1. Dari 4 cari protokol yang di pakai bgmn done
2. Usia rata2 yg diintervensi:
- Dijurnal ini: 2-11 tahun pada penelitian ini. Namun lebih cepat lebih baik pada saat setelah kelahiran (2-3 minggu setelah kelahiran).
- Modified Constraint-Induced Movement Therapy (mCIMT) dapat diberikan pada berbagai kelompok usia, tergantung pada kondisi dan kebutuhan individu, namun lebih umum digunakan pada anak-anak dan dewasa muda yang mengalami gangguan motorik akibat stroke, cerebral palsy, atau cedera otak lainnya.
Anak-anak (terutama yang memiliki Cerebral Palsy):
- Umumnya, terapi ini dapat dimulai pada usia 3-4 tahun, ketika kemampuan motorik dasar mulai berkembang dan terapi dapat diterima dengan baik.
- Dewasa (terutama pasca-stroke atau cedera otak):
- Pada orang dewasa yang mengalami stroke atau cedera otak traumatis (TBI)
Terapi ini bisa dimulai pada usia berapa pun, asalkan pasien masih memiliki potensi pemulihan motorik dan cukup kuat untuk menjalani terapi intensif.
- Pada orang dewasa, terapi ini sering kali dimulai setelah fase pemulihan awal, saat pemulihan motorik dapat dipercepat dengan teknik seperti mCIMT. Biasanya, ini dilakukan pada usia dewasa muda hingga lanjut usia, meskipun hasil dan respons terhadap terapi dapat bervariasi tergantung pada tingkat kerusakan otak dan usia pasien.
Usia yang Umumnya Diterapkan untuk mCIMT:
- Anak-anak: 3 tahun hingga 12 tahun (terutama untuk cerebral palsy).
- Dewasa: Terutama pada usia 18 tahun ke atas, setelah cedera otak atau stroke, meskipun dapat diberikan pada orang yang lebih tua jika mereka dapat menangani intensitas terapi.
- Secara keseluruhan, mCIMT dapat diberikan pada usia yang beragam, namun usia yang lebih muda (misalnya anak-anak dengan cerebral palsy) atau orang dewasa yang sudah dalam tahap pemulihan pasca-stroke adalah kelompok yang sering mendapat manfaat dari pendekatan ini.
-
3. apakah perbaikan Dalam 6 bln progresiv? Hasilnya: Peningkatan ekstensi, abduksi, dan adduksi anggota tubuh yang terkena, terjadi perbaikan fungsional. Efek pengobatan positif setelah kombinasi mCIMT + pelatihan bimanual. menunjukkan manfaat yang lebih besar dalam rotasi internal bahu, fleksi siku, dan ROM aktif lengan bawah.
4. Syarat precaution dan syarat cimt
Karena intensitas dan sifat terapi ini, ada beberapa syarat (prasyarat) dan precaution (tindakan pencegahan) yang perlu diperhatikan agar terapi ini efektif dan aman.
Syarat untuk Penerapan mCIMT 1. Kemampuan Kognitif dan Fisik Dasar:
o Pasien harus memiliki kemampuan kognitif dasar yang memungkinkan mereka untuk memahami instruksi dan mengikuti sesi terapi. Ini termasuk kemampuan untuk mengikuti arahan, mengenali tangan atau anggota tubuh yang akan dibatasi, dan melakukan latihan dengan instruksi yang jelas.
o Pasien juga harus memiliki sejumlah kemampuan fisik minimal untuk menggunakan anggota tubuh yang lebih lemah, meskipun terbatas. Ini bisa berupa kemampuan untuk menggerakkan jari, tangan, atau lengan, meskipun mungkin dengan kesulitan.
2. Kondisi Motorik yang Cukup:
o Pasien harus memiliki cukup gerakan motorik di anggota tubuh yang lemah untuk memungkinkan perbaikan melalui latihan intensif. Terapi ini lebih efektif ketika ada potensi pemulihan gerakan, meskipun saat ini kemampuan motoriknya terbatas.
o Pasien yang mengalami hemiparesis atau kelumpuhan ringan hingga sedang di satu sisi tubuh sering kali lebih cocok untuk terapi ini.
3. Kesiapan untuk Terapi Intensif:
o mCIMT membutuhkan komitmen waktu dan energi yang tinggi. Biasanya, terapi ini dilakukan selama several hours a day (misalnya 6 jam per hari) dan dilakukan selama beberapa minggu (biasanya 2 hingga 3 minggu berturut-turut).
o Pasien dan keluarga harus siap untuk melakukan latihan di rumah di luar sesi terapi formal untuk mencapai hasil maksimal.
4. Tidak Ada Kontraindikasi Medis:
o Pasien harus tidak memiliki kondisi medis yang dapat membatasi kemampuan untuk melakukan terapi ini, seperti masalah jantung, pernapasan, atau tulang yang rentan (misalnya osteoporosis). Jika ada masalah seperti itu, terapi harus disesuaikan atau ditunda.
Precaution (Tindakan Pencegahan) dalam mCIMT 1. Menghindari Cedera atau Keletihan Berlebih:
o Karena terapi ini melibatkan penggunaan intensif dari anggota tubuh yang lebih lemah, keletihan berlebihan atau cedera dapat terjadi jika pasien dipaksa terlalu keras. Oleh karena itu, istirahat yang cukup harus diberikan selama sesi terapi, dan pengawasan ketat oleh terapis diperlukan.
o Jika pasien menunjukkan tanda-tanda ketegangan atau sakit yang berlebihan, terapi harus dihentikan sementara, dan penyesuaian dalam intensitas atau durasi terapi dilakukan.
2. Pemantauan Kondisi Kulit dan Sirkulasi:
o Pembatasan anggota tubuh yang lebih kuat dapat mengakibatkan masalah kulit seperti ruam atau peradangan pada kulit yang dibatasi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa alat pembatas (seperti sarung tangan atau alat pembatas lainnya) digunakan dengan benar dan nyaman.
o Sirkulasi darah juga perlu dipantau secara hati-hati untuk memastikan bahwa pembatasan tidak mengganggu aliran darah ke tangan atau anggota tubuh yang lebih kuat.
3. Pencegahan Stres Psikologis:
o mCIMT bisa menyebabkan stres emosional atau psikologis bagi beberapa pasien, terutama jika pembatasan anggota tubuh yang lebih kuat terlalu membatasi aktivitas mereka sehari-hari. Pendekatan yang penuh empati dan dukungan emosional sangat penting untuk mengurangi kecemasan atau frustrasi yang mungkin timbul.
o Terapi ini perlu dilakukan dengan pendekatan yang terpersonalisasi, memperhatikan tingkat kenyamanan psikologis pasien.
4. Kondisi Kesehatan Mental:
o Terapi ini memerlukan konsentrasi dan motivasi yang tinggi, jadi pasien dengan masalah kesehatan mental yang signifikan, seperti depresi berat atau kecemasan, mungkin membutuhkan perhatian tambahan atau penyesuaian dalam pendekatan terapi.
5. Indikasi Medis yang Tepat:
o Untuk pasien dengan stroke atau cedera otak, harus dipastikan bahwa mereka sudah dalam fase pemulihan yang tepat. Biasanya, terapi ini tidak disarankan segera setelah cedera akut atau stroke, karena fase pemulihan awal membutuhkan pendekatan yang lebih hati-hati.
Ringkasan:
Syarat mCIMT meliputi adanya kemampuan motorik yang cukup di tangan atau lengan yang lemah, kesiapan untuk menjalani terapi intensif, dan tidak ada kontraindikasi medis.
Precaution untuk terapi ini meliputi pemantauan untuk mencegah cedera, keletihan
berlebihan, masalah psikologis, dan memastikan kenyamanan fisik dan mental pasien selama terapi. Dengan perhatian terhadap faktor-faktor ini, mCIMT dapat menjadi pendekatan yang sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan motorik dan kualitas hidup pasien dengan gangguan motorik.
5. MMT berapa
Pada umumnya, mCIMT dapat dilakukan jika kekuatan otot pada tangan atau lengan yang terpengaruh memiliki minimal 1/5 hingga 3/5 pada skala Medical Research Council (MRC), yang mengukur kekuatan otot. Berikut penjelasan lebih lanjut:
1. Skala Medical Research Council (MRC) untuk Kekuatan Otot:
o 0/5: Tidak ada kontraksi otot (tidak ada gerakan).
o 1/5: Gerakan otot terbatas (hanya kontraksi tanpa gerakan).
o 2/5: Gerakan dapat dilakukan jika anggota tubuh diposisikan dalam posisi horizontal (misalnya, bisa mengangkat lengan, tetapi hanya dengan bantuan gravitasi).
o 3/5: Gerakan dapat dilakukan melawan gravitasi, tetapi tanpa beban tambahan.
o 4/5: Kekuatan otot hampir normal, hanya sedikit kelemahan.
o 5/5: Kekuatan otot normal.
2. Kekuatan Otot yang Diperlukan untuk mCIMT:
o 1/5 hingga 2/5: Pada kekuatan ini, pasien mungkin masih dapat melakukan gerakan dasar seperti mengangkat lengan atau menggenggam benda, meskipun kemampuan untuk melakukan aktivitas yang lebih rumit sangat terbatas. Terapi mCIMT dapat diterapkan untuk merangsang lebih banyak penggunaan anggota tubuh yang lebih lemah, meskipun pengontrolan gerakan masih terbatas.
o 2/5 hingga 3/5: Pada kekuatan ini, pasien mungkin sudah bisa melakukan gerakan melawan gravitasi (seperti mengangkat tangan ke atas atau memegang benda dengan cengkeraman yang lebih kuat). Pasien dengan kekuatan otot dalam rentang ini biasanya siap untuk mengikuti program mCIMT yang lebih intensif.
3. Kekuatan Otot yang Lebih Tinggi (3/5 ke atas):
o Pada pasien dengan kekuatan otot 3/5 atau lebih, penggunaan mCIMT umumnya lebih efektif karena mereka dapat mulai melakukan lebih banyak tugas fungsional yang melibatkan tangan atau lengan yang lebih lemah, seperti memegang dan
memindahkan objek. Hal ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan manfaat maksimal dari terapi ini.
6. Teori dasar obpp neuroplastisitas
Proses ini memungkinkan saraf yang rusak atau terkompresi untuk memperbaiki diri atau mencari jalur alternatif untuk fungsinya, meskipun dalam beberapa kasus proses pemulihan ini terbatas.
Teori Dasar Neuroplastisitas pada OBPP
Pada OBPP, ketika saraf pada brachial plexus mengalami cedera akibat tarik atau kompresi, ada kemungkinan kerusakan pada serat saraf atau bahkan pada akar saraf yang
menyebabkan kelumpuhan pada lengan atau tangan. Namun, neuroplastisitas
memungkinkan adanya pemulihan fungsional melalui beberapa mekanisme, meskipun efektivitasnya bergantung pada berbagai faktor. Berikut adalah beberapa konsep dasar mengenai neuroplastisitas dalam OBPP:
1. Pemulihan dan Regenerasi Serat Saraf
Regenerasi saraf: Saraf yang terjepit atau diregangkan bisa mengalami regenerasi, di mana serat saraf yang rusak dapat tumbuh kembali dan mencoba menghubungkan kembali ke otot atau jaringan targetnya. Proses ini terjadi secara alami, meskipun kecepatan regenerasi saraf terbatas. Di OBPP, saraf seperti C5, C6, dan C7 bisa mengalami regenerasi spontan dalam beberapa bulan pertama setelah cedera.
Kecepatan regenerasi ini sangat tergantung pada tingkat kerusakan saraf. Jika saraf terputus (avulsi), regenerasi tidak dapat terjadi, dan jika hanya terjepit, proses regenerasi lebih mungkin berhasil.
2. Reorganisasi Cortical dan Fungsional
Ketika ada kerusakan pada jalur saraf utama yang menghubungkan otak dengan anggota tubuh, korteks motorik (bagian otak yang mengontrol gerakan tubuh) dapat mengadaptasi dan merangsang bagian lain dari sistem saraf untuk menggantikan fungsi yang hilang. Ini adalah reorganisasi kortikal, di mana bagian otak yang sebelumnya tidak terlibat dalam kontrol gerakan lengan atau tangan dapat mengambil alih sebagian tugas tersebut.
Pada OBPP, korteks motorik yang mengendalikan lengan dan tangan yang terpengaruh bisa beradaptasi dengan mengaktifkan jalur alternatif atau bahkan wilayah otak yang terhubung dengan anggota tubuh lainnya, untuk menggantikan fungsi lengan yang terpengaruh.
3. Neuroplasticity melalui Rehabilitasi dan Stimulasi
Terapi fisik dan okupasi memainkan peran kunci dalam merangsang neuroplastisitas.
Stimulasi aktif dan pasif pada otot yang terpengaruh membantu mempertahankan dan memperkuat koneksi saraf yang sehat, serta merangsang pembentukan koneksi baru.
Melalui latihan teratur, aktivitas fisik dan penggunaan anggota tubuh yang terpengaruh dapat merangsang saraf dan otot untuk bekerja lebih baik, meningkatkan sirkulasi darah, dan memberikan rangsangan yang diperlukan untuk pemulihan motorik.
Plasticity berorientasi tugas: Terapi yang berfokus pada peningkatan keterampilan tertentu, seperti kemampuan menggenggam atau menggoyangkan tangan, dapat merangsang otak untuk beradaptasi dan memfasilitasi pemulihan fungsional.
4. Penciptaan Jalur Alternatif
Rekrutmen saraf yang tidak terhubung: Setelah cedera pada brachial plexus, tubuh dapat menciptakan jalur alternatif dengan mengaktifkan saraf lain yang tidak biasa digunakan untuk gerakan tersebut. Hal ini memungkinkan otot-otot di lengan yang terpengaruh untuk mendapatkan rangsangan meskipun jalur saraf utama terganggu.
Crossed pathway: Dalam beberapa kasus, otak dapat mencari jalur saraf "crossed", di mana sinyal dari otak di sisi yang tidak terpengaruh berpindah ke sisi yang terpengaruh untuk membantu gerakan yang lebih efektif.
5. Pengaruh Usia dan Waktu Pemulihan
Usia sangat memengaruhi neuroplastisitas, karena sistem saraf pada usia dini (seperti pada bayi yang mengalami OBPP) memiliki kemampuan lebih besar untuk beradaptasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena itu, semakin dini terapi dimulai, semakin besar kemungkinan pemulihan yang efektif.
Waktu pasca cedera: Pada OBPP, waktu adalah kunci untuk menentukan sejauh mana neuroplastisitas dapat terjadi. Semakin cepat pemulihan dimulai, semakin baik hasilnya. Jika perbaikan saraf tidak terjadi dalam waktu yang cukup lama (misalnya, dalam 3-6 bulan pertama), kemungkinan keberhasilan pemulihan menurun drastis.
6. Intervensi Bedah dan Neuroplastisitas
Pembedahan rekonstruktif, seperti nerve transfer dan muscle transfer, juga dapat
memanfaatkan neuroplastisitas dengan menyediakan jalur baru untuk regenerasi saraf atau menggantikan fungsi otot yang rusak. Prosedur bedah ini sering kali dilakukan untuk
memfasilitasi dan mempercepat proses neuroplastisitas, dengan memberikan stimulasi saraf yang lebih efektif.
Kesimpulan:
Neuroplastisitas pada OBPP mencakup kemampuan saraf untuk beradaptasi dan mencoba memperbaiki diri setelah cedera. Hal ini melibatkan regenerasi saraf, reorganisasi kortikal, dan pembentukan jalur alternatif untuk memulihkan fungsi motorik dan sensorik.
Rehabilitasi dini sangat penting untuk merangsang proses ini, sedangkan intervensi bedah bisa digunakan untuk memfasilitasi neuroplastisitas lebih lanjut ketika pemulihan spontan tidak mencukupi. Faktor usia, waktu, serta jenis dan tingkat cedera saraf memainkan peran penting dalam efektivitas neuroplastisitas pada OBPP.
7. Emg hasil emg deinervasi total perlu dikasih atau tdk
Menurut Translational Research in Traumatic Brain Injury, ada tiga fase neuroplastisitas yang terjadi setelah trauma.
1. Fase 1: Terjadi segera setelah cedera di mana neuron mulai mati, mengakibatkan penurunan jalur penghambatan kortikal. Fase ini berlangsung sekitar 24 hingga 48 jam dan dapat mengungkap jaringan saraf sekunder yang jarang atau bahkan tidak pernah digunakan.
2. Fase 2: Terjadi beberapa hari setelah trauma. Aktivitas jalur kortikal menjadi rangsang, menciptakan sinapsis baru. Sel-sel otak dan neuron lainnya menggantikan sel-sel yang mati dan rusak untuk memfasilitasi penyembuhan.
3. Fase 3: Berlangsung setelah beberapa minggu, di mana otak direnovasi melalui
pembentukan sinapsis baru dalam ayunan penuh. Pada fase ini, rehabilitasi dan terapi dapat membantu otak mempelajari jalur saraf baru, sehingga membatasi efek trauma pada otak.
Neuroplastisitas
Terbagi dua functional and reorganization Nerve sproting
Unmasking Angiogenesis Neurogenesis
8. Komplikasi subluksasi masih diksh
Pada Obstetrical Brachial Plexus Palsy (OBPP) yang sudah mengalami komplikasi subluksasi bahu, CIMT (Constraint Induced Movement Therapy) masih bisa dipertimbangkan, tetapi perlu pendekatan yang hati-hati dan evaluasi menyeluruh dari kondisi pasien.
OBPP adalah cedera pada pleksus brachialis yang terjadi selama proses persalinan, yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada lengan bayi. Dalam beberapa kasus, subluksasi atau dislokasi bahu dapat terjadi sebagai akibat dari kelainan pada sendi bahu yang terkait dengan cedera tersebut.
CIMT adalah terapi yang dirancang untuk mendorong penggunaan ekstremitas yang lebih lemah atau terganggu dengan cara membatasi gerakan ekstremitas yang lebih baik (biasanya
menggunakan penyangga atau pembatas lainnya). Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sisi tubuh yang terdampak.
Namun, pada kasus OBPP dengan komplikasi subluksasi bahu, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
1. Kondisi Sendi Bahu: Jika subluksasi bahu terjadi, penting untuk menilai sejauh mana sendi bahu stabil dan apakah terapi CIMT dapat menyebabkan ketegangan tambahan pada sendi tersebut. Jika sendi bahu sangat rentan atau ada risiko terjadinya dislokasi lebih lanjut, terapi CIMT mungkin perlu disesuaikan atau bahkan ditunda.
2. Pemulihan Fungsional: Pada beberapa kasus, subluksasi dapat mempengaruhi kemampuan lengan untuk bergerak dengan normal. Jika subluksasi menyebabkan rasa sakit atau
ketidakstabilan, terapi CIMT harus sangat hati-hati. Terapi fisik atau ortopedi untuk memperbaiki posisi sendi bahu mungkin diperlukan terlebih dahulu.
3. Intervensi Ortopedi: Pada beberapa anak dengan subluksasi atau dislokasi bahu akibat OBPP, intervensi ortopedi seperti penggunaan pelindung atau perangkat untuk meningkatkan stabilitas sendi mungkin diperlukan sebelum CIMT dapat dilakukan.
4. Konsultasi dengan Profesional Medis: Sangat penting untuk berkonsultasi dengan tim medis yang terdiri dari ahli fisioterapi, ahli bedah ortopedi, atau ahli rehabilitasi yang
berpengalaman dalam penanganan OBPP dan masalah sendi. Mereka akan dapat menilai apakah CIMT tepat untuk kondisi anak tersebut atau apakah ada alternatif terapi yang lebih sesuai.
Secara keseluruhan, meskipun CIMT dapat bermanfaat pada anak-anak dengan OBPP, dalam kasus dengan komplikasi subluksasi bahu, terapi ini perlu dimodifikasi dan diterapkan dengan hati-hati. Evaluasi oleh profesional medis yang berkompeten sangat penting untuk
meminimalkan risiko kerusakan lebih lanjut dan memastikan terapi yang aman dan efektif.
9. Penegakan algoritma obbp apa yang dilakukan sebagai dokter rehab
Algoritma penanganan Obstetrical Brachial Plexus Palsy (OBPP) bertujuan untuk memberikan pendekatan yang sistematis dalam mendiagnosis, merawat, dan memantau perkembangan kondisi ini. OBPP biasanya terjadi karena cedera pada pleksus brachialis bayi yang terjadi saat persalinan, terutama pada kelahiran dengan penggunaan alat bantu atau
persalinan yang sulit. Penanganannya bergantung pada tingkat keparahan cedera dan respons terhadap terapi konservatif atau bedah.
Berikut adalah gambaran umum algoritma penanganan OBPP:
1. Pemeriksaan Awal dan Diagnosis
Anamnesis: Cek riwayat kelahiran dan apakah ada faktor risiko seperti penggunaan alat bantu (forceps, vakum) atau kelahiran dengan bahu terperangkap (shoulder dystocia).
Pemeriksaan Fisik: Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh pada bayi, termasuk pemeriksaan refleks, kekuatan otot, dan rentang gerak lengan dan tangan.
Klasifikasi Cedera: Berdasarkan tingkat kerusakan saraf, OBPP dapat dibagi menjadi beberapa tipe:
o Erb's Palsy (C5-C6): Kelumpuhan pada otot bahu dan lengan atas.
o Klumpke's Palsy (C8-T1): Kelumpuhan pada otot tangan dan pergelangan tangan.
o Total Plexus Palsy: Melibatkan seluruh pleksus brachialis (C5-T1).
Pencitraan (Imaging): Jika diperlukan, lakukan pemeriksaan dengan MRI atau elektromiografi (EMG) untuk mengevaluasi kerusakan saraf lebih lanjut.
2. Terapi Awal
Observasi dan Pemantauan: Pada sebagian besar kasus ringan (terutama Erb's palsy), pengobatan konservatif dengan pemantauan progresif dapat dilakukan. Biasanya, kekuatan otot akan pulih dalam beberapa bulan.
Terapi Fisik: Latihan mobilisasi awal, seperti pasif dan aktif mobilisasi sendi, serta stimulasi otot, penting untuk mengurangi risiko kontraktur.
Pendidikan Orang Tua: Edukasi orang tua tentang cara menangani bayi dan melaksanakan latihan fisik serta tanda-tanda ketidaknormalan yang perlu diperhatikan.
3. Intervensi Terapeutik
Jika Tidak Ada Perbaikan dalam Beberapa Bulan:
o Terapi fisik dan okupasi intensif dapat dilanjutkan atau ditingkatkan dengan pengawasan terperinci.
o CIMT (Constraint Induced Movement Therapy): Terapi ini dapat diterapkan pada beberapa anak setelah 6 bulan, tergantung pada seberapa baik tangan yang terkena pulih.
Pertimbangkan Terapi Ortopedi:
o Untuk komplikasi seperti subluksasi bahu, penggunaan penyangga atau pembatas bahu mungkin diperlukan.
o Jika anak tidak menunjukkan perbaikan dalam kemampuan motorik, atau terjadi kontraktur sendi, prosedur ortopedi seperti penggunaan gips atau pemisahan tendon bisa dipertimbangkan.
4. Evaluasi Keterlibatan Saraf dan Indikasi Bedah
Jika Tidak Ada Perbaikan Fungsi atau Saraf: Jika bayi tidak mengalami perbaikan signifikan dalam 3-6 bulan atau ada tanda-tanda kerusakan permanen pada saraf, konsultasikan dengan ahli bedah saraf.
o Pembedahan Mikrosurgeri: Jika diperlukan, pembedahan untuk memperbaiki atau memulihkan saraf yang tercedera, seperti transfer tendon atau rekonstruksi saraf, dapat dipertimbangkan.
o Pembedahan Ortopedi: Jika ada kontraktur atau kelainan posisi sendi, prosedur ortopedi seperti arthrodesis (penyatuan sendi) atau pemulihan posisi sendi bahu dapat dilakukan.
5. Pemantauan dan Follow-up
Pemantauan Berkala: Bayi dengan OBPP harus dipantau secara berkala oleh tim medis (fisioterapis, ortopedi, ahli saraf) untuk menilai perkembangan motorik dan perkembangan fungsional.
Penilaian pada Usia Lebih Tua: Pada usia 2-3 tahun, evaluasi lebih lanjut tentang perkembangan motorik dan fungsi tangan akan dilakukan untuk menilai apakah ada kebutuhan untuk intervensi lebih lanjut atau jika ada gangguan perkembangan.
6. Penyuluhan dan Dukungan Keluarga
Edukasi Berkelanjutan: Berikan dukungan pada orang tua terkait cara merawat anak yang memiliki OBPP dan motivasi mereka untuk melanjutkan terapi.
Intervensi Psikososial: Berikan dukungan psikologis kepada keluarga, terutama jika terapi jangka panjang diperlukan.
Kesimpulan:
Algoritma penanganan OBPP terdiri dari beberapa langkah penting mulai dari diagnosis, terapi konservatif, pemantauan perkembangan, dan pertimbangan untuk pembedahan jika diperlukan. Kunci keberhasilan pengobatan adalah evaluasi dini, pengobatan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahan cedera, serta pendekatan interdisipliner yang melibatkan fisioterapis, ahli saraf, dan ortopedi.
10. Kapan waktu tepat emg ncv
Pemeriksaan EMG (Elektromiografi) dan NCV (Nerv Conduction Velocity) pada kasus Obstetrical Brachial Plexus Palsy (OBPP) digunakan untuk menilai tingkat kerusakan saraf dan memandu keputusan pengobatan, terutama ketika diperlukan evaluasi lebih lanjut terkait dengan prognosis pemulihan saraf.
Waktu yang tepat untuk melakukan EMG dan NCV pada OBPP adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Dini (Dalam Beberapa Hari hingga Beberapa Minggu Setelah Kelahiran)
Tujuan: Mengidentifikasi jenis cedera saraf dan memperkirakan tingkat keparahan cedera.
Biasanya, pemeriksaan EMG dan NCV tidak dilakukan segera setelah kelahiran karena proses pemulihan awal saraf dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama. Namun, jika ada
kecurigaan kerusakan saraf yang lebih parah atau jika kondisi bayi tidak menunjukkan perbaikan dalam beberapa minggu pertama, tes ini bisa dipertimbangkan.
Tindakan: Pemeriksaan ini lebih berguna setelah usia sekitar 3 minggu hingga 6 bulan jika anak tidak menunjukkan pemulihan yang memadai atau ada ketidakpastian mengenai sejauh mana saraf terpengaruh.
2. Jika Tidak Ada Perbaikan Fungsi Setelah 3-6 Bulan
Tujuan: Menilai apakah ada kerusakan permanen pada saraf.
Pada bayi yang mengalami OBPP dengan cedera lebih berat (seperti total plexus palsy atau kerusakan yang melibatkan akar saraf C5-T1), atau jika tidak ada perbaikan yang signifikan dalam kekuatan otot atau gerakan dalam 3-6 bulan pertama, EMG dan NCV bisa digunakan untuk mengevaluasi apakah saraf yang terpengaruh telah pulih atau mengalami kerusakan permanen.
Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menentukan apakah intervensi bedah (seperti rekonstruksi saraf atau transfer tendon) diperlukan.
3. Jika Ada Tanda-Tanda Kerusakan Saraf Kronis atau Kontraktur
Tujuan: Menilai adanya kelainan pada saraf dan mendiagnosis kerusakan jaringan saraf secara lebih mendalam.
Jika terdapat tanda-tanda kerusakan saraf kronis, seperti penurunan kekuatan otot yang menetap, kontraktur sendi, atau penurunan refleks yang jelas pada lengan yang terkena, maka EMG dan NCV akan memberikan gambaran lebih jelas tentang tingkat kerusakan saraf.
Pemeriksaan ini membantu memandu keputusan terapi lanjutan, baik terapi konservatif maupun pembedahan.
4. Sebelum Pertimbangan untuk Tindakan Bedah
Tujuan: Menentukan apakah rekonstruksi saraf atau transfer tendon diperlukan.
Jika evaluasi klinis menunjukkan bahwa pemulihan motorik tidak optimal, atau ada indikasi bahwa saraf telah terputus atau mengalami kerusakan berat, EMG dan NCV digunakan untuk mengidentifikasi apakah saraf masih dapat diperbaiki dengan pembedahan. Hasil
pemeriksaan ini akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan apakah prosedur bedah seperti pembedahan mikrosurgeri diperlukan.
Kesimpulan
EMG dan NCV pada OBPP biasanya dilakukan pada usia 3 minggu hingga 6 bulan jika ada ketidakpastian mengenai prognosis pemulihan atau jika kondisi bayi tidak menunjukkan perbaikan. Tes ini menjadi lebih relevan setelah usia 3 bulan jika tidak ada pemulihan yang memadai, dan sangat penting untuk memandu keputusan tentang apakah perlu dilakukan pembedahan atau terapi lanjutan.
11. Cara penilaian motorik anak dgn obbp
**OBPP (Ortopedik Brachial Plexus Palsy) atau Obstetric Brachial Plexus Palsy adalah kondisi yang terjadi akibat cedera pada saraf pleksus brakialis yang dapat mempengaruhi gerakan lengan dan tangan pada bayi yang baru lahir. Pada anak yang mengalami OBPP, penting untuk menilai perkembangan motorik mereka, terutama pada fungsi lengan yang terpengaruh, untuk menentukan tingkat keparahan dan perkembangan fungsional.
Penilaian motorik pada anak dengan OBPP dilakukan menggunakan beberapa alat penilaian yang dapat mencakup observasi langsung dan penggunaan skala penilaian motorik yang mengukur kekuatan dan rentang gerak serta kemampuan fungsional. Berikut adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk penilaian motorik pada anak dengan OBPP:
Cara Penilaian Motorik pada Anak dengan OBPP
Penilaian motorik pada anak dengan OBPP dilakukan melalui pendekatan yang mencakup beberapa aspek utama, seperti rentang gerak, kekuatan otot, dan kontrol motorik.
1. Observasi Fungsional
Pengamatan Keterbatasan Gerakan: Terapis atau dokter akan mengamati bagaimana anak menggunakan tangan dan lengan yang terpengaruh dalam aktivitas sehari-hari. Beberapa hal yang diperhatikan meliputi:
o Kemampuan untuk mengangkat tangan atau lengan.
o Kemampuan untuk menggenggam atau memegang objek.
o Gerakan bahu, siku, dan pergelangan tangan.
Keterbatasan Gerakan: Mengamati adanya keterbatasan pada gerakan aktif, seperti kesulitan menggerakkan lengan atau tangan, ketegangan otot, atau gerakan abnormal.
2. Skala Penilaian Motorik
Pediatric Evaluation of Disability Inventory (PEDI): PEDI adalah salah satu alat penilaian yang digunakan untuk menilai kemampuan fungsional anak-anak, termasuk keterampilan motorik halus dan kasar. Alat ini dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana OBPP memengaruhi kegiatan sehari-hari anak.
Assisting Hand Assessment (AHA): Skala ini menilai kemampuan anak untuk menggunakan tangan yang terpengaruh dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Ini sering digunakan pada anak-anak dengan gangguan motorik, termasuk OBPP.
3. Evaluasi Kekuatan Otot dan Rentang Gerak
Skala Medical Research Council (MRC) untuk Kekuatan Otot: MRC dapat digunakan untuk menilai kekuatan otot pada anak yang lebih besar dengan OBPP. Skala ini mengukur kekuatan otot dari 0 (tidak ada gerakan) hingga 5 (kekuatan normal). Penilaian ini membantu
menentukan tingkat kelemahan atau kekuatan otot pada lengan yang terpengaruh.
Rentang Gerak (Range of Motion - ROM): Mengukur rentang gerak sendi (bahu, siku, pergelangan tangan, dan jari) untuk melihat apakah ada keterbatasan pada gerakan alami.
Pendeteksian keterbatasan ini penting untuk memahami dampak OBPP terhadap fungsi motorik.
4. Tes Fungsi Motorik
Gross Motor Function Measure (GMFM): GMFM adalah alat yang digunakan untuk menilai keterampilan motorik kasar pada anak, terutama anak dengan gangguan perkembangan motorik. Ini bisa mencakup kemampuan untuk berdiri, berjalan, berlari, dan melompat. Pada anak dengan OBPP, GMFM dapat memberikan informasi tentang dampak cedera pada motorik kasar anak.
Fine Motor Function (Fungsi Motorik Halus): Tes fungsi motorik halus digunakan untuk menilai kemampuan anak dalam menggunakan tangan atau jari untuk keterampilan seperti menggambar, makan, atau bermain dengan mainan kecil. Pada anak dengan OBPP, ini mengukur sejauh mana anak dapat menggunakan tangan atau jari mereka untuk tugas-tugas halus.
5. Evaluasi Spastisitas atau Kelemahan
Modified Ashworth Scale: Digunakan untuk menilai tingkat spastisitas otot (peningkatan kekakuan otot) yang mungkin terjadi pada anak dengan OBPP. Skala ini mengukur sejauh mana otot kekakuan terjadi pada gerakan pasif.
Tonus Otot: Mengukur tingkat kelonggaran atau kekakuan otot, serta adanya pergerakan tidak normal atau tremor.
6. Uji Kemampuan Motorik pada Usia Tertentu
Bayley Scales of Infant and Toddler Development (Bayley-III): Tes ini dirancang untuk anak usia 1 bulan hingga 3,5 tahun. Tes ini dapat memberikan gambaran tentang perkembangan motorik kasar dan halus anak, serta kemampuan kognitif dan sosial. Ini sangat berguna untuk mengidentifikasi keterlambatan perkembangan pada anak dengan OBPP.
12. Malet score
13. Faktor fungsional prognostik pada obbp
Berikut adalah beberapa faktor prognostik fungsional yang penting dalam OBPP:
1. Tingkat Cedera Saraf:
o Avulsi (tarikan) saraf atau pemutusan lengkap saraf brachial plexus (terutama pada akar saraf C5 dan C6) umumnya menunjukkan prognosis yang buruk, karena ini mengindikasikan kerusakan yang lebih berat pada saraf.
o Cedera kompresi atau regangan ringan dapat memiliki prognosis yang lebih baik, dengan kemungkinan pemulihan fungsional yang lebih tinggi.
2. Waktu Pemulihan:
o Usia saat intervensi dilakukan juga berperan penting. Pemulihan lebih baik biasanya terjadi jika terapi dimulai lebih awal, umumnya sebelum usia 6 bulan. Terapi fisik dan okupasi yang intensif pada tahap awal dapat memperbaiki hasil fungsional.
3. Jenis Pemulihan:
o Pemulihan spontan pada beberapa kasus dapat terjadi, terutama pada cedera ringan atau moderat, di mana saraf yang terjepit atau diregangkan dapat sembuh dengan waktu.
o Pembedahan rekonstruktif (seperti transfer tendon atau pemulihan saraf) mungkin diperlukan pada kasus yang lebih parah dan jika pemulihan spontan tidak tercapai setelah beberapa bulan.
4. Keterlibatan Otot dan Fungsi Motorik:
o Keterlibatan otot dalam tangan dan lengan juga menjadi indikator prognosis. Jika ada fungsionalitas otot yang signifikan, seperti kemampuan untuk menggerakkan jari atau lengan, prognosis lebih baik.
o Jika otot-otot utama yang menggerakkan lengan atau tangan (misalnya otot deltoid, biceps, atau otot tangan) tidak dapat pulih dengan baik, kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari bisa terbatas.
5. Kehadiran atau Ketidakhadiran Kontraktur:
o Kontraktur atau kekakuan sendi yang disebabkan oleh kelumpuhan otot dapat mempengaruhi hasil jangka panjang. Penanganan dini dengan fisioterapi dan orthotik dapat membantu mengurangi risiko kontraktur.
6. Perkembangan Sensorik:
o Meskipun motorik adalah indikator utama fungsionalitas, fungsi sensorik juga penting. Pemulihan sensorik yang baik biasanya disertai dengan pemulihan motorik yang lebih baik.
7. Pemulihan dari Tindakan Bedah:
o Keberhasilan tindakan bedah, seperti transfer tendon atau rekonstruksi saraf, memiliki dampak besar pada hasil jangka panjang. Waktu dan keahlian bedah dapat memengaruhi tingkat keberhasilan pemulihan fungsional.
8. Pengaruh Genetik dan Faktor Individu Lainnya:
o Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dan karakteristik individu anak, seperti respons sistem kekebalan tubuh atau regenerasi saraf, dapat
memengaruhi tingkat pemulihan.
Kesimpulannya, prognosis fungsional pada OBPP sangat bergantung pada jenis dan tingkat cedera saraf, waktu pemulihan, intervensi medis yang dilakukan, serta faktor individu lainnya. Pemeriksaan dan pengobatan dini memainkan peran penting dalam mencapai pemulihan fungsional yang optimal.
14. Klo prognosis jelek
Prognosis buruk pada obstetric brachial plexus palsy (OBPP) dapat terjadi pada beberapa kasus yang melibatkan cedera berat pada saraf brachial plexus. Faktor-faktor berikut ini biasanya berhubungan dengan prognosis yang buruk pada OBPP:
1. Avulsi Saraf (Avulsion)
Avulsi adalah kondisi ketika saraf benar-benar tertarik atau terputus dari sumsum tulang belakang. Jika salah satu atau lebih akar saraf (misalnya, C5, C6) mengalami avulsi, prognosis biasanya sangat buruk, karena regenerasi saraf yang terputus secara total hampir tidak mungkin. Pada kondisi ini, pemulihan fungsional lengan dan tangan cenderung sangat terbatas.
2. Kerusakan Saraf yang Luas atau Komplit
Pada cedera yang lebih luas, seperti ketika seluruh saraf brachial plexus atau banyak akarnya terpengaruh, pemulihan sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali. Terutama jika
melibatkan akar saraf C5 hingga C8, pemulihan motorik dan sensorik pada tangan dan lengan hampir tidak mungkin tanpa intervensi medis yang lebih intensif.
3. Keterlambatan dalam Intervensi
Jika terapi atau pembedahan tidak dimulai dalam waktu yang tepat, yaitu sebelum usia 6 bulan, prognosis fungsional bisa buruk. Waktu adalah faktor yang sangat penting dalam
pemulihan saraf, dan semakin lama kerusakan dibiarkan tanpa intervensi, semakin besar kemungkinan ketidakmampuan untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
4. Tidak Ada Pemulihan Motorik
Jika dalam beberapa bulan pertama setelah kelahiran tidak ada pemulihan motorik yang signifikan (misalnya, tidak ada gerakan pada lengan atau tangan), ini menunjukkan prognosis yang buruk. Tanpa gerakan atau pemulihan otot, bayi kemungkinan tidak akan dapat
menggunakan anggota tubuh tersebut secara normal seiring perkembangan.
5. Kontraktur dan Keterbatasan Sendi
Kontraktur sendi, yaitu kekakuan pada sendi yang disebabkan oleh kelumpuhan otot, dapat berkembang pada kasus OBPP yang parah. Jika kontraktur ini terjadi dan tidak dikelola dengan baik, fungsi anggota tubuh yang terpengaruh bisa semakin terbatas, dan pemulihan fungsi normal sangat sulit.
6. Kehilangan Fungsi Sensori
Kehilangan fungsi sensorik secara permanen di area yang terpengaruh juga dapat menunjukkan prognosis yang buruk. Jika tidak ada pemulihan fungsi sensorik, hal ini menunjukkan kerusakan saraf yang lebih berat dan kesulitan dalam melakukan perawatan atau rehabilitasi.
7. Komplikasi Pasca-Bedah
Pada kasus yang memerlukan prosedur bedah untuk memperbaiki kerusakan saraf atau transfer tendon, jika prosedur ini gagal atau pemulihan pasca-operasi tidak optimal, prognosis bisa tetap buruk. Faktor-faktor seperti infeksi atau kegagalan teknik bedah dapat mempengaruhi hasil fungsional.
8. Kehilangan Kemampuan untuk Melakukan Aktivitas Sehari-hari
Pada kasus OBPP yang parah, anak mungkin tidak dapat menggunakan lengan atau tangan untuk aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian, atau bermain, yang menandakan bahwa kerusakan pada saraf sangat signifikan dan pemulihan hampir tidak mungkin terjadi.
9. Faktor Genetik dan Reaksi Individu
Pada beberapa kasus, respons tubuh terhadap cedera dan pemulihan saraf bisa sangat bervariasi. Beberapa anak mungkin tidak memiliki kemampuan regenerasi saraf yang baik, yang dapat memperburuk prognosis meskipun intervensi medis dilakukan.
Ringkasan:
Prognosis buruk pada OBPP terjadi terutama ketika ada kerusakan parah pada saraf, terutama yang melibatkan avulsi saraf, kerusakan yang luas atau komplit, serta keterlambatan dalam intervensi medis. Tanpa pemulihan motorik atau sensorik dalam waktu yang wajar, dan jika ada kontraktur atau kehilangan fungsi, kemungkinan pemulihan fungsi normal sangat rendah.
15. Kapan nerve transfer dan muscle transfer pada obbp menunggu waktu apa yg bs dilakukan rehab
Nerve transfer dan muscle transfer adalah prosedur bedah yang digunakan untuk mengatasi Obstetric Brachial Plexus Palsy (OBPP) pada kasus dengan cedera berat yang tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Keputusan untuk melakukan prosedur tersebut bergantung pada waktu, tingkat kerusakan, dan respons terhadap terapi konservatif.
Nerve Transfer pada OBPP:
Nerve transfer (atau transfer saraf) dilakukan ketika ada cedera berat pada saraf, terutama jika ada kerusakan pada akar saraf brachial plexus yang menyebabkan kelumpuhan lengan.
Pada prosedur ini, saraf yang masih berfungsi (misalnya saraf yang berasal dari bagian tubuh
lain) dipindahkan atau disambungkan ke saraf yang rusak, untuk membantu pemulihan fungsi motorik.
Indikasi: Transfer saraf biasanya dilakukan pada kasus dengan kerusakan saraf berat (misalnya avulsi saraf) yang tidak dapat pulih dengan terapi konservatif. Biasanya dilakukan antara usia 3-6 bulan, sebelum saraf mengalami atrofi terlalu lama.
Prosedur: Salah satu jenis transfer saraf yang umum digunakan pada OBPP adalah nerve transfer dari fascicle C7 ke fascicle C5 dan C6 untuk memperbaiki fungsi motorik lengan.
Saraf yang berasal dari area tubuh yang lebih sehat akan digunakan untuk merangsang saraf yang rusak di brachial plexus.
Muscle Transfer pada OBPP:
Muscle transfer (atau transfer otot) dilakukan ketika pemulihan saraf sudah tidak mungkin, dan tujuannya adalah untuk menggantikan fungsi otot yang tidak dapat berfungsi akibat kelumpuhan saraf. Dalam prosedur ini, otot dari bagian tubuh yang lain dipindahkan untuk mengambil alih peran otot yang hilang fungsinya.
Indikasi: Prosedur ini sering digunakan ketika terapi saraf gagal atau tidak cukup memberikan hasil. Biasanya dilakukan pada usia lebih dari 1 tahun, ketika kemungkinan besar pemulihan saraf tidak akan terjadi.
Prosedur: Contoh dari muscle transfer adalah transfer otot latissimus dorsi ke otot deltoid untuk membantu pemulihan gerakan lengan.
Kapan Melakukan Nerve dan Muscle Transfer:
Nerve transfer lebih disarankan dilakukan pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran, ketika ada kerusakan saraf yang besar dan tidak ada pemulihan spontan dalam beberapa bulan pertama. Semakin cepat tindakan ini dilakukan, semakin baik hasilnya.
Muscle transfer dilakukan setelah 18 bulan jika tidak ada perbaikan motorik dari saraf yang terluka. Ini dilakukan untuk meningkatkan fungsionalitas meskipun saraf yang rusak tidak dapat dipulihkan.
Rehabilitasi Sambil Menunggu Waktu untuk Prosedur Bedah:
Selama menunggu waktu yang tepat untuk melakukan prosedur bedah (nerve transfer atau muscle transfer), rehabilitasi adalah aspek yang sangat penting untuk memastikan pemulihan fungsi terbaik, menjaga otot agar tetap aktif, serta mencegah kontraktur sendi. Beberapa pendekatan rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah:
1. Terapi Fisik (Physical Therapy):
o Mobilisasi aktif dan pasif: Ini bertujuan untuk menjaga sendi dan otot tetap fleksibel, serta mencegah kontraktur. Terapi ini dapat melibatkan latihan gerakan pasif (dibantu oleh fisioterapis) atau gerakan aktif (dilakukan oleh anak).
o Latihan penguatan otot: Meskipun otot tidak sepenuhnya berfungsi, latihan penguatan dengan menggunakan gerakan yang memungkinkan atau dengan alat bantu (misalnya bola atau resistance bands) bisa membantu mencegah atrofi otot.
2. Terapi Okupasi (Occupational Therapy):
o Fokus pada pengembangan keterampilan fungsional dan membantu anak
beradaptasi dengan keterbatasan yang ada. Misalnya, mengajarkan teknik adaptasi untuk makan, berpakaian, atau kegiatan sehari-hari lainnya menggunakan tangan yang terpengaruh.
o Penggunaan splint atau orthosis untuk mencegah deformitas dan menjaga posisi yang benar pada lengan atau tangan.
3. Pencegahan dan Pengelolaan Kontraktur:
o Stretching dan latihan penguluran dapat membantu mencegah kontraktur otot dan sendi yang sering terjadi pada OBPP, terutama pada anak yang mengalami
kelumpuhan sebagian atau total.
o Penggunaan splints atau orthotics juga sangat berguna untuk menjaga sendi tetap pada posisi yang diinginkan dan mencegah penurunan jangkauan gerakan.
4. Pengamatan dan Evaluasi Berkala:
o Selama periode ini, penting untuk melakukan evaluasi secara berkala mengenai perkembangan pemulihan saraf dan otot. Hal ini membantu tim medis menentukan apakah tindakan bedah seperti nerve transfer atau muscle transfer perlu dilakukan atau jika ada kemungkinan perbaikan spontan.
5. Konsultasi dengan Tim Multidisiplin:
o Pendekatan multidisiplin yang melibatkan fisioterapis, dokter bedah ortopedi, ahli bedah saraf, dan terapis okupasi sangat penting dalam merancang rencana rehabilitasi dan memutuskan waktu yang tepat untuk prosedur bedah.
Ringkasan:
Nerve transfer biasanya dilakukan pada usia 3-6 bulan, terutama ketika ada kerusakan saraf besar dan tidak ada pemulihan spontan.
Muscle transfer dilakukan pada usia lebih dari 1 tahun, jika saraf tidak dapat dipulihkan dan fungsionalitas otot tidak bisa diperbaiki.
Rehabilitasi yang intensif dapat dimulai segera setelah diagnosis OBPP, dengan tujuan untuk menjaga fleksibilitas otot dan sendi, serta meningkatkan keterampilan fungsional, sementara menunggu waktu untuk prosedur bedah jika diperlukan.
Pasien stroke