IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI- NILAI ISLAMI DALAM MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA PADA SISWA KELAS IV SDIT QURROTA A’YUN
GARUT
Proposal
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk menyusun skripsi pada Program Studi Pendidikuan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh : Arsi Kamilia Pratiwi
NIM 22844033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU SOSIAL BAHASA DAN SASTRA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA GARUT 2023
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak- anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kea rah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh: anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang mudah, menolong teman dan seterusnya merupakan proses pendidikan karakter. Sehubungan dengan itu, Ki Hajar Dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter, yakni ngerti-ngroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Hal tersebut senada dengan ungkapan orang Sunda di Jawa Barat, bahwa pendidikan karakter harus merujuk pada adanya keselarasan antara tekad-ucap-lampah (niat, ucapan/kata-kata dan perbuatan).1
Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement), yang ditujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter harus menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis dan mengamalkan seluruh karakter bangsa secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa yang memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman dan kecerdasan kultural masyarakat.2
Pendidikan sebagaimana tercantum dalam UUSPN No. 20 tahun 2023 adalah bahwa
“pendidikan bertujuan untuk mencapai berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”. Maka, melalui pendidikan diharapkan akan membentuk peserta didik yang potensinya berkembang dengan maksimal. Baik itu potensi intelektual
1 Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M, Pd., Manajemen Pendidikan Karakter, Bumi Aksara, 2011, Jakarta, hlm. 1
2 Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M, Pd.,.. hlm. 2
(kognitif), afektif (etika, moral, spiritual, sikap dan pribadi), serta psikomotornya.
Sehingga semua potensi tersebut bisa mendorong peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Akan tetapi, secara implementasinya pendidikan saat ini masih jauh dari harapan yang dikemukakan diatas. Dari segi kualitas pendidikan Indonesia masih jauh dari Negara-negara tetangga. Menurut Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI) dilaporkan bahwa peringkat HDI Indonesia menempati peringkat ke-114 dari 191 negara di dunia pada tahun 2023, jauh di bawah Singapura peringkat ke-12, Malaysia peringkat ke-62, Brunai peringkat ke-51.3 Hal ini merupakan indicator buruknya kondisi sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, kesehatan, dan gizi serta pelayanan sosial pada Bangsa Indonesia, bila dibandingkan dengan Negara lain.
Sebagaimana kita ketahui di media sosial saat ini, banyak sekali fenomena-fenomena ketimpangan sosial yang baru ini beredar adalah kasus ditemukannya Siswa Sekolah Dasar yang terindikasi membuat grup Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBTQ) (TVOnenews, 2023), selain itu ada kasus tiga siswa SD di Mojokerto yang memperkosa seorang siswi TK (Muslimahnews, Januari 2023), dan yang paling mengiris hati adalah kasus seorang siswa kelas 4 SD di Banyuwangi yang nekat gantung diri lantaran sering di bullying oleh teman-temannya karena ayahnya meninggal alias anak yatim (Muslimahnews, Maret 2023), siswa anak SD, seperti siswa kelas 6 SD yang ketahuan hamil 8 bulan di Binjai (Kumparan, 2023). Berbagai fenomena kriminalitas yang terjadi pada jenjang sekolah dasar ini menambah catatatan merah kerusakan generasi mengindikasikan kegagalan dalam pembentukan karakter pada peserta didik.
Beberapa indikasi lemahnya karakter dapat ditunjukkan dengan berbagai kasus yang terjadi di Indonesia seperti kriminalitas, korupsi, pergaulan bebas, kerusuhan, bulliying, dll. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa telah mendapat aduan kekerasan pada anak di ranah pendidikan sebanyak 64 aduan per tanggal 31 Maret 202. Bentuk aduan kekerasan yang terjadi pada satuan pendidikan antara lain kekerasan fisik, bullying, perundungan, kekerasan seksual, korban diskriminasi kebijakan satuan
3 Wikipedia, Daftar Negara Menurut Indeks Pembangunan Manusia, 2022, https://en-m-wikipedia-
org.translate.goog/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id
&_x_tr_pto=tc (Jumat, 23 Juni 2023. 20.36 WIB)
pendidikan, hingga kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperhatikan prinsip hak partisipasi anak (Tirto, Mei 2023). Sedangkan krisis moral akibat dunia digital dapat ditemukan pada anak pelaku kepemilikan media pornografi (HP/video, dsb) yang mengalami peningkatan secara drastis dari tahun sebelumnya berjumlah 94 kasus pada tahun2020 mencapai 348 kasus.4
Selain itu, berdasarkan hasil riset Programme for International Student Assesment (PISA) 2018 menunjukan siswa yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1 %. Angka tersebut membuat Indonesia berada pada tingkatan kelima paling tinggi dari 78 negara sebagai Negara yang murid di sekolahnya mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Dari 445 kasus yang ditangani sepanjang 2018, sekitar 51,2% di antaranya kasus kekerasan fisik, seksual maupun verbal sesama pelajar.
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaporkan hasil survei bahwa ada 2,3 juta pelajar yang mengkonsumsi narkoba. Tidak sedikit pula pelajar putri yang menjalankan profesi sebagai PSK. Bahkan ada pelajar yang malah menjadi mucikari dengan menawarkan teman-temannya kepada para lelaki hidung belang.5 Berdasarkan kasus- kasus yang telah dijelaskan tersebut, tentu menjadi perhatian tersendiri bagi pemerhati anak agar senantiasa meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan pendidikan karakter dengan lebih baik dan matang.
Pandangan tentang baik buruknya suatu bangsa dapat tercermin oleh karakter yang dimiliki masyarakatnya serta adanya permasalahan moral yang dihadapi suatu bangsa Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas mengenai fenomena-fenomena yang diberitakan di media sosial yang menampilkan karakter siswa dengan dekadensi moral yang semakin merosot. Maka tindakan merosotnya nilai-nilai karakter tersebut menjadi tantangan bagi para guru dan lembaga pendidikan yang dituntut untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam menanamkan dan mengembangkan nilai yang baik serta membantu siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang
4 Rega Maradewa, “Update Data Infografis KPAI – Per 31-08-2020”,
https://www.kpai.go.id/publikasi/infografis/update-data-infografis-kpai-per-31-08-2020, (Sabtu, 24 Juni 2023. 12.03 WIB)
5 Data Riau, “Remaja Kita Dalam Ancaman Krisis Adab dan Akhlak”,
https://www.datariau.com/detail/dakwah/remaja-kita-dalam-ancaman-krisis-adab-dan-akhlak, (Sabtu, 24 Juni 2023. 12.10 WIB)
baik dan benar. Pendidikan karakter ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai seperti rasa hormat, tanggung jawab, jujur, peduli, adil dan membantu nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri. Kasus degradasi moral yang menjadi indikasi lemahnya pendidikan karakter menjangkit pada berbagai kalangan di negara ini, mulai dari pelanggaran moral yang saat ini banyak menjerat para petinggi Negara hingga kasus di kalangan pelajar yang menjadi sorotan banyak pihak. Maka dari itu penguatan pendidikan karakter menjadi salah satu solusi yang paling utama dalam mengurangi kemerosotan moral bangsa yang sedang terjadi.
Pada dasarnya manusia telah lahir dalam keadaan suci dan murni. Manusia memiliki potensi berkarakter yang selaras dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan. Dalam Islam, manusia telah lahir dalam keadaan suci dan murni. Manusia terlahir dalam keadaan bersih tanpa dosa. Factor lingkungan seperti keluarga dan sekolah-lah yang mempunyai peranan penting dalam proses penanaman karakter anak sejak usia dini. Oleh karenanya, pendidikan karakter harus dimulai sejak dini sebagai bentuk usaha aktif dalam menciptakan kebiasaan baik yang perlu ditanamkan secara terus menerus dan berkelanjutan. Thomas Lickona dalam bukunya yang berjudul Educating for Character:
How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility mengemukakan bahwa karakter terdiri atas tiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling), dan perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, manusia yang berkarakter adalah individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good).6
Para ilmuwan dan tokoh agama sepakat bahwa karakter Islami merupakan fondasi penting terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera, seperti yang dikemukakan dalam buku Ratna Megawangi bahwa; “harapan terbesar masyarakat adalah kualitas akhlak setiap individu.”7 Maka peradaban yang berkualitas akan terbentuk apabila setiap individunya terdiri dari insan-insan kamil yang mempunyai karakter berakhlakul karimah.
6 Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M, Pd., Manajemen Pendidikan Karakter, Bumi Aksara, 2011, Jakarta, hlm. 4
7 Lilis Satriah, Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, Vol. 9. No. Tahun 2011 (Ponorogo: Jurusan Tarbiyah
STAIN, 2011), hlm. 42-43.
Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pendidikan Karakter menjelaskan bahwa indikator keberhasilan pendidikan karakter adalah dengan mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak, mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas, menunjkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari. Akan tetapi, pada kenyataannya fenomena-fenomena yang terjadi pada siswa sekolah dasar sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menunjukan bahwa pendidikan karakter saat ini telah gagal membentuk karakter generasi yang patuh dan taat pada aturan agama.
Dalam Islam, pendidikan dapat dimakna sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad Saw yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Hal ini telah dicantum dalam Al-Qur’an,
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
”Sungguh pada diri Rasulullah Saw. itu terdapat suri tauladan yang baik.” (QS. Al- Ahzab: 21)
Dalam perspektif Islam, pendidikan karakater secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia; seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathonah.8
Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul Allah dalam rangkamemperbaiki akhlak manusia. Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Dalam Alqur`an terdapat kurang lebih 1500 ayat yang menjelaskan tentang akhlak. Belum terhitung hadits-hadits Nabi SAW, baik berupa perkataan (ucapan), maupun perbuatan (perilaku) beliau yang memberikan bimbingan dan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan. Ajaran akhlak dalam Islam
8 Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M, Pd., Manajemen Pendidikan Karakter, Bumi Aksara, 2011, Jakarta, hlm. 5
disesuaikan dengan fithrah manusia. Nilai baik dan buruk, terpuji dan tercela, berlaku kapan dan dimana saja dalam segala segi dan aspek kehidupan, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.9
Penanaman nilai-nilai akhlak pada diri manusia dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pendidikan diorientasikan pada pembentukan manusia sempurna (insan kamil) yang dalam jiwanya tertanam karakter kemanusiaan dan ketuhanan. Insan yang demikian telah tercermin dalam diri Nabi Muhammad sebagai uswah hasanah serta rujukan ideal pendidikan Islam dengan berbagai karakter yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala karakter yang terurai dalam perilaku, sikap serta perbuatan Nabi Muhammad merupakan representasi dari Al-Qur`an yang perlu untuk dijadikan pedoman.10
Hal ini selaras dengan upaya pemerintah dalam melaksanakan pendidikan karakter melalui Kemendikbud, yang telah merancang inovasi baru dengan mengesahkan enam profil pelajar Pancasila yang harus dikembangkan kepada peserta didik. Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan Visi dan Misi Kemendikbud yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.11
Pelajar Pancasila ditujukan sebagai perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai- nilai Pancasila. Pendidikan sepanjang hayat adalah konsep pendidikan yang dimulai saat lahir sampai meninggal dunia tanpa terbatas pada usia. Karena cara belajarnya dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.12
Rancangan Profil Pelajar Pancasila ditujukan untuk menjadi jawaban atas pertanyaan besar mengenai profil (kompetensi) yang ingin dicetak oleh system pendidikan Indonesia.
Profil Pelajar Pancasila, secara garis besar telah dirinci menjadi enam point utama yakni;
a) beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, b) berkebinekaan global,
9 Fitroh Hayati , “Pendidikan Karakter Berbasis Islam”, Vol. 7, Jurnal Pendidikan Islam, 2018, hlm. 426.
10 Fitroh Hayati , “Pendidikan Karakter Berbasis Islam”, Vol. 7, Jurnal Pendidikan Islam, 2018, hlm. 427.
11 Direktorat Sekolah Dasar, Profil Pelajar Pancasila, http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila,
(Sabtu, 24 Juni 2023. 14.16 WIB)
12 Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Panduan pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, (Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, 2021), hlm. 1-2
c) bergotong-royong, d) mandiri, e) bernalar kritis, f) kreatif. Keenam profil ini saling berkaitan yang apabila dikembangkan secara serentak maka Profil Pelajar Pancasila dapat terwujud secara total. 13
Profil Pelajar Pancasila telah digaungkan pemerintah melalui Kemendikbud dimana Pendidikan Karakter menjadi pilar inti dalam kurikulumnya. Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjelaskan bahwa pendidikan karakter harus mampu menjadi pilar inti kurikulum ataupun pola pembelajaran dalam kelas supaya enam profil pelajar Pancasila dapat terwujud.14 Hal ini menjelaskan bahwa bila tujuan pendidikan kita dengan memiliki enam sifat utama dari Profil Pelajar Pancasila maka implementasi pendidikan karakter di ruang lingkup sekolah harus diutamakan dan lebih dimatangkan lagi pada proses belajar dan mengajar di kelas.
Berdasarkan pengertian di atas mengenai pentingnya penguatan pendidikan karakter di Indonesia serta semakin masifnya kasus penyimpangan sosial dan karakter anak-anak, maka dari itu pelaksanaan pendidikan karakter saat ini harus menjadi focus utama para pendidik agar lebih dimaksimalkan implementasinya. Maka dari itu, penulis akan melakukan penelitian di sebuah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam pada peserta didiknya sebagai pangkal utama penanaman nilai-nilai lainnya dan memiliki profil yang selaras dengan Profil Pelajar Pancasila. Oleh karenya, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul,
“Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Kelas IV di SDIT Qurrota A’Yun Garut”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, agar masalahnya dapat terkaji dan terjawab secara mendalam permasalahannya tidak semuanya diangkat sebagai variabel penelitian. Adapun masalah yang diteliti dibatasi:
1. Nilai-nilai Islam yang diimplementasikan pada pendidikan karakter di SDIT Qurrota A’yun
13 Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Panduan pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, (Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, 2021), hlm. 1-2
14 Televisi Edukasi News, “Profil Pelajar Pancasila”, dalam https://www.youtube.com/watch?v=nEspAj2fUHI,
diunggah tanggal 30 Mei 2020, (Sabtu, 24 Juni 2023. 14.56 WIB)
2. Factor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dalam mewujudkan Profil Pemuda Pancasila
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai Islam yang diimplementasikan pada pendidikan karakter di SDIT Qurrota A’yun?
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam di SDIT Qurrota A’yun?
3. Bagaimana implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila di SDIT Qurrota A’yun?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan nilai-nilai Islam yang diimplementasikan pada pendidikan karakter di SDIT Qurrota A’yun.
2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam di SDIT Qurrota A’yun.
3. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila di SDIT Qurrota A’yun.
E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
a. Berguna untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis mengenai implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila di SDIT Qurrota A’yun
b. Menambah wawasan pengetahuan pentingnya pendidikan karakter berbasis nilai- nilai Islam.
c. Hasil penelitian ini dapat memeberikan sumbangan pemikiran mengenai implementasi pendidikan karakter bagi madrasah dan ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti yang akan datang
2. Secara Praktis a. Bagi sekolah
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi guru dan kepala madrasah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter.
- Sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila.
b. Bagi siswa
Hasil penelitian ini dapat diimplementasikan di sekolah sehingga diharapkan dapat mewujudkan siswa menjadi sosok yang melekat dalam dirinya enam profil pelajar Pancasila, meliputi: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) berkebinekaan global, 3) bergotong-royong, 4) mandiri, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.
c. Bagi peneliti yang akan dating
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi terhadap penelitian sejenis yaitu tentang implementasi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan penelitian yang dikemukakan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: “Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam Dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila Pada Siswa Kelas IV Di SDIT Qurrota A’yun Garut.”