• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SPATIAL QUESTIONS MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PADA MATERI GEOMETRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SPATIAL QUESTIONS MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PADA MATERI GEOMETRI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

http://jurnal.stkippgritulungagung.ac.id/index.php/jp2m

This is an open access article under the CC–BY license.

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SPATIAL QUESTIONS MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

PADA MATERI GEOMETRI

Indah Setyo Wardhani

Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura, 69162, Indonesia

e-mail: [email protected]

*Penulis Korespondensi

Diserahkan: 12-08-2023; Direvisi: 26-08-2023; Diterima: 09-09-2023

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik spatial questions mahasiswa PGSD berdasarkan taksonomi berpikir spasial. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan subjek sebanyak 22 mahasiswa yang terpilih dari 120 mahasiswa PGSD Universitas Trunojoyo melalui kriteria tertentu. Hasil penelitian berupa 560 spatial questions yang telah dibuat subjek penelitian setelah diberikan 6 objek gambar spasial. Karakteristik dari 560 spatial questions berdasarkan taksonomi berpikir spasial yaitu: 414 (73,93%) berlevel spatial primitive, 99 (17,68%) berlevel simple spatial, 22 (3,92%) berlevel complec spatial, 10 (1,79%) berlevel non spasial. Hasil ini menyimpulkan bahwa karakteristik spatial questions dari subjek cenderung pada level spatial primitive yang mengarah kepada lower cognitive questions. Temuan penelitian lainnya berupa: 15 (2,68%) spatial questions yang tidak terakomodasi dalam taksonomi berpikir spasial, sehingga memunculkan indikasi penambahan level baru.

Kata Kunci: berpikir spasial; spatial questions; taksonomi berpikir spasial

Abstract: This research aims to identify the characteristics of spatial questions of PGSD students based on a taxonomy of spatial thinking. This type of research is descriptive research with subjects as many as 22 students selected from 120 PGSD students at Trunojoyo University based on certain criteria. The results of the research were 560 spatial questions which were created by research subjects after being given 6 spatial image objects. The characteristics of the 560 spatial questions based on the taxonomy of spatial thinking are:

414 (73,93%) at primitive spatial level, 99 (17,68%) at simple spatial level, 22 (3,92%) at complex spatial level, 10 (1,79%) non-spatial level. These results conclude that the spatial questions characteristics of the subject tend to be at the primitive spatial level which leads to lower cognitive questions. Other research findings included 15 (2,68%) spatial questions that were not accommodated in the taxonomy of spatial thinking, giving rise to indications of the addition of a new level.

Keywords: spatial thinking; spatial questions; taxonomy of spatial thinking

Kutipan: Wardhani, Indah Setyo. (2023). Identifikasi Karakteristik Spatial Questions Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pada Materi Geometri. JP2M (Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Matematika), Vol.9 No.2, (369-381). https://doi.org/10.29100/jp2m.

v9i2.4746

Pendahuluan

Berpikir spasial merupakan salah satu bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Bentuk berpikir ini sangat dibutuhkan, karena beberapa objek kajian dalam pembelajaran matematika berupa objek spasial. Menurut (Cohen & Hegarty, 2014; Uttal, dkk, 2013), berpikir spasial dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan tugas spasial. Ketika seseorang tidak

(2)

maksimal dalam berpikir spasial, dikawatirkan akan bermasalah pada kinerja tugas spasial yang berakibat pada keterbatasan pengalaman ketika menyandikan, memanipulasi dan menyimpan objek spasial dalam memori jangka panjang.

Beberapa ahli telah memformulasikan berpikir spasial dari berbagai sudut pandang. Berdasar sudut pandang skema konseptual istilah spasial, (Wakabayashi & Ishikawa, 2011) memformulasikan bahwa berpikir spasial didasari oleh kemampuan spasial, dimana seseorang dapat melakukan aktivitas berpikir spasial ketika orang tersebut memiliki kemampuan spasial. Mix & Cheng, (2012), memformulasikan berpikir spasial merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali objek spasial, merepresentasikan, memodifikasi, mengingat dan mengkomunikasikan kepada orang lain meskipun objek spasial tidak berada dihadapannya. Objek spasial yang dimaksud berupa dimensi dua dan tiga (Cohen & Hegarty, 2014; Reuhkala, 2001; Hawes, dkk., 2015; Mulligan, 2015; Baranová &

Katreničová, 2018; Cohen & Hegarty, 2012), berhubungan dengan ruang dan mengabstraksikannya pada konsep geometri, yaitu, jarak, koordinat, dan dimensi (Wakabayashi & Ishikawa, 2011). Skema konseptual istilah spasial dapat dilihat dalam Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1. Skema Konseptual Istilah Spasial (Wakabayashi & Ishikawa, 2011)

Berdasarkan sudut pandang konsep ruang, berpikir spasial merupakan jenis berpikir yang unik dari jenis berpikir lainnya, karena memasukkan konsep ruang, dan memungkinkan seseorang menggunakan ruang untuk memodelkan dunia (nyata dan teoretis), menyusun masalah, menemukan jawaban, mengungkapkan serta mengkomunikasikan solusi (NRC, 2006). Berpikir spasial dipandang sebagai proses mental dalam merepresentasikan, menganalisis, dan menarik kesimpulan dari hubungan spasial (Uttal, dkk., 2013). Hubungan spasial ini bisa berupa hubungan antara atau di dalam objek. Selain itu, seseorang dapat menganalisis hubungan spasial seperti yang dirasakan dan direpresentasikan, membayangkan mengubah hubungan spasial (misalnya, memutar secara mental objek dimensi tiga) (NRC, 2006). Berdasarkan sudut pandang kebermanfaatan, berpikir spasial kerap dijumpai dalam aktivitas kehidupan seperti petunjuk jalan dan navigasi (Booth & Koedinger, 2012; Kavouras, dkk., 2014; Tzuriel & Egozi, 2010), digunakan dalam penelitian bidang STEM (Mix, dkk., 2016; Newcombe

& Shipley, 2015; Gilligan, dkk., 2019), dan digunakan dalam penelitian bidang matematika (Al-Balushi, 2013; Oostermeijer, dkk., 2014).

Berpikir spasial didukung oleh tiga komponen yaitu konsep ruang, representasi, dan penalaran (NRC, 2006). Konsep ruang merupakan bentuk pengetahuan deklaratif, yang merupakan building blocks dalam berpikir spasial (Metoyer, dkk., 2015). Konsep spasial berhubungan dengan objek spasial yang digunakan dalam berpikir spasial untuk menyusun pengetahuan spasial. Representasi merupakan perwujudan konsep atau ide dalam bentuk simbolik yang bermakna yang merupakan suatu cara yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu baik melalui kata-kata, gambar ataupun yang lain (Hall, 2013). Representasi digunakan untuk menggambarkan konsep, baik berupa kata-kata, tindakan atau yang lainya. Representasi merupakan alat untuk menyimpan, menganalisis, memahami, dan mengkomunikasikan informasi terstruktur kepada orang lain, seperti grafik, diagram, peta, gambar (Metoyer, dkk., 2015). Penalaran spasial berhubungan dengan proses untuk menghasilkan, mempertahankan, mengambil, dan mengubah gambar visual, sehingga terstruktur dengan baik (Linn &

Petersen, 1985). Proses ini melibatkan rotasi, retensi, dan transformasi informasi visual dalam konteks spasial. Proses penalaran digunakan untuk memanipulasi, menafsirkan, dan menjelaskan informasi secara terstruktur.

Berpikir spasial merupakan hal yang urgen dalam pembelajaran matematika di sekolah karena digunakan dalam mempelajari berbagai materi di sekolah (NCTM, 2000; Yilmaz, 2009), dan karenanya menjadi tuntutan kurikulum yang harus diakomodasi dalam pembelajaran di kelas. Sementara, berpikir

(3)

spasial seseorang masih bermasalah (Cohen & Hegarty, 2014), dan ada perbedaan berpikir spasial dari masing-masing individu (Hegarty & Waller, 2004). Karenanya, berpikir spasial perlu untuk diberdayakan dengan baik (Uttal, dkk., 2013).

Pemberdayaan berpikir spasial dapat difasilitasi melalui spatial questions (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Spatial questions berhubungan dengan ruang, tempat, dan lokasi yang digunakan seseorang dalam berpikir spasial (Gao & Goochild, 2013). Sejalan dengan (Gao & Goochild, 2013), spatial questions merupakan rangsangan yang sengaja digunakan untuk meminta seseorang mengungkapkan atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan objek spasial. Spatial questions memfasilitasi seseorang dalam berpikir spasial, serta mendorong penggunaan berbagai alat representasi oleh siswa (Jo

& Bednarz, 2009, 2011).

Spatial questions dapat dirancang melalui taksonomi berpikir spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Taksonomi berpikir spasial dikembangkan oleh Jo dan Bednarz tahun 2009 (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Selama ini, kerangka kerja untuk merancang questions yang membimbing seseorang untuk berpikir tingkat tinggi menggunakan taksonomi Bloom (Anderson, dkk., 2001), tetapi taksonomi Bloom tidak terlalu informatif ketika merancang questions untuk memfasilitasi berpikir spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011) yaitu pada komponen konsep ruang dan metode atau alat representasi didalam pengetahuan dan dimensi kognitifnya. Atas alasan itulah, dikembangkan taksonomi berpikir spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Taksonomi berpikir spasial dapat dilihat dalam Gambar 2, sebagai berikut.

Gambar 2, Taksonomi Berpikir Spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011)

Dalam Gambar 2, ditunjukkan bahwa terdapat level pendukung komponen berpikir spasial. Masing- masing level, yaitu: (1) konsep ruang, meliputi: non spatial, spatial primitive, simple spatial, complex spatial; (2) representasi, meliputi: use dan non use; (3) proses penalaran, meliputi: input, processing, output. Non spatial merupakan konsep yang tidak mewakili karakteristik objek spasial. Spatial primitive merupakan konsep yang merepresentasikan ciri-ciri dasar dari objek spasial (contohnya: identitas, lokasi, satuan yang spesifik pada objek spasial). Simple spatial merupakan konsep yang ditetapkan oleh kumpulan primitif spasial. Complex spatial merupakan konsep yang diturunkan dari himpunan konsep primitif spatial. Use merupakan istilah ketika menggunakan alat representasi. Non use merupakan istilah ketika tidak menggunakan alat representasi. Input merupakan proses kognitif yang diperlukan untuk mengumpulkan informasi dari indera atau untuk mengingat informasi dari ingatan, tidak memperhitungkan penalaran tetapi memberikan dasar untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan agar penalaran terjadi. Seperti: mengenali, mendefinisikan, mengidentifikasi, mengingat, dan mendaftar.

Processing merupakan tahap pemrosesan informasi dari input, memperhitungkan penalaran karena membutuhkan pemahaman informasi yang dikumpulkan, dan, oleh karena itu, melampaui proses berpikir. Seperti: menganalisis, mengklasifikasikan, menjelaskan, atau membandingkan. Output merupakan pengetahuan (produk baru) dari informasi dua tingkat, Output membutuhkan penalaran dan menjadi tingkat kesulitan tertinggi serta dalam kompleksitas. Seperti: evaluasi, generalisasi, dan kreasi.

Berpikir spasial membutuhkan kemampuan kognitif tingkat tinggi (NRC, 2006), sementara taksonomi berpikir spasial memfasilitasi seseorang untuk dapat mengajukan spatial questions yang mengarahkan seseorang pada level berpikir spasial tingkat tinggi (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Beberapa

(4)

penelitian juga telah menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup besar antara tingkat kognitif questions dan tingkat berpikir siswa (Yip, 2004). Permasalahannya, tidak semua guru atau calon guru mampu membuat spatial questions kepada siswa. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik spatial questions mahasiswa PGSD berdasarkan taksonomi berpikir spasial.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada bulan September 2023.

Subjek penelitian terdiri dari 22 mahasiswa semester 6 dan 8 yang dipilih dari 120 mahasiswa PGSD Universitas Trunojoyo setelah mereka menyelesaikan 2 tugas spasial. Hasil penyelesaian tugas spasial, kemudian diranking dan dipilih 22 mahasiswa dengan kriteria berpikir spasial dan kemampuan komunikasinya baik. Subjek yang terpilih selanjutnya diminta membuat spatial questions dari 6 gambar spasial yang diberikan peneliti. Hasil spatial questions yang dibuat subjek, selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan 1) Konsep ruang

Spatial questions pada komponen konsep ruang level spatial primitive mempunyai beberapa tipe.

Hasil pembahasan masing-masing tipe adalah sebagai berikut.

Tipe 1, pengajuan questions yang menyebutkan identitas dari objek yang diketahui. Cuplikan spatial questions level spatial primitive yang diajukan subjek ketika disajikan objek spasial 2D seperti pada Gambar 3 dan 4 adalah “Apakah nama bangun pada gambar tersebut?.

Gambar 3, Objek Gambar 2D Gambar 4, Objek Gambar 2D

Cuplikan spatial questions level spatial primitive yang diajukan subjek ketika disajikan objek spasial 3D pada Gambar 5 dan 6, adalah: Gambar 5 merupakan gabungan dari bangun apa?; Apakah nama bangun pada Gambar 6?

Gambar 5, Objek Gambar 3D Gambar 6, Objek Gambar 3D

Cuplikan spatial questions level spatial primitive yang diajukan subjek ketika disajikan objek spasial pada Gambar 7 adalah: “Apa nama bangun pada Gambar 7?.

Gambar 7, Objek Gambar Diagram Lingkaran

(5)

Pengajuan questions level spatial primitive tipe 1, yaitu meminta siswa menyebutkan identitas dari objek yang diketahui, merupakan tipe pengajuan questions yang mengarahkan siswa pada dua hal, yaitu: 1) ingatan identitas dari objek spasial dan 2) ingatan pada karakteristik dari objek spasial yang akan dipelajari. Pengajuan questions yang mengarah kepada ingatan, merupakan pondasi untuk melakukan proses penalaran dalam berpikir spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Pengajuan questions yang mengarah pada pengenalan karakteristik objek spasial merupakan dasar untuk membayangkan dan memanipulasi objek spasial dalam membentuk representasi internal (Cohen & Hegarty, 2014). Artinya, pengajuan questions level spatial primitive tipe 1 merupakan input melakukan proses penalaran.

Meskipun demikian, dalam taksonomi berpikir spasial, pengajuan questions level spatial primitive tipe 1, masih mengarah kepada lower cognitive questions (Jo & Bednarz, 2009, 2011).

Tipe 2, pengajuan questions yang dijawab dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 3, 4, dan 6. Cuplikan pengajuan questions yang diajukan subjek meliputi: Apakah di dalam gambar tersebut terdapat gambar silang?

(dari Gambar 3); Apakah gambar tersebut termasuk jaring-jaring bangun ruang? (dari Gambar 3).

Apakah gambar tersebut termasuk bangun datar? (dari Gambar 4). Apakah setiap bagian memiliki ukuran yang sama? (dari Gambar 6).

Pengajuan questions level spatial primitive tipe 2, yaitu pengajuan questions yang dijawab dengan

“ya” atau “tidak” hanya bersifat mengecek kesesuaian data (informasi) dengan ciri-ciri yang sudah ditentukan, karenanya cenderung mengarah kepada lower cognitive questions. Menurut (Parta, 2017), lower cognitive questions hanya mengungkapkan informasi faktual, sehingga cenderung tidak memberikan jawaban yang bersifat sharing, konfirmasi, verivikasi, atau tantangan. Lower cognitive questions terbatas pada informasi yang bersifat ingatan, sehingga belum mengarahkan siswa pada untuk berpikir tingkat tinggi (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Disisi lainnya, berpikir spasial mengarahkan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi (Moseley, dkk., 2005), yang tidak hanya mengambil informasi faktual (NRC, 2006). Karenanya, pengajuan questions yang dijawab dengan “ya” atau “tidak” lebih baik dihindari (Parta, 2017).

Tipe 3, pengajuan questions yang meminta siswa untuk mengulangi atau mengenali beberapa informasi dari objek yang disajikan. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 3, 5,6,7 dan 8. Cuplikan pengajuan questions meliputi: Bagaimanakah rumus persegi?; Berapakah jumlah persegi kecil pada gambar?; Berapakah jumlah persegi kecil yang diarsir?;

Berapakah jumlah persegi kecil yang tidak diarsir?; Berapa jumlah persegi yang tidak diarsir jika dikurangi persegi yang diarsir?; Segitiga apakah yang terbentuk pada gambar?; Bangun datar apa saja yang tampak pada gambar? (dari Gambar 3). Berapa jumlah kubus penyusun bangun pada gambar?;

Berapa jumlah sisi bangun pada gambar?; Ada berapa persegi kecil pada gambar?; Apa saja jenis bangun ruang yang ada pada gambar tersebut? (dari Gambar 5). Berapa titik sudut pada bangun ruang pada gambar?; Berapa jumlah bangun ruang di samping?; Alas dari bangun tersebut berbentuk apa?;

Berapakah jumlah sisi pada bangun tersebut?; Bagaimana rumus volume bangun ruang tersebut?; Ada berapa bangun limas?; Bagaimana rumus mencari luas bidang pada bangun pada gambar? (dari Gambar 5). Berapa titik sudut pada bangun ruang pada gambar?; Berapa jumlah bangun ruang di samping?; Alas dari bangun tersebut berbentuk apa?; Berapakah jumlah sisi pada bangun tersebut?; Bagaimana rumus volume bangun ruang tersebut?; Ada berapa bangun limas?; Bagaimana rumus mencari luas bidang pada bangun pada gambar? (dari Gambar 6) Berapa nilai tertinggi pada diagram tersebut?; Berapa jumlah persediaan jagung masing-masing negara?; Negara manakah penyeda jagung terbesar di Asia?; Urutkan negara-negara penyedia jagung di dunia mulai dari yang terkecil hingga terbesar?; Sebutkan 3 negara penyedia jagung terbesar di dunia? (dari Gambar 7). Cuplikan spatial questions level spatial primitive yang diajukan subjek ketika disajikan objek spasial gambar diagram lingkaran pada Gambar 8, sebagai berikut. Peta pada gambar menggunakan skala dengan perbandingan berapa?; Kearah manakah bila akan pergi ke Universitas Surabaya dari universitas Trunojoyo Madura? (dari Gambar 8).

(6)

Gambar 8, Objek Gambar Google Map

Pengajuan questions level spatial primitive tipe 3 yaitu meminta siswa untuk mengulangi atau mengenali beberapa informasi dari objek spasial, melibatkan ingatan. Level pengajuan questions yang melibatkan ingatan merupakan proses kognitif melibatkan pengumpulan informasi dari indera atau untuk mengingat informasi dari ingatan yang mengarah kepada lower cognitive questions dan proses berpikir tingkat rendah (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Proses kognitif pada tingkat ini tidak memperhitungkan penalaran tetapi memberikan dasar untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan agar penalaran terjadi (Jo & Bednarz, 2009, 2011), seperti dasar dalam membayangkan dan memanipulasi objek spasial dalam membentuk representasi internal (Cohen & Hegarty, 2014).

Konsep spasial merupakan building block dalam berpikir spasial (NRC, 2006), karenanya, pemahaman konsep spasial seseorang harus tersusun secara hirarki mulai dari konsep yang sederhana sampai konsep yang paling kompleks sehingga dapat membentuk bangunan konsep yang baik. Disisi lainnya, penting untuk mengetahui konsep-konsep yang menjadi bahan penyusun dalam berpikir spasial (NRC, 2006), sehingga pengajuan questions yang diajukan oleh guru atau calon guru mendukung terbentuknya building block. Dukungan tersebut dapat berupa pengajuan questions yang bersifat spesifik dengan menekankan pada hal-hal yang bersifat penting (sesuai dengan kajian objek yang dipelajari), serta merangsang siswa untuk berpikir. Pengajuan questions yang diajukan subjek pada level spatial primitive cenderung kurang mendukung level simple spatial. Indikasinya, pengajuan questions pada level spatial primitive dari subjek mengarah kepada lower cognitive questions sehingga kurang spesifik (cenderung mengarah kepada hal-hal yang bersifat umum). Misalnya, tidak ada subjek yang mengajukan

“Berapakah ukuran sisi nya?”. Pengajuan questions ini penting, karena berhubungan level simple spatial, yaitu ketika menghitung luas dan keliling. Pengajuan questions yang bersifat umum, dikawatirkan tidak dapat membentuk building block yang baik.

Spatial questions level simple spatial yang diajukan subjek mempunyai 2 tipe. Masing masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri. Hasil analisis masing-masing tipe adalah sebagai berikut.

Tipe 1, Pengajuan questions yang mengingatkan siswa untuk menggunakan rumus. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 3, 4, dan 5. Cuplikan spatial questions yang diajukan subjek meliputi: Berapakah luas persegi yang diarsir?; Berapakah luas persegi yang tidak diarsir?; Berapakah keliling persegi pada gambar? (dari Gambar 3). Berapakah luas daerah yang diarsir?; Berapakah panjang sisi bangun pada gambar?; Berapakah luas daerah yang tidak diarsir?; Berapakah keliling daerah yang diarsir?; Berapakah keliling daerah yang tidak diarsir?;

Berapakah luas persegi?; Berapakah keliling persegi? (dari Gambar4). Hitung luas dan keliling bidang yang paling atas!; Berapa volume bangun pada gambar?; Berapa luas permukaan bangun pada gambar?;

Hitung keliling bidang pada gambar apabila tiap persegi kecil mempunyai sisi sebesar 10cm!; Berapakah tinggi bangun pada gambar tersebut? (dari Gambar 5).

Pengajuan questions level simple spatial tipe 1, yaitu pengajuan questions yang mengingatkan siswa untuk menggunakan rumus cenderung menggiring seseorang untuk memperoleh pengetahuan prosedural(Jo & Bednarz, 2009, 2011). Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang proses.

Tipe pengajuan questions jenis ini dikawatirkan subjek kurang dapat mengembangkan inovasi dalam pembelajaran. Meskipun demikian, tipe pengajuan questions jenis ini mendorong seseorang untuk melalukan proses penalaran. Ketika seseorang mengingat rumus tertentu, maka akan mendorong representasi internal untuk memunculkan proses penalaran. Proses penalaran dalam level ini didukung oleh spatial questions dari level spatial primitive (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Akan tetapi, apabila pengajuan questions level simple spatial tipe 1 hanya terbatas pada penggunaan rumus tertentu, dikawatirkan tidak dapat mendukung level complex spatial.

Tipe 2, Pengajuan questions yang mendorong siswa untuk berpikir. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 3, 6,7 dan 8. Cuplikan spatial questions

(7)

yang diajukan subjek meliputi: Jika seluruh persegi satuan yang menutupi persegi menyatakan luas persegi, apa yang bisa kalian simpulkan tentang luas persegi pada gambar? (dari Gambar 3). Apabila jaring-jaring ke enam piramida dia atas digabung, maka akan membentuk bangun apa?; Apabila panjang sisi alas piramida adalah x, maka berapa volume bangun yang dibentuk tadi?; Berapa volume satu bangun piramida? (dari Gambar 6). Berapa persen perbandingan antara Indonesia dan Vietnam?;

Berdasarkan data pada gambar, perbandingan penyediaan jagung antara negara Amerika Serikat dan China sebesar? (dari Gambar 7). Mana saja rute yang lewati ketika perjalanan dari Universitas Negeri Surabaya Menuju Universitas Trunojoyo Madura? (dari Gambar 8).

Pengajuan questions level simple spatial tipe 2, yaitu mendorong siswa untuk berpikir, dapat menggiring seseorang untuk memperoleh pengetahuan deklaratif. Pengetahuan deklaratif melibatkan pemahaman yang membentuk bagian-bagian dan dapat mengingatnya. Berpikir spasial merupakan kumpulan pengetahuan deklaratif (NRC, 2006). Karenanya, pengajuan questions yang mendukung pengetahuan deklaratif perlu dilakukan. Menurut (Parta, 2017), pengetahuan deklaratif dibangun oleh tiga fase yaitu 1) pengkontruksian makna, pengorganisasian yaitu penyusunan informasi baru untuk membuat pola-pola, 3) penyimpanan dalam sistem penyimpanan jangka panjang. Tipe pengajuan questions semacam ini penting untuk mendukung level complex spatial.

Spatial questions level complex spatial diajukan oleh subjek mempunyai 3 tipe. Masing masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri. Hasil analisis masing-masing tipe adalah sebagai berikut.

Tipe 1, pengajuan questions yang meminta seseorang membuat representasi eksternal. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan pengajuan questions pada Gambar 5 dan 7.

Cuplikan spatial questions yang diajukan subjek meliputi: Gambarlah jaring jaring bangun pada gambar? (dari Gambar 5); Dari data pada gambar, buatlah data dengan mengkonversikannya dalam bentuk diagram batang! (dari Gambar 7).

Pengajuan questions level complec spatial tipe 1, yaitu meminta seseorang membuat representasi internal merupakan tipe questions yang mengarahkan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi. Pada pengajuan questions ini, seseorang diharapkan mampu membuat suatu bayangan spasial dari suatu orientasi yang dimaksud melalui representasi yang sesuai setelah seseorang mengkodekan karakteristik spasial, membayangkan dan memanipulasi objek spasial (Cohen & Hegarty, 2014).

Tipe 2, pengajuan questions memprediksi. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 8. Cuplikan spatial questions yang diajukan subjek meliputi:

Berapakah waktu prediksi yang diperlukan untuk menempuh rute normal untuk jalur tersebut?; Jelaskan rute terpendek dari Universitas Negeri Surabaya ke Universitas Trunojoyo?.

Pengajuan questions level complec spatial tipe 2, yaitu memprediksi merupakan tipe pengajuan questions yang mengarahkan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi. Memprediksi merupakan salah satu aktivitas dalam berpikir spasial, karena dalam memprediksi terjadi setelah seseorang mampu melakukan aktivitas membayangkan dan memanipulasi objek spasial. Konsep spasial membentuk representasi internal (melalui proses membayangkan dan memanipulasi) yang salah satunya ditandai dengan gerakan tangan melalui proses penalaran membentuk representasi eksternal (memprediksi, mengkomunikasikan) berupa gambar, grafik, pemahaman.

Tipe 3, pengajuan questions yang mendorong siswa menghubungkan objek yang dipelajari dengan konsep lain. Pengajuan questions tipe ini ditemukan ketika subjek mengajukan questions pada Gambar 3, 7 dan 8. Cuplikan questions spasial yang diajukan subjek meliputi: Nyatakan dalam pecahan bagian yang berwarna hitam dari gambar!; Berapakah perbandingan persegi berwarna hitam dan persegi berwarna putih pada gambar? (dari Gambar 3). Berapa persen perbandingan antara indonesia dan vietnam?; Berdasarkan data pada gambar, perbandingan penyediaan jagung antara negara Amerika Serikat dan China sebesar?; Tentukan mean dan modus dari diagram tersebut! (dari Gambar 7).

Berapakah jarak antara Universitas Trunojoyo Madura dan Universitas Negeri Surabaya? (Gambar 8).

Pengajuan questions level complec spatial tipe 3, yaitu mendorong seseorang menghubungkan objek yang dipelajari dengan konsep lain, merupakan tipe pengajuan questions yang mengarahkan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi. Pengajuan questions level complec spatial tipe 3, berpotensi memunculkan proses output dalam penalaran.

2) Representasi

Berpikir spasial memerlukan representasi (NRC, 2006). Representasi merupakan perwujudan konsep dan ide dalam bentuk simbolik yang bermakna (Hall, 2013). Pengajuan questions oleh subjek

(8)

memunculkan representasi internal dan eksternal. Representasi internal didukung oleh spasial primitiv.

Representasi eksternal didukung oleh simpel spatial dan complec spatial. Representasi eksternal mendorong munculnya konsep baru dan memprediksi juga mengarah pada representasi eksternal.

3) Proses Penalaran

Penalaran spasial mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan, mempertahankan, mengambil, dan mengubah gambar visual, sehingga terstruktur dengan baik (Linn & Petersen, 1985).

Proses penalaran dalam berpikir spasial dapat dilakukan melalui tahapan pendekatan imagistic dikembangkan oleh (Cohen & Hegarty, 2014), meliputi tahapan: 1) mengkodekan karakteristik spasial dari suatu objek seperti bentuk geometrisnya dan bagaimana orientasinya, 2) membayangkan dan memanipulasi objek spasial, dan 3) membuat suatu bayangan spasial dari suatu orientasi yang dimaksud melalui representasi yang sesuai. Pendekatan imagistic dipilih, karena dalam pendekatan imagistic, aktivitas kognitif seperti mengenali, memodifikasi, mengingat, dan mengkomunikasikan objek spasial lebih mudah untuk dilakukan (Cohen & Hegarty, 2014).

4) Non-Spatial

Non spatial merupakan konsep yang tidak mewakili karakteristik objek spasial (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Cuplikan pengajuan questions non spasial yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 6, meliputi: Berapa macam warna pada bangun pada gambar?; Warna apa saja untuk menciptakan warna hijau?; Ada berapa banyak warna yang kamu lihat?. Cuplikan pengajuan questions non spasial yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 7, meliputi: Mengapa negara di benua Afrika tidak bisa memproduksi jagung dalam jumlah yang sigsinifikan?; Mengapa Indonesia masih tertinggal dalam produksi jagung dari Vietnam?; Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung domestik?. Cuplikan pengajuan questions non spasial yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 9, meliputi: Apakah perjalanan dari Universitas Negeri Surabaya Menuju Universitas Trunojoyo Madura melewati laut?; Apa nama pelabuhan yang kita lewati saat perjalanan dari Universitas Negeri Surabaya menuju Universitas Trunojoyo Madura?; Perangkat aplikasi apa yang diperlukan untuk membuka aplikasi google maps?; Warna biru dalam gambar mempunyai makna apa?; Bagaimana kita bisa mengakses google maps?; Selat apa yang dilewati anatara Surabaya dan Madura?; Berapa jumlah universitas yang ada di maps?

Pengajuan questions yang diajukan dengan level non-spatial tidak memberikan informasi yang mengarah kepada proses berpikir spasial. Pengajuan questions jenis ini perlu untuk dihindari.

5) Spatial Non-Object

Konsep spasial dalam taksonomi berpikir spasial mempunyai 4 level yaitu: non spatial, spatial primitive, simple spatial, complex spatial (Jo & Bednarz, 2009, 2011). Hasil penelitian ini mengindikasikan adalanya penambahan level dalam konsep spasial yang sementara dinamakan spatial non-object. Pengajuan questions level spatial non-object merupakan pengajuan questions yang berhubungan dengan konsep spasial, tetapi tidak berhubungan dengan objek yang dipertanyakan.

Temuan ini didasarkan pada hasil cuplikan pengajuan questions spatial non-object yang diajukan subjek ketika disajikan objek gambar 3, meliputi: Apabila persegi tersebut dilipat berbentuk segitiga sama sisi, maka ada berapa lipatan yang terbentuk?; Berapa banyak jumlah rusuk pada bangun pada gambar?.

Cuplikan pengajuan questions spatial non-object yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 4, meliputi: Tentukan luas permukaan persegi pada gambar!; Hitunglah tinggi bangun pada gambar!.

Cuplikan pengajuan questions spatial non-object yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 5, meliputi: Berapa luas bangun ruang pada gambar?; Berapa keliling bangun ruang pada gambar?;

Berapakah luas bangun pada gambar?; Cuplikan pengajuan questions spatial non-object yang diajukan subjek ketika disajikan objek Gambar 6, meliputi: Berapa keliling bangun pada gambar?; sebutkan macam-macam segitga yang kalian ketahui!.

Questions yang diajukan oleh subjek mengindikasikan mengindikasikan dua hal, pertama subjek tidak memahami masalah, atau subjek tidak memahami objek semesta pembicaraan. Tingkatan pengajuan questions seperti ini tidak dinaungi dalam taksonomi berpikir spasial. Sehingga, terindikasi penambahan level questions dalam taksonomi berpikir spasial. Penambahan ini guna mewadahi questions yang bersifat spasial tetapi tidak berhubungan dengan semesta pembicaraan.

(9)

Hasil pembahasan memberikan gambaran bahwa spatial questions yang diajukan oleh subjek mempunyai beberapa tipe. Masing-masing tipe dapat dilihat dalam Tabel 1, sebagai berikut.

Tabel 1. Tipe Pengajuan Questions Level Konsep Spasial Oleh Mahasiswa PGSD

Level Tipe Pengajuan Questions

Spatial Primitive Tipe 1, Menyebutkan karakteristik dari objek spasial yang diketahui Tipe 2, Dijawab dengan jawaban “ya” atau “tidak”.

Tipe 3, Mengulangi atau mengenali beberapa informasi dari objek yang disajikan.

Simple Spatial Tipe 1, Ingatan dalam menggunakan rumus Tipe 2, Mendorong siswa untuk berpikir Complex Spatial Tipe 1, Membuat representasi eksternal.

Tipe 2, Membuat Prediksi

Tipe 3, Mendorong siswa menghubungkan objek yang dipelajari dengan konsep lain.

Tipe-tipe dalam tabel 1, mempunyai indikator yang berbeda-beda. Masing-masing indikator dapat dijabarkan dalam Tabel 2, sebagai berikut.

Tabel 2. Indikator Tipe Berdasarkan Berpikir Spasial Level Tipe Keterlibatan dalam Berpikir Spasial

Spatial Primitive

Tipe 1 - Belum melibatkan penalaran, tetapi menjadi dasar dalam proses representasi internal.

- Indikator pengajuan questions yang digunakan: “Apakah”

Tipe 2 - Belum melibatkan penalaran

- Indikator pengajuan questions yang digunakan: “Apakah”

Tipe 3 - Belum melibatkan penalaran, tetapi menjadi dasar dalam proses representasi internal.

- Indikator pengajuan questions yang digunakan: “Berapakah”, “Urutkan”,

“Sebutkan”, “Hitunglah”, “Berapakah”

Simple Spatial Tipe 1 - Melibatkan proses representasi internal.

- Indikator pengajuan questions yang digunakan: “Berapakah’, “hitunglah”

Tipe 2 - Proses penalaran melalui representasi internal melalui membayangkan dan memanipulasi. Sudah ada proses penalaran.

- Indikator pengajuan questions yang diajukan: “Berapakah”, “hitunglah”,

“simpulkanlah”, “tentukanlah”

Complex Spatial Tipe 1 - Proses penalaran melalui representasi internal dan eksternal

- Indikator pengajuan questions yang diajukan: “gambarlah”, “buatlah”

Tipe 2 - Proses penalaran melalui representasi internal dan eksternal - Indikator pengajuan questions yang diajukan: “prediksikanlah”

Tipe 3 - Proses penalaran melalui representasi internal dan eksternal

- Indikator pengajuan questions yang diajukan: “nyatakan”, “bandingkanlah”,

“tentukan”

Tipe dalam spatial questions dalam level dasar menjadi pijakan untuk level berikutnya. Level spatial primitive merupakan level dasar dan merupakan level input dalam berpikir spasial. Level simple spatial merupakan level proses dalam berpikir spasial. Level complec spatial merupakan tahapan output dalam berpikir spasial. Keterkaitan masing-masing tipe dalam level berpikir spasial dapat dilihat dalam Diagram 1.

(10)

Keterangan:

PP : Pengajuan questions SP : Spatial Primitive SS : Simple Spatial CS : Complex Spatial NS : Non Spatial NSC : Spatial Non Concept : Dikawatirkan tidak : questions yang mendukung cenderung dihindari complec spatial

Diagram 1. Pengajuan Questions

Jumlah pengajuan questions yang diajukan subjek adalah 560 questions yang berbeda. Masing- masing questions yang diajukan oleh subjek mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik pengajuan questions berdasarkan taksonomi berpikir spasial dari subjek penelitian meliputi: 414 (73,93%) berlevel spatial primitive, 99 (17,68%) berlevel simple spatial, 22 (3,92%) berlevel complec spatial, 10 (1,79%) berlevel non spasial dan 15 (2,68%) berlevel spatial non-concept. Masing-masing level mempunyai beberapa tipe. Tabel 3 menyatakan prosentasi pengajuan questions yang diajukan oleh subjek sebagai berikut.

Tabel 3. Prosentase Pengajuan Questions yang Diajukan oleh Subjek

Level Konsep Spasial

Tipe Pengajuan Questions

Jumlah

Questions Prosentase Questions yang Diajukan oleh Subjek Spatial

Primitive

Tipe 1 217 38,75 %

Tipe 2 56 10,00 %

Tipe 3 141 25,18 %

Simple Spatial Tipe 1 67 11,96 %

Tipe 2 32 5,71 %

Complex Spatial

Tipe 1 18 3,21 %

Tipe 2 2 0,36 %

Tipe 3 2 0,36 %

Berdasarkan Tabel 3, spatial questions yang diajukan oleh subjek cenderung pada questions level spatial primitive. Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa karakteristik spatial questions dari subjek cenderung pada level spatial primitive yang mengarah kepada lower cognitive questions dengan indikator mengingat informasi, seperti mengenali, mendefinisikan, mengidentifikasi, mengingat, dan mendaftar. Questions level ini hanya menjadi dasar dalam berpikir spasial seseorang.

Penambahan level questions level spatial non-object menambah struktur susunan dalam taksonomi berpikir spasial yaitu disajikan dalam Gambar 9 sebagai berikut.

PP

SP Tipe 1

SS Tipe 1

CS Tipe 1 CS Tipe 2 CS Tipe 3 SS

Tipe 2

CS Tipe 1 CS Tipe 2 CS Tipe 3 SP

Tipe 2

SP Tipe 3

SS Tipe 1

CS Tipe 1 CS Tipe 2 CS Tipe 3 SS

Tipe 2

CS Tipe 1 CS Tipe 2 CS Tipe 3 NS

SNC

(11)

Gambar 9, Penambahan Level Spatial Non-Object dalam Taksonomi Berpikir Spasial

Salah satu karakteristik dalam matematika adalah memperhatikan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya maupun ada atau tidaknya penyelesaian permasalahan dalam matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya. Namun demikian, ditemukan ada kelompok questions yang diajukan oleh subjek yang tidak memperhatikan semesta pembicaraan tetapi masih dalam ranah konsep spasial. Kelompok tersebut dapat dilihat dalam Gambar 9 (berwarna kuning). Pengajuan questions level spatial non-object mengindikasikan seseorang belum mempunyai dasar konsep spasial yang kuat seperti tidak dapat dapat membedakan antara bangun datar dan bangun ruang sehingga berdampak negatif terhadap berpikir spasial seseorang.

Di jenjang perguruan tinggi, mahasiswa harus dapat membangun pemahaman dan melakukan refleksi secara mandiri. Mahasiswa harus leluasa mengajukan questions sesuai dengan: 1) situasi riil yang dihadapi, 2) persepsi yang diperoleh atau prakonsepsi yang dimiliki, 3) kompleksitas masalah yang dihadapi, 4) dan rasa ingin tau yang dimiliki (Parta, 2017). Dalam berpikir spasial, pengajuan questions harus dapat menggiring mahasiswa dalam membangun konsep spasial melalui representasi internal dan proses penalaran, untuk menghasilkan representasi eksternal.

Kesimpulan

Pengajuan questions yang dilakukan oleh subjek menghasilkan beberapa tipe pengajuan questions. spasial primitiv mempunyai 3 tipe, simpel spatial mempunyai 2 tipe, dan complec spatial mempunyai 3 tipe. Hasil penelitian menunjukkan subjek penelitian cenderung mengajukan questions untuk level berpikir tingkat rendah dengan level spatial primitive dengan indikator mengingat informasi dari ingatan, seperti mengenali, mendefinisikan, mengidentifikasi, mengingat, dan mendaftar. Kondisi ini menyiratkan perlunya pemberdayaan pengajuan questions yang dilakukan oleh calon guru guna memaksimalkan berpikir tingkat tinggi. Temuan khusus dalam penelitian ini adalah indikasi penambahan level konsep spasial dalam taksonomi berpikir spasial yaitu spatial non-concept yaitu pengajuan questions yang berhubungan dengan konsep spasial dalam matematika, tetapi tidak berhubungan dengan objek yang dipertanyakan. Questions level spatial primotive tipe 2, non spasial dan spatial non-concept merupakan pengajuan questions yang cenderung dihindari.

Daftar Pustaka

Al-Balushi, S. M. (2013). The Relationship Between Learners’ Distrust Of Scientific Models, Their Spatial Ability, And The Vividness Of Their Mental Images. International Journal of Science and Mathematics Education. https://doi.org/10.1007/s10763-012-9360-1

Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., & Bloom, B. S. (2001). Revised Bloom’s Taxonomy. In A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.

2 3 1

5 6 4

B C A

E D F

8 9 7

11 12 10

14 15 13

17 18 16

20 21 19

24 23 22

CONCEPT

REPRESENTATION NON-

USE USE

NON-SPATIAL SPATIAL-NON CONCEPT SPATIAL PRIMITIVES SIMPLE SPATIAL COMPLEX SPATIAL

COGNITIVE PROCESS

(12)

Baranová, L., & Katreničová, I. (2018). Role of descriptive geometry course in development of students’

spatial visualization skills. Annales Mathematicae et Informaticae.

https://doi.org/10.33039/ami.2018.04.001

Booth, J. L., & Koedinger, K. R. (2012). Are diagrams always helpful tools? Developmental and individual differences in the effect of presentation format on student problem solving. British Journal of Educational Psychology. https://doi.org/10.1111/j.2044-8279.2011.02041.x

Cohen, C. A., & Hegarty, M. (2012). Inferring cross sections of 3D objects: A new spatial thinking test.

Learning and Individual Differences. https://doi.org/10.1016/j.lindif.2012.05.007

Cohen, C. A., & Hegarty, M. (2014). Visualizing cross sections: Training spatial thinking using interactive animations and virtual objects. Learning and Individual Differences.

https://doi.org/10.1016/j.lindif.2014.04.002

Gao, S., & Goochild, M. F. (2013). Asking spatial questions to identify GIS functionality. Proceedings - 2013 4th International Conference on Computing for Geospatial Research and Application, COM.Geo 2013. https://doi.org/10.1109/COMGEO.2013.18

Gilligan, K. A., Hodgkiss, A., Thomas, M. S. C., & Farran, E. K. (2019). The developmental relations between spatial cognition and mathematics in primary school children. Developmental Science.

https://doi.org/10.1111/desc.12786

Hall, S. (2013). Representation: Cultural Represenation and Signifying Practices. In Representation.

Hawes, Z., Lefevre, J. A., Xu, C., & Bruce, C. D. (2015). Mental rotation with tangible three- dimensional objects: A new measure sensitive to developmental differences in 4- to 8-year-old children. Mind, Brain, and Education. https://doi.org/10.1111/mbe.12051

Hegarty, M., & Waller, D. (2004). A dissociation between mental rotation and perspective-taking spatial abilities. Intelligence. https://doi.org/10.1016/j.intell.2003.12.001

Jo, I., & Bednarz, S. W. (2009). Evaluating geography textbook questions from a spatial perspective:

Using concepts of space, tools of representation, and cognitive processes to evaluate spatiality.

Journal of Geography. https://doi.org/10.1080/00221340902758401

Jo, I., & Bednarz, S. W. (2011). Textbook questions to support spatial thinking: Differences in spatiality by questions location. Journal of Geography. https://doi.org/10.1080/00221341.2011.521848 Kavouras, M., Kokla, M., Tomai, E., Darra, N., Baglatzi, A., Sotiriou, S. A., & Lazoudis, A. (2014).

The GEOTHNK platform: Connecting spatial thinking to secondary education. Proceedings - IEEE 14th International Conference on Advanced Learning Technologies, ICALT 2014.

https://doi.org/10.1109/ICALT.2014.221

Learning to Think Spatially. (2006). In Learning to Think Spatially. https://doi.org/10.17226/11019 Linn, M. C., & Petersen, A. C. (1985). Emergence and characterization of sex differences in spatial

ability: a meta-analysis. Child development. https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.1985.tb00213.x Metoyer, S. K., Bednarz, S. W., & Bednarz, R. S. (2015). Spatial thinking in education: Concepts,

development, and assessment. In Geospatial Technologies and Geography Education in a Changing World: Geospatial Practices and Lessons Learned. https://doi.org/st

Mix, K. S., & Cheng, Y. L. (2012). The Relation Between Space and Math. Developmental and Educational Implications. In Advances in Child Development and Behavior.

https://doi.org/10.1016/B978-0-12-394388-0.00006-X

Mix, K. S., Levine, S. C., Cheng, Y. L., Young, C., Hambrick, D. Z., Ping, R., & Konstantopoulos, S.

(2016). Separate but correlated: The latent structure of space and mathematics across development.

Journal of Experimental Psychology: General. https://doi.org/10.1037/xge0000182

Moseley, D., Elliott, J., Gregson, M., & Higgins, S. (2005). Thinking skills frameworks for use in education and training. In British Educational Research Journal.

https://doi.org/10.1080/01411920500082219

(13)

Mulligan, J. (2015). Looking within and beyond the geometry curriculum: connecting spatial reasoning to mathematics learning. In ZDM Mathematics Education. https://doi.org/10.1007/s11858-015- 0696-1

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics Overview. Journal of Equine Veterinary Science.

Newcombe, N. S., & Shipley, T. F. (2015). Thinking about spatial thinking: new topology, new assessments. Studying Visual and Spatial Reasoning for Design Creativity. In Springer.

Oostermeijer, M., Boonen, A. J. H., & Jolles, J. (2014). The relation between children’s constructive play activities, spatial ability, and mathematical word problem-solving performance: A mediation analysis in sixth-grade students. Frontiers in Psychology.

https://doi.org/10.3389/fpsyg.2014.00782

Parta, I. N. (2017). Model Pembelajaran Inkuiri: Refleksi Membangun Pertanyaan Penghalusan Pengetahuan Internalisasi Pengetahuan. February, 65.

Reuhkala, M. (2001). Mathematical skills in ninth-graders: Relationship with visuo-spatial abilities and working memory. Educational Psychology. https://doi.org/10.1080/01443410120090786

Tzuriel, D., & Egozi, G. (2010). Gender Differences in Spatial Ability of Young Children: The Effects of Training and Processing Strategies. Child Development, 81(5), 1417–1430.

https://doi.org/10.1111/j.1467-8624.2010.01482.x

Uttal, D. H., Meadow, N. G., Tipton, E., Hand, L. L., Alden, A. R., Warren, C., & Newcombe, N. S.

(2013). The malleability of spatial skills: A meta-analysis of training studies. Psychological Bulletin. https://doi.org/10.1037/a0028446

Wakabayashi, Y., & Ishikawa, T. (2011). Spatial thinking in geographic information science: A review of past studies and prospects for the future. Procedia - Social and Behavioral Sciences.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.07.031

Yilmaz, H. B. (2009). On the development and measurement of spatial ability. International Electronic Journal of Elementary Education.

Yip, D. Y. (2004). Questionsing skills for conceptual change in science instruction. In Journal of Biological Education. https://doi.org/10.1080/00219266.2004.9655905

Referensi

Dokumen terkait