Hukum menggabungkan ibadah dengan niat yang bersifat duniawi
Jika dalam berwuduk atau ibadah apapun terdapat riya maka ibadahnya tidak bernilai disisi Allah bahkan berdosa,
يِعَم ِهيييِف َكَر ْييشَأ للَمَع َلييِمَع ْنَم ِكْر ّييشلا ْنَع ِءاَكَر ّييشلا ىَنْغَأ اييَنَأ ىَلاييَعَتَو َكَراييَبَت ُ اا َلاييَق َمالَسَو ِهْيَلَع ُ اا ىالَص ِ اا ُلوُسَر َلاَق
ُهَك ْرِشَو ُهُتْكَرَت يِرْيَغ Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
'Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan dengan menyekutukanKu dengan selainKu, Aku meninggalkannya dan sekutunya'."(H.R. Muslim)
lalu bagaimana menggabungkan sebuah iabdah niat dengan niat lain yang besrsifay duniawi, contohnya dalam berwuduk, selain niat untuk beribadah ditambahkan niat untuk mendinginkan badan dari cuaca panas, atau melaksanakan ibadah haji atau umrah dibarengi dengan niat jalan-jalan, maka dalam hal ini ada tiga pendapat ulama:
1. Jika niat duniawinya lebih dominan maka ibadahnya tidak berpahala, jika niat ukhrawi (ibadah) yang lebih dominan maka memperoleh pahala sesuai kadar niat ukhrawinya, namun jika niat duniawi dan ukhrawinya sama maka tidak berpahala sama sekali.
2. Jika ada saja niat ukhrawinya walaupun sedikit maka ia mendapat pahala ibadah tersebut sesuai kadar niat ukhrawi.
3. Jika ada niat duniawi walaupun sedikit maka pahalanya menjadi hilang, pendapat ketiga ini pendapat yang cukup berat bagi kebanyakan orang.
Hukum menggabungkan beberapa niat dalam satu shalat
Shalat berdasarkan tingkatannya dibagi menjadi tiga, yaang pertama adalah shalat fardu (wajib), yang kedua shalat sunah maqshudah, yaitu shalat sunah yang ditentukan waktunya atau yang dikerjakan karena momen tertentu, contoh untuk yang pertama adalah shalat dhuha dan witir, contoh untuk jenis yang kedua adalah shalat `id dan gerhana dan yang terakhir adalah shalat sunah ghairu maqsudah, jenis shalat yang terakhiri ini adalah shalat sunah yang tidak memiliki waktu yang telah ditentukan secara pasti oleh syari`at dan juga tidak ada momen khusus untuk mengerjakannya, shalat sunah yang termasuk dalam jenis ketiga ini ada sepuluh macam shalat, diantaranya:
1. Shalat tahhiyatul masjid 2. Shalat sunah setelah wuduk
1
3. Shalat istikharah
4. Shalat sunah sebelum Ihram 5. Shalat sunah setelah thawaf 6. Shalat sunah setelah zawal
7. Shalat sunah setelah kembali dari perjalanan 8. Shalat sunah sebelum bepergian jauh
9. Shalat shunah awwabin (shalat sunah antara waktu maghrib dan isya, maksimal 20 rakaat)
10. Shalat sunah hajat
Dari tiga jenis tingkatan shalat diatas hanya jenis ketika saja yang boleh digabungkan niatnya dengan shalat yang lain, untuk jenis yang pertama dan kedua tidak boleh digabungkan. Maka dapat kita simpulkan menjadi beberapa poin:
1. Niat shalat fardu tidak boleh digabungkan niatnya dengan shalat fardu lain, seperti niat shalat zuhur ada` dengan shalat zuhur qada, atau shalat zuhur qada dengan shalat ashar ada`.
2. Niat shalat fardu tidak boleh digabungkan niatnya dengan shalat sunah maqsudah, seperti menggabungkan niat shalat subuh dengan niat shalat rawatib qabliyah subuh.
3. Niat shalat sunah maqsudah tidak boleh digabungkan niatnya dengan shalat nunah maqsudah lainnya, seperti menggabungkan niat shalat duha dengan gerhana matahari.
Menggabungkan beberapa niat shalat seperti tiga yang diatas maka shalat menjadi batal.
4. Boleh menggabungkan niat shalat sunah ghairu maqsudah dengan niat shalat fardu, seperti menggabungkan niat shalat subuh dengan shalat hajat.
5. Boleh menggabungkan niat shalat sunah ghairu maqsudah dengan shalat sunah maqsudah, seperti menggabungkan niat shalat duha dengan niat shalat istikharah.
6. Boleh menggabungkan niat shalat sunah ghairu maqsudah dengan niat shalat sunah ghairu maqsudah lainnya, seperti menggabungkan niat shalat hajat dengan niat shalat istikharah dan niat shalat tahiyyatuk masjid.
Lalu bagaimana jika ketika seseorang masuk mesjid dan langsung shalat fardu tanpa shalat sunah tahiyyatul masjid terlebih dahulu dan juga tidak menggabungkan dengan niat shalat sunah tahiyyatul masjid, apakah shalat fardu yang ia kerjakan menggugurkan anjuran untuk
2
shalat tahiyyatul masjid? Bisakah ia memperoleh pahala shalat tahiyyatul masjid hanya dengan shalat fardu walaupun tidak ia gabungkan niatnya?
Pertama-tama, ulama sepakat jika seseorang mengerjakan shalat fardu dan menggabungkan niatnya dengan shalat sunah tahiyyatul masjid masa shalatnya sah dan mendapat pahala shalat fardu dan sunah tahiyyatul masjid, lalu untuk contoh yang disebutkan sebelumnya, ulama syafi`iyah juga sepakat bahwa shalat fardu yang ia kerjakan telah menggugurkan anjuran untuk shalat sunah tahiyyatul masjid, namun ulama syafi`iyah berbeda pendapat apakah ia mendapatkan pahala shalat sunah tahiyyatul masjid juga atau hanya paha shalat fardu (karna ia hanya berniat untuk shlat fardu), dalam hal ini ada dua pendapat:
Pendapat pertama datang dari Imam Ar-Ramli (wafat: 1004 H/ 1596 M), Imam Ramli berpendapat bahwa disamping anjuran mengerjakan shalat sunah tahiyyatul masjid gugur orang tersebut juga memperoleh pahala shalat sunah tahiyyatul masjid.
Pendapat kedua menyebutkan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pahala shalat sunah tahiyyatul masjid, hanya anjuran untuk shalat tahiyyatull masjid saja yang gugur. Pendapat kedua ini disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami (wafat: 974H/ 1567 M).
3