Dengan Insomnia Pada Lansia

Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan software SPSS 25 dengan metode spearman diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.

Dengan hasil uji menunjukan bahwa p-value (0,000) <0,05. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti memiliki hubungan yang kuat dengan nilai koefisiensi kolerasi di dapatkan hasil +0,756 termasuk kedalam nilai koefisien kolerasi (0,76-0,99).

Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa nilai R adalah 0,756 yang artinya tingkat keeratan kuat. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel tingkat depresi dengan insomnia pada lansia di Panti BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung memiliki hubungan yang kuat. Berarti semakin tinggi tingkat depresi maka semakin tinggi tingkat insomnia yang dialami lansia.

5

(6)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Dari 71 lansia yang tinggal di Panti Sosial BPSTW Ciparay Kebupaten Bandung 25 responden (35%) yaitu lansia yang mengalami depresi berat.

2. Sebagian lansia yang tinggal di Panti Sosial BPSTW Ciparay Kebupaten Bandung mengalami insomnia sedang, yaitu 29 responden (41%) 3. Terdapat hubungan yang signifikan

antara tingkat depresi dengan tingkat insomnia pada lansia di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung, dengan hasil uji statistik nilai p-value (0,000) <0,05. Adapun nilai koefisiensi kolerasi sebesar +0,756, sehingga kolerasi termasuk tingkat hubungan kuat. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa semakin tinggi tingkat depresi yang dialami lansia maka semakin tinggi pula tingkat insmonia yang dialami lansia.

Saran

Bagi Institusi Pendidikan.

Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Perlu pengembangan Asuhan Keperawatan berbasis

penelitian tentang depresi dan insomnia.

Bagi Tempat Penelitian.

Dapat melakukan kegiatan senam secara rutin dan mengadakan banyak kegiatan yang bersifat menghibur para lansia agar lansia mau mengikuti kegiatan yang ada secara rutin dan membuat jadwal kegiatan bagi lansia.

Bagi Masyarakat Luas.

Diperlukan pencegahan dini pada lansia yang tidak mengalami depresi atau yang mengalami depresi ringan agar tidak terjadi peningkatan angka

insomnia berat pada lansia Bagi Lanjut Usia.

Bagi Lansia yang tinggal di Panti BPSTW untuk melakukan aktivitas fisik, kegiatan keagamaan. Sehingga lansia terhindar dari depresi dan kejadian insomnia.

Bagi Peneliti Selanjutnya.

Hasil penelitian ini bisa dijadikan pertimbangan untuk dilakukan

penelitian lanjutan dengan mengkaji faktor-faktor lain yang berhubungan dengan depresi dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan gangguan tidur (insomnia)

6

(7)

Jurnal Keperawatan Universitas BSI Bandung

DAFTAR PUSTAKA

Nasrullah; , Dede. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.

Adington. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. American Psychiatric Association.

Agus IGM, Ratep N, & West W. (2014).

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Wilayah Kerja Puskesmas. 1-14.

Aminingsih, D;. (2014). Hubungan Tingkat Depresi dengan Kualitas Tidur pada Lansia di Dusun Semenharjo, Suruhkalang, JaTeng.

Amir, N. (2015). Depresi Asepek Neurobiologi Diagnosis dan Tata Laksana. Jakarta: FK UI.

Arikunto, S. (2017). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azizah L. (2015). Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Azwar. (2015). Metode Penelitian. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Carpenito; Jual, Linda. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dalami E, d. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.

Fitriani D.C. (2014). Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Derajat Insomnia Pada LAnsia di Dusun Jomegatan,Bantul.

Galimi R. (2010). Insomnia In the Elderly. An Update and Future Chalenge, 231-247.

Halter, M.J. (2014). Varcarolis' Foundation of Phsychiatric Mental Health Nursing. A clinical Approach.

Haralambous, B., Lin, X., Dow, B., & dkk.

(2009). Deppresion In Older Age. A Scoping Study, Natl ageing Rest Inst, 1-102.

Hidayat, A. A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika.

Ibrahim, A S. (2011). Gangguan Alam Perasaan.

Tangerang: Jelajah Nusa.

Junaedi, Iskandar. (2012). Anomli Jiwa, Cara Mudah Mengetahui JIwa dan Perilaku Tidak Normal. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Kartika, S. (2012). Gambaran Tingkat Depresi pada Lanjut Usia (Lansia) Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. Jakarta: Univ. Indonesia.

Kartika, S;. (2017). Gambaran Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia (Lansia) Di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. 1-74.

Kim, W H; KIm, B S; Kim, S K; Chang, S M;

Lee, D W; Cho, M J; et, al. (2016).

Prevalence of Insomnia and Associated Factors in a Community Sample of Elderly Individuals in South Korea. South Korea International Pshycogeriatik Journal, 10.

Kristian. (2011). Data Statistik Indonesia (BPS).

Jurnal Kesehatan Samudera Ilmu, 156.

Lubis, N L. (2015). Depresi: Tinjauan Psikologis Ed.1. Jakarta: Kencana.

Lubis, N. L. (2009). Depresi: Tinjauan Psikologis Ed.1. Jakarta: Kencana.

Maryam. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Maryam; R, S; Ekasari; M, F'; Rosidawati;

Batubara, I. (2014). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Miller, C. A. (2014). Nursing Care of Older Adults in Primary Care. The New England Journal of Medicine, 1180.

Mojtabai, R. (2014). Diagnosing Deperession In Older Adults in Primary Care. The New England Journal of Medicine., 1180.

Nafidah, N. (2014). Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kognitif Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 04 Margaguna, Jakarta Selatan.

Narasimha, B. C. (2014). Mental Health Care of Elderly. Journal Departement of Community Medicine.

7

(8)

Jurnal Keperawatan Universitas BSI Bandung

National Sleep Foundation. (2019, juli 21).

National Sleep Foundation. Diambil kembali dari

http://sleepdisorders.sleepfoundation.or g/chapter-2insomnia/risk-factors/.

Nofi, N;. (2017). Hubungan Depresi dengan Insomnia pada Lansia.

Notoatmodjo, S Dr. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nugroho, & Wahyudi, S. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ohida;. (2015). Association Between Depression and Insomnia . A Longitudinal Study on the Elderly In Japan.

Perumal, S. R.; Monti, J. M.; Monjan, A. A.

(2010). Principles and Practice of Geriatric Sleep Medicine. New York: Cambridge University Press.

Puspitasari, W. (2019, Maret 2). Diambil kembali dari Suara Muhammadiyah : http://www.suaramuhammadiyah.com Rafknowledge;. (2016). Insomnia dan

Gangguan Tidur Lainnya Pada Lansia.

Ramdani. (2012). Hubungan Stress dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia.

RI, Kementrian Kesehatan. (2019, Maret 5).

Http://www.depkes.go.id/resources/download /pusdatin/lain-

lain/Analisis%20Lansia%20Indonesia%202 017.pdf. Diambil kembali dari Http://www.depkes.go.id/.

Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saam; Zulfan; Sri Wahyuni. (2012). Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sateia, M. J., & Buysse, D. J. (2010). Insomnia Diagnosis and Treatment. London: Informa.

Stewart, D. E.;. (2015). Depression, Estrogen, and The Women's Healths.Initative. The Academy Of Psychosomatic Medicine., 445

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian BIsnis.

Bandung: Alfabeta.

Sulistyarini, T.; Santosa, D. (2016). Gambaran Karakteristik Lansia Dengan Gangguan Tidur (Insomnia) di RW 01 Kelurahan Bangsal, Kota Kediri. Jurnal Penelitian Keperawatan Vol.2., 150-155.

Susilo; Wulandari. (2011). Cara Jitu Mengatasi

Insomnia. Yogyakarta: ANDI

YOGYAKARTA.

Tareque, M. I., & B, S. (2013). Gender Difference In Disability Free Life Expectancy At Old Ages In Bangladesh.

Journal Ageing Heal, 1-8.

Taylor, D. J,; Gehman, P; Dautovich, N. D.;

Lichstein, K. L.; McCrae, C. S. (2014).

Handbook of Insomnia. London: Springer.

Teifon, D., & T.C., A. (2009). Kesehatan Mental.

Jakarta: EGC.

Tomb, D. A. (2017). Buku Saku Psikiatri Ed.6.

Jakarta: EGC.

Townsend-Rocheccelli, J.; Sanford, J. T.;

Vandewaa, E. (2010). Managing Sleep Disorder In The Elderly. Vietnam: The Nurse Practitioner.

Tsou, M. T. (2013). Prevalence and Risk Factors for Insomnia Community- dwelling Elderly in Northern Taiwan.

Journal of ClinicalGerontology & Geriatric, 75- 79.

United Nation. (2017). World Population Prospects. New York.

Wahyuningrum; et, al;. (2014). Tingkat Depresi pada Lansia.

Wardani;. (2014). Mengatasi Insomnia : Cara Mudah Mendapatkan Kembali Tidur Nyenyak Anda.

World Health Oragization, WHO. (2016).

World Report on Ageing and Health: Global Strategy and Action Plan on Ageing and Health. Geneva, Switzerland.

8

Referensi

Dokumen terkait

The missionary role of mainstream Christianity: Towards a narrative paradigm for social integration of minorities in pluralistic post-apartheid South Africa This article attempts to

Average report rate is 125ms • Battery devices read analog data from sensors once each second maximum 11.. Has a site survey already been carried out and if so, with what