• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Framework Scrum - Agile Methodology dalam management Proyek, Studi Kasus di perusahaan IT Consultant

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Implementasi Framework Scrum - Agile Methodology dalam management Proyek, Studi Kasus di perusahaan IT Consultant"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

31

Implementasi framework scrum - agile methodology dalam management proyek, studi kasus di perusahaan konsultan it

Gabriel Bintang Timur*, Emma Utami2

1 Program Studi Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,Universitas Amikom Yogyakarta, Indonesia.

2Program Studi Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,Universitas Amikom Yogyakarta, Indonesia.

Informasi Artikel:

Dikirim: 18-11-2023; Diterima: 28-11-2023; Diterbitkan: 18-01-2024 Doi : http://dx.doi.org/10.31602/tji.v15i1.13166

ABSTRAK

Dampak pandemi COVID-19 telah secara signifikan mengubah beberapa aspek bisnis, terutama dalam ranah teknologi informasi (IT). Penelitian ini difokuskan pada implementasi metode agile, khususnya framework Scrum, yang menjadi perhatian utama perusahaan konsultan IT di Indonesia sebagai respons terhadap perubahan tersebut. Dalam eksplorasi implementasi framework Scrum pada manajemen proyek teknologi informasi selama pandemi, sebuah survei dilakukan di perusahaan konsultan IT di Indonesia.

Penelitian ini membahas proses implementasi framework Scrum serta dampaknya terhadap kepuasan tim development dan stakeholder, penggunaan scrum dalam sebuah proyek, dan keberhasilan dari proyek yang mengimplementasi scrum. Temuan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam tingkat keberhasilan proyek, meskipun beberapa kendala seperti gangguan eksternal dan kurangnya pengalaman tim terhadap framework Scrum teridentifikasi. Secara keseluruhan, Scrum terbukti sebagai metodologi yang adaptif dan responsif, memberikan manfaat berupa motivasi tim dan dukungan yang dibutuhkan untuk menghadapi proyek-proyek baru. Evaluasi dan peningkatan berkelanjutan diakui sebagai faktor kunci untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan implementasi Scrum di masa mendatang.

Kata Kunci: Agile, scrum, covid-19, project management

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 telah membawa banyak perubahan dalam dunia bisnis, mulai dari perusahaan yang menyediakan jasa ekspedisi, perusahaan pengadaan barang hingga perusahaan IT. Di dalam operasional perusahaan, khususnya di departemen IT, pandemi ini telah berdampak besar karena mengubah secara signifikan aktivitas komersial utama perusahaan. Dampak ini memicu serangkaian tindakan yang harus dipertimbangkan. Tantangan yang paling sering dilaporkan oleh perusahaan meliputi:

kerja jarak jauh akibat lockdown, kekurangan atau ketiadaan Perencanaan Kontinuitas Bisnis (BCP), pengurangan atau pembekuan anggaran IT, perubahan prioritas dalam rencana proyek IT, pembekuan proyek, percepatan digitalisasi, dan perubahan dalam alokasi anggaran IT (Mitev & Dimitrov, 2021).

Dalam konteks tersebut, pendekatan baru dalam manajemen proyek yang dikenal sebagai metode agile mulai mendapatkan perhatian yang lebih luas, terutama setelah pemimpin perusahaan besar mempromosikannya dalam beberapa kesempatan di masyarakat. Implementasi agile dalam pengembangan perangkat lunak dapat menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi di dunia IT. (Fireteanu, 2020)

(2)

32 Pada masa pandemi ini, perusahaan konsultan IT mengalami peningkatan permintaan yang signifikan. Peningkatan ini disebabkan oleh lonjakan kebutuhan akan digitalisasi di kalangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Seiring dengan popularitas metode agile, banyak perusahaan konsultan IT juga meminta agar metode agile menjadi landasan metodologi dalam pengembangan aplikasi mereka.

Untuk membahas isu ini, kami memilih perusahaan konsultan IT sebagai subjek survei, dengan tujuan untuk mengeksplorasi dampak dari implementasi metodologi agile. Pemilihan ini didasari oleh fakta bahwa perusahaan-perusahaan ini mengalami peningkatan permintaan yang signifikan selama pandemi, seringkali berukuran kecil hingga menengah, dan melibatkan beberapa tim dalam pengembangan perangkat lunak.

Karya ilmiah ini mendalami pemanfaatan metode agile Scrum di sebuah perusahaan konsultan IT di Indonesia. Pendekatan ini mencakup pemantauan aktif dalam manajemen proyek perangkat lunak yang melibatkan alokasi sumber daya manusia, keuangan, dan waktu selama seluruh siklus pengembangan proyek. Hasilnya adalah peningkatan signifikan dalam tingkat keberhasilan dalam menyelesaikan proyek- proyek ini.

Metode

Tahapan Penelitian

Untuk menilai efektivitas penggunaan metode agile dalam perusahaan konsultan IT, kami melakukan survei pada sebuah perusahaan konsultan IT. Perusahaan ini berlokasi di Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indoensia dan memiliki beragam jenis service, product serta memiliki cakupan customer yang tersebar di berbagai wilayah negara Indoensia.

Perusahaan yang dipilih menghadapi kondisi yang serupa, namun masalah utamanya adalah belum ditemukanya metodologi pengembangan perangkat lunak yang adaptif teradap perubahan, sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta terdapat kendala berupa kurangnya pengetahuan karyawan baru terkait metode pengembangan perangakat lunak yang fleksibel. Hasil survei menunjukkan bahwa dalam operasionalnya, perusahaan tersebut mengalami ketidak stabilan pada proses pengembangan perangkat lunak, segala kebutuhan dari customer akan segera dituangkan kedalam dokumen kontrak kerja dan dari tim bisnis akan meneruskannya kepada tim development selama tahap implementasi. Tahap analisis dilakukan bersamaan dengan tahap pemrograman, sementara tahap pengujian tidak dilakukan dengan baik, untuk saat ini hanya menggunakan manual testing dan unit testing juga dilakukan oleh para developer.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kami memutuskan untuk menerapkan metodologi agile dan framework Scrum sebagai solusi, terutama karena framework Scrum adalah salah satu metodologi agile yang paling umum digunakan di Indonesia saat ini. Framework Scrum memiliki penerapan yang sederhana dan cepat sehingga tim tidak perlu mengubah banyak kebiasaan pada saat proses development, tetapi hanya perlu menyesuaikan diri dengan karakteristik metodologi ini, aturan yang berlaku di metodologi, serta timeframe yang terdapat pada metodologi ini (Srivastava, Bhardwaj,

& Saraswat, 2017).

(3)

33 Scrum merupakan pada suatu kerangka kerja yang membantu tim development yang menggunakan metodologi Agile untuk membuat suatu hal yang baru dan merawat produk-produk yang kompleks. Scrum juga dikenal sebagai sebuah kerangka kerja yang mengutamakan kesederhanaan dan kemudahaanya dalam implementasi (Schwaber &

Sutherland, 2020). Scrum sendiri dapat dikatakan adalah sebuah kumpulan pola yang digunakan secara luas dalam industri, yang juga dijelaskan dengan baik oleh Scrum Alliance. Tiga komponen utama dari sebuah tim Scrum adalah Scrum Master (SM), Product Owner (PO), dan Tim Pengembangan (J. López-Martínez, 2016). Dalam Scrum, setiap tim mengelola tugas-tugas mereka melalui empat artefak: Product Backlog, Sprint Backlog, Product Increment, dan Definition of Done (Hamid & Mansor, 2016). Tim Scrum diharuskan menjalankan lima tindakan untuk mencapai tujuannya. Tindakan-tindakan tersebut adalah Elaborasi Backlog, Perencanaan Sprint, Pertemuan Harian Scrum, Ulasan Sprint, dan Retrospektif Sprint. Dengan demikian, Scrum dianggap sebagai sebuah prosedur yang mengatur dengan tegas.

Berikut ini adalah gambaran umum bagaimana Scrum bekerja :

Gambar 1 Scrum Framework

• Product Backlog, dijelaskan sebagai daftar semua fitur dan kebutuhan yang harus diimplementasikan (Heikkilä, Paasivaara, & Lassenius, 2013). Proses inisiasi dan pemeliharaan Product Backlog berada di bawah tanggung jawab Product Owner, dan untuk setiap fitur/fitur dalam backlog produk, sebuah prioritas dan perkiraan effort akan disimpan dan dilakukan estimasi (Ashraf, 2017).

• Sprint Backlog merupakan serangkaian aktivitas yang harus dilakukan selama Sprint. Setiap aktivitas atau perubahan dalam aktivitas tersebut merupakan representasi dari item dalam Product Backlog yang harus disertakan dalam rilis berikutnya, yang akan diperkenalkan setelah Sprint saat ini berakhir (Schwaber & Sutherland, 2020) (Ashraf, 2017).

• Sprint Planning, event ini bertujuan untuk membuat keputusan tentang apa yang dapat disampaikan dalam Sprint saat ini selama 2 hingga 4 minggu ke depan dan bagaimana pekerjaan akan dilaksanakan untuk menghasilkan peningkatan produk (J. López-Martínez, 2016).

(4)

34

• Daily Scrum adalah pertemuan yang diadakan setiap hari selama sekitar 15 menit dengan tujuan untuk menganalisis kemajuan proyek, dengan penyampaian hal-hal positif dan negatif. Selain itu, dalam pertemuan tersebut, masalah-masalah tiba-tiba yang dapat menunda proyek dibahas, bersama dengan pekerjaan yang harus dilakukan sebelum pertemuan berikutnya. Untuk tim yang besar, pertemuan harian Scrum mungkin tidak memberikan nilai yang diharapkan bagi anggota tim (Stray, Lindsjørn, &

Sjøberg, 2013).

• Sprint Review, setelah setiap sprint, anggota tim bersama dengan user mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh seluruh pihak terkait, di mana semua fitur dari apa yang sudah dilakukan development dipresentasikan.

Setelah dilakukan demo terhadap fitur-fitur yang sudah didevelopment, tim development mendapat masukan dari user secara langsung. Apa yang menjadi masukan user akan membuat kualitas product semakin baik (Schwaber & Sutherland, 2020) (Heikkilä, Paasivaara, & Lassenius, 2013).

• Sprint Retrospective bertujuan untuk memberikan kesempatan diskusi di antara rekan-rekan kerja yang berkaitan masalah yang mereka alami selama sprint berlangsung dan bagaimana masalah-masalah tersebut dapat diatasi di Sprint selanjutnya. Hal ini memungkinkan para developer untuk meningkatkan efektivitas mereka melalui perubahan perilaku berdasarkan pengalaman yang mereka alami (Andriyani, 2017).

Untuk implmentasi scrum, kami mengawali dengan beberapa tahapan berikut ini :

Gambar 2 Tahapan Implementasi

• Tahap 1, Team Training.

Pelatihan dilakukan dengan menjelaskan peran dalam metode agile, yaitu:

Scrum Master, Product Owner, dan development team. Pelatihan ini sangat diperlukan dan perlu dilaksanakan pada saat inisiasi penggunaan scrum framework. Setiap peran dapat memahami tugas dan tanggungjawabnya, sehingga dapat menggunakan scrum dengan tepat.

• Tahap 2, Scrum Implementation.

Kami memilih sebuah proyek baru dalam perusahaan yang diadopsi yang belum memiliki jadwal yang telah ditentukan. Dalam Penerapan Scrum Agile, Konsep Kanban digunakan untuk memantau tugas, Planning Poker digunakan untuk membantu dalam estimasi waktu staf, dan Burndown Chart digunakan untuk pengendalian visual terhadap kemajuan tim. Namun kali ini kita akan lebih mengulas secara lengkap melalui burndown chart.

Pada gambar 3 terlihat bahwa selisih antara pekerjaan yang harusnya di selesaikan dan actual progress memiliki jarak yang cukup jauh, jika ini berlanjut pada sprint berikutnya, maka akan memiliki dampak pada delivery

Team Training Scrum

Implementation

Implementation

Refining

(5)

35 date dari project ini.

Gambar 3 Burndown Chart - Sprint 1

• Tahap 3, Implementation Refining.

Penyempurnaan proses menjadi sangat penting dalam kelangsungan Scrum, mereka harus mencari cara untuk meningkatkan performance dari metode scrum, yang tentunya akan berimbas pada performance tim secara menyeluruh, tim harus menganalisis dan memperbaiki permasalahan yang sebelumnya dihadapi. Ketika ditemukan solusi untuk suatu masalah maka harus di implementasikan pada sprint selanjutnya. Perlu ditekankan bahwa langkah penyempurnaan ini juga terjadi pada akhir setiap sprint yang dijalankan, terutama melalui diskusi dalam pertemuan Sprint Retrospektif.

Berikut ini table yang menggambarkan performance dari tim secara keseluruhan.

Tabel 1 Team Perfomance - Sprint

Sprint

Planned Task Complete (Story Point)

Actual Completed Task (Story Point)

Percentage

Sprint 1 330 265 80.30%

Sprint 2 240 272 113%

Sprint 3 270 303 146%

Hasil

Pada proses development tahap pertama, tim development berhasil menyelesaikannya dalam 3 sprint. Perfomance setiap sprint nya dapat dilihat melalui burndown chart pada gambar 4.

(6)

36

Gambar 4 Burndown Chart Tahap 1

Dari gambar 4 terlihat bahwa diawal mulainya proses development, tim mengalami kesulitan dengan target-target yang ditentukan. Hal ini terlihat dari adanya gap yang cukup jauh antara total story point yang direncanakan, dengan keadaan actual. Namun pada pertengahan proses development, terdapat titik balik dimana performance meningkat dibandingkan awal proses development. Hal ini dibuktikan dengan tingginya story point yang terpenuhi, melebihi target yang sudah di tentukan, dan kondisi ini bertahan dan cenderung meningkat hingga akhir proses development.

Untuk melakukan validasi terhadap manfaat ataupu impact dari penerapan ini, telah di rencankan untuk melaksanakan survei standar guna mengumpulkan pendapat dari para development team dan stakeholder yang terlibat dalam penggunaan metodologi agile dan framework Scrum. Survei ini bertujuan untuk membandingkan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi sebelum penerapan metode agile dengan setelah penerapan tersebut dilakukan.

Survei akan terdiri dari beberapa topik utama meliputi: performance dari proses development, dokumentasi proyek, komitmen terhadap definition of done, komunikasi antar tim, komunikasi antara tim ke stakeholders, motivasi tim, keterlibatan tim pada proses development, interupsi dari external, intervensi dari stakeholders, komitmen tim, estimasi waktu development, testing aplikasi dan yang terakhir adalah kesesuaian dengan deadline yang terlah ditentukan. Berikut ini hasil survei terhadap topik-topik diatas.

Tabel 2 Kuisioner - Sebelum Penerapan Scrum

No Pertanyaan

Skala

(5=Sangat Puas, 4=Puas, 3=Cukup Puas,

2=Tidak Puas, 1=Sangat Tidak Puas) Rerata

5 4 3 2 1

1 Seberapa puas Anda dengan tingkat 3 4 2 3,11

(7)

37

komunikasi di dalam tim pengembangan aplikasi?

2

Seberapa puas Anda dengan motivasi Anda selama proses pengembangan aplikasi?

1 4 3 1 3,56

3

Seberapa puas anda ketika melihat terlibat dan partisipasi dalam proyek pengembangan aplikasi?

1 3 3 2 3,33

4

Seberapa puas Anda dengan komitmen Anda terhadap mencapai tujuan proyek pengembangan aplikasi?

4 4 1 3,33

5

Bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap dokumentasi yang disediakan selama proses pengembangan?

2 4 3 2,89

6

Bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap performa tim pengembangan aplikasi?

5 3 1 2,44

7

Seberapa puas Anda dengan intensitas gangguan atau interupsi yang dapat menghambat kemajuan proyek?

1 3 5 1,56

8

Sejauh mana Anda puas dengan proses pengujian (testing) yang diterapkan dalam pengembangan aplikasi?

5 3 1 3,44

9

Bagaimana kepuasan Anda terhadap kualitas produk yang dihasilkan selama proses pengembangan?

1 3 3 2 2,33

10

Seberapa puas anda dengan estimasi waktu yang diberikan sesuai dengan batas waktu yang diestimasikan?

2 4 3 1,89

11

Seberapa puas Anda dengan kinerja tim Anda berhasil telah memenuhi batas waktu yang diestimasikan?

4 4 1 3,33

12

Seberapa puas Anda dengan tingkat kesesuaian proyek dengan tenggat waktu yang diestimasikan?

3 5 1 2,22

Tabel no 2 menggambarkan tingkat kepuasan yang diperoleh dari dua perspektif utama, yaitu tim development dan stakeholders terhadap kinerja tim sebelum penggunaan scrum framework. Analisis dari parameter-parameter kinerja tersebut menunjukkan sejumlah aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan efektivitas dan keefisienan tim. Hasil surevi tersebut dapat menjadi dasar untuk penyusunan strategi perbaikan serta implementasi perubahan yang bersifat proaktif guna mengoptimalkan kolaborasi dan mencapai tujuan bersama secara lebih efektif.

Tabel 3 Kuisioner - Setelah Menerapkan Scrum

No Pertanyaan

Skala

(5=Sangat Puas, 4=Puas, 3=Cukup Puas,

2=Tidak Puas, 1=Sangat Tidak Puas) Rerata

5 4 3 2 1

1 Seberapa puas Anda dengan tingkat

komunikasi di dalam tim pengembangan 1 5 3 0 0 3,78

(8)

38

aplikasi?

2

Seberapa puas Anda dengan motivasi Anda selama proses pengembangan aplikasi?

2 5 2 0 0 4,00

3

Seberapa puas anda ketika melihat terlibat dan partisipasi dalam proyek pengembangan aplikasi?

6 2 1 0 0 4,56

4

Seberapa puas Anda dengan komitmen Anda terhadap mencapai tujuan proyek pengembangan aplikasi?

5 2 2 0 0 4,33

5

Bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap dokumentasi yang disediakan selama proses pengembangan?

2 3 3 1 0 3,67

6

Bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap performa tim pengembangan aplikasi?

2 3 3 1 0 3,67

7

Seberapa puas Anda dengan intensitas gangguan atau interupsi yang dapat menghambat kemajuan proyek?

3 2 4 0 0 3,89

8

Sejauh mana Anda puas dengan proses pengujian (testing) yang diterapkan dalam pengembangan aplikasi?

5 2 2 0 0 4,33

9

Bagaimana kepuasan Anda terhadap kualitas produk yang dihasilkan selama proses pengembangan?

2 3 3 1 0 3,67

10

Seberapa puas anda dengan estimasi waktu yang diberikan sesuai dengan batas waktu yang diestimasikan?

1 3 4 1 0 3,44

11

Seberapa puas Anda dengan kinerja tim Anda berhasil telah memenuhi batas waktu yang diestimasikan?

7 1 1 0 0 4,67

12

Seberapa puas Anda dengan tingkat kesesuaian proyek dengan tenggat waktu yang diestimasikan?

1 3 3 2 0 3,33

Tabel 3 merupakan representasi visual dari tingkat kepuasan yang diperoleh dari development team dan stakeholders setelah penerapan framework Scrum. Hasil evaluasi ini mengungkapkan peningkatan yang signifikan dalam kinerja tim, dilihat dari tingkat kepuasan yang tercantum pada setiap poin di topik-topik tersebut. Hal ini menunjukkan dampak positif dari implementasi Scrum dalam pengelolaan proyek teknologi informasi. Tanggapan positif dari kedua belah pihak memberikan gambaran jelas bahwa Scrum telah berhasil memfasilitasi kolaborasi yang lebih baik, perencanaan yang lebih adaptif, dan pengelolaan risiko yang lebih efisien. Peningkatan ini memberikan keyakinan bahwa pendekatan ini bukan hanya meningkatkan produktivitas tim, tetapi juga memberikan dampak positif pada kepuasan para stakeholders. Hal ini mendorong kesimpulan bahwa penerapan framework Scrum adalah langkah yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan dalam konteks development proyek.

Pembahasan

Pada proses development, tim juga menggunakan Kanban board sebagai

(9)

39 visualisasi terhadap task yang sedang dikerjakan. Tim development telah mengadopsi penggunaannya pada area di mana tugas-tugas yang sedang berlangsung dapat dengan mudah diamati, sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat oleh semua pihak pada pengembangan kali ini menjadi terlihat dengan baik, sehingga semua tim dapat saling memantau dan mengingatkan jika terdapat kesalahan ataupun keterlambatan.

Suatu aspek yang mendapat apresiasi dan terbukti sangat bermanfaat adalah penggunaan story point dan burndown chart. Menurut tim, ketika melakukan estimasi waktu tugas dengan kartu story point, terjadi penyeimbangan skillset yang dimiliki, knowledge technical dan perkiraan penyelesaian task, di mana developer dengan pengalaman yang lebih sedikit dapat menyampaikan kesulitannya, dan yang lebih berpengalaman dapat memberikan arahan mengenai jalur yang harus diambil. Tim juga memberikan tingkat kepuasan yang baik terhadap efektivitas Burndown chart yang memberikan gambaran waktu untuk menunjukkan kemajuan Sprint dan memperlihatkan bahwa masih ada banyak tugas yang harus diselesaikan.

Pada akhirnya, hasil positif yang dapat diamati adalah motivasi tim dalam menghadapi proyek-proyek baru dengan dukungan metode agile, khususnya untuk membangun kepercayaan dan menyediakan alat ukur dan alat monitoring yang bermanfaat untuk setiap proyek, baik yang kompleks maupun tidak. Di sisi lain, tim mengamati beberapa aspek negatif selama tiga Sprint yang dilakukan, terutama disebabkan oleh kurangnya pengalaman tim dengan proses tersebut. Mereka menyoroti perlunya meningkatkan komunikasi internal untuk memenuhi persyaratan Scrum, yang sudah diupayakan untuk ditingkatkan selama Sprint terakhir yang dijalani oleh seluruh tim.

Hasil negatif lainnya, yang bukan disebabkan oleh metode agile, melainkan oleh lingkungan bisnis yang kecil, adalah terlalu banyaknya gangguan eksternal. Karena bisnis ini memiliki target-target yang harus dicapai, arahan dari management dan kegiatan- kegiatan seremonial diperushaan, tim development sering terganggu untuk menyelesaikan task, memecahkan masalah ataupun berdiskusi secara intens yang berkaitan dengan proyek. Dalam metode agile, yang mensyaratkan agar tim fokus pada proyek, gangguan eksternal ini dapat menghambat kemajuan proyek.

Dalam pengamatan kami, kendala terbesar terletak pada lingkungan di mana organisasi tidak dapat memungkinkan tim untuk bekerja pada prinsip-prinsip agile. Ini terlihat dengan banyaknya gangguan dari external pada saat sprint berjalan. Metode Scrum bersifat fleksibel dan dapat menoleransi beberapa gangguan ini, tetapi tidak dapat dibenarkan juga jika menjadi sering terjadi dalam proses development.

Selanjutnya, metode agile Scrum terbukti mudah dipelajari, tetapi sedikit sulit untuk digunakan karena memerlukan banyak kontrol terhadap event dan artefaknya.

Dengan dokumentasi yang lebih sederhana, komunikasi harus menjadi lebih sering di antara team development. Keuntungan bagi perusahaan kecil atau menengah adalah bahwa umumnya mereka kurang memiliki dokumentasi yang kompleks, sehingga mereka dengan mudah menyesuaikan aturan metodenya.

Kesimpulan

Implementasi Scrum dalam tim pengembangan telah membawa dampak positif, terutama terkait dengan peningkatan kepuasan tim development. Penerapan Kanban

(10)

40 board, Planning Poker, dan Burndown chart telah membuktikan efektivitasnya dalam meningkatkan fokus dan pemahaman tujuan serta tugas harian. Meskipun demikian, beberapa kendala teridentifikasi, seperti gangguan eksternal yang berlebihan dan kurangnya pengalaman tim, yang memerlukan perbaikan dan peningkatan komunikasi internal.

Penting untuk menegaskan bahwa kesuksesan penerapan Scrum tidak hanya diukur oleh keberlanjutan proses, tetapi juga oleh keberhasilan proyek secara keseluruhan. Hasil positif mencakup motivasi tim untuk menghadapi proyek-proyek baru dengan keyakinan, terutama karena metode agile memberikan dukungan dan menyediakan alat yang berguna. Oleh karena itu, untuk memastikan keberlanjutan penerapan Scrum dan mencapai keberhasilan proyek, penting untuk terus memperkuat komunikasi internal, meningkatkan pemahaman tim terhadap proses, dan mengatasi gangguan eksternal dengan strategi yang tepat.

Secara keseluruhan, Scrum telah membuktikan diri sebagai metodologi yang responsif dan adaptif, memungkinkan tim untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan proyek. Fokus pada evaluasi dan perbaikan berkelanjutan akan menjadi kunci untuk mengoptimalkan manfaat dari penerapan Scrum, serta memastikan keberlanjutan kepuasan tim dan keberhasilan proyek di masa depan.

(11)

41 Referensi

Fireteanu, V.-V. (2020). Agile Methodology Advantages when delivering Internet of Things projects. 2020 12th International Conference on Electronics, Computers and Artificial Intelligence (ECAI) (hal. 865). Bucharest, Romania: IEEE.

Srivastava, A., Bhardwaj, S., & Saraswat, S. (2017). SCRUM model for agile methodology. 2017 International Conference on Computing, Communication and Automation (ICCCA) (hal.

864 - 869). Greater Noida, India: IEEE.

Schwaber, K., & Sutherland, J. (2020, November). https://scrumguides.org/. Diambil kembali dari scrumguides: https://scrumguides.org/docs/scrumguide/v2020/2020-Scrum- Guide-US.pdf

J. López-Martínez, R. J.-R.-G. (2016). Problems in the Adoption of Agile-Scrum Methodologies:

A Systematic Literature Review. 2016 4th International Conference in Software

Engineering Research and Innovation (CONISOFT) (hal. 141-148). Puebla, Mexico: IEEE.

Hamid, A., & Mansor, Z. (2016). Client’s Readiness Assessment Success Factors for Outsourcing Software Projects. International Journal on Advanced Science, Engineering and

Information Technology. Insight Society.

Heikkilä, V. T., Paasivaara, M., & Lassenius, C. (2013). ScrumBut, But Does it Matter? A Mixed- Method Study of the Planning Process of a Multi-team Scrum Organization. 2013 ACM / IEEE International Symposium on Empirical Software Engineering and Measurement (hal. 85-94). Baltimore, MD, USA: IEEE.

Ashraf, S. &. (2017). Latest Transformations in Scrum: A State of the Art Review. International Journal of Modern Education and Computer Science (hal. 12-22). MECS Publisher.

Stray, V. G., Lindsjørn, Y., & Sjøberg, D. I. (2013). Obstacles to Efficient Daily Meetings in Agile Development Projects: A Case Study. 2013 ACM / IEEE International Symposium on Empirical Software Engineering and Measurement (hal. 95-102). Baltimore, MD, USA:

IEEE.

Andriyani, Y. (2017). Knowledge Management and Reflective Practice in Daily Stand-Up and Retrospective Meetings. International Conference on Agile Software Development (hal.

285-291). Springer Nature.

Mitev, Y. R., & Dimitrov, D. I. (2021). IT Service Management Challenges in Condition of Pandemic and Post-Pandemic Environment. 2021 56th International Scientific Conference on Information, Communication and Energy Systems and Technologies (ICEST) (hal. 525). ozopol, Bulgaria: IEEE.

Referensi

Dokumen terkait