• Tidak ada hasil yang ditemukan

implementasi fatwa dsn-mui dalam pembiayaan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "implementasi fatwa dsn-mui dalam pembiayaan dengan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

Pembiayaan melalui akad murābaḥah merupakan salah satu jenis akad keuangan yang paling populer dan diterapkan oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Terdapat berbagai ketentuan dalam fatwa ini yang harus dijadikan landasan dalam melaksanakan pembiayaan melalui akad murābaḥah. Di BPRS Magetan, apabila pembiayaan dengan akad murābaḥah, maka akad murābaḥah bil wakālah atau murābaḥah juga dilaksanakan secara tidak langsung.

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Selain itu, kami berharap penelitian ini dapat menjadi masukan bagi seluruh pihak terkait untuk mengetahui dan memahami implementasi Fatwa DSN-MUI no.

Telaah Pustaka

04/DSN-MUI/IV/2000 Majelis Ulama Indonesia (Studi Kasus pada BMT Prosumen Amanah Mandiri Yogyakarta),” Skripsi (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016), 81. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus pembahasan yaitu pelaksanaan fatwa DSN MUI tentang Murābaḥah dan membahas hambatan-hambatan dalam penerapan fatwa DSN-MUI. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus pembahasan yang lain, yaitu pembahasan hambatan dan hambatan dalam penerapan fatwa DSN-MUI.

Metode Penelitian

Tahap selanjutnya adalah melakukan observasi dengan mengunjungi dan mengamati langsung praktik pembiayaan murābaḥah di BPRS Magetan. BPRS Magetan, bandingkan apa yang dikatakan pegawai BPRS Magetan dengan apa yang dikatakan nasabah PT. BPRS Magetan dan membandingkan apa yang disampaikan BPRS Magetan dengan observasi yang dilakukan peneliti di PT.

Sistematika Pembahasan

21. 2) Metode triangulasi yaitu untuk memperoleh tingkat kepercayaan dengan cara mengecek teknik pengumpulan data atau sumber data 29 Dalam penelitian ini peneliti membandingkan data hasil wawancara kepada CEO, karyawan dan pelanggan PT. Selain itu, kami juga membandingkan data hasil wawancara dengan CEO, karyawan dan pelanggan PT.

PENDAHULUAN

BAB III : PRAKTIK PEMBIAYAAN DENGAN AKAD MURĀBAḤAH DI BPRS MAGETAN

PENUTUP

Konsep Umum Tentang Akad Murābaḥah 1. Pengertian Akad Murābaḥah

  • Dasar hukum Murābaḥah
  • Rukun dan Syarat Murābaḥah

Salah satu bentuk akad fiqih yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah adalah jual beli. Murābaḥah menurut definisi ulama fiqh adalah suatu akad jual beli suatu barang tertentu, dimana penjual dalam transaksi penjualannya dengan jelas menunjukkan barang yang akan dibelinya, termasuk harga beli barang tersebut dan keuntungan yang akan diambil. Jual beli murābaḥah harus dilakukan terhadap barang yang sudah dimiliki (hak milik ada di tangan penjual).

Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas mengenai pelaksanaan jual beli di Bank Syariah. Sebab, ketentuan murābaḥah telah diturunkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) sehingga bank atau lembaga keuangan syariah dan nasabah dapat menyelesaikan akad jual beli dengan baik. Dalam hal menerima permohonan pembiayaan dengan akad murābaḥah, bank atau lembaga keuangan syariah dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang kualifikasinya disepakati.

Dan apabila bank atau LKS ingin mewakili nasabah dalam pembelian barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murābaḥah harus dilakukan setelah barang tersebut pada prinsipnya menjadi milik bank atau LKS. Dalam pembiayaan murābaḥah langsung, paling sedikit ada dua pihak yang melakukan transaksi jual beli, yaitu bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli barang. Bank syariah mengadakan akad penjualan dengan nasabah, dimana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.

Dalam perjanjian jual beli ini ditentukan barang-barang yang menjadi obyek jual beli yang dipilih oleh pemesan, serta ditentukan harga jual barang tersebut.

Teori Evektivitas Hukum

Menurut Soerjon Soekant, tingkat efektivitas suatu undang-undang antara lain ditentukan oleh tingkat penghormatan masyarakat terhadap undang-undang tersebut. Suatu peraturan perundang-undangan dapat berjalan efektif apabila faktor-faktor yang mempengaruhi undang-undang tersebut dapat berjalan dengan baik. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan hukum akan efektif jika masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan oleh undang-undang tersebut. Hukum dapat efektif apabila faktor-faktor yang mempengaruhi hukum dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. 63 Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan akan efektif jika masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan oleh peraturan hukum tersebut. atau untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Peraturan yang ada pada bidang kehidupan tertentu cukup harmonis, tidak terjadi konflik yang bersifat hierarkis dan horizontal; Seperangkat peraturan yang mendukung berfungsinya kelembagaan dan mengatur bahan hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum substantif maupun hukum acara. Pada faktor kedua ini, aparat penegak hukumlah yang menentukan efektif atau tidaknya penegakan hukum tertulis.

Faktor kebudayaan yang sebenarnya menyatu dengan faktor kemasyarakatan sengaja dibeda-bedakan, karena dalam pembahasannya yang diangkat adalah sistem nilai yang menjadi inti kebudayaan spiritual atau non material. Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, oleh karena itu merupakan inti dari penegakan hukum, dan juga menjadi tolak ukur efektivitas penegakan hukum. Teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita, yaitu bahwa faktor penghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparat penegak hukum, tetapi juga pada faktor sosialisasi hukum yang dilakukan. sering diabaikan menjadi.68.

Salah satu masalah dalam bidang ini ialah terdapat apa yang dipanggil pembangunan lembut, di mana undang-undang tertentu yang dibentuk dan digunakan terbukti tidak berkesan.

Gambaran Umum Tempat Penelitian 1. Sejarah Berdiri

  • Profil PT. BPRS Magetan

BPRS Magetan juga berharap dapat meningkatkan lapangan kerja khususnya bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Magetan. BPRS Magetan didirikan sebagai sarana untuk memudahkan pejabat Kabupaten Magetan dalam membiayai perkara, dengan menawarkan jenis pembiayaan khusus dengan margin yang berbeda dengan pembiayaan umum. Dasar pendirian : Peraturan Daerah Kabupaten Magetan No. 53 tanggal 21 Desember 2011, dibuat oleh Yvonne Erawati, SH Notaris Madiun.

Bank akan memberikan bonus yang besarnya sesuai dengan kebijakan masing-masing hak dan sesuai dengan keuntungan bank. Uang yang ditabung nasabah akan diinvestasikan secara produktif oleh bank pada bisnis syariah. Uang nasabah yang disimpan di bank dipotong setiap bulannya, namun bank selanjutnya akan memberikan bagi hasil yang besarnya sesuai kesepakatan/sesuai kesepakatan awal.

Simpanan yang dilakukan satu kali sebesar jumlah yang telah disepakati dan tidak dapat ditarik kembali sebelum jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian, serta memperoleh hasil sesuai jangka waktu tersebut. Jaminan yang akan diberikan berupa SK dan Taspen/Karpeg (kartu pegawai) dan margin yang diberikan sebesar 0,9%. Pembiayaan yang diberikan biasanya kurang dari 150 juta euro, dengan margin dari bank.

Pembiayaan yang ditawarkan maksimal Rp dengan jangka waktu maksimal 5 tahun dan jaminan yang akan diberikan berupa Karip dan Surat Keputusan Pensiun.

Selain itu, BPRS Magetan menilai akad murābaḥah paling mudah digunakan. Pembiayaan akad murābaḥah di BPRS Magetan bersifat multiguna, artinya digunakan untuk berbagai kebutuhan yang diinginkan nasabah. BPRS kemudian akan membagi angsuran bulanan berdasarkan jangka waktu pembiayaan yang diinginkan nasabah.

Praktek pembiayaan dengan akad murābaḥah di BPRS Magetan lebih sering menggunakan murābaḥah yang diwakilkan, yaitu bank mewakili pembelian barang kepada nasabah (murābaḥah bil wakālah) dan tidak menerapkan murābaḥah secara langsung dalam artian BPRS memberikan wewenang kepada nasabah untuk melakukan murābaḥah secara langsung. dirinya membeli barang-barang yang diperlukan dari partai. Dalam praktik pembiayaan yang diwakilkan kepada nasabah, terdapat dua akad yang timbul antara BPRS dengan nasabah, yaitu akad murābaḥah dan akad wakālah (murābahah bil wakālah). Kemudian pelanggan membeli barang dari pihak ketiga (supplier), setelah itu pelanggan harus mengirimkan bukti pembelian barang ke BPRS Magetan.

Terkait dengan besarnya uang yang diberikan BPRS Magetan kepada nasabah sesuai dengan harga barang yang diinginkan nasabah. Biaya yang dikenakan dapat dibayar langsung oleh nasabah dengan uang nasabah sendiri, atau dapat dipotong dari pokok pembiayaan yang diajukan dan disetujui oleh BPRS Magetan. Apabila pembiayaan dengan akad murābaḥah, BPRS Magetan tidak memberikan pembiayaan untuk pembelian barang yang diinginkan.

Apabila terjadi gagal bayar atau kredit macet pada BPRS Magetan, maka akan diselesaikan secara kekeluargaan atau kesepakatan antara nasabah dengan BPRS Magetan.

Hambatan dalam Pelaksanaan Fatwa DSN-MUI dalam Mekanisme Pembiayaan dengan akad Murābaḥah

Hal serupa juga terjadi pada penerapan atau implementasi fatwa DSN-MUI tentang murābaḥah di BPRS Magetan. Menurut informasi dari Bpk. Aris selaku CS klien keuangan kantor kas Barat dengan akad murābaḥah di BPRS Magetan sebagian besar menggunakan akad ini. Dukungan dari Pemerintah Kabupaten Magetan terhadap kegiatan operasional BPRS Magetan masih sangat minim.

Terkait transaksi murābaḥah di BPRS Magetan bersifat multiguna yaitu BPRS menggunakan akad murābaḥah untuk seluruh produk pembiayaan yang ada kecuali pembiayaan multijasa (dana talangan umroh/ziaroh, biaya pendidikan dan biaya kesehatan) yang menggunakan akad ijārah. Sebagian besar nasabah membiayai dengan akad murabahah dengan BPRS Magetan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Apabila penagihan angsuran bulanan tidak membuahkan hasil, BPRS Magetan akan menerbitkan surat peringatan (SP 1) kepada nasabah.

Jika dilihat dari prosedur dan mekanisme pendanaan yang ada di BPRS Magetan, secara umum sudah sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI. Ternyata, jika BPRS Magetan menggunakan akad murābaḥah dan wakālah, maka akad murābaḥah hanya terjadi setelah akad wakālah. Namun di BPRS Magetan, akad murābaḥah hanya terjadi sebelum terjadi akad wakālah antara bank dan nasabah.

Dalam hal ini, BPRS Magetan harus lebih memperhatikan seluruh ketentuan fatwa tersebut. Mengingat salah satu faktor penghambat implementasi fatwa DSN-MUI tentang Murābaḥah di BPRS Magetan adalah masih kurangnya pemahaman sumber daya manusia atau dalam hal ini pegawai BPRS Magetan itu sendiri. BPRS Magetan telah berupaya agar pembiayaan melalui akad murābaḥah ini sesuai dengan ketentuan hukum Islam atau ketentuan prinsip syariah lainnya.

Kesimpulan

Saran

Hal ini juga disebabkan karena masyarakat sendiri sebagai nasabah masih enggan menerima prinsip syariah dan cenderung hanya ingin mengetahui tenggat waktunya. Implementasi Fatwa DSN-MUI Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Murabahah pada BMT “Surya Mandiri”. “Posisi Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah (Perspektif Hukum Perbankan Syariah).” Jurnal Vindig Kanan.

Implementasi Fatwa DSN-MUI tentang Praktik Pembiayaan Murābaḥah pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat KCP Ponorogo.” Mendesak untuk menerapkan pembiayaan Murābaḥah bil wakālah dan layanan Rahn untuk meningkatkan pendapatan usaha kecil masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan penerapan akad pembiayaan take over di Bank DKI Unit Usaha Syariah, dengan akad qardh, bai’ dan murabahah termasuk dalam bentuk akad muta’addidah , yaitu

09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran

Sistem produk Arrum Haji di Pegadaian Syariah Pinrang menjelaskan sesuai dengan apa yang dijalankannya kepada nasabahnya yaitu nasabah mengajukan pembiayaan arrum haji kemudian

Refinancing dalam BNI Syariah disebut Top Up yang menggunakan akad murabahah/ba’i, namun pada pembiayaan ulang (refinancing) Menurut Fatwa DSN MUI menggunakan akad

Penggunaan akad pada produk pembiayaan BSM cicil emas tersebut telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 77/DSN- MUI/V/2010 tentang jual beli

Akad wakalah dalam penyaluran dana modal usaha di PNM Mekaar Syariah digunakan untuk mewakilkan kepada nasabah menggunakan uang tersebut membeli barang sesuai dengan apa yang dibutuhkan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifar deskriptif kualitatif 4 Hilda Nurdianti 2014, Fakultas Syariah dan Hukum, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Kesuaian Akad

“TINJAUAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONALMAJELIS ULAMA INDONESIA TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN DENGAN AKAD MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH KOTA