HUBUNGAN LAMA WAKTU KETUBAN PECAH DINI MEMANJANG DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM
DI RSUD Dr. MOEWARDI
ARTIKEL PENELITIAN
oleh:
NUNIK NUR BAINI NIM. ST. 181038
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019
Hubungan Lama Waktu Ketuban Pecah Dini Memanjang dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum
di RSUD Dr. Moewardi
Nunik Nur Baini1), Yunita Wulandari 2), Maria Wisnu Kanita 3)
1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Email: [email protected]
2,3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Email: [email protected]
Abstrak
Asfiksia bayi baru lahir merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah bayi lahir. Salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum dari ibu adalah terjadinya ketuban pecah dini (KPD) memanjang. Lama KPD memanjang pada responden yang lebih dari 12 jam mengakibatkan semakin berkurangnya cairan ketuban. Kondisi ini mengakibatkan gangguan pada tali pusat, menghambat pertukaran oksigen antara ibu dan janin, sehingga menimbulkan asfiksia. Tujuan penelitian mengetahui hubungan lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Dr. Moewardi.
Desain penelitian menggunakan analitik observasional. Rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 33 orang ibu yang melahirkan yang mengalami KPD memanjang. Teknik sampel menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitan lama KPD memanjang dan kejadian asfiksia menggunakan lembar observasi. Analisis uji data statistik menggukana uji korelasi Pearson Product Moment.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lama KPD memanjang pada responden adalah 17,27 ± 5,80 jam. Kejadian asfiksia neonatorum dengan rata-rata Apgar skor sebesar 6,39 ±1,51. Hasil uji korelasi Pearson Product Moment dipeoroleh nilai p-value = 0,0000.
Dapat disimpulkan ada hubungan lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Dr. Moewardi.
Kata kunci: ketuban pecah dini memanjang, asfiksia neonatorum.
Abstract
Neonatal asphyxia is a condition in which an infant cannot breathe spontaneously and regularly after was born. One of the risk factors toward the incidence of maternal neonatal asphyxia is prolonged premature rupture of membranes. The prolonged premature rupture which is more than 12 hours causes the amniotic fluid to lessen. Such a condition leads to umbilical cord disorder, which disrupts oxygen exchange between a mother and her fetus, thereby inducing asphyxia. The objective of this research is to investigate prolonged premature rupture of membranes and neonatal asphyxia incidence at Dr. Moewardi Local General Hospital.
This research used the analytical observational research method with cross- sectional approach. Purposive sampling was used to determine its samples. They consisted of 33 mothers who gave births and experienced prolonged premature rupture of membranes. The data of the research were collected through observation sheet. They were then analyzed by using the Pearson’s Product Moment.
The result of the research shows that the average length of prolonged premature rupture of membranes was 17.27 ± 5.80 hours. The average apgar score of the asphyxia incidence was 6.39 ±1.51. The result of correlation test with the Pearson’s Product Moment shows that the p-value was 0.0000. Thus, the prolonged premature rupture of membranes had a correlation with the neonatal asphyxia incidence at Dr. Moewardi Local General Hospital.
Keywords: prolonged early rupture of membranes, neonatal asphyxia.
PENDAHULUAN
Kematian bayi dan balita sebagian besar disebabkan oleh masalah yang terjadi pada masa neonatal dan masalah yang terjadi pada masa ini meliputi asfiksia neonatorum sebesar 27%, berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 29%, trauma lahir, tetanus neonatorum, kelainan kongenital dan infeksi pada neonatal (WHO, 2015). Laporan WHO (2015), menyebutkan asfiksia menyebabkan kematian neonatal di negara maju antara 8%- 35% dan di negara berkembang 31%-56,5%. Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia tahun 2015 sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum dari ibu adalah terjadinya ketuban pecah dini (KPD).
KPD merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensiil. KPD memanjang adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi dua belas jam atau lebih setelah pecah ketuban pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu. Apabila persalinan tertunda sampai 24 jam dan tidak segera ditangani berisiko menyebabkan mordibitas dan mortalitas (Depkes RI, 2015).
Berdasarkan data rekam medis RSUD Dr. Moewardi tahun 2018 jumlah kasus KPD sebanyak 425 orang
atau rata-rata 35 orang per bulan. Dari jumlah tersebut sebanyak 45% (191 pasien) persalinan adalah pasien rujukan dari puskesmas-puskesmas maupun rumah sakit yang ada di sekitar kota Surakarta dengan lama KPD minimal 8 jam, sedangkan untuk yang 55% (234 pasien) karena kondisi darurat langsung datang ke RSUD Dr.
Moewardi tanpa dirujuk.
Persalinan dengan lama waktu KPD ≥12 jam dilakukan persalinan dengan Sectio Caesarea (SC) sebanyak 173 orang, yang mengalami asfiksia sebanyak 49 orang (12%), tidak asfiksia 124 orang (29%). Persalinan spontan sebanyak 208 orang, yang mengalami asfiksia 59 orang (14%), sementara yang tidak mengalami asfiksia 149 orang (35%). Persalinan dengan vacum ekstrasi neonatus sebanyak 44 orang, yang mengalami asfiksia 12 orang (3%), sedangkan yang tidak mengalami asfiksia sebanyak 32 orang (7%). Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Dr.
Moewardi
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi pada bulan Agustus – September 2019.
Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh ibu yang melahirkan yang mengalami KPD memanjang di RSUD Dr. Moewardi.
Data rekam medis tahun 2018, rata-rata setiap bulannya sebanyak 35 orang.
Besar sampel 33 orang. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purpose sampling. Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari lembar checklist berisi karakteristik responden, lama waktu KPD (jam dan Asfiksia (nilai APGAR). Analisa data menggunakan uji Pearson Product Moment.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia, usia gestasi, pendidikan, pekerjaan dan cara persalinan
Karakeristik Frekuensi (%) Usia ibu
< 20 tahun 1 3,0
20-35 tahun 27 81,8
>35 tahun 5 15,2
Usia gestasi (minggu)
Preterm 26 78,8
Aterm 7 21,2
Pendidikan
SD 1 3,0
SMP 8 24,2
SMA 21 63,6
PT 3 9,1
Pekerjaan
Guru 2 6,1
IRT 5 15,2
PNS 1 3,0
Swasta 23 69,7
Wiraswasta 2 6,1
Cara persalinan
SC 16 48,5
Spontan 17 51,5
Jumlah 33 100,0
Usia ibu
Berdasarkan hasil penelitan pada usia ibu, diketahui 81,8% berusia antara 20-35 tahun. Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alatalat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Prawirohardjo, 2012).
Hasil penelitian Widiani (2016) menunjukkan usia dengan usia risiko tinggi kehamilan dan persalinan < 20 tahun dan diatas 35 tahun mempunyai peluang risiko terjadinya asfiksia neonaturum 3,44 kali lebih tinggi dari pada usia ibu dengan risiko rendah antara 20-35 tahun. Hasil penelitian yang berbeda dilakukan oleh Muthmainnah (2017) menjelaskan tidak ada hubungan usia ibu dengan kejadian asphyxia neonatorum pada kehamilan aterm di RSUD Ulin Banjarmasin.
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa usia responden sebagian besar antara 20-35 tahun, menurut pendapat peneliti kejadian asfiksia neonatorum dapat terjadi pada usia ibu risiko tinggi maupun usia risiko rendah dalam kehamilan dan persalinan. Meskipun responden dengan usia diatas 35 tahun akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan.
Usia gestasi
Berdasarkan hasil penelitian usia gestasi paling banyak pada preterm sebesar 78,8%. Persalinan prematur adalah persalinan yang
berlangsung pada usia kehamilan 20 - 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Persalinan prematur merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal, yaitu 60-80% di seluruh dunia (Oroh, 2015).
Usia kehamilan preterm adalah 28-36 minggu (<37 minggu) pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah, melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,kontraksi rahim dan gerakan janin. Hal ini dikarenakan pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yan terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apotosis membrane janin. Membran dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peranan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas matrixsdegradingenzyme.
Penelitian Legawati (2018) menjelaskan usia kehamilan prematur meningkatkan kejadian KPD 10,8 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan aterm dalam penelitian di Ruang Cempaka RSUD Dr Doris Sylvanus Palangkaraya.
Menurut peneliti bahwa banyaknya responden yang mengalami lama KPD memanjang dengan usia gestasi preterm disebabkan responden dalam kondisi lelah dalam bekerja, sehingga menyebabkan lemahnya korion dan amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.
Tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan ibu, diketahui sebagian besar berpendidikan SMA sebesar 63,6%. Tinggi atau rendahnya
pendidikan seorang ibu hamil akan berpengaruh terhadap kemampuannya menyerap informasi baru. Hal ini juga berdampak pada pengetahuan terhadap kondisi dan janinnya apakah berisiko atau tidak pendidikan merupakan determinan kontekstual (distant determinant) dalam morbiditas dan mortalitas maternal. Penelitian Hidayah (2018) menjelaskan tingkat risiko kehamilan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian komplikasi persalinan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Tingkat risiko kehamilan dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan ibu yang diberpengaruh pada pemahaman ibu tentang risiko kehamilan.
Peneliti berpendapat bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden, tingkat pendidikan SMA dapat dianggap sudah baik dan dianggap dapat mencari informasi kesehatan seperti melakukan pemeriksaan kehamilan, sehingga dapat mengetahui kesehatan ibu dan janin.
Status pekerjaan
Status pekerjaan responden diketahui sebagian besar (69,7%) bekerja di sektor swasta. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan.
Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin (Simkin dkk, 2010). Hasil penelitian Tahir
(2012) menjelaskan faktor pekerjaan ibu hamil berisko mengalami KPD dalam penelitian di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.
Berdasarkan hasil penelitian ini, serta adanya hasil penelitian yang berbeda berkaitan dengan status pekerjaan, peneliti berpendapat bahwa kejadian KPD yang memanjang dan asfiksia neonatorum dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh faktor kelehan ibu selama bekerja. Kelelahan dalam bekerja akan menyebabkan ketegangan otot dan merangsang terjadinya kontraksi pada perut bagian bawah sehingga mengalami ketuban pecah dini.
Cara persalinan
Hasil penelitian diketahui cara persalinan responden antara spontan dan SC hampir sama, masing-masing 48,5% dan 51,5%. Persalinan spontan dengan ketuban pecah dini adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan melalui jalan lahir (pervaginam) dan dengan kekuatan ibu sendiri disertai ketuban pecah dini yaitu pecahnya ketuban sebelum munculnya tanda-tanda persalinan (Johariyah, 2012). Persalinan buatan memiliki komplikasi dan efek terhadap ibu dan janin, komplikasi yang akan terjadi pada bayinya yaitu akan mengalami takipneu, perdarahan intracranial, komplikasi tersebut akan sangat mempengaruhi sirkulasi oksigen yang dialirkan pada bayi sehingga bayi akan mengalami kekurangan oksigen (Guyton dan Hall, 2013).
. Hasil penelitian Herianto (2013) menyebutkan cara persalinan spontan sebesar 46,7% sementara persalinan dengan tindakan sebesar
53,3% dalam penelitian faktor faktor yang memengaruhi terjadinya asphyxia neonatorum di Rumah Sakit Umum St.
Elisabeth Medan.
Menurut peneliti, cara persalinan pada responden antara spontan dan tindakan SC adalah pada persalinan spontan, responden masih mempunyai kekuatan untuk dilakukannya persalinan pervaginam, sementara pada persalinan SC adalah penilaian dari tenaga kesehatan yang menilai kondisi ibu dan maupun janin dalam kondisi yang menyebabkan terjadinya penyulit persalinan maka perlu segera dilakukan persalinan dengan tindakan SC.
Lama Waktu KPD Memanjang
Tabel 2 Sentral tendensi Lama Waktu KPD memanjang pada responden
Lama KPD memanjang Jam
Rata-rata 17,27
SD 5,8
Median 15
Modus 12
Min 12
Maks 34
Tabel 2 menunjukkan rata-rata lama KPD memanjang pada responden adalah 17,27 ± 5,80 jam. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
≥12 jam sebelum waktunya melahirkan. Lama KPD memanjang dapat mengakibatkan hipoksia pada janin yang menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir terjadi karena gangguan pertukaran gas transport gas O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 (Prawirohardjo, 2012).
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas
beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal 8 – 10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah prematur.
Berdasarkan hasil nilai rata-rata lama KPD memanjang pada responden lebih dari 12 jam, peneliti berpendapat lama KPD memanjang dipengaruhi bahwa responden merupakan pasien rujukan dari berbagai puskesmas di wilayah karesidenan Surakarta.
Puskesmas dengan sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas,
maka untuk tindakan
kegawaatdaruratan pada ibu dan janin, maka dilakukan rujukan ke RSUD Dr.
Moewardi yang merupakan rumah sakit rujukan.
Kejadian asfiksia neonatorum
Tabel 3 Sentral Tendensi Kejadian Asfiksia Neonatorum
Kejadian Asfiksia Neonatorum
Skor APGAR
Rata-rata 6,39
SD 1,51
Median 7
Modus 7
Min 1
Maks 9
Tabel 3 menunjukkan rata-rata skor APGAR adalah 6,39, nilai tersebut dapat dikategorikan dalam asifiksia sedang. Klasifikasi asfiksia neonatorum menurut Manuaba (2012) asfiksia berat dengan nilai 0 sampai 3, asfiksia sedang dengan nilai 4-6 dan asfiksia ringan dengan nilai 7-10.
Cunningham (2012), bahwa asfiksia yang mungkin timbul dalam masa kehamilan dapat dibatasi atau dicegah dengan melakukan
pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi.
Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neontus.
Keadaan ini diharapkan mendapat perhatian utama agar bayi dapat melangsungkan hidup dengan sempurna tanpa gejala sisa. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai APGAR 7-10), asfiksia ringan (nilai APGAR 4-6), asfiksia berat (nilai APGAR 0-3). Berdasarkan hasil penilaian APGAR skor diperoleh nilai rata-rata 6,39, yang artinya neonatus rata-rata mengalami asifiksia sedang.
Wiknjosastro (2012) menjelaskan asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Sehingga saat persalinan O2 tidak cukup dalam darah disebut hipoksia dan CO2 tertimbun dalam darah disebut hiperapnea.
Akibatnya dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena mengalami metabolisme yang anaerob serta juga dapat terjadi hipoglikemia. Hasil penelitian Rupiyanti (2014), di Rumah Sakit Islam Kendal menyatakan bayi yang mengalami asfiksia sedang sebanyak 37 (61,7%) yang disebabkan bayi lahir prematur, ketuban pecah dini, dan persalinan sunsang.
Peneliti berpendapat bahwa nilai rata-rata APGAR pada neonatus
sebagai akibat dari lama KPD yang memanjang pada ibu dengan KPD yang lebih dari 12 jam maka mengakibatkan tali pusat menjadi tertekan diantara kepala bayi dan panggul sehingga mengakibatkan penghentian perfusi fetoplasenta. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat.
Hubungan lama waktu KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum
Tabel 4 Hubungan Lama Waktu KPD Memanjang dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum)
Variabel r p-value
Lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia
neonatorum
-0,682 0,0000
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis hubungan lama waktu KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum diperoleh nilai r sebesar - 0,682 dengan p = 0,0000. Nilai p-value
= 0,0000 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan ada hubungan lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum periode Agustus – September 2019.
Lama KPD memanjang mengakibatkan kegawatdarutan pada janin. Ketuban pecah dini merupakan salah satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. KPD mempengaruhi asfiksia karena terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitan dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum atau hipoksia
(Lowdermilk., 2014). Manuaba (2012) berpendapat KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan, KPD bisa menyebabkan terjadinya hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion, yaitu suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Nilai APGAR skor yang buruk yaitu dibawah 3 pada menit ke 10, 15, dan 30, akan menyebabkan anak tersebut mengalami kerusakan syaraf dalam waktu yang panjang serta yang paling parah bisa menyebabkan kerusakan pada otaknya (Oxorn, 2010).
Penelitian Lestariningsih (2016) menyebutkan ada hubungan signifikan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Majeed (2019), menjelaskan faktor kurangnya layanan kesehatan, rendahnya status gizi ibu hamil merupakan faktor risiko terjadinya asfiksia neonaturum dalam penelitian di rumah sakit Mayo Lahore, Pakistan.
Menurut peneliti bahwa ibu yang mengalami lama KPD memanjang akan berpengaruh pada kesehatan janin. Lama KPD memanjang pada responden yang lebih dari 12 jam mengakibatkan semakin berkurangnya cairan ketuban. Kondisi ini mengakibatkan gangguan pada tali pusat, menghambat perturakan oksigen
antara ibu dan janin, sehingga menimbulkan asfiksia.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar responden berusia antara 20-35 tahun sebesar 81,8%.
Sebagian besar usia gestasi adalah
<37 minggu (preterm) sebesar 78,8%. Sebagian besar responden berpendidikan tingkat SMA sebesar 63,6%. Status pekerjaan sebagian besar responden adalah pekerja swasta sebesar 69,7%.
Cara persalinan responden antara SC dan spontan masing-masing 48,5% dan 51,5%.
2. Rata-rata lama KPD memanjang pada responden adalah 17,27 ± 5,80 jam.
3. Kejadian asfiksia neonatorum dengan rata-rata APGAR skor sebesar 6,39 ±1,51.
4. Ada hubungan lama waktu ketuban pecah dini memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Dr.
Moewardi dengan p-value = 0,0000(p<0,05) dan diperoleh nilai r = -0,682.
SARAN
1. Ibu hamil (responden)
Hasil penelitian ini diharapkan ibu post bersalin dengan lama KPD memanjang dan mengalami asfiksia pada neonaturum, untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan ANC secara rutin agar dapat mencegah risiko terjadinya asfiksia pada bayi neonatorum yang berhubungan dengan lama waktu KPD memanjang dengan cara melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara teratur
sesuai jadwal kunjungan. Ibu dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sehat, minum cukup, tidak merokok, olahraga teratur, istirahat yang cukup, tidak mengangkat barang yang berat- berat yang dapat meningkatkan risiko KPD.
2. Keperawatan
Dianjurkan perawat dan bidan memberikan pendidikan kesehatan yang lebih kepada ibu hamil maupun post partum dalam menjaga kesehatan selama kehamilan agar tidak terjadi masalah saat persalinan seperti terjadinaya KPD memanjang dan kejadian asfiksia neonatorum.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan keilmuan dan ilmu pengetahuan tentang lama waktu KPD dengan asfiksia neonatorum serta dapat mengembangkan penelitian tentang KPD dengan menggunakan metode yang berbeda. Diharapkan juga untuk peneliti selanjutnya lebih banyak mencari kelengkapan referensi teori pendukung tentang lama waktu KPD memanjang, metode pengambilan data secara runtut baik data bayi.maupun data ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, G. (2012). Obstetri William. Vol.1. Jakarta: EGC.
Depkes RI (2015) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dharma, K.K. (2011). Metode Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Trans Info Media Guyton, AC, Hall JE. (2013). Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herianto. (2013). Faktor Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum di Rumah Sakit Umum St. Elisabeth Medan Tahun 2007 – 2012. Naskah publikasi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Hidayah, P. (2018). Hubungan Tingkat Risiko Kehamilan dengan Kejadian Komplikasi Persalinan di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Kesehatan Vokasional. Vol. 3 (1) : Mei ISSN 2541-0644
Johariyah., N., E. W. (2012). Asuhan kebidnaan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV.Trans Info Medika.
Legawati (2018). Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruang Cempaka RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya.
Jurnal Surya Medika. Volume 3 (2).
Lestariningsih. Y,.Y. (2016).
Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri Tahun 2016.
Naskah Publikasi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Kediri.
Lowdermilk. (2014). Maternity and women’s health care. (8th ed.).
St Louis:Mosby.
Majeed, R. (2019). Risk factor of birth asphyxia. Journal of Ayub Medical College, Abbottabad:
JAM.
Mansjoer, A. (2013). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesoculapius.
Manuaba, I.G.B. (2012). Buku Ajar Patalogi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan (Cetakan I). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muthmainnah. (2017). Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum pada Kehamilan Aterm di RSUD Ulin Banjarmasin Healtly Mu.
Journal. Vol. 1 No. 1 ISSN : 2597-3851
Oroh, S. (2015). Karakteristik Persalinan Prematur di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015.
Oxorn, H. (2010). Ilmu Kebidanan:
Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentika Medica.
Prawirohardjo, S. (2012). Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina.
Pustaka Sarwono.
Rupiyanti, R. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Pada Neonatus di Rumah Sakit Islam Kendal.
Prosiding Konferensi Nasional Ii Ppni Jawa Tengah.
Simkin, A. dan Ruth (2010). Buku Saku Persalinan. Jakarta: EGC.
Tahir, S. (2012) Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa.
Naskah publikasi. Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar.
WHO. (2015): World Health Statistics 2014
Widiani, K. (2016). Faktor Risiko Ibu dan Bayi terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di Bali:
Penelitian Case Control, Nursing Journal Public Health and Preventive Medicine Archive (PHPMA) 2016, Volume 4 (1) : 67-73.
Wiknjosastro, H. (2012). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo.