• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA MALANG

N/A
N/A
makkolotchanel

Academic year: 2023

Membagikan "IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA MALANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA MALANG

Budi Budaya1

Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang

Abstraksi :

Anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan pada hakikatnya memiliki hak-hak asasi yang sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Sebagaimana sila kelima Pancasila dan Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang disebutkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar diperlihara oleh negara. Maka demi keadilan sosial pemerintah memiliki kewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak-anak jalanan. Hasil Penelitian implementasi Pancasila dan UUD 1945 di Kota Malang menunjukkan, nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 diimplementasikan ke dalam Peraturan Walikota Kota Malang No. 55 Tahun 2012 dan Peraturan Daerah Kota Malang No. 10 Tahun 2013. Peraturan Walikota Kota Malang No. 55 Tahun 2012 mengatur tentang tugas pokok, fungsi tata kerja Dinas Sosial Kota Malang. Pada Peraturan Walikota ini dinas sosial Kota Malang wajib memberi pembinaan terhadap anak terlantar, memberi rekomendasi anak terlantar ke panti sosial bina remaja, atau panti asuhan anak. Perda Kota Malang Tahun Nomor 10 Tahun 2013 berisi tentang penanganan anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di kota Malang. Mengacu kepada Perda ini pemerintah daerah diwajibkan untuk secara aktif melakukan tindakan preventif terhadap anak jalanan. Implementasi kebijakan pemerintah kota Malang antara lain adalah adanya kerjasama antara dinas sosial dengan SKPD dan Masyarakat, serta adanya dukungan pendanaan. Dinas Sosial Pemkot Malang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Nasional Kota Malang melalui Sanggar Kegiatan Belajar yang berupaya menangani pendidikan formal agar anak jalanan bisa menyelesaikan pendidikan formalnya. Faktor Penghambat penanganan anak jalanan adalah kurangnya sumber daya manusia. Sebab idealnya, ada tenaga sosial yang mendampingi anak jalanan tersebut selama sehari dua jam dan seminggu penuh. Kendala dalam pemberian layanan yaitu terbatasnya SDM dari pemerintah. Anggaran untuk pengentasan anak jalanan juga kurang. Penanganan permasalahan anak jalanan jika dimasukkan dalam kebijakan PMKS masih terlalu umum, sehingga kebijakan ini belum mampu memberikan dampak positif bagi anak jalanan itu sendiri.

Kata kunci: anak jalanan, perlindungan, Pemerintah, kebijakan

Abstraction :

Abandoned children and street children in fact have rights similar to human rights in general. As the five precepts of Pancasila and Article 34 paragraph (1) NRI Constitution of 1945 stated that The poor and neglected children maintained by the state. So for the sake of social justice the government has an obligation to protect and fulfill the rights of street children. Results of implementation of Pancasila and the 1945 Constitution in Malang shows NRI values of Pancasila and the Constitution of 1945 is implemented in Malang City Mayor Regulation No. 55 of 2012 and Regulation of Urban Malang No. 10 Year 2013. Malang Mayor Regulation No. 55 of 2012 regulates the basic tasks, functions working procedures of the Social Service of Malang. In this Mayor regulation Malang social services is required to provide guidance to the abandoned children, abandoned children make recommendations to the social house building teens, or orphanage. Malang City Regulation No. 10 Year 2013 is about the handling of street children, vagrants and beggars in the city of Malang. Referring to this law local governments are required to actively carry out preventive measures against street children. Malang city government policy implementation among others, is the cooperation between social services with SKPD and Society, as well as their funding support. Social Service of Malang City Government in cooperation with the National Education Department of Malang through Studio Learning Activities are trying to address the formal education that street children could finish their formal education. Factors hindering the handling of street children is the lack of human resources. Because ideally, there are social workers who assist street children for two hours a day and a full week. Constraints in service delivery is limited human resources of the government.

The budget for the alleviation of street children are also less. Handling problems of street children if included in the PMKS is still too common policy, and the policy has not been able to provide a positive impact for street children themselves.

Keywords: street children, protection, government, policy

1 Alamat Korespondensi : budibudaya151@gmail.com

(2)

A. Pendahuluan

Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia. Sebagai dasar negara nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah seha- rusnya terimplementasi dalam berbagai pe- raturan perundang-undangan dan juga dalam berbagai kebijakan yang diambil oleh pe- merintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu sila dalam pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima pancasila ter- sebut mempunyai implikasi yang luas baik dalam bentuk penjabarannya dalam perun- dang-undangan maupun dalam penerapan perundang-undangan itu sendiri.

Pancasila memiliki hubungan erat dengan UUD 1945. Sila-sila Pancasila dija- barkan ke dalam batang tubuh UUD 1945.

Salah satu pasal yang menjabarkan sila ke- lima pancasila adalah Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh ne- gara. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan negara mengembangkan sistem jaminan so- sial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasi- onal BPS tahun 1998 dapat dilihat bahwa anak jalanan secara nasional sebanyak 2,8 juta anak. Pada tahun 2000, angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,4%, se- hingga menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun 2000, anak yang rawan menjadi anak jala- nan sebanyak 10,3 juta anak atau 17,6% dari jumlah total anak di Indonesia, yaitu 58,7 juta anak (Soewignyo, 2002). Berdasarkan data terlihat, bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak di Indonesia sangat me- merlukan perhatian, padahal mereka adalah aset, investasi sumber daya manusia dan se- kaligus harapan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak mempriha- tinkan, berarti masa depan bangsa dan nega- ra juga tidak menggembirakan. Bahkan, ti- dak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak-anak Indonesia mengalami lost genera- tion (generasi yang hilang).

UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 8 mene- gaskan bahwa setiap anak berhak mempe- roleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosi- al sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Keberadaan anak jala- nan disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak- hak mereka di ranah domestik. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) meru-pakan salah satu hal yang menyebabkan anak turun ke jalan (Unimed.ac.id.) sebagian dari anak- anak harus berada di jalanan sebagai akibat dari lemahnya kondisi ekonomi keluarga sekaligus sebagai bukti bahwa terdapat ke- gagalan dalam pemenuhan hak asuh yang ideal untuk keadaan anak.

Di sisi lain, struktur ekonomi pendu- duk Kota Malang bertumpu pada sektor jasa, umumnya buruh industri dan sektor infor- mal. Dengan struktur ekonomi seperti ini mendorong orang tua berharap anak–anak dapat ikut berpartisipasi agar kegiatan pro- duksi meningkat. Oleh karena melibatkan anak, maka disebut produktif anak. Mening- katnya jumlah anak maka jumlah anak yang beraktifitas di jalan juga meningkat. Seba- nyak 25 % anak di Kota Malang pada tahun 2004 (mayoritas berusia di bawah 15 tahun) yang berjumlah 15.000 anak telah memasuki dunia kerja, sebagian dari mereka menjadi anak jalanan dengan wilayah kerja tersebar ditempat keramaian seperti pusat perbelan- jaan, terminal dan stasiun kereta api, perem- patan/pertigaan jalan dan tempat strategis la- innya.

Bertambahnya jumlah anak jalanan di kota Malang memperlihatkankan bahwa masih banyak anak yang belum mendapat- kan perlindungan secara maksimal. Peme- rintah masih memiliki kewajiban yang besar untuk menjalankan peran dan fungsinya agar anak-anak jalanan mendapatkan perlindung- an yang layak. Akan tetapi, peran pemerin- tah tersebut juga menghadapi kendala, baik yang berasal dari anak jalanan itu sendiri, keterbatasan SDM yang dimiliki oleh peme- rintah, maupun keterbatasan dukungan dari masyarakat.

(3)

Berkaitan dengan implementasi Pan- casila dan UUD 1945, Pemerintah Daerah Kota Malang telah menerbitkan Peraturan Walikota Malang Nomor 55 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Ta- ta Kerja Dinas Sosial. Dinas Sosial inilah yang merupakan ujung tombak Pemerintah Daerah Kota Malang dalam mengimplemen- tasikan Pancasila dan UUD 1945. Di sam- ping itu, Pemerintah Kota Malang juga me- nerbitkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.

Penerbitan peraturan daerah tersebut meru- pakan upaya implementasi Pancasila dan UUD 1945 yakni pemerintah daerah memi- liki tanggung jawab perlindungan anak dan juga untuk mewujudkan Kota Malang seba- gai Kota Layak Anak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumus- kan sebagai berikut: Pertama, Bagaimana- kah hubungan Pancasila dan UUD 1945 ter- kait dengan Peraturan Daerah Kota Malang dalam kaitannya dengan Hak-hak Anak Jala- nan? Kedua, Bagaimanakah Implementasi kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Malang?

B. Pembahasan

1. Hubungan Nilai Pancasila dan UUD 1945 dengan Kebijakan Pemerintah Da erah Kota Malang dalam Pelin-dungan Hak-hak Anak Jalanan

Sila kelima Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- waratan/perwakilan dijabarkan dalam UUD 1945. Penjabaran sila tersebut antara lain adalah sebagai berkut:

Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanu- siaan. Ketentuan ini memancarkan asas ke- sejahteraan atau asas keadilan sosial dan ke-

rakyatan yang merupakan hak asasi manusia atas penghidupan yang layak.

Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Penjelasan UndangUndang Dasar, ayat (1) pasal 29 ini menegaskan keperca- yaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Adapun dalam pasal 29 ayat (2) ditetapkan bahwa negara menjamin kemer- dekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat me- nurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Ketentuan ini jelas merupakan pernyataan tegas tentang hak asasi manusia atas kemer- dekaan beragama.

Pasal 31 ayat (1) menetapkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Ketentuan ini menegaskan bahwa mendapat pendidikan adalah hak asasi manusia. Selan- jutnya pada ayat (2) pasal ini dikemukakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. Dari ayat (2) pasal ini dipe- roleh pemahaman bahwa untuk mengikuti pendidikan dasar merupakan kewaji-ban asasi manusia. Sebagai upaya memenuhi ke- wajiban asasi manusia itu, maka dalam ayat (3) pasal ini diatur bahwa pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang mening- katkan keimanan dan ketaqwaan serta akh- lpp

][lmubh788lak mulia dalam rangka mencerdaskan kehi-dupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang. Demikian pula, dalam rangka men-cerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam ayat (4) pasal 31 ini ditetapkan bahwa nega-ra memprioritaskan anggaran pendidikan se-kurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Be-lanja Negara) serta dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk me-menuhi kebutuhan penyelenggaraan pendi-dikan nasional.

Dalam pasal 31 ayat (5) dite-tapkan pula bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan per-

(4)

satuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fa- kir miskin dan anak-anak yang terlantar di- pelihara oleh negara. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan negara mengembangkan sis- tem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kema- nusiaan. Ketentuan dalam ayat (2) ini mene- gaskan adanya hak asasi manusia atas jami- nan sosial. Adapun pada pasal 34 ayat (4) ditetapkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan keseha- tan dan fasilitas pelayanan umum yang la- yak. Pelaksanaan mengenai isi pasal ini, se- lanjutnya diatur dalam undang-undang, se- bagaimana dinyatakan pada ayat (5) pasal 34 ini.

Pasal-pasal di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran keadilan sosial yang merupakan pancaran dari sila kelima Pancasila. Berdasarkan penjabaran pokok- pokok pikiran tersebut, maka pembuatan ke- bijakan negara di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia.

Dalam UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara” bermakna pe- merintah mempunyai tanggung jawab ter- hadap pemeliharaan dan pembinaan anak- anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak- hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Mereka perlu men- dapatkan hak-haknya secara normal sebagai- mana layaknya anak, yaitu hak sipil dan ke- merdekaan (civil rights and freedoms), ling- kungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).

Implementasi nilai Sila kelima Pancasila dan UUD 1945, pemerintah dae- rah kota Malang mengeluarkan Peraturan Walikota Kota Malang Nomor 55 Tahun

2012 tentang uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Malang.

Peraturan Walikota ini terdiri atas 8 bab dan 29 Pasal yang yang disyahkan pada tanggal 28 November 2012. Terkait dengan masalah anak terlantar pada peraturan walikota ini Dinas Sosial kota Malang wajib memberi pembinaan terhadap anak terlantar, memberi rekomendasi anak terlantar ke panti sosial bina remaja, atau panti asuhan anak

Selain itu, terdapat juga Perda Kota Malang Tahun Nomor 10 Tahun 2013. Pera- turan daerah kota Malang nomor 10 tahun 2013 berisi tentang penanganan anak jala- nan, gelandangan, dan pengemis di kota Ma- lang. Perda ini terdiri atas 7 Bab dan 18 Pa- sal yang disyahkan oleh walikota malang Moch. Anton pada tanggal 30 Desember 2013. Menurut perda kota Malang ini, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan se- bagian besar waktunya untuk melakukan ke- giatan kehidupan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di tempat umum. Mengacu kepada perda ini pemerintah daerah diwa- jibkan untuk secara aktif melakukan tinda- kan preventif terhadap anak jalanan. Adapun tindakan preventif tersebut mencakup: Pe- nyuluhan dan bimbingan sosial, Pembinaaan sosial, Bantuan sosial, Perluasan kesempatan kerja, Pemukiman lokal, Peningkatan derajat sosial, Peningkat pendidikan.

Masalah tersebut diatur dalam Perda kota Malang No. 10 tahun 2013 sebagimana dijabarkan dalam pasal-pasal sebagai beri- kut:

Pasal 4

1. Penanganan anak jalanan, gelan- dangan dan pengemis dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Dae- rah dengan melibatkan dunia usaha dan ele-ment masyarakat lainnya.

2. Penanganan anak jalanan, gelan- dangan dan pengemis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan de- ngan mengacu pada azas dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan dilaksanakan secara terpadu melalui usaha preventif, represif dan rehabilitatif.

(5)

Pasal 5. Dalam rangka mencegah berkem- bangnya anak jalanan, gelandangan dan pe- ngemis maka Pemerintah Daerah berperan aktif melakukan tindakan usaha preventif, usaha represif dan usaha rehaibilitatif di- maksud pada Pasal 4 ayat (2).

Usaha preventif sebagaimana di- maksud pada ayat 1 dilakukan antara lain melalui : a. Penyuluhan dan bimbingan so- sial; b. Pembinaan sosial; c. Bantuan sosial;

d. Perluasan kesempatan kerja; e. Pemuk- iman lokal, f. Peningkatan derajat keseha- tan; g. Peningkatan Pendidikan

Pelaksanaan usaha preventif seba- gaimana dimaksud pada ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Usaha represif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Razia, penampungan semen- tara untuk diseleksi, Pelimpahan Anak jala- nan, gelandangan dan pengemis yang terke- na penertiban ditampung dalam penam- pungan sementara untuk diidentifikasi dan diseleksi. Kegiatan seleksi sebagaimana di- maksud pada ayat 1 dimaksudkan untuk ku- alifikasi para anak jalanan, gelandangan dan pengemis sebagai dasar menetapkan tindakan selanjutnya yang terdiri dari : a.

Dilepaskan dengan syarat; b. Dimasukkan dalam panti sosial; c. Dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halaman;

d. Dijadikan pekerja sosial sebagai penyapu jalan dengan diberi imbalan; e. Diberikan pelayanan kesehatan

Pasal 7. Dalam hal seorang anak jalanan, gelandangan dan pengemis dikembalikan ke keluarga dan masyarakat sebagaimana di- maksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf c di- berikan bantuan sosial yang jenis dan jum- lahnya ditetapkan dengan Ke-putusan Wali- kota.

Pasal 8. Pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan usaha rehabilitasi terhadap para anak jalanan, gelandangan dan penge- mis Usaha rehabilitatif sebagaimana dimak- sud pada ayat 1 meliputi : a. Usaha penam- pungan; b. Usaha seleksi; c. Usaha penyan- tunan; d. Usaha penyaluran; e. Usaha tindak lanjut

Pasal 9. Usaha penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 huruf a ber- tujuan untuk identifikasi anak jalanan, ge- landangan dan pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial.

Pasal 11. Usaha penyantunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 2 huruf c di- tunjukan untuk mengubah sikap mental anak jalanan, gelandangan dan pengemis dari keadaan non produktif menjadi keadaan yang produktif melalui : a. Bimbingan fisik;

b. Bimbingan mental; c. Bimbingan sosial; d.

Bimbingan keterampilan

Pasal 12. Usaha penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 huruf d teru- tama anak jalanan, gelandangan, dan pe- ngemis yang telah mendapat bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan ker- ja diarahkan agar dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.

Pasal 13. Usaha tindak lanjut terhadap anak jalanan,gelandangan dan pengemis se- bagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat 2 huruf r dilakukan dengan : Meningkatkan kesadaran berswadaya, meningkatkan ke- mampuan sosial ekonomi, menumbuhkan ke- sadaran hidup bermasyarakat

Pasal 14. Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelengaraan pe- nanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis.

Pasal 15. Pembinaan dan pengawasan seba- gaimana dimaksud dalam Pasal 14 dalam rangka mencegah dan menanggulangi melu- asnya aktifitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Malang. Pa- da Dinas Sosial Kota Malang, hal ini mele- kat pada Jabatan Struktural Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial yang memiliki tugas : a. Terlaksananya pelaksanaan pembinaan

anak terlantar, para penyandang cacat, panti asuhan, panti jompo, eks penyan- dang penyakit sosial, eks narapidana, anak dan lanjut usia

b. Terlaksananya pembinaan pemberdaya- an penyandang masalah kesejahteraan sosial

(6)

c. Terlaksananya pelaksanaan pembinaan anak terlantar, para penyandang cacat, panti asuhan, panti jompo, eks penyan- dang penyakit sosial, eks narapidana, anak dan lanjut usia serta PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya.

2. Implementasi Pancasila dan UUD 1945 dalam Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Malang

Penerapan Kebijakan Perlindungan A- nak Jalanan di Kota Malang jalanan ini di- mulai dari Konferensi Hak Anak yang dirati- fikasi Pemerintah Indonesia dengan bentuk Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian dibuat kebijakan sebagai penyem- purna hingga yang terakhir adalah Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Per- lindungan Anak. Melihat bahwa implemen- tasi merupakan tugas yang memakan sumber daya/resources paling besar, maka tugas im- plementasi kebijakan juga sepatutnya men- dapatkan perhatian yang lebih besar. Terka- dang dalam praktik proses kebijakan publik, terdapat pandangan bahwa implementasi a- kan bisa berjalan secara otomatis setelah for- mulasi kebijakan berhasil dilakukan. Nugro- ho (2008), berpendapat bahwa implementa- tion myopia yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah “Selama ini kita ber- anggapan bahwa jika kebijakan telah dibuat, maka implementasi akan berjalan dengan sendirinya”. Terkadang sumber daya seba- gian besar dihabiskan untuk membuat peren- canaan padahal justru tahap implementasi kebijakan yang seharusnya memakan sum- ber daya paling besar, dan bukan sebaliknya.

Awal tahun 1998 telah dirintis kerja- sama dengan berbagai instansi terkait dalam menangani anak jalanan diantaranya Dinas Sosial Pemkot Malang dengan Dinas Pendi- dikan Nasional Kota Malang melalui Sang- gar Kegiatan Belajar yang berupaya me- nangani pendidikan formal agar anak jala- nan bisa menyelesaikan pendidikan formal- nya, juga terjadi kerja sama antara Dinas So- sial Kota Malang dengan LSM yang membi- na anak jalanan agar bisa mandiri, dengan membekali anak jalanan dengan pendidikan

dan latihan keterampilan melalui berbagai Rumah Singgah Anak Jalanan yang dimilki beberapa LSM di Kota Malang.

Tabel Jumlah Anak Jalan Di Kota Ma- lang Tahun 2014

No Kecamatan Jumlah Presentase

1 Sukun 96 22,80%

2 Klojen 88 20,90%

3 Kedung Kandang

114 27,08%

4 Lowokwaru 67 15,92%

5 Blimbing 58 13,30%

Jumlah 421 100%

Sumber : Data Olahan Primer Tahun 2015 Untuk mengetahui dengan pasti usia bukanlah pekerjaan yang mudah, namun da- lam wawancara untuk menggali informasi tentang usia penulis tidak mengalami kesu- litan. Karena mereka yang menekuni profesi sebagai anak jalanan umumnya masih anak usia dini. Sehingga mereka masih mempu- nyai daya ingat yang kuat tentang usianya.

Untuk mengetahui usia anak jalanan di Kota Malang dikelompokkan penggolongan usia enam golongan seperti yang tersaji dalam tabel di bawah ini :

Tabel Jumlah dan Presentase Anak Jala- nan Menurut Usia di Kota Malang tahun 2014

No Golongan

Usia Jumlah Presentase 1 < 6 Tahun 28 6,66 %

2 7 – 9 Tahun 29 6,67 %

3 10 – 12 Tahun 84 20%

4 13 – 15 Tahun 140 33.33 % 5 16 – 18 Tahun 119 28,33 %

6 >19 Tahun 21 5 %

Jumlah 421 100 %

Sumber : Olahan Data Primer 2015

Tabel tersebut menggambarkan bah- wa anak jalanan di Kota Malang mempunyai distribusi usia sebagian besar pada golongan usia 13 – 15 tahun. Yakni sebesar 33,33 % disusul kelompok usia 10 – 12 tahun sebesar 20% sedangkan golongan usia terenddah presentasenya terjadi pada golongan usia 19 tahun ke atas yang hanya mencapi 5 % dari kelompok usia kurang dari 6 tahun sebesar

(7)

6,66% . Dengan memperhatikan tabel sebe- lumnya terlihat bahwa anak jalanan di Kota Malang perkelompok usianya hampir sama.

Terutama pada usia kurang dari 15 tahun dan sebenarnya secara umumnya mereka ini termasuk penduduk kota yang berusia po- tensial dan dinamis dalam menjalankan usa- hanya sebagai anak jalanan.

Dengan tingkat pendidikan mereka yang rendah menjadikan kemampuan berpi- kir dan keluasan wawasan yang dimiliki a- nak jalanan sangat terbatas. Sehingga me- mungkinkan mereka dieksploitasi oleh pi- hak–pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak bersimpati kepada mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian be- sar 53.3 % tingkat pendidikan anak jalanan tergolong rendah, yakni di bangku SD bah- kan diantara mereka ada yang duduk di bangku TK, dan tingkat pendidikan tertinggi anak jalanan adalah SMU. Namun apabila dilihat dari besarnya kontribusi (pendapatan yang diberikan) penghasilan mereka terha- dap keluarga, perbedaan tingkat pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang signifi- kan. Sebagai misal mereka yang berpendidi- kan SD dengan mereka yang berpendidikan SMP maupun SMU dalam memberikan pen- dapatan yang diberikan penghasilannya ter- hadap keluarga mereka hampir sama.

Faktor pendorong kinerja penanga- nan anak jalanan yaitu adanya Peraturan Walikota Kota No. 10 tahun 2013. Usaha pemda kota Malang yaitu membuat kepu- tusan tersebut yang berisi tentang Pemben- tukan Dinas Sosial Penanggulangan Anak jalanan. Dinas ini bertugas melakukan pe- nertiban dan pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang. Selain itu, adanya dukungan dana anggaran dari pemkot dan pemprov ju- ga menjadi salah satu faktor pendukung ki- nerja penanganan anak jalanan. Walaupun dinilai dana anggaran tersebut tidak men- cukupi proses penanganan anak jalanan, a- kan tetapi hal itu lebih baik daripada tidak mendapat perhatian dari pemkot maupun pemprov itu sendiri.

Beban biaya untuk penanganan anak jala- nan, gelandangan dan pengemis bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Dae- rah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peratu- ran perundang –undangan.

b. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pe- nyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejah- teraan Sosial (PSKS) dianggarkan sebe- sar: Rp 247.816.500,00 menyerap angga- ran sebesar Rp 245.287.000,00 digunakan untuk tersedianya honorarium petugas pendataan, yaitu aparat Kecamatan dan/

atau Kelurahan dengan melibatkan Tena- ga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dan Pekerja Sosial Masyarakat sebanyak 193 orang yang dilengkapi Surat Penugasan Sekretaris Daerah Kota Malang, bahan perlengkapan praktek, alat tulis kantor, makan dan minum rapat dan bantuan uang transport bagi petugas pendataan.

Secara umum Dinas Sosial Kota Ma- lang telah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam penyusunan dan pelak- sanaan kebijakan daerah di bidang sosial di Kota Malang, baik kegiatan yang bersifat administratif maupun bersifat teknis secara proposional telah berjalan dengan baik.

Indikator keberhasilan / kegagalan pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran, pro- gram dan kegiatan Dinas Sosial Kota Ma- lang adalah dengan melakukan pengukuran Indikator Kinerja Utama (IKU). Pengukuran dilakukan terhadap hasil su-atu penilaian secara sistematik yang didasarkan pada indikator kinerja. Pengukuran kinerja men- cakup: (1) indikator kinerja utama (rencana tingkat capaian), dan (2) tingkat capaian sa- saran Dinas Sosial Kota Malang terhadap in- dikator kinerja utama yang telah ditetapkan.

Setelah diperoleh data hasil pengukuran in- dikator kinerja maka dilakukan pengukuran tingkat pencapaian indikator kinerja. Pengu- kuran ini dilakukan dengan metode perban- dingan antara rencana tingkat capaian (tar get) dengan realisasi capaian untuk mening- katkan kualitas dan kemandirian Penyan

(8)

dang Masalah Kesejahteraan Sosial agar da- pat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, maka perlu adanya bimbingan sosial, rehabilitasi dan pelayanan sosial, penggalian potensi diri serta pembinaan melalui pembe rian pelatihan dan ketrampilan bagi Penyan dang Masalah Kesejahteraan Sosial agar mampu mengembangkan kemampuannya.

Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui program pelayanan dan rehabilitasi kesejah teraan sosial dengan target anggaran sebesar Rp. 2.631.744.700,00, terserap sebesar : --- Rp. 1.507.144.063,00, selisih anggaran tidak terserap sebesar Rp 1.124.600.637,00 de ngan cacatan kegiatan sebesar : --- Rp 1.000.000.000,00 dari sumber dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH- CHT) tidak dapat dilaksanakan dikarenakan karena dasar hukum pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan ( Peraturan Guber nur Nomor 51 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Jawa Timur Ps 24 huruf (h) jo Peraturan Walikota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Ps 10 huruf (z) “ bahwa pembi naan lingkungan sosial melalui pemberda yaan PMKS ditujukan khusus untuk eks kli en panti “ Sehingga telah terjadi efisiensi anggaran sebesar Rp. 124.600.637,00 Kegia tan–kegiatan yang telah dilaksanakan ada-lah sebagai berikut:

(1) Pemulangan Orang Terlantar ke Dae rah Asal, dianggarkan sebesar:--- Rp. 21.000.000,- menyerap anggaran sebesar: Rp. 17.700.000,- digunakan untuk terlaksananya pemulangan o rang terlantar di Kota Malang ke dae rah asal sebanyak 255 orang dengan pemberian uang transport atau saku.

Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2013 dan ditujukan untuk menciptakan Kota Malang yang bersih, tertib dan aman.

(2) Operasional Loka Bina Karya Pandan- wangi, dianggarkan sebesar :--- Rp. 24.400.000,- menyerap anggaran sebesar Rp. 23.892.613,00 digunakan untuk honorarium tenaga kebersihan/

pengamanan kantor, tersedianya alat

listrik dan elektronika, perawatan dan bahan pembersih, rekening listrik, pe meliharaan 22 unit mesin jahit, 2 mesin obras, 8 mesin yanome, kebersihan kantor, pemeliharaan/pengecatan tem bok bangunan dilaksanakan oleh CV DAYU HUTAMA Jalan Bareng Te ngah VE/725 Malang sesuai SP No mor: 027/214.1/PPK/35.73.305/2013 tanggal 08 April 2013 dan papan nama Loka Bina Karya (LBK) Pan danwangi dilaksanakan oleh CV SKETSA. COM Jl. Danau Paniae IV H4/G 19 Malang sesuai SP Nomor: 027/488.1/PPK/35.

73.305/2013 tanggal 20 Juni 2013. Ke giatan ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai de ngan Desember 2013 dan ditujukan untuk terwujudnya kelan caran kegiatan dan operasional LBK guna meningkat kan pelayanan pelatihan bagi penyan dang cacat.

(3) Operasional Penampungan TWK Su kun, dianggarkan sebesar:--- Rp.149.940.000,00 menyerap angga ran sebesar : Rp.133.589.200,00 digu nakan untuk pembayaran honorarium perawat klien, biaya pemakaman kli en, tersedianya alat kebersihan dan bahan pembersih, makan dan minum 12 orang klien selama 1 tahun dan be-lanja mo dal pengadaan mebeleur, pera latan da pur , alat lantai ( karpet, perlak plastik) dan televisi. Kegiatan ini dilak sanakan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2013 bekerjasama dengan CV. Jaya Mandiri yang berala mat di Jalan Teluk Etna VIII Kav. 129 Ma lang, berdasarkan kontrak nomor 027/

02/PPK/PL.I/35.73.305/2013 tanggal 18 Januari 2013 dan . Kegiatan ini ditu jukan untuk tertampungnya dan terpe nuhinya kebutuhan dasar Gelandangan Pengemis terlantar yang ditampung di TWK Sukun.

Operasional dan Penampungan Ling kungan Pondok Sosial ( LIPONSOS) diang garkan sebesar Rp. 684.867.600,00 menyerap anggaran sebesar: Rp. 600.247.250,00 digunakan untuk terlakananya operasional

(9)

LIPONSOS yang meliputi honorarium Pe ngasuh LIPONSOS, petugas dapur, penyuluh dan pekerja sosial, pengelolaan administrasi surat menyurat, penyediaan alat listrik dan elektronika, alat kebersihan dan bahan pem bersih, obat-obat an,perlengkapan harian kli en dan hasil razia, operasional razia PMKS Jalanan, sewa sarana mobilitas darat untuk pengembalian klien hasil razia ke daerah asal, makan dan minum klien dan pelaksa naan razia, uang saku/transport petugas razia dan pemeliharaan gedung dan bagunan LI PONSOS, belanja modal mebeleir dan tele visi serta pembangunan/peningkatan sarana prasarana LIPONSOS. Kegiatan ini dilaksa nakan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2013.

Dalam rangka menangani anak jala nan di Kota Malang Dinas Sosial bekerja sama dengan masyarakat melalui rumah sing gah dan juga panti asuhan yang ada di Kota Malang. Layanan yang diberikan oleh Bi dang PMKS Dinsos Malang kepada anak ja lanan berupa pembinaan mental, pelatihan keterampilan, dan bantuan modal usaha. Se telah patroli dilakukan oleh tim Bidang PMKS di jalan-jalan protokol Malang, anak jalanan kemudian diberi bimbingan pe lati han yang dibantu oleh LSM anak jalanan, yaitu RPSA. Layanan yang diberikan oleh Dinsos mengalami kendala, yaitu datangnya dari obyek yang dilayani, anak jalanan. Hal itu dikarenakan mobilitas anak jalanan yang tinggi, menyebabkan layanan yang diberikan Dinsos tidak mencapai pada sasarannya.

Anak jalanan tidak sepenuhnya mau dibina dan diberi keterampilan, dan keinginan anak jalanan tersebut selalu berubah-ubah. Hal ini diungkapkan oleh Kabid dan Kasi Bidang PMKS yang menyebutkan bahwa anak-anak yang dibina seringkali tidak sama orang yang harusnya dibina setiap kali bimbingan. Pada hal bimbingan tersebut harus bertahap de ngan orang yang sama.

Pihak Dinsos Kota Malang melim pahkan wewenang pada RPSA yang ditun juk, untuk menyusun proposal kegiatan yang melibatkan anak jalanan. Proposal tersebut harus dilengkapi data-data administratif dari

RT, RW, dan kelurahan yang ditempati anak jalanan tersebut. Anggaran tersebut diguna kan untuk pembinaan keterampilan yang di sesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan.

Akan tetapi, peran Dinsos Kota Malang ha nya terbatas sebagai stimulan kegiatan saja.

Pembimbingan, pelatihan, hingga pengenta san anak jalanan agar mandiri dilepaskan sepenuhnya oleh RPSA.

Pada kenyataan di lapangan, LSM akan lebih dekat dengan anak jalanan, kare na mereka berinteraksi secara langsung, se hingga tepat sekali jika dalam pelaksanaan perlindungan anak jalanan ini pihak pemerin tah mengajak kerjasama LSM-LSM agar ke bijakan yang ada dapat berjalan lebih efektif dan tepat sasaran

LPAJ Griya Baca merupakan salah- satu LSM yang fokus dalam menangani anak jalanan. Dalam kegiatannya, Griya Baca juga bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Ma lang.

Program yang dimiliki oleh Griya Ba ca dalam penanganan terhadap anak jalanan diantaranya adalah 1. Achivement Motiva tion Training (AMT) dengan anak jalanan yang menjadi anak-anak binaan; 2. Bhakti sosial dengan keluarga anak jalanan; 3. Pem binaan rutin dua kali dalam satu minggu; 4.

Pembinaan orang tua; 5. Pelatihan life skill event; 6. Training-training pembina, adik bi naan dan pengembangan diri lainnya.

Griya Baca menerapkan konsep child center community development, karena itu Griya Baca menyadari bahwa agar proses ad vokasi dan pemberdayaan anak jalanan berja lan dengan efektif dan progresif, maka dibu tuhkan penanganan terhadap orang tua dan masyarakat termarginalkan yang ada di seki tar mereka. Dinas Sosial mengacu pada tiga hal yang disebut dengan “3 fungsi utama pe nanganan anak jalanan”, antara lain terdiri dari 1.Fungsi pencegahan: dilakukan dengan cara sosialisasi kepada anak jalanan melalui kerjasama dengan LSM ataupun pihak-pihak lain yang terkait. Proses sosialisasi ini tidak serta merta dapat berjalan dengan maksi-mal, sebagai alternatif pencegahan yang la in, Dinas Sosial Kota Malang bekerjasama

(10)

dengan Satpol-PP untuk melakukan kegiatan razia anak jalanan yang disebut “Operasi Simpatik”. Kegiatan Operasi Simpatik ini tidak hanya dilakukan oleh Satpol-PP, tetapi ada tim terkait yang bekerjasama dalam ke giatan ini, tim tersebut adalah gabungan dari Dinas Sosial, Satpol-PP, Polresta Kota Ma lang, Kementerian Agama Kota Malang dan Dinas Ketenagakerjaan Kota Malang. Pada tahun 2012 kemarin, telah dilakukan sembi lan kali Operasi Simpatik, dari bulan Maret sampai Nopember.

Fungsi rehabilitasi:anak jalanan yang hasil razia Operasi Simpatik kemudian dida ta dan ditampung di LIPONSOS (Lingkung an Pondok Sosial) yaitu tempat yang me mang disediakan untuk membina anak-anak jalanan yang terjaring dalam razia. Materi pembinaan yang diberikan dalam upaya reha bilitasi di LIPONSOS antara lain adalah pembinaan mental, keagamaan, dan motiva si-motivasi. Setelah dari LIPONSOS, anak- anak jalanan ini akan dirujuk ke UPT-UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang berada di Provinsi Jawa Timur untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut. Dalam fase ini Di nas Sosial Kota Malang bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Dinas So sial juga bekerjasama dengan panti-panti asu han untuk merujuk anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan sudah ti dak memiliki keluarga ataupun orang tua.

Pemberdayaan ini dimaksudkan agar nantinya anak-anak jalanan tersebut dapat memiliki keterampilan tertentu yang nanti nya dapat mereka jadikan bekal dalam beker ja, hal inilah yang diharapkan secara perla han dapat membuat mereka berhenti menja di anak jalanan. Pemberdayaan ini dimulai dari tahapan identifikasi atau pendataan a nak jalanan, dengan skema by name by address.

Setelah dilakukan pendataan/identi-fikasi, data yang ada akan diseleksi. Proses seleksi ini dimaksudkan agar pelatihan yang diikuti oleh anak-anak jalanan ini sesuai de ngan minat dan kemampuannya. Untuk me mastikan bahwa data yang didapat dan telah terploting merupakan data yang benar, maka Dinas Sosial melakukan home-visite. Tidak

hanya berhenti pada proses home-visite, se lanjutnya dilakukan tahapan assessment un tuk dapat mengetahui latar belakang anak ja lanan secara lebih menyeluruh. Dalam pro ses ini, para relawan (seperti halnya pekerja sosial, ataupun relawan-relawan yang terga bung dalam LSM-LSM) melakukan pengi- dentifikasian terhadap anak jalanan untuk mendapatkan data yang selengkap-lengkap nya tentang mereka.

Setelah semua data terkumpul seca ra rinci, dibuatlah sebuah “rencana interven si yaitu upaya yang dilakukan Dinas Sosial untuk memasukkan mereka dalam rangkaian pelatihan keterampilan yang disebut dengan

“Program Bimbingan Sosial dan Keterampi lan”. Oleh Dinas Sosial Kota Malang adalah pelatihan fotografi, tataboga, otomotif dan kursus mengemudi. Ketika pelatihan ini sele sai mereka akan mendapatkan bantuan stimu lant sesuai dengan pelatihan keterampilan yang mereka ikuti, tapi seringkali pemberian stimulant ini dimanfaatkan tidak sebagaima na mestinya oleh mereka, seperti pada saat ada anak binaan dari Griya Baca yang diberi bantuan kompresor, yang akhirnya bantuan tersebut tidak dipakai untuk berusaha tetapi malah dijual.

Fenomena ini menjadi wajar saja ter jadi, terlebih jika melihat lingkungan anak- anak jalanan yang menyebabkan mereka cen derung berfikir pendek, apa yang dapat me reka lakukan untuk mendapatkan uang de ngan cepat, itulah yang akan mereka pilih, ti dak ada lagi pemikiran ke depan untuk meru bah kehidupan menjadi lebih baik, apalagi dengan berhenti menjadi anak jala-nan, ka rena sebagian mereka merasa bekerja me- ngamen, meminta, dan berbagai macam pe kerjaan di jalanan tersebut lebih mudah dan lebih cepat menghasilkan uang. Dinas Sosial sudah berusaha mengantisipasi hal ini de ngan melakukan evaluasi dan monitoring, tetapi karena tindakan evaluasi dan monito ring ini hanya dilakukan dalam jangka wak tu tertentu saja, itupun tenggang waktunya relatif jarang, akhirnya praktik penyalahgu naan bantuan ini masih saja terjadi.

(11)

Peran LSM sangat besar pada pe nanganan terhadap anak jalanan, karena da lam kenyataannya LSM adalah pihak yang mempunyai hubungan langsung dengan anak-anak jalanan. Permasalahan anak-anak jalanan semakin lama memang semakin kom pleks dan berkembang, mulai dari permasa lahannya dengan dirinya sendiri, dengan ko munitasnya, dengan masyarakat, sampai yang saat ini marak adalah permasalahannya dengan aparat, seperti halnya Satpol-PP, ka rena seringkali tindakan Satpol-PP yang me lakukan penangkapan pada mereka memicu perlawanan balik dari anak-anak jalanan ini yang pada akhirnya menimbulkan bentrok dan kericuhan. Hal ini membuat hubungan antara aparat dan anak jalanan menjadi ku rang baik. Jika antara Pemerintah dan LSM mempunyai hubungan dan komunikasi yang baik, LSM bisa menjadi fasilitator untuk menghubungkan antara pemerintah dengan anak jalanan.

Jika kembali pada kebijakan PMKS, yaitu keputusan Walikota Malang Nomor 10 Tahun 2013 yang saat ini dijadikan payung kebijakan dalam penanganan permasalahan anak jalanan, kebijakan tersebut bukanlah merupakan kebijakan baru, tetapi merupa kan penyempurnaan dari kebijakan PMKS yang telah ada sebelumnya yang disahkan. Dalam rentan waktu tiga tahun setelah kebi jakan ini disahkan, dan setelah berbagai ma cam program kerja terkait perlindungan anak jalanan ini dilaksanakan, pada kenyata annya jumlah anak jalanan masih belum mengalami penurunan. Dari data yang dipe roleh dari Dinas Sosial menyebutkan, pada 2009 di Kota Malang ada sekitar 108 anak jalanan, 2010 meningkat menjadi 127 anak, 2011 meningkat lagi menjadi 487 anak ja lanan, dan tahun 2012 kemarin ada 524 anak jalanan.

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu di lakukan sesuai dengan prinsip-prinsip admi nistrasi yang benar atau sesuai dengan kebi jakan organisai, baik yang eksplisit maupun implisit. Usaha yang dilakukan agar bekerja sesuai dengan prinsip administrasi yang ada

yaitu Bidang PMKS bekerja sesuai tugas ma sing-masing, dan ada system pengawasan yang dilakukan. Pengawasan tersebut diwu judkan dengan adanya pertanggungjawaban kepada Komisi C DPRD Kota Malang. Indi vidu, kelompok, maupun tim di Bidang PMKS Dinsos Kota Malang bertanggungja wab atas peran dan pekerjaan mereka ma- sing-masing. Contohnya bidang PMKS terdi ri dari tiga seksi, yaitu seksi pelayanan sosi al, seksi rehabilitasi sosial, dan seksi bantu an sosial, mereka bertanggung jawab terha dap kepala bidang PMKS, dan dalam pelak sanaan tugas berkoordinasi satu sama lain.

Pada kenyataannya, tugas bidang PMKS yang kegiatannya turun ke lapangan untuk menjaring anak-anak jalanan dan memberi pendampingan, dihadapi kendala kurangnya tenaga sosial. Selain itu, kekurangan angga ran untuk melaksanakan program juga men jadi kendala responsibilitas.

Target yang diharapkan dari Bidang PMKS adalah meningkatnya kesejahteraan anak jalanan, diharapkan anak jalanan tidak turun ke jalan kembali dan bisa hidup man diri. Kepala Bidang PMKS menekankan bah wa partisipasi masyarakat sangat dibutuh kan, karena pada kenyataannya masih ba nyak masyarakat yang kasihan melihat anak jalanan dan memberi uang di jalanan. Pada hal kebiasaan tersebut akan mengakibatkan anak jalanan tidak dapat lepas dari jalanan.

Akan tetapi, kendala lain yang diha dapi adalah tingkat kesejahteraan tersebut berbeda-beda persepsinya antara satu indivi du dengan individu lain. Kendala tersebut menyebabkan usaha-usaha dari Dinsos Kota Malang untuk menangani anak jalanan ha nya di permukaan saja, tidak menyentuh kon disi setelah anak jalanan diberi bantuan itu.

Target capaian hanya sebatas selesainya ke giatan, dan tidak menangani bagaimana anak tersebut mandiri sepenuhnya. Pertanggung- jawaban dilakukan melalui laporan dari ba wah ke pimpinan puncak setiap bulan yang berupa laporan bulanan. Laporan ini dibuat secara tertulis dan harus diserahkan kepada Dinsos untuk diperiksa. Pertanggungjawa bannya adalah sesuai dengan tupoksi ma

(12)

sing-masing. Pertanggungjawaban berupa ha sil yang dilaporkan kepada Dinsos. Bentuk pertanggungjawaban vertikal dari Bidang PMKS yaitu membuat laporan pertanggung jawaban tugas-tugas mereka dan diberi kan ke Dinsos untuk diperiksa lalu diterus kan ke Pemkot. Dinsos juga mempertanggungjawab kan kepada Komisi C DPRD Ko ta Malang.

Sedangkan secara horisontal tidak perlu adanya laporan. Hal-hal yang sudah dilapor kan kepada publik dilakukan oleh Bidang PMKS seperti memberi memberi himbauan kepada masyarakat tentang larangan membe ri uang kepada anak jalanan. Bentuk himbau an ini seperti spanduk, mela lui media massa, dan pamflet. Selain itu, bentuk bantuan seper ti bantuan modal usaha ke pada anak jalanan yang telah diseleksi juga dilaporkan di media massa. Hal yang perlu ditingkatkan dalam pelaporan publik seperti usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Dinsos dalam rangka mengentaskan anak jalanan, sehingga juga da pat ditingkatkan partisipasi masyarakat.

Kurangnya sumber daya manusia men jadi kendala terbesar dalam penanganan anak jalanan. Idealnya, ada tenaga sosial yang men dampingi anak jalanan tersebut selama sehari dua jam dan seminggu penuh. Akan tetapi, kinerja Dinsos juga mengalami kendala yaitu datangnya dari anak jalanan itu sendiri. Ke inginan anak jalanan yang selalu berubah- ubah menyebabkan program yang dicanang kan untuk mereka tidak maksi mal, terbukti di RPSA terdapat alat-alat keterampilan un tuk usaha tidak digunakan. Sehingga modal- modal ini menjadi sia-sia. Partisipasi masya rakat juga menjadi kendala pada penanganan anak jalanan ini. Kesadaran masyarakat dinilai rendah dalam menghadapi dan menyi kapi keberadaan anak jalanan. Masih banyak masyarakat yang memberi uang kepada anak jalanan, padahal tindakan tersebut akan mem buat anak jalanan semakin tidak mau dan berusaha mandiri.

Kendala dalam pemberian layanan yaitu terbatasnya SDM dari pemerintah yang ada. Jumlah anak jalanan yang ditangani ti dak sebanding dengan jumlah tenaga sosial dari pemerintah. Padahal bimbingan tersebut

harusnya menyeluruh, dilakukan dari anak ja lanan diseleksi sampai dengan anak jalanan tersebut mandiri di kehidupan masyarakat.

Anggaran untuk pengentasan anak jalanan juga kurang. Hal ini diungkapkan oleh kepa la RPSA, ia menjelaskan bahwa setiap tahun anggaran untuk menangani anak jalanan yang diberikan kepada yayasannya dari Din sos semakin menurun. Masyarakat juga ber pen dapat, kinerja Dinsos Kota Malang dini lai belum maksimal, karena masih banyak anak jalanan yang mereka temui di jalanan dan masyarakat tidak mengetahui program apa yang benar-benar diprioritaskan oleh pe merintah kota Malang untuk mengentaskan anak jalanan.

Penanganan permasalahan anak jala nan jika dimasukkan dalam kebijakan PMKS masih terlalu umum, sehingga tidak meng herankan jika kebijakan ini belum mampu memberikan dampak positif bagi anak jala nan itu sendiri, dan banyak anak jalanan yang belum dapat terlindungi dari adanya kebi jakan tersebut Tahun 2010 Kota Malang di tunjuk sebagai salah satu pengembang Kota Layak anak (KLA). Salah satu indikator bagi Kota Layak Anak adalah adanya kebijakan mengenai Peraturan Daerah Perlindungan Pe rempuan dan Anak. Jika Kota Malang sudah ditetapkan menjadi bagian dari pengembang an Kota Layak Anak, maka Kota Malang harus mempunyai Peraturan Daerah tersebut.

Dengan adanya Perda Perlindungan Perempu an dan Anak, maka upaya dan tindakan da lam perlindungan anak jalanan akan lebih fokus, tidak seperti pada Keputusan Walikota Nomor 88 Tahun 2011 yang fokusnya masih terpecah dalam 28 kategori PMKS.

Permasalahan anak jalanan merupakan sebuah permasalahan yang kompleks, sehing ga membutuhkan penanganan yang hollistic, untuk itulah dibutuhkan kerjasama dan koor dinasi yang baik antara stakehol ders. Untuk membuat kebijakan yang terkait dengan per masalahan anak jalanan, sudah se pantasnya pemerintah bekerjasama dengan pihak-pihak yang memang dekat dengan komunitas anak jalanan tersebut, yang bersentuhan langsung dengan mereka, agar ke bijakannya tepat

(13)

sasaran. Selain itu dalam pelaksanaan kebija kan, koordinasi antar stakeholders juga harus tetap dijaga, dalam hal ini Dinas Sosial se bagai dinas yang menangani permasalahan- permasalahan sosial, dan LSM-LSM peduli anak jalanan, harus mempunyai visi yang sejalan.

C. Kesimpulan

Implementasi nilai Pancasila dan UUD 1945 terkait dengan penanganan ter lantar diwujudkan ke dalam Perda No 10 Tahun 2013 dan Peraturan Walikota Ma lang No 55 Tahun 2012. Terkait dengan penanga nan anak terlantar pada peraturan wali kota ini dinas sosial Kota Malang telah memberi pembinaan dan memberi rekomendasi untuk dapat dikirim(bantarkan) ke panti sosial bina remaja, atau panti asuhan anak. Berdasarkan Perda tersebut jelas bahwa pemerintah daerah mempunyai kewaji ban untuk secara aktif melakukan tindakan preventif maupun kura tif menangani anak jalanan.

Proses penampungan terhadap anak- anak jalanan dan gelandangan dilakukan de ngan mengidentifikasi mereka yang tergo long anak jalanan, gelandangan, dan penge mis yang akan dimasukkan dalam Panti So sial. Seleksi bertujuan untuk menentukan je nis dan bentuk pelayanan sosial yang akan diberikan. Selain itu juga dilakukan pemberi an santunan untuk membantu dari keadaan yang non produktif ke arah yang produktif dan juga pemberian bimbingan fisik, mental, dan juga sosial.

Dalam melakukan pembinaan dan penanganan anak jalanan dilakukan kerjasa ma antara dinas sosial dengan SKPD terkait dan Masyarakat, serta adanya dukungan ang garan dana. Selain itu juga kerja sama de ngan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) untuk menangani pendidikan formal agar anak ja lanan bisa menyelesaikan pendidikan formal nya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Badan Kesejahteran Sosial Nasional (BK SN). 2000. Anak Jalanan di Indone sia: Permasalahan dan Penanga nannya. Jakarta: BKSN

Departemen Sosial Republik Indonesia.

1997. Panduan Pelaksanaan Pembi naan. Kesejahteraan Sosial Anak Melalui Panti Sosial Asuhan Anak.

Jakarta: Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia.

Dinas Sosial. 2001. Acuan Pelaksanaan Pe layanan Sosial Pembinaan Anak Ja lanan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Surabaya : Dinsos Jawa Ti mur.

Djajasudarma. 2006. Metode Penelitian Sosi al. Bandung : Rineka Cipta.

Dwi Astutik. 2005. Hasil Wawancara Ka feilmu.com.

Ginanjar. Mohammad Hilman 2010. Anak Jalanan Menurut Perspektif Hukum (Studi Kasus Anak Jalanan di Perti gaan UIN Sunan Kalijaga Yogya karta). Yogyakarta :UIN Sunan Ka lijaga.

Laporan Pemberdayaan Anak Kota Malang Tahun 2005

Miles, Mattew B, dan A Michael Huberman.

2007. Analisis Data Kualitatif, Bu ku Sumber tentang Metode-metode Bar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy. (2002). Metodologi Peneliti an Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya.

Nugroho. D. Riant. 2000. Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi Kaji an dan Kritik Atas Kebijakan De sentralisasi di Indonesia. Jakarta:

PT. Alex Media Komputindo.

Patimah, Siti. 2012. Motivasi Belajar Anak Jalanan dan factor-faktor yang Mempengaruhinya. (Studi Tentang Anak Jalanan di Traffic ligth Pasir Koja Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung ). Bandung UPI Ban dung.

Rahmadani. 2013. Latar Belakang Penyebab Anak-anak Bekerja di Jalanan (Stu

(14)

di: 8 Orang Anak Jalanan di Kota Tanjung-pinang). Riau: UNRI Sakapurnama. 2011. Telaah Implementasi

Undang-undang Keterbukaan Infor masi Publik Sebagai Wujud Penera pan Prinsip Good Governance. Ja karta: Universitas Indonesia Press.

Shalahuddin, Odi. 2004. Di Bawah Bayang- Bayang Ancaman. Semarang: Yaya san Setara.

Soeparman, 2000. Badan Kesejahteran Sosi al Nasional (BKSN), Modul Pela tihan Pimpinan. Jakarta: Rumah Singgah.

Soetarso. 1999. Praktik Pekerjaan Sosial.

Bandung : Kopma STKS Bandung.

Subarsono. 2009. Analisis Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surbakti dkk. 1997. Prosiding Lokakarya Persiapan Survey Anaka Rawan:

Study Rintisan di Kotamadya Ban dung. Jakarta: BBS dan UNICEF.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantita tif, kualitatif dan R & D. Bandung:

Affabeta

Wijayanti, Pratiwi. 2010. Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang Sebuah stu di kualitatif dengan pendekatan des kriptif di daerah Siranda, Sema rang Nugroho Fedri Apri .2014.

Realitas Anak Jalanan Di Kota La yak Anak Tahun 2014 (Studi Kasus Anak Jalanan di Kota Surakarta).

Semarang:Universitas Diponegoro.

B. Hasil Penelitian atau Tugas Akhir SUSENAS. 2000. Survey Ekonomi Nasional

Tahun 2000 Studi di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Surakarta 1 Laporan Penelitian Hibah Riset Unggulan Universitas Indonesia.

C. Internet

www.misipelmasgbi.org www.kemsos.go.id www.misipelmasgbi.org www.unimed.ac.id.

D. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002.

Tentang Perlindungan Anak Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 10

Tahun 2013 tentang Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.

Peraturan Walikota Malang Nomor 55 Ta hun 2012 tentang Uraian Tugas Po kok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Sosial.

Referensi

Dokumen terkait