Implementasi K-Means Clustering untuk Analisis Tingkat Pemahaman Computational Thinking Siswa Sekolah Dasar
Herlina*, Zeny Ernaningsih
Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Informatika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, Indonesia Email: 1,*[email protected], 2[email protected]
Email Penulis Korespondensi: [email protected]
Abstrak−Perkembangan teknologi yang semakin pesat ikut berdampak pada dunia pendidikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Seseorang yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik sangat dibutuhkan di era ini. Computational thinking (CT) atau berpikir komputasi dinilai mampu melatih peserta didik untuk terampil dalam pemecahan masalah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuan CT, sehingga dapat membantu para guru agar lebih mudah dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai karakteristik peserta didik. Adapun pengolahan data menggunakan algoritma K-Means dengan data diambil dari hasil tes kompetisi Bebras Challenge 2022 untuk jenjang sekolah dasar. Dalam proses clustering ditentukan jumlah cluster paling optimal dengan menggunakan metode Elbow sebanyak 3 cluster yaitu tingkat pemahaman CT tinggi, sedang dan rendah. Adapun cluster untuk kategori Sikecil dengan tingkat pemahaman CT tinggi mempunyai rata-rata nilai sebesar 81,52 dan durasi pengerjaan sebesar 15,07 menit, sedang dengan rata- rata nilai sebesar 43,02 dan durasi pengerjaan sebesar 24,59 menit, dan rendah dengan rata-rata nilai sebesar 34,96 dan durasi pengerjaan sebesar 15,28 menit. Cluster yang terbentuk untuk kategori Siaga adalah cluster dengan tingkat pemahaman CT tinggi dengan rata-rata nilai sebesar 67,13 dan durasi pengerjaan sebesar 23,88 menit, sedang dengan rata-rata nilai sebesar 56,91 dan durasi pengerjaan sebesar 34,76 menit, dan rendah dengan rata-rata nilai sebesar 32,14 dan durasi pengerjaan sebesar 20,79 menit.
Kata Kunci: Berpikir Komputasi; Sekolah Dasar; Tantangan Bebras; Clustering; K-Means
Abstract−The rapid development of technology impacted the world of education worldwide, including in Indonesia. Good problem-solving skills are needed in this era. Computational thinking (CT) or computational thinking is considered capable of training students in problem-solving skills. This study aims to group students based on CT abilities to help teachers more easily determine learning methods that suit the characteristics of students. The data processing uses the K-Means algorithm with data taken from the results of the Bebras Challenge 2022 for the elementary school level. In the clustering process, the most optimal number of clusters was determined using the Elbow method. The optimal cluster is 3 clusters: namely high, medium and low levels of understanding of CT. The cluster for the SiKecil category has an average value of 81.52 and a duration of 15.07 minutes for the high cluster, an average value of 43.02 and a duration of 24.59 minutes for the medium cluster, and an average value of 34.96 and a duration of 15.28 minutes for the low cluster. The clusters formed for the Siaga category are clusters with a high level of understanding of CT with an average value of 67.13 and a duration of 23.88 minutes, an average value of 56.91 and a duration of 34.76 minutes for the medium cluster, and low cluster with an average value of 32.14 and a duration of 20.79 minutes.
Keywords: Computational Thinking; Primary School; Bebras Challenge; Clustering; K-Means
1. PENDAHULUAN
Teknologi yang semakin berkembang di abad 21 ikut berdampak pada perkembangan dunia pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia[1]. Persaingan yang semakin ketat di era teknologi ini membuat pengetahuan dan cara berpikir yang sederhana kurang memadai untuk bekal para generasi muda dalam dunia kerja [2]. Seseorang bisa bertahan di era Society 5.0 ini, jika peka terhadap teknologi dan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik. Pada pembelajaran di abad 21, para peserta didik dituntut untuk memiliki kompetensi yang tinggi dengan berbagai keterampilan yaitu mampu berpikir kritis, kreatif, inovatif dalam pemecahan masalah, serta kemampuan literasi dan kesadaran emosi yang baik[3]. Beberapa kebutuhan akan berbagai kemampuan dan keterampilan yang harus dikuasai para generasi muda ini perlu menjadi perhatian khusus dari Kementrian Pendidikan di Indonesia.
Hal ini didukung dari hasil tes PISA tahun 2018 dimana Indonesia mendapatkan peringkat 71 dari 79 negara peserta. Dari hasil ini bisa diartikan bahwa kemampuan pemecahan masalah para peserta didik di Indonesia masih tergolong rendah[4]. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui Menteri Pendidikan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah para generasi mudanya, yaitu dengan menambahkan computational thinking dalam kurikulum di jenjang dasar hingga menengah sebagai kemampuan yang wajib dikuasai oleh para peserta didik. Computational thinking dipandang sebagai suatu pendekatan yang mampu melatih seseorang untuk terbiasa dan terampil dalam menyelesaikan suatu permasalahan [5].
Computational thinking (CT) atau juga dikenal sebagai berpikir komputasi bukan hanya terbatas pada pengembangan aplikasi komputer saja, namun lebih mengarah kepada suatu proses atau kemampuan berpikir menyelesaikan masalah dengan mengambil konsep dasar ilmu komputer [6].CT adalah keterampilan yang penting bagi semua orang di dunia yang semakin berorientasi pada komputasi [7]. Lebih lanjut Xiaodan Tang, dkk [8]
menekankan bahwa semua anak harus memiliki akses ke komputer sebagai cara untuk membentuk pembelajaran dan wadah untuk mengekspresikan ide. Kathryn M. Rich, dkk [8] mengemukakan bahwa alasan untuk memasukan CT dalam pendidikan adalah perkembangan dunia yang semakin berorientasi pada komputer, dimana peserta didik perlu memahami prinsip-prinsip bagaimana komputer bekerja dan apa jenis masalah yang dapat diselesaikan
menggunakan computer atau secara komputasi. Dalam computational thinking, para peserta didik diajak untuk memahami dan menyelesaikan berbagai masalah yang cukup kompleks dengan menggunakan teknik dan konsep ilmu komputer, yaitu dekomposisi, abstraksi, pengenalan pola, dan algoritma [9]. Empat pilar pokok kemampuan ini dipandang sebagai kemampuan yang banyak dibutuhkan pada era abad 21. Dengan terbiasa berpikir komputasi siswa akan terampil untuk berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah [10].
Setiap peserta didik memiliki kemampuan CT yang berbeda-beda. Sekolah sebagai salah satu garda terdepan dalam mendidik para generasi muda harus mempersiapkan metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan computational thinking para peserta didiknya [11]. Dengan metode pembelajaran yang tepat, peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien mengena pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penelitihan ini dibutuhkan agar guru yang berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran dapat mengetahui kemampuan CT peserta didiknya beserta pengelompokan peserta didik tersebut sesuai dengan rentang kemampuan CT.
Harapannya melalui analisis pengelompokan ini, peserta didik dapat berkembang lebih baik karena dapat belajar sesuai kemampuan CT yang dimiliki. Tidak ada kesenjangan tingkat kemampuan CT yang terlalu jauh antar peserta didik yang dikelompokkan dalam satu kelompok belajar. Pengelompokan ini akan memudahkan guru ketika melaksanakan proses pembelajaran, karena metode yang digunakan bisa disesuaikan dengan tingkat kemampuan CT dalam kelompok tersebut, sehingga pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal. Selain hal tersebut, hasil dari penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan CT anak melalui hasil dari pengelompokan rentang kemampuan CT.
Hasil tingkat kemampuan CT yang digunakan sebagai acuan dalam proses pengelompokan pada penelitian ini adalah hasil kompetisi computional thinking yang disebut dengan Tantangan Bebras. Peserta dari Tantangan Bebras ini adalah para peserta didik dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam kompetisi Tantangan Bebras, para peserta disajikan beberapa soal pemecahan masalah yang dapat diselesaikan dengan berpikir komputasi (computational thinking). Soal yang tersaji dalam kompetisi ini tidak mengacu kepada salah satu mata pelajaran saja, namun bisa mencakup semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Soal yang ada di kompetisi ini sudah disesuaikan dengan standar tingkat kemampuan CT para peserta didik berdasarkan jenjang sekolahnya seperti yang tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan Kategori, Waktu, dan Jumlah Soal Tantangan Bebras 2022
Dari hasil kompetisi ini akan didapatkan data nilai dari hasil pengerjaan soal CT di Tantangan Bebras dan lama waktu peserta dalam menyelesaikan semua soal yang disajikan. Teknologi yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah dengan algoritma K-Means clustering. Teknologi ini dapat digunakan dalam pemrosesan data untuk menemukan dan mengidentifikasi pola data yang tersembunyi. Hasil pengolahan data tersebut berguna dalam pengambilan keputusan [12]. Hingga saat ini, sudah banyak penelitian yang menggunakan K-Means clustering sebagai metode untuk proses analisis data. Elda, dkk [13] memaparkan bahwa keberhasilan suatu pembelajaran salah satunya didasarkan pada kualitas dan keaktifan peserta didik.. Dengan menggunakan algoritma K-Means clustering didapatkan kelompok belajar yang sesuai dengan tingkat keaktifan para peserta didik, sehingga kecepatan proses pembelajaran bisa disesuaikan dengan karakteristik di tiap cluster.
Lebih lanjut I Wayan Arlan Suputra, dkk [14] juga memaparkan bahwa teknik ini dapat digunakan untuk mengelompokkan data hasil ujian nasional menjadi beberapa cluster yang memiliki pencapaian hasil ujian nasioanl sangat baik, baik, cukup maupun kurang, sehingga dinas terkait bisa melakukan evaluasi yang tepat akan hasil ujian nasional. Penelitian lain yang juga menggunakan algoritma K-Means adalah implementasi K-Means clustering untuk analisis nilai akademik siswa berdasarkan nilai pengetahuan dan keterampilan[15]. Dalam penelitian tersebut, teknik K-Means clustering digunakan untuk mengelompokkan peserta didik berdasarkan nilai pengetahuan dan keterampilannya dalam cluster pintar, sedang dan cukup. Pengelompokkan ini digunakan oleh guru untuk menentukan sistem pengajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
Pada penelitian sebelumnya, computational thinking menjadi salah satu topik yang banyak dianalisis, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Computational Thinking Siswa pada Materi Aljabar Ditinjau dari Pemecahan Masalah Matematis” oleh Rahmatika dkk [16]
memaparkan mengenai pengelompokan kemampuan CT siswa dari kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Penelitian kedua berjudul “Computational Thinking Process of High School Students in Solving Sequences and Series Problems” oleh Nurul dkk[17]. Penelitian ini menganalisis dengan metode kualitatif mengenai kemampuan CT siswa pada materi baris dan deret. Penelitian ketiga berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Komputasi Matematis Siswa SMP Pada Materi Persamaan Kuadrat” oleh Nilam dkk [18] memaparkan bahwa hasil analisis CT secara kualitatif deskriptif dapat membantu guru untuk menemukan siswa yang memiliki kemampuan CT rendah, sedang dan tinggi. Penelitian selanjutnya dari Rijal dkk [19] berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Komputasional Matematis Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Cikampek Pada Materi Pola
Kategori Jenjang Waktu Jumlah Soal
SiKecil SD (Kelas 1 – 3) 30 menit 8 soal
Siaga SD (Kelas 4 – 6) 40 menit 12 soal
Penggalang SMP (Kelas 7 – 9) 45 menit 15 soal Penegak SMA (Kelas 10 – 12) 45 menit 15 soal
Bilangan” memaparkan analisis kemampuan berpikir komputasi dengan pengelompokan menggunakan metode Miles and Huberman didapatkan hasil bahwa sebagian besar siswa masih memiliki kemampuan berpikir komputasi yang rendah. Dari keempat penelitian terdahulu, belum ada yang menggunakan metode K-Means clustering.
Metode ini pertama kali digunakan dalam analisis kemampuan computational thinking. Beberapa kelebihan dari metode ini yaitu mampu mengelompokkan dataset yang berjumlah cukup besar dalam waktu singkat, memiliki skalabilitas yang baik, dan intepretasi yang sederhana sehingga hasil yang didapatkan mudah digunakan oleh semua pihak.
Penelitian ini melakukan analisis data menggunakan K-Means clustering terhadap hasil tes computational thinking dalam Tantangan Bebras 2022. Hasil dari analisis ini mengacu pada kondisi pendidikan saat ini yang mewajibkan generasi muda memiliki kemampuan teknik berpikir komputasi/computational thinking yang baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu sekolah atau guru untuk menentukan metode dan perangkat pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran dengan pendekatan computational thinking. Peserta didik yang telah dikelompokkan melalui algoritma K-Means clustering ini terbagi dalam 3 cluster, yaitu kemampuan tinggi, sedang dan kurang. Dengan desain metode pembelajaran yang tepat, pembelajaran bisa berjalan efektif, efisien, dan menghasilkan nilai yang maksimal. Hal ini dikarenakan dalam satu cluster, siswa memiliki karakteristik yang hampir sama, sehingga tidak ada kesenjangan kemampuan, baik dalam kecepatan maupun pemahaman materi yang disampaikan.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan algoritma K-Means clustering yang diperoleh dari hasil analisis nilai peserta didik dalam kompetisi Tantang Bebras 2022. Proses analisis ini dilakukan dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya dalam memecahkan masalah dengan berpikir komputasi. Pembagian kelompok yang dilakukan dengan menggunakan proses clustering.
2.1 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti kerangka kerja penelitian. Kerangka kerja ini membantu dalam pelaksanaan penelitian agar pelaksanaannya lebih terarah dan jelas. Adapun kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian 2.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan melakukan wawancara kepada seluruh pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu para guru. Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa terjadi kesulitan dalam menerapkan pembelajaran yang mengandung pendekatan berpikir komputasi. Salah satu penyebabnya adalah terlalu beragamnya kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah dengan berpikir komputasi, sehingga terjadi kesenjangan dalam proses pemahaman.
Mulai
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
2.3 Tujuan Penelitian
Setelah masalah teridetifikasi, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah membantu para guru untuk mengelompokkan peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan berpikir komputasi. Dengan pengelompokkan ini diharapkan dapat mempermudah guru untuk menentukan metode pembelajaran karena dalam satu cluster/kelompok memuat peserta didik dengan karakteristik yang hampir sama, sehingga tidak ada lagi kesenjangan kemampuan yang terlalu jauh.
2.4 Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data didapatkan dari hasil tes computational thinking (CT) kompetisi Tantangan Bebras 2022 untuk jenjang Sekolah Dasar (SD). Adapun untuk kategori kompetisinya dalah kategori SiKecil (setara SD kelas 1, 2, 3) dan kategori Siaga (setara SD kelas 4, 5, 6). Dari hasil tes ini diambil dua komponen, yaitu komponen waktu penyelesaian dan komponen nilai/skor yang didapatkan setelah menyelesaikan seluruh soal.
2.5 Analisis Data 2.5.1 Clustering
Clustering adalah suatu metode yang dapat digunakan dalam menganalisis data agar lebih akurat dalam memecahkan masalah pengelompokan data atau membagi kumpulan data menjadi beberapa himpunan bagian [18].
Dengan menggunakan clustering, data akan ditetapkan ke dalam suatu kelompok, sehingga antar anggota pada cluster yang sama akan mempunyai hubungan yang kuat sedangkan anggota pada cluster yang berbeda akan mempunyai hubungan yang lemah [19]. Dalam satu cluster, suatu objek penelitian bisa memiliki kemiripan karakteristik, namun jika dibandingkan dengan cluster yang berbeda akan nampak perbedaan karakteristiknya [20].
Oleh karena itu, clustering sangat berguna dalam menetapkan suatu kelompok atau cluster yang sulit diketahui atau dipahami oleh manusia.
2.5.2 K-Means
Penelitian ini menggunakan metode K-Means clustering untuk mengelompokkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dengan berpikir komputasi. Dengan algoritma ini diharapkan para guru atau sekolah dapat mengetahui kemampuan peserta didiknya dalam berpikir komputasi, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan CT dapat dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang tepat. Fokus penelitian ini adalah pada pengelompokan hasil bebras challenge 2022 yang dapat menjadi salah satu ukuran bagaimana kemampuan peserta didik dalam berpikir komputasi. Data yang digunakan dari komponen nilai dan komponen waktu. Berikut ini adalah langkah-langkah metode K-Means:
1) Menentukan jumlah cluster yang diinginkan pada data set nya 2) Menentukan centroid (titik pusat) yang dilakukan secara random
3) Menghitung jarak yang terdekat dari data ke centroid antar titik dengan menggunakan Eucludian distance pada Persamaan 1 berikut ini.
𝑑𝑖𝑗= √(𝑎𝑖− 𝑎𝑗)2+ (𝑏𝑖− 𝑏𝑗)2 (1) 4) Mengelompokkan objek berdasarkan jarak ke centroid terdekat
5) Mengulangi langkah 3 sampai langkah 4, hingga centroid (titik pusat) bernilai optimal.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat pemahaman computational thinking (CT) siswa diukur berdasarkan durasi penyelesaian soal CT dan skor yang dicapai. Data yang digunakan adalah bersumber dari hasil kompetisi Tantangan Bebras 2022 di Biro Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Kompetisi ini dilaksanakan dalam beberapa kategori, yaitu SiKecil, Siaga, Penggalang, dan Penegak. Kategori SiKecil adalah siswa jenjang sekolah dasar di kelas 1, 2, dan 3. Kategori Siaga adalah siswa jenjang sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6.
3.1 Data Hasil Tantangan Bebras 2022
Tabel 2. Contoh Data Hasil Kompetisi Tantangan Bebras 2022 Data ke-i Nilai Waktu (Menit)
0 42,71 16,29
1 52,08 16,22
2 33,33 19,52
3 42,71 15,7
4 67,71 15,4
5 84,38 15,27
Data ke-i Nilai Waktu (Menit)
6 55,21 14,1
7 53,13 15,49
8 100 14,51
9 52,08 22,5
10 50 10,34
... ... ...
Tabel 2 menampilkan sebagian data dari keseluruhan data yang diolah, yaitu 2.375 data siswa peserta Tantangan Bebras 2022; dengan 274 peserta kategori SiKecil, 437 peserta kategori Siaga, 1.664 peserta kategori Penggalang, dan 472 peserta kategori Penegak. Variabel yang digunakan untuk menghasilkan cluster data adalah nilai dan waktu (menit). Variabel nilai merupakan skor yang didapat dari penyelesaian soal CT dan variabel waktu (menit) merupakan durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh soal CT. Soal yang harus diselesaikan untuk setiap kategori adalah 8 soal untuk kategori SiKecil dengan durasi maksimal 30 menit, 12 soal untuk kategori Siaga dengan durasi maksimal 40 menit.
3.2 Penentuan Jumlah Cluster
Jumlah cluster yang digunakan untuk klasterisasi adalah dengan metode Elbow. Gambar 2 menampilkan nilai distortion (sumbu y) untuk setiap k cluster (sumbu x). Uji coba dilakukan dengan menggunakan sampel nilai k = 1 dan k = 10. Berdasarkan Gambar 2 disimpulkan bahwa jumlah cluster yang paling optimal adalah 3 cluster.
Berdasarkan metode Elbow, 3 cluster ini merupakan jumlah cluster terbaik dan dapat menghasilkan hasil dan kualitas cluster yang optimal.
Gambar 2. Metode Elbow untuk pencarian jumlah k paling optimal.
3.3 Hasil Cluster Menggunakan K-Means Clustering
Setelah melakukan normalisasi data, Gambar 3 adalah sebaran data untuk kategori SiKecil sebelum dilakukan proses clustering dengan menggunakan algoritma K-Means. Setelah dilakukan proses clustering dengan nilai k = 3, maka terdapat 3 cluster yang terbentuk, seperti yang ditampilkan pada Gambar 4. Cluster 1 dengan plot berwarna hitam, cluster 2 dengan plot berwarna hijau, cluster 3 dengan plot berwarna biru.
Gambar 3. Data Sebelum Clustering (Kategori SiKecil)
Gambar 4. Hasil Cluster dengan K-Means (Kategori SiKecil)
Tabel 3. Hasil Cluster dengan Algoritma K-Means (Kategori SiKecil) Variabel
Cluster Cluster 1
(n = 73)
Cluster 2 (n = 86)
Cluster 3 (n = 115) Nilai mean 43,023288 81,518023 34,963913
std 23,360433 13,689980 17,445311 min 0,000000 59,380000 -15,630000 max 100,000000 100,000000 56,250000 Waktu (menit) mean 24,596301 15,067093 15,280870
std 3,359678 3,074531 2,521938
min 20,160000 10,180000 10,110000 max 30,500000 24,430000 20,330000
Jika melihat hasil cluster pada Tabel 3, siswa yang termasuk pada cluster 2 memiliki tingkat pemahaman yang tinggi, jika dibandingkan dengan cluster 1 dan 3. Siswa dalam cluster 2 ini memiliki rentang nilai sebesar 59,38 – 100,00 dengan rata-rata sebesar 81,52 dan durasi pengerjaan sebesar 10,18 – 24,43 menit dengan rata-rata sebesar 15,07 menit. Tidak hanya nilai yang digunakan dalam penentuan cluster, durasi pengerjaan juga memberikan pengaruh. Hal ini dapat dilihat pada cluster 1, nilai maksimal pada cluster tersebut adalah 100,00 karena terdapat 1 siswa yang mendapatkan nilai 100,00, namun dengan durasi pengerjaan selama 30 menit.
Gambar 5 dan Gambar 6 menampilkan perbandingan data sebelum dan sesudah proses clustering untuk kategori Siaga. Dengan menggunakan nilai k = 3, maka terbentuk 3 cluster; cluster 1 dengan plot berwarna hitam, cluster 2 dengan plot berwarna hijau, dan cluster 3 dengan plot berwarna biru. Berdasarkan Tabel 4, cluster 2 adalah cluster dengan siswa yang memiliki tingkat pemahaman computational thinking yang tinggi jika dibandingkan dengan cluster lainnya. Rentang nilai pada cluster 2 adalah 46,03 – 100,00 dengan rata-rata sebesar 67,13 dan durasi pengerjaan 10,32 – 31,37 menit dengan rata-rata sebesar 23,88 menit. Hal yang sama dengan kategori SiKecil juga terjadi pada kategori Siaga, terdapat 5 siswa yang mendapatkan nilai 100,00, namun hanya 1 siswa yang termasuk dalam cluster 2 karena durasi pengerjaan lebih cepat dibandingkan 4 siswa lainnya, yaitu 22,3 detik.
Gambar 5. Data Sebelum Clustering (Kategori Siaga)
Gambar 6. Hasil Cluster dengan K-Means (Kategori Siaga) Tabel 4. Hasil Cluster dengan Algoritma K-Means (Kategori Siaga)
Variabel
Cluster Cluster 1
(n = 114)
Cluster 2 (n = 116)
Cluster 3 (n = 177) Nilai mean 56,917193 67,130616 32,143446
std 18,903078 10,922572 13,566324 min 1,590000 46,030000 - 8,830000 max 100,000000 100,000000 55,560000 Waktu (menit) mean 34,757632 23,876301 20,785989
std 3,400939 3,776597 4,882593
min 28,300000 10,320000 10,470000
Variabel
Cluster Cluster 1
(n = 114)
Cluster 2 (n = 116)
Cluster 3 (n = 177) max 40,100000 31,370000 33,400000
Dari hasil cluster yang terbentuk terlihat bahwa terdapat irisan antara cluster 1 dan cluster 2 untuk kategori SiKecil dan Siaga. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara 2 cluster tersebut dilakukan uji t atau t-test.
Sebelum melakukan uji t akan dilakukan normalisasi data dan data yang digunakan untuk uji t merupakan nilai gabungan antara komponen nilai dan waktu pengerjaan Tantangan Bebras 2022. Tabel 5 dan 6 menampilkan contoh data kategori SiKecil dan Siaga yang digunakan untuk melakukan uji t setelah proses normalisasi dan penggabungan data selesai dilakukan. Nilai dan Waktu1 adalah data yang didapat dari Tantangan Bebras 2022.
Waktu2 adalah hasil normalisasi dari Waktu1 dan Combined adalah rata-rata dari Nilai dan Waktu2. Tabel 5. Contoh Data Uji T Setelah Normalisasi (Kategori SiKecil)
Cluster Nilai Waktu1 Waktu2 Combined Cluster 1 52,08 22,5 39,370079 45,725039 17,71 23 36,909449 27,309724 34,38 22,54 39,173228 36,776614 59,38 30,1 1,968504 30,674252 36,46 22,15 41,092520 38,776260
... ... ... ...
Cluster 2 67,71 15,4 74,311024 71,010512 84,38 15,27 74,950787 79,665394 76,04 18,7 58,070866 67,055433 84,38 18,37 59,694882 72,037441 67,71 18,18 60,629921 64,169961
... ... ... ...
Tabel 6. Contoh Data Uji T Setelah Normalisasi (Kategori Siaga) Cluster Nilai Waktu1 Waktu2 Combined Cluster 1 55,56 30,00 33,915379 44,737690 79,17 34,52 18,737408 48,953704 63,19 33,33 22,733378 42,961689 52,78 31,56 28,676964 40,728482 31,94 34,4 19,140363 25,540181
... ... ... ...
Cluster 2 63.19 23,31 56,380121 59,785060 89,58 23,58 55,473472 72,526736 89,58 23,38 56,145064 72,862532 77,28 27,13 43,552720 60,416360 61,31 29,18 36,668905 48,989453
... ... ... ...
Dengan menggunakan data dari Tabel 5 dilakukan uji T dengan confidence level sebesar 95%. Untuk kategori SiKecil didapatkan rata-rata penggabungan nilai dan waktu (kolom Combined pada Tabel 5) adalah sebesar 36,038461 untuk cluster 1 dan 78,733684 untuk cluster 2. Dari rata-rata nilai ini dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai yang signifikan antara cluster 1 dan cluster 2. Setelah dilakukan uji T, p value yang dihasilkan adalah sebesar 1,285448 × 10-51, sehingga dapat disimpulkan bahwa cluster 1 dan cluster 2 dari kategori SiKecil memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Hal yang serupa dilakukan untuk kategori Siaga, yaitu dilakukan uji T dengan confidence level sebesar 95%. Tabel 6 adalah data yang digunakan untuk uji T kategori Siaga. Rata-rata penggabungan nilai dan waktu (kolom Combined pada Tabel 6) adalah sebesar 37,428322 untuk cluster 1 dan 60,804560 untuk cluster 2. P value yang didapatkan dari uji T adalah sebesar 1,643052 × 10-52. Dari nilai Combined dan p value dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara cluster 1 dan cluster 2 di kategori Siaga. Apabila melihat hasil cluster yang telah terbentuk dari kedua kategori, maka memang terdapat irisan nilai antara cluster 1 dan cluster 2. Namun jika dianalisis lebih lanjut dan melihat keseluruhan data, maka terlihat sangat jelas bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antar 2 cluster tersebut.
4. KESIMPULAN
Analisis tingkat pemahaman computational thinking (CT) pada siswa jenjang sekolah dasar (SD) menggunakan data hasil Tantangan Bebras 2022. Tingkat pemahaman CT dianalisis dengan melakukan proses clustering
menggunakan algoritma K-Means. Dalam proses clustering ditentukan jumlah cluster paling optimal dengan menggunakan metode Elbow. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Elbow, jumlah cluster paling optimal adalah sebanyak 3 cluster, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Cluster yang terbentuk untuk kategori SiKecil adalah cluster dengan tingkat pemahaman CT tinggi dengan rata-rata nilai sebesar 81,52 dan durasi pengerjaan sebesar 15,07 menit, sedang dengan rata-rata nilai sebesar 43,02 dan durasi pengerjaan sebesar 24,59 menit, dan rendah dengan rata-rata nilai sebesar 34,96 dan durasi pengerjaan sebesar 15,28 menit. Cluster yang terbentuk untuk kategori Siaga adalah cluster dengan tingkat pemahaman CT tinggi dengan rata-rata nilai sebesar 67,13 dan durasi pengerjaan sebesar 23,88 menit, sedang dengan rata-rata nilai sebesar 56,91 dan durasi pengerjaan sebesar 34,76 menit, dan rendah dengan rata-rata nilai sebesar 32,14 dan durasi pengerjaan sebesar 20,79 menit.
Cluster yang telah terbentuk ini merupakan pengelompokkan kemampuan computational thinking (CT) berdasarkan komponen nilai dan waktu pengerjaan soal Tantangan Bebras 2022. Pengelompokkan ini dapat menjadi acuan bagi para pendidik agar dapat merancang metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan yang sesuai karakteristik peserta didik.
REFERENCES
[1] M. Zulfadhilah, N. Hidayah, P. Studi Teknologi Informasi, F. Sains dan Teknologi, U. Sari Mulia, and K. Selatan,
“Pengenalan Aplikasi Android Sebagai Bahan Bantu Pengajaran Mata Pelajaran Kimia SMA,” Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, vol. 4, no. No.1, pp. 345–348, 2020.
[2] L. Atika Anggrasari, Prosiding Seminar Nasional Sensaseda Model Pembelajaran Computational Thingking Sebagai Inovasi Pembelajaran Sekolah Dasar Pascapandemi Covid-19. 2021.
[3] T. Harmini, P. Annurwanda, and S. Suprihatiningsih, “Computational Thinking Ability Students Based On Gender In Calculus Learning,” AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, vol. 9, no. 4, p. 977, Dec. 2020, doi:
10.24127/ajpm.v9i4.3160.
[4] M. Z. Zahid, “Telaah kerangka kerja PISA 2021: era integrasi computational thinking dalam bidang matematika,”
PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, vol. 3, pp. 706–713, 2020, [Online]. Available:
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/
[5] M. Gunawan Supiarmo, dan Elly Susanti, and U. Maulana Malik Ibrahim, “Proses Berpikir Komputasional Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Pisa Konten Change And Relationship Berdasarkan Self-Regulated Learning,” Jurnal Numeracy, vol. 8, no. 1, 2021.
[6] T. S. Sukamto et al., “Pengenalan Computational Thinking Sebagai Metode Problem Solving Kepada Guru dan Siswa Sekolah di Kota Semarang THE INTRODUCTION OF COMPUTATIONAL THINKING AS A PROBLEM SOLVING METHOD FOR TEACHERS AND STUDENTS IN SEMARANG CITY,” 2019.
[7] S. Van Borkulo, C. Chytas, P. Drijvers, E. Barendsen, and J. Tolboom, “Computational Thinking in the Mathematics Classroom: Fostering Algorithmic Thinking and Generalization Skills Using Dynamic Mathematics Software,” in ACM International Conference Proceeding Series, Association for Computing Machinery, Oct. 2021. doi:
10.1145/3481312.3481319.
[8] K. M. Rich, A. Yadav, and C. V. Schwarz, “Computational Thinking, Mathematics, and Science: Elementary Teachers’
Perspectives on Integration Undergraduate Science Modeling and Mechanistic Reasoning View project CT4EDU View project,” 2019. [Online]. Available: https://www.researchgate.net/publication/337386137
[9] M. Ansori, “Pemikiran Komputasi (Computational Thinking) dalam Pemecahan Masalah,” DIRASAH, vol. 3, no. 1, 2020, [Online]. Available: https://ejournal.iaifa.ac.id/index.php/dirasah
[10] M. Caroline et al., “Implementasi Computational Thinking Melalui Pemrograman Visual dengan Kolaborasi Mata Pelajaran pada Siswa Menengah Atas,” in Sendimas VI, 2021, pp. 50–55.
[11] G. Lestari Pratiwi, B. Akbar, M. Hamka, and U. Muhammadiyah Hamka, “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Computational Thinking Matematis Siswa Kelas IV SdN Kebon Bawang 03 Jakarta,” Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, vol. 8, no. No.1, pp. 375–385, 2022.
[12] N. Nurahman, A. Purwanto, and S. Mulyanto, “Klasterisasi Sekolah Menggunakan Algoritma K-Means berdasarkan Fasilitas, Pendidik, dan Tenaga Pendidik,” MATRIK : Jurnal Manajemen, Teknik Informatika dan Rekayasa Komputer, vol. 21, no. 2, pp. 337–350, Mar. 2022, doi: 10.30812/matrik.v21i2.1411.
[13] Y. Elda, S. Defit, Y. Yunus, and R. Syaljumairi, “Klasterisasi Penempatan Siswa yang Optimal untuk Meningkatkan Nilai Rata-Rata Kelas Menggunakan K-Means,” Jurnal Informasi dan Teknologi, pp. 103–108, Sep. 2021, doi:
10.37034/jidt.v3i3.130.
[14] I. Suputra, I. Candiasa, and I. Suryawan, “Klasterisasi Hasil Ujian Nasional SMA/MA dengan Algoritma K-Means,”
Jurnal Matematika, vol. 15, no. 1, 2021.
[15] D. Oktario Dacwanda and Y. Nataliani, “Implementasi k-Means Clustering untuk Analisis Nilai Akademik Siswa Berdasarkan Nilai Pengetahuan dan Keterampilan,” AITI: Jurnal Teknologi Informasi, vol. 18, no. Agustus, pp. 125–
138, 2021.
[16] R. Diah Silvia and A. Siska Pramasdyahsari, “Analisis Kemampuan Computational Thinking Siswa Pada Materi Aljabar Ditinjau Dari Pemecahan Masalah Matematis,” Jurnal Pendidikan dan Riset Matematika, vol. 5, no. 2, pp. 2656–4181, 2023, [Online]. Available: http://ejurnal.budiutomomalang.ac.id/index.php/prismatika
[17] N. I. Azizah, Y. Roza, and M. Maimunah, “Computational thinking process of high school students in solving sequences and series problems,” Jurnal Analisa, vol. 8, no. 1, pp. 21–35, Jun. 2022, doi: 10.15575/ja.v8i1.17917.
[18] N. D. Jamna, H. Hamid, and M. T. Bakar, “Analisis Kemampuan Berpikir Komputasi Matematis Siswa SMP Pada Materi Persamaan Kuadrat,” Jurnal Pendidikan Guru Matematika, vol. 2, no. No.3, pp. 278–288, 2022.
[19] M. Rijal Kamil, A. Ihsan Imami, A. Prasetyo Abadi, P. Matematika, and U. Singaperbangsa Karawang, “Analisis kemampuan berpikir komputasional matematis Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Cikampek pada materi pola bilangan,”
AKSIOMA : Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, vol. 12, no. 2, pp. 259–270, 2021.
[20] T. Hardiani, “Analisis Clustering Kasus Covid 19 di Indonesia Menggunakan Algoritma K-Means,” Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI), vol. 11, no. 2, pp. 156–165, Aug. 2022, doi:
10.23887/janapati.v11i2.45376.
[21] T. M. Dista and F. F. Abdulloh, “Clustering Pengunjung Mall Menggunakan Metode K-Means dan Particle Swarm Optimization,” JURNAL MEDIA INFORMATIKA BUDIDARMA, vol. 6, no. 3, p. 1339, Jul. 2022, doi:
10.30865/mib.v6i3.4172.