• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 7 TAHUN 2022 TENTANG REMISI TAMBAHAN MELALUI DONOR DARAH DI LAPAS KELAS IIA TEMBILAHAN - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 7 TAHUN 2022 TENTANG REMISI TAMBAHAN MELALUI DONOR DARAH DI LAPAS KELAS IIA TEMBILAHAN - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Repository"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 7 TAHUN 2022 TENTANG REMISI TAMBAHAN MELALUI DONOR DARAH DI LAPAS KELAS IIA TEMBILAHAN

S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah dan Hukum

PUTRI NUR AZURA NIM.11920720686

PROGRAM S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023 M./1444 H.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

ABSTRAK

Putri Nur Azura (2023): Implementasi Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999 tentang Remisi, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Merujuk pada Keppres tersebut, remisi dihitung pada saat menjalani masa pidana dan tidak dihitung dengan mengakumulasi masa penahanan.

Berdasarkan data tahun 2021 dan 2022 membuktikan bahwa begitu banyak data tentang pelaksanaan pendonoran darah dari narapidana kepada masyarakat di Kabupaten lain sehingga Narapidana tersebut mendapatkan Remisi tambahan.

Di Lapas Kelas IIA Tembilahan hanya menjalankan remisi umum dan remisi khusus dan Kemanusiaan saja.

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini ialah Bagaimana Implementasi Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan dan Apa Faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya Pemberian Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Bagi Narapidana Di Lapas Kelas IIA Tembilahan. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui Implementasi Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan dan untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya Pemberian Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Bagi Narapidana Di Lapas Kelas IIA Tembilahan. Metode penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari sebuah permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi.

Implementasi Remisi Tambahan di Lapas Kelas IIA Tembilahan tidak terlaksana semenjak tahun 2019. Dikarenakan adanya surat edaran dari Menteri Kesehatan Nomor 91 Tahun 2015 bahwa rekrutmen pendonor darah yang berasal dari Narapidana tidak diizinkan.Oleh Karena Itu,Lapas Kelas IIA Tembilahan hanya melaksanakan remisi umum, remisi khusus dan remisi kemanusiaan saja. Selain adanya surat edaran tersebut, pihak PMI juga mempertimbangkan kesehatan-kesehatan narapidana tersebut dikarenakan di Lapas Kelas IIA Tembilahan over kapasitas. Yang menyebabkan kurang terjaganya kebersihan dan mudah tersebar infeksi penyakit atau alergi. Namun, pihak PMI tidak menolak apabila ada mantan Narapidana yang ingin mendonorkan darah. Tetapi, tetap dilaksanakan sesuai prosedur yang ada.

Namun, di Lapas Kabupaten lain masih menjalankan Remisi Tambahan melalui domor darah ini di tahun 2021 dan 2023.

Kata kunci: Remisi Tambahan, Donor Darah, Lembaga Pemasyarakatan

(8)

ii

KATA PENGANTAR

ِمْي ِحَّرلا ِن ٰمْحَّرلا ِ هاللّٰ ِمْسِب

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG REMISI TAMBAHAN MELALUI DONOR DARAH DI LAPAS KELAS IIA TEMBILAHAN.” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW, semoga mendapatkan syafa‟at beliau yaumil akhir kelak Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari semua pihak dengan berbagai bentuk konstribusi yang diberikan, baik secara moril ataupun materil. Dengan kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua, yaitu Ayahanda Endang

(9)

iii

Syaihu dan Ibunda Rianita yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayangnya, serta memotivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terimakasih atas doa dan ridhanya. Serta terimakasih kepada abang penulis Opeska Andresra dan adik- adik penulis M. Rizky Maulana, Cinta Julia Azzahra dan Cahaya Hanifa Sakina yang telah membantu baik yang bersifat material maupun spritual.

2. Bapak Prof. Dr. Hairunnas Rajab, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau.

3. Bapak Dr. Zulkifli, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Sultan Syarif Kasim Riau, yang telah melayani keperluan mahasiswa menjadi sarjana yang baik.

4. Bapak Asril, S.H.I, M.H selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Universitas Sultan Syarif Kasim Riau, yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan selama ini kepada penulis selama proses perkuliahan di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Dr. M. Alpi Syahrin, S.H, M.H selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum beserta bapak dan ibu Dosen yang telah

(10)

iv

mengajar dan telah memberikan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

6. Bapak Asril, S.H.I, M.H selaku pembimbing I skripsi dan Bapak Peri Firmansyah S.H, M.H selaku pembimbing II skripsi, yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan, motivasi dan kemudahan selama penulisan skripsi ini.

7. Bapak Basir, S.H.I, M.H selaku Penasehat Akademis yang telah memberikan banyak arahan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Tata Usaha Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau yang selama ini telah banyak memberikan kemudahan administrasi kepada Penulis.

10. Teruntuk teman teristimewa dengan nim 301211010073 sebagai support system setelah keluarga, serta sahabat tercinta Friska Alifia, Yuti, Yupi, Yuli, Devita, Tri dan Tya yang selalu ada dan memberikan semangat selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

(11)

v

ada kekurangan baik dari segi materi maupun teknik penulisan, maka untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Oleh karena itu, saran dan kritik serta koreksi dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan baik. Semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin ya Rabbal’alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 16 Maret 2023 Penulis

PUTRI NUR AZURA NIM. 11920720686

(12)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Lembaga Pemasyarakatan ... 18

B. Remisi ... 38

C. Penelitian Terdahulu ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 47

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 47

B. Pendekatan Penelitian ... 48

C. Lokasi Penelitian ... 48

D. Populasi dan Sampel ... 49

E. Sumber Data Penelitian ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 50

G. Teknik Analisis Data ...50

BAB IV ... 53

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53 A. Implementasi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Remisi Tambahan

(13)

vii

Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan. ... 53

B. Faktor Yang Mempengaruhi Tidak Terlaksananya Pemberian Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Bagi Narapidana Di Lapas Kelas IIA Tembilahan ... 58

BAB V ... 61

PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(14)
(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang- Undang Republik Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan, pada pasal 10 ayat (1) yaitu:

1. Narapidana berhak:

a. Remisi;

b. Asimilasi;

c. Cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga;

d. Cuti bersyarat;

e. Cuti menjelang bebas;

f. Pembebasan bersyarat; dan

g. Hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Pasal 10 Ayat (2) syarat untuk mendapatkan remisi yaitu :

a) Berkelakuan baik

b) Aktif mengikuti program pembinaan; dan c) Telah menunjukan penurunan tingkat resiko.

Didalam Undang-undang tersebut untuk pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan

(16)

pembebasan bersyarat tidak berlaku bagi Narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan terpidana mati.

Negara berhak memperbaiki setiap pelanggar hukum yang melakukan suatu tindak pidana melalui sesuatu pembinaan. Agar pembinaan dapat berjalan dengan baik maka salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pemasyarakatan dengan cara pemberian remisi kepada Narapidana yang dinyatakan telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam perundang-undangan.

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999 tentang Remisi, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Merujuk pada Keppres tersebut, remisi dihitung pada saat menjalani masa pidana dan tidak dihitung dengan mengakumulasi masa penahanan.

Berdasarkan ketentuan pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi, dikenal jenis/bentuk bentuk remisi yaitu:

a. Remisi Umum b. Remisi Khusus c. Remisi Tambahan

Di Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 disebutkan :

(1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi tambahan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana :

a. Berbuat jasa kepada negara;

(17)

b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; atau

c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai berbuat jasa dan melakukan perbuatan yang bermanfaat atau bagi negara atau bagi kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan.

Didalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat dijelaskan dalam pasal 34 dijelaskan:

1) Perbuatan yang bermanfaat bagi kemanusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. Mendonorkan darah bagi orang lain yang membutuhkan; dan/atau b. Mendonorkan organ tubuh bagi orang lain yang membutuhkan.

2) Mendonorkan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali yang dibuktikan dengan surat keterangan yang sah yang diberikan oleh Palang Merah Indonesia. Mendonorkan organ tubuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dibuktikan dengan surat keterangan yang sah

(18)

yang diberikan oleh rumah sakit.

Didalam Pasal 36 disebutkan :

1) Pemberian remisi tambahan bagi Narapidana dan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 ayat (1) diberikan sebesar 1/2 (satu per dua) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang berjalan.

2) Pemberian Remisi tambahan bagi Narapidana dan Anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) diberikan sebesar 1/3 ( satu per tiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang berjalan.

Pada tahun 2021 dan 2022 banyak Lapas yang melaksanakan donor darah bekerjasama dengan PMI.

Pada tahun 2021 :

1. Lapas Kelas II B Selong,kegiatan ini juga sebagai wujud pembinaan kepribadian bagi WBP Lapas Selong agar memiliki rasa sosial kemanusiaan dan untuk membantu PMI Lombok Timur dalam menyediakan stok darah kepada masyarakat yang membutuhkan atau rumah sakit yang tersebar di Lombok Timur, terlebih di masa pandemi covid-19.Ketika seseorang mau mendonorkan darahnya, paling tidak kondisi kesehatannya dapat termonitor karena sebelum melakukan donor darah, tim medis terlebih dahulu memeriksa kondisi kesehatannya.1

1Admin lapas selong,”Penjara Bukan Penghalang Menuju Kebaikan "Give your Blood, and be a HERO", artikel dari https://lapasselong.kemenkumham.go.id/berita-utama/penjara-bukan-penghalang-

(19)

2. Lapas Kelas II B Pati, Jawa Tengah. Puluhan warga binaan Lapas Kelas IIB Pati, Jawa Tengah mengikuti kegiatan donor darah. Pelaksanaan ini dilakukan selama 3 bulan sekali atau setahun 4 kali kepada warga binaan sebagai penunjang untuk mendapatkan remisi bagi warga binaan, dan sesuai surat edaran agar bisa mendapatkan remisi umum ada remisi khusus untuk donor darah. Dikatakan, Ada sebanyak 40 orang yang mengikuti donor darah. Jumlah ini dianggap sedikit karena terdampak pandemi Covid-19, hingga banyak warga binaan yang mendapatkan asimilasi di rumah.2

3. Rumah Tahanan Negara Kelas II Rembang. Kegiatan ini bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Rembang dan sangat mengundang rasa kemanusiaan para pegawai maupun Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), dengan terbuktinya banyak yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Rutan seusai sholat tarawih ini merupakan rangkaian acara dalam rangka.Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-57, yang jatuh pada tanggal 27 April nanti. Donor darah dimulai pukul setengah delapan malam dan di ikuti oleh beberapa pegawai dan WBP Rutan Rembang.3

Pada Tahun 2022 :

menuju-kebaikan-give-your-blood-and-be-a-hero .diakses pada 21 April 2021.

2Mondes,”Puluhan Warga Binaan Lapas Pati Ikuti Donor Darah Sebagai Penunjang Remisi”,artikel darihttps://www.mondes.co.id/puluhan-warga-binaan-lapas-pati-ikuti-donor-darah-sebagai-

penunjang-remisi/. Diakses pada 23 Juli 2021

3Admin RTBG,”Pegawai dan Warga Binaan Rutan Rembang Lakukan Donor Darah”,artikel dari https://rutanrembang.kemenkumham.go.id/berita-utama/pegawai-dan-warga-binaan-rutan-rembang- lakukan-donor-darah. Diakses pada 22 April 2021

(20)

1. Rutan Kelas IIB Kotamobagu Kanwil Kemenkumham Sulut. Tentu ada kegembiraan tersendiri bagi warga binaan UPT Rutan Kotamobagu Kanwil Kemenkumham Sulut, saat tim PMI datang ke Rutan. Bagaimana tidak, warga binaan yang ikut donor darah bakal mendapatkan reward khusus yakni berupa pemberian remisi tambahan. Namun, reward tersebut bukan tanpa syarat. Warga binaan harus empat kali mengikuti donor darah yang dilakukan UPT Rutan Kotamobagu Kanwil Kemenkumham Sulut. Sedikitnya, ada 5 orang pegawai dan 49 orang warga binaan yang ikut melaksanakan donor darah.4

2. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Amurang di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel). Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Amurang di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) tiga bulan sekali melaksanakan kegiatan Donor Darah.Para Narapidana yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial donor darah ini menurut Fentje mereka bisa diusulkan untuk mendapatkan remisi kemanusiaan. Pemberian remisi tambahan bagi Narapidana atau Anak Pidana yang melakukan donor darah empat kali memperoleh remisi tambahan satu per dua dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan,"ujar Fentje.5

4Nielton Durado,”4 Kali Donor Darah, Warga Binaan Rutan Kotamabagu Bakal Dapat Remisi”, artikel dari https://manado.tribunnews.com/2022/03/27/4-kali-donor-darah-warga-binaan-rutan- kotamabagu-bakal-dapat-remisi. Diakses pada 27 Maret 2022.

5Manado Bacirita,”Ini Besaran Remisi yang Diterima Narapidana jika Melakukan Donor Darah”,artikel dari https:// /ini- kumparan.com/manadobacirita besaran-remisi-yang-diterima- narapidana-jika-melakukan-donor-darah-1yKOmIXlubO. Diakses 23 Juni 2022.

(21)

Berdasarkan data tahun 2021 dan 2022 membuktikan bahwa begitu banyak data tentang pelaksanaan pendonoran darah dari narapidana kepada masyarakat di Kabupaten lain sehingga Narapidana tersebut mendapatkan Remisi tambahan. Di Lapas Kelas IIA Tembilahan hanya menjalankan remisi umum dan remisi khusus saja, sedangkan di Lapas Kelas IIA Tembilahan memiliki ruangan sel sebanyak 45 dengan jumlah total keseluruhan warga binaan sebanyak 888 orang. Dengan rincian tahanan laki- laki sebanyak 91 orang, tahanan perempuan sebanyak 4 orang,tahanan anak- anak sebanyak 6 orang dan napi laki-laki sebanyak 766 orang, napi perempuan sebanyak 21 orang. Dari keseluruhan jumlah napi tersebut, narapidana yang tidak berhak mendapatkan remisi tambahan berjumlah 510 orang dikarenakan ia merupakan narapidana narkotika. Dan 10 narapidana menggunakan tatto. Sisa diantaranya 368 narapidana berhak mendapatkan remisi tambahan di Lapas Kelas IIA Tembilahan namun implementasi remisi tambahan di lapas kelas IIA Tembilahan tidak terlaksana sehingga 368 Narapidana tersebut tidak mendapatkan remisi tambahan melalui donor darah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengkaji lebih dalam penelitian tentang pendonoran darah kepada Narapidana agar mendapatkan Remisi Tambahan dalam bentuk skripsi dengan berjudul :”Implementasi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan.”

B. Batasan Masalah

(22)

Pembatasan masalah bertujuan untuk lebih memfokuskan kajian yang akan dilaksanakan sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dalam waktu yang singkat dan terkontrol dengan baik. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2022 tentang remisi tambahan melalui donor darah di Lapas Kelas IIA Tembilahan, apa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian remisi tambahan melalui donor darah di Lapas Kelas IIA Tembilahan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa masalah dari penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Remisi Tambahan Melalui Donor Darah Di Lapas Kelas IIA Tembilahan?

b. Apa faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya pemberian remisi Tambahan melalui donor darah bagi narapidana di Lapas Kelas IIA Tembilahan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi

(23)

Manusia Nomor 22 Tahun 2022 tentang remisi tambahan melalui donor darah di Lapas Kelas IIA Tembilahan.

b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya pemberian remisi Tambahan melalui donor darah bagi Narapidana di Lapas Kelas IIA Tembilahan.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1. Dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, dalam hal menjawab keingintahuan pada masalah yang penulis teliti, serta dapat menunjang perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana khususnya.

2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan penelitian lanjutan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi mahasiswa atau para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama.

b. Manfaat Praktis

1. Melengkapi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada program studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Bagi masyarakat khalayak umum, penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran untuk berpartisipasi dalam memantau proses penegakkan hukum (law enforcement) yang berkeadilan dalam rangka perwujudan cita Negara hukum. menunjang perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana khususnya.

c. Manfaat Akademis

(24)

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan penelitian lanjutan bagi pengembangan ilmu hukum,khususnya bagi mahasiswa atau para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama.

(25)

11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 3 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Tujuan utama dari Lembaga Pemasyarakatan adalah melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam sistem peradilan pidana. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan dipersiapkan berbagai program pembinaan bagi para narapidana sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama dan jenis tindak pidana yang dilakukan narapidana tersebut. Program pembinaan bagi para narapidana disesuaikan pula dengan lama hukuman yang akan dijalani para narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu agar mereka menjadi warga yang baik di kemudian hari.6

Lapas mempunyai tugas melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik.7 Selanjutnya, untuk melaksanakan tugas tersebut, lapas mempunyai fungsi:8

6C.Djisman Samosir, Sekelumit Tentang Penologi dan Pemasyarakatan’,(Bandung;

NuansaMulia,2009),hlm.128

7Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan

8Pasal 3 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan

(26)

a. Melakukan pembinaan narapidana/anak didik;

b. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja;

c. Melakukan bimbingan sosial/ kerohanian narapidana/ anak didik;

d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS;

e. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Lembaga Pemasyarakatan memandang narapidana sebagai subjek yang harus diperlakukan secara manusiawi, bukan objek yang bisa diperlakukan secara tidak manusiawi. Konsep dasar dari pemasyarakatan adalah bahwa penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam belaka, tetapi yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman sekaligus kepada masayarakat dan kepada narapidana sendiri agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial.9

Mengenai penggantian istilah penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan, Adnan Buyung Nasution mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :

”Walaupun istilah penjara telah diganti menjadi lembaga pemasyarakatan namun dalam implementasinya ternyata penerapan konsep lembaga pemasyarakatan tersebut belum efektif. Hal ini nampak dari masih terus terjadinya berbagai kasus yang bertentangan atau menghilangkan makna dan tujuan pemasyarakatan itu sendiri”.10

9 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,( Sinar Grafika: Jakarta,2002) hlm.3

10 Adnan Buyung Nasution, Perspektif HAM dalam Pembinaan Terpidana dan Narapidana,

(27)

Pengertian tentang konsep pemasyarakatan dijelaskan pula pada Surat Keputusan Direktorat Pemasyarakatan Nomor: K.P. 10/13/3/1 tanggal 8 Pebruari 1965 yaitu, sebagai berikut :

“Pemasyarakatan adalah suatu proses, proses therapoutie, di mana para narapidana pada waktu masuk Lembaga Pemasyarakatan, berada dalam keadaan tidak harmonis dengan masyarakat di sekitarnya, mempunyai hubungan yang negatif dengan beberapa unsur dari masyarakat, sejak itu narapidana lalu mengalami pembinaan yang tidak lepas dari dan bersama dengan unsur-unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhirnya narapidana dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasian (keharmonisan) hidup dan penghidupan, tersembuhkan dari segi-segi yang merugikan (negatif). Tegasnya pemasyarakatan adalah proses kehidupan negatif antara narapidana dengan (unsur-unsur) dari masyarakat yang mengalami pembinaan-pembinaan, mengalami perubahan-perubahan menjurus dan menjelma sembuh menjadi kehidupan yang positif antara narapidana dengan (unsur-unsur) dari masyarakat”. 11

Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga negara yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.

Untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh melalui progam-program pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi Warga Binaan Pemasyarakatan yang dibina dan Beberapa Pokok Pemikiran, Makalah Seminar Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, Universitas Indonesia Jakarta, 8-9 November 1993. hlm. 2

11 Bambang Poernomo, Op.Cit. hlm.314

(28)

diamankan dalam jangka waktu tertentu agar nantinya dapat hidup kembali di tengah-tengah masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.12

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-05.0T.01.01 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan Pasal 4 menyebutkan : 1) Lapas diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas yaitu:

a. Lapas Kelas I;

b. Lapas Kelas II A;

c. Lapas Kelas II B; dan d. Lapas Kelas III.

2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kapasitas, tempat kedudukan, dan tempat kegiatan kerja.

Dan didalam Pasal 4A disebutkan:

1) Eselonisasi Lapas Kelas I terdiri atas:

a. kepala Lapas adalah jabatan struktural eselon IIb;

b. kepala bagian dan kepala bidang adalah jabatan struktural eselon IIb; dan c. kepala satuan pengamanan adalah jabatan struktural eselon IIIb.

2) Eselonisasi Lapas Kelas IIA terdiri atas:

a. kepala Lapas adalah jabatan struktural eselon IiIa;

b. kepala subbagian dan kepala seksi adalah jabatan struktural eselon IVa;dan

12 Loebby Loeqman, Pidana dan Pemidanaan,( Datacom: Jakarta, 2002). hlm. 54

(29)

c. kepala satuan pengamanan adalah jabatan struktural eselon IVa.

3) Eselonisasi Lapas Kelas IIB terdiri atas:

a. kepala Lapas adalah jabatan struktural eselon III b;

b. kepala subbagian dan kepala seksi adalah jabatan struktural eselon IV b;dan

c. kepala satuan pengamanan adalah jabatan struktural eselon IV b 4) Eselonisasi Lapas Kelas III terdiri atas:

a. kepala Lapas adalah jabatan struktural eselon IVa; dan

b. kepala urusan dan kepala subseksi adalah jabatan struktural eselon Va.

a) Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di masyarakat. Namun demikian masih tergantung bagaimana hubungannya terhadap masyarakat luar, yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Menurut Bambang Poernomo, bahwa arah pembinaan terhadap narapidana harus tertuju kepada :

1) Pembinaan kepada narapidana agar tidak mengulangi kejahatan dan mentaati peraturan-peraturan hukum;

2) Pembinaan terhadap hubungan antara narapidana dan masyarakat luar agar dapat beridiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya.13

13 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia: Yogyakarta,1992. Hlm.187.

(30)

Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan bagi narapidana, dengan demikian pola pelaksanaan pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) haruslah terlaksana dengan baik sehingga tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan dapat tercapai. Mengenai pembinaan di dalam Lapas, Bambang Poernomo mengemukakannya sebagai berikut :

“Pembinaan di dalam lembaga adalah sebagian tugas sistem pemasyarakatan sesudah dikurangi oleh pembinaaan luar lembaga, namun dalam praktik pelaksanaannya pembagian tugas yang demikian itu masih dijalankan bersama karena pertimbangan tenaga dan fasilitas yang kurang. Terutama dalm proses asimilasi atau integrasi sangat membutuhkan tenaga pengaman yang terdidik, dan tugas bimbingan lanjutan (after care) hanya mungkin berjalan dengan penyediaan dana yang relatif besar. Pembinaan dan kegiatan bimbingan didalam lembaga masih perlu dikembangkan lebih lanjut sesuai makna sistem pemasyarakatan Indonesia untuk meningkatkan usaha-usaha terwujudnya pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana sesuai dengan prinsip pembaharuan pidana”.14

Berdasarkan Pasal 5 Bab II Undang-undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa sistem pemasyarakat dilaksanakan berdasarkan asas :

1) Pengayoman :

14 Ibid, hlm. 189-190.

(31)

Yang dimaksud dengan "pengayoman" adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

2) Persamaan perlakuan dan pelayanan :

Yang dimaksud dengan "persamaan perlakuan dan pelayanan"

adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.

3) Pendidikan dan bimbingan :

Yang dimaksud dengan "pendidikan dan pembimbingan" adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

4) Penghormatan harkat dan martabat manusia :

Yang dimaksud dengan "penghormatan harkat dan martabat manusia" adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

5) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan :

Yang dimaksud dengan "kehilangan kemerdekaan merupakan

(32)

satusatunya penderitaan" adalah Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam Lapas untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di Lapas, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga, atau rekreasi.

6) Terjaminnya hal untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu :

Yang dimaksud dengan "terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu" adalah bahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di LAPAS, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Perlakuan terhadap narapidana dengan sistem yang berorientasi pada suatu bentuk pembinaan yang terarah dan mempunyai tujuan akhir pemulihan hubungan narapidana dengan masyarakat telah muncul sebelum adanya Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat melalui Surat Edaran Nomor : K.P. 10. 13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang

(33)

Pemasyarakatan Sebagai Proses.15 Surat Edaran tersebut memuat mengenai metode pembinaan dalam 4 (empat) tahap yang merupakan suatu kesatuan proses pembinaan yang bersifat terpadu. Adapun tahapan pembinaan tersebut secara umum yaitu, tahap orientasi/pengenalan, tahap asimilasi dalam arti sempit, tahab asimilasi dalam arti luas, dan tahap integrasi dengan lingkungan masyarakat.16

Melalui konsep pembinaan yang bersifat terpadu dan terencana dalam bentuk tahap-tahap pembinaan ini, memperlihatkan adanya keinginan untuk melaksanakan tujuan pembinaan secara lebih baik melalui suatu sistem.

1) Tahap Awal

Pada tahap ini dimulai dari narapidana yang bersangkutan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan (0 - 1/3 masa pidana) yang merupakan tahap Admisi dan Orientasi. Di sini narapidana memasuki masa pengenalan lingkungan (mapenaling) yang berlangsung paling lama 1 bulan, di sini narapidana dikenalkan pada kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, hak dan kewajibannya selaku narapidana. Pada narapidana juga dilakukan penelitian awal yang berisikan tentang identitas, latar belakang melakukan tidak pidana, hubungan dengan keluarga, pekerjaan serta minat dan kemampuan yang dimiliki narapidana. Ini juga berarti kepada narapidana dilakukan Litmas awal untuk mengetahui minat-minat serta keinginan dari narapidana yang

15 Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, (Bina Citpa: Bandung, 1992). hlm.81

16 Dwidja Prayitno, Op.Cit.hlm.100

(34)

merupakan pondasi awal dari program pembinaan yang dijalankannya.

Tahap ini amat penting bagi kelanjutan program pembinaan karena di tahap ini akan dapat diketahui dan diberikan program pembinaan apa yang kira-kira tepat untuk diterapkan pada narapidana yang bersangkutan. Tahap ini perlu dilakukan selain untuk diterapkan juga mengantisipasi secara awal program-program pembinaan lanjutan yang nantinya dapat sedini mungkin mencegah terjadinya kegagalan pembinaan. Dalam tahap ini juga narapidana diberikan program pembinaan kepribadian yang meliputi: pembinaan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual dan kesadaran hukum. Dari segipengawasan, tahap ini termasuk dalam Maximum Security.17

2) Tahap Lanjutan I

Tahap ini dimulai dari 1/3– 1/2 masa pidana, di mana setelah narapidana yang bersangkutan selesai pada tahap awal dan dinilai mengalami kemajuan dala tingkah laku serta sikap, maka dapat dilanjutkan dengan program pembinaan lanjutan. Di sini narapidana dapat diikutkan pada program pembinaan kepribadian dan program pembinaan kemandirian yang bertujuan untuk meningkatkan kemajuan serta keahlian narapidana yang bersangkutan. Narapidana dapat diikutkan dalam pelatihan-pelatihan kerja yang dilakukan di dalam

17 Achmad Sulchan, Pola Pembinaan Narapidana Yang Berkeadilan (Studi Di Lapas Kedungpane Semarang),UnissulaPress: Semarang,2020), hlm.46

(35)

bengkel kerja narapidana yang di dalam lembaga pemasyarakatan, pelatihan itu dapat melibatkan pihak lain selaku instruktur (BLK, Depnaker), misal pendidikan elektronik, otomotif, dan lain-lain. Dalam tahap ini juga dapat dimulai pembuatan Litmas guna mempersiapkan narapidana yang bersangkutan bila nantinya memasuki masa 1/2 masa pidana dan untuk kepentingan Assimilasi. Tahap ini dilakukan dengan pengawasan Medium Security.18

3) Tahap Lanjutan II

Tahap ini dimulai sejak narapidana memasuki 1/2 –2/3 masa pidana, di mana program pembinaan yang mungkin dapat dilakukan kepada narapidana yang telah melewati tahap-tahap sebelumnya dan dinilai berhasil serta mengalami kemajuan dalam hal sikap serta tingkah laku dapat dilanjutkan dengan pemberian Assimilasi yang berupa kerja bakti di luar dengan masyarakat, ibadah di luar, pendidik, olah raga, serta pada pihak ketiga dan Cuti Mengunjugi Keluarga (CMK) dan lain-lain.

Dalam tahap ini sedapat mungkin narapidana dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, ini dapat diupayakan bila keterkaitan antara petugas, narapidana dan masyarakat berjalan secara harmonis dan juga diperuntukan agar masyarakat siap bila nantinya narapidana yang bersangkutan telah bebas dan bersedia untuk kembali menerima dalam kehidupan bermasyarakat.

18 Ibid,hlm. 35

(36)

Pada tahap ini juga dipersiapkan segala sesuatu termasuk Litmas, untuk mempersiapkan narapidana nantinya telah memasuki masa 2/3 masa pidana dan telah melalui tahap sebelumnya serta dianggap memperoleh kemajuan dalam hal sikap serta tingkah laku dan dapat ditingkatkan program pembinaan selanjutnya. Tahap ini dilakukan dengan pengawasan Minimum Security.19

4) Tahap Akhir

Tahap ini merupakan akhir dari semua pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan dilanjutkan dengan program pembimbingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). Pada tahap ini dimulai dari 2/3 masa pidana – bebas, yang mana di dalamnya dapat diberikan program pembinaan yang membaurkan diri dengan keluarga dan masyarakat secara utuh. Adapun program pembinaan yang dapat dilakukan adalah pemberian Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Pembebasan Bersyarat (PB) yang dapat diberikan kepada narapidana yang telah melalui program pembinaan dalam tahap-tahap sebelumnya dan dinilai berhasil serta mengalami kemajuan dalam hal sikap serta tingkah laku. Tahap ini dilakukan dengan pengawasan Minimum Security.20

Tahapan-tahapan pembinaan narapidana yang dikemukakan di atas, merupakan sarana bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan untuk mengawasi

19 Ibid, hlm. 36 20 Ibid, hlm. 37

(37)

tingkat perkembangan kesadaran narapidana yang bersangkutan. Tingkat perkembangan kesadaran tersebut merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan model pembinaan bagi narapidana tersebut. Pembinaan narapidana harus memperhatikan latar belakang narapidana, seperti antara lain: tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi agar tujuan pembinaan dapat diwujudkan dengan baik.21

Tujuan utama dari Lembaga Pemasyarakatan adalah melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelambagaan dan cara pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam sistem peradilan pidana. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan dipersiapkan berbagai program pembinaan bagi para narapidana sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama dan jenis tindak pidana yang dilakukan narapidana tersebut.

Program pembinaan bagi para narapidana disesuaikan pula dengan lama hukuman yang akan dijalani para narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu mereka menjadi warga yang baik di kemudian hari.22

Pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PK.04.10 tanggal 10 April 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana / Tahanan dijelaskan bahwa ruang lingkup pembinaan dapat dibagi dalam dua bidang, yaitu pembinaan dalam bidang kepribadian dan pembinaan dalam bidang kemandirian.

1) Pembinaan Kepribadian

21 Djisman Samosir, 2012, Op.Cit, hlm. 171 22 Ibid, hlm. 128

(38)

a) Pembinaan kesadaran beragama

Usaha ini diperlukan agar narapidana meneguhkan imannya terutama memberikan pengertian agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah.

b) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

Usaha ini dilaksanakan melalui penyuluhan-penyuluhan tentang berbangsa dan bernegara termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Mereka perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah sebagian dari iman (taqwa).

c) Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir Warga Binaan Pemasyarakatan semakin meningkat sehingga menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan itelektual (kecerdasan) dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Pendidikan formal diselenggarakan dengan ketentuan –ketentuan yang telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Pendidikan non-formal, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melalui kursus-kursus, latihanlatihan ketrampilan dan

(39)

sebagainya.

Bentuk pendidikan non-formal yang paling mudah dan paling murah ialah kegiatan-kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh informasi dari luar, misalnya membaca koran atau majalah, menonton televisi, mendengar radio, dan sebagainya. Untuk mengejar ketinggalan di bidang pendidikan baik formal maupun non-formal diupayakan cara belajar melalui program kejar paket A dan kejar usaha.

d) Pembinaan kesadaran hukum

Pembinaan kesadaran hukum Warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi sehingga sebagai anggota masyarakat, mereka menyadari hak dan kewajibannya dalam rangka turut serta menegakkan hukum dan keadilan, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya perilaku tiap warga negara Indonesia yang taat kepada hukum. Penyuluhan hukum bertujuan lebih lanjut untuk membentuk keluarga sadar hukum (Kadarkum) yang dibina selama berada dalam lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali di tengah- tengah masyarakat.

Penyuluhan hukum diselenggarakan secara langsung, yakni penyuluhan berhadapan langsung dengan sasaran yang diangkat dalam ”Temu Sadar Hukum” dan ”Sambung Rasa” sehingga dapat

(40)

bertatap muka langsung, misalnya melalui ceramah, diskusi, saresehan, temuwicara, peragaan, dan simulasi hukum.

e) Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat

Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan pokok agar bekas narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya.

Untuk mencapai ini, kepada mereka selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dibina terus untuk patuh beribadah dan dapat melakukan usaha-usaha sosial secara gotong royong, sehingga pada waktu mereka kembali ke masyarakat mereka telah memiliki sifat- sifat positif untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat lingkungannya.23

2) Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian diberikan dalam Lembaga Pemasyarakatan diantaranya melalui program-program:

a) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat- alat elektronik, dan sebagainya.

b) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengelolaan bahan mentah dari sektor pertanian dan

23 Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia (Membangun Manusia Mandiri).(Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman dan HAM RI : Jakarta,2004), hlm. 133-135

(41)

bahan alam meliputi bahan setengah jadi, dan jadi (contoh mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga, pengolahan makanan ringan berikut pengawetannya, dan pembuatan batu bata, genteng, serta batako).

c) Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat masing- masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakatnya itu. Misalnya memiliki kemampuan di bidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakatnya sekaligus mendapatkan nafkah.

d) Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi biasa atau teknologi tinggi, misalnya industri kulit, industri pembuatan sepatu kualitas ekspor, pabrik tekstil, industri minyak atsiri, dan usaha tambak undang.24

Lembaga Pemasyarakatan yang bertugas membina para narapidanasecara teratur dan berencana harus memperhatikan latar belakang narapidana itu, misalnya tingkat pendidikannya, agar tujuan yang diharapkan dapat terwujud.

Dengan demikian program pembinaan terhadap narapidana itu perlu ditangani secara khusus agar sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan narapidana itu sendiri. Narapidana sebagai bagian dari masyarakat Indonesia perlu mendapat perhatian yang sungguhsungguh dari pemerinah dan pelbagai lapisan masyarakat,

24 Ibid, hlm. 136

(42)

agar para narapidana itu dapat menikmati hidup bermasyarakat yang tenteram, dan dapat bersosialisaasi dengan masyarakat dengan baik setelah selesai menjalani hukuman. Masyarakat sebaiknya menerima narapidana, setelah selesai menjalani masa pidananya. Narapidana harus dibekali ketrampilan sesuai dengan kemampuannya dan pengertian mengenai norma-norma kehidupan serta melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam kehidupan bermasyarakat.25

B. Remisi

a) Pengertian Remisi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, remisi adalah pengurangan menjalani masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan (Pasal 1 angka 6).26

Menurut Ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tidak memberikan pengertian remisi, hanya menyatakan

“setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidana penjara kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”.

Sesuai pengaturan Pasal 1 Deklarasi Pemimpin Republik Indonesia Nomor

25 Djisman Samosir, Op.Cit. hlm.143

26Asmoro, Yoga Gaung.”Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi ( Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Kota Malang). Skripsi.

Malang: UMM.

(43)

174 Tahun 1999 tidak memberikan arti pengurangan, hanya menyatakan “setiap terpidana dan pidana anak yang sedang menjalani pidana penjara dapat diberikan pidana penjara. suatu penurunan jika yang bersangkutan berbuat hebat ketika melakukan suatu hukuman”.

Didalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 menyebutkan “ Remisi adalah pengurangan menjalani masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Remisi menurut pakar pendidikan dan hukum Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Soedarsono (1992) adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.27

b) Dasar Hukum Remisi

Dasar Hukum dalam pemberian Remisi antara lain, yaitu :

1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 19995 tentang Pemasyarakatan;

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan diubah terakhir kali oleh Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua

27Khayatul, Kompilasi Teori dan Penerapan Remisi.(Yogyakarta: Guepedia,2021),hlm.13

(44)

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

5) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi;

c) Bentuk-Bentuk Remisi

Berdasarkan ketentuan pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi,dikenal jenis/ bentuk-bentuk remisi yaitu:

1. Remisi Umum

Remisi umum adalah remisi yang diberikan pada hari peringatan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus. Remisi dapat diberikan kepada semua narapidana yang memenuhi syarat baik warga negara Indonesia(WNI) maupun warga negara asing (WNA).28 Berdasarkan Keputusan Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 besarnya remisi umum adalah:

Pasal 4 ayat 1:

1) 1 (satu) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan dan;

2) 2 (dua) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang telah menjalani pidana

28Ibid,hlm.67.

(45)

selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Pasal 4 ayat 2:

1) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud ayat(1);

2) Pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;

3) Pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;

4) Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 5(lima) bulan; dan

5) Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan masing- masing remisi 6(enam) bulan setiap tahun.

2. Remisi Khusus

Remisi Khusus adalah remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.29 Pemberian besarnya remisi khusus menurut Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan bahwa:

Pasal 5 ayat (1)

Besarnya remisi khusus adalah:

1) 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12(dua belas) bulan;dan

2) 1 (satu) bulan bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

29Ibid,hlm.68

(46)

selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Pasal 5 ayat 2

Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimanadimaksudkan dalam ayat (1);

2) Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1(satu) bulan;

3) Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1(satu) bulan 15 (lima belas) hari;dan

4) Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi (dua) bulan setiap tahun.

d) Remisi Tambahan

Di Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 disebutkan :

(1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi tambahan apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana :

a. Berbuat jasa kepada negara;

b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan;

atau

c. Melakukan perbuatan yang membantukegiatan kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenaiberbuat jasa dan melakukan perbuatan yang bermanfaat atau bagi negara atau bagi kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan. Didalam Peraturan

(47)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

Dijelaskan dalam pasal 34 :

1) Perbuatan yang bermanfaat bagi kemanusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. Mendonorkan darah bagi orang lain yang membutuhkan; dan/atau b. Mendonorkan organ tubuh bagi orang lain yang membutuhkan.

2) Mendonorkan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali yang dibuktikan dengan surat keterangan yang sah yang diberikan oleh Palang Merah Indonesia.

3) Mendonorkan organ tubuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dibuktikan dengan surat keterangan yang sah yang diberikan oleh rumah sakit.

Didalam Pasal 36 disebutkan :

1) Pemberian remisi tambahan bagi Narapidana dan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 ayat (1) diberikan sebesar 1/3 (satu per tiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang berjalan.

2) Pemberian Remisi tambahan bagi Narapidana dan Anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) diberikan sebesar 1/3 ( satu per tiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang berjalan.

(48)

C. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Penyalahgunaan Narkotika Di Rutan Klas I Palembang Ditinjau Dari Hukum Pidana Islam” yang disusun oleh Joko Triyantoro pada tahun 2018. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa ditinjau dari Hukum Pidana Islam bahwa pelaksanaan pemberian remisi di Rumah Tahanan klas I Palembang telah sesuai dengan apa yang ada pada prinsip-prinsip pokok dalam Islam yang 69 berdasarkan dengan Al-Qur‟an dan Hadist, yaitu dengan cara bertaubat bagi narapidana. Adapun syarat yang harus ditempuh bagi narapidana apabila taubatnya ingin diterima yaitu menyesali atas perbuatan yang dilakukan, tidak mengulangi atas kesalahan yang dilakukan, mengganti kesalahan yang diperbuat dengan kebaikan. Apabila seseorang yang telah menyesali perbuatan pidana dengan cara bertaubat dan upaya memperbaiki diri, maka sepantasnya ia diberi pengampunan berupa pengurangan masa tahanan (remisi). Hal ini sesuai dengan unsur pemaafan, yang mana dalam hal ini pemerintah telah memberikan maaf kepada pelaku tindak pidana yang telah dilakukannya dalam hal ini pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Pada dasarnya pemaafan ini diberikan bertujuan untuk kemaslahatan bersama.30 Perbedaan penelitian yang diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Penulis melakukan penelitian tentang remisi tambahan melalui donor darah di Lapas Kelas IIA Tembilahan. Sedangkan penelitian di atas membahas pemberian remisi kepada narapidana narkotika ditinjau dari

26Triyantoro,Joko.“Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi Narapidana Penyalahgunaan Narkotika Dirutan Klas I Palembang Ditinjau Dari Hukum Pidana

Islam’Skripsi.Palembang:UIN Raden Fatah.

(49)

hukum islam.

2. Skripsi yang berjudul “Pemenuhan Hak Memperoleh Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi di Rumah Tahanan Klas II B Watansoppeng Tahun 2011-2016)” yang disusun oleh A.Suhartini pada tahun 2017. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa Pelaksanaan pemenuhan hak memperoleh remisi bagi narapidana tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Rumah Tahanan Negara Klas II Watansoppeng pada tahun 2011-2016 sudah efektif dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari jumlah narapidana yang memperoleh remisi khususnya narapidana narkotika.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak narapidana untuk mendapatkan remisi sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku sudah dilaksanakan dengan baik. Selain itu, Rutan Klas II B Watansoppeng menerapkan pembinaan psikologi dengan pembinaan religius dalam hal keagamaan sehingga narapidana khususnya narapidana narkotika mendapatkan pembinaan secara fisik maupun batin.31 Perbedaan penelitian yang diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Penulis melakukan penelitian tentang pemberian remisi kepada narapidana yang berhak mendapatkan remisi tambahan sedangkan penelitian di atas membahas pemberian remisi kepada narapidana penyalahgunaan narkotika.

3. Skripsi yang berjudul “Pemberian Remisi Bagi Narapidana (Studi Di

31A.Suhartini” Pemenuhan Hak Memperoleh Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi di Rumah Tahanan Klas II B Watansoppeng Tahun 2011 - 2016)’Skripsi.Makasar : Universitas Hasanudin.

(50)

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta) yang disusun oleh Muhammad Hasan pada tahun 2013. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa Pelaksanaan pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta sesuai dengan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No.M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, dibuktikan dengan pelaksanaan SOP pemberian remisi yang menjadi panduan dan pedoman pengusulan pemberian remisi yang sesuai dengan undang-undang di atas.

Pengusulan pemberian remisi narapidana yang telah memenuhi syarat pemberian hak remisi diajukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan melalui Kepala Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mendelegasikan pelaksanaannya kepada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.32 Perbedaan penelitian yang diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Penulis melakukan penelitian tentang pemberian remisi merujuk pada remisi tambahan sedangkan penelitian di atas membahas pemberian remisi secara umum dan keseluruhan.

32Muhamad Hasan” Pemberian Remisi Bagi Narapidana (Studi Di LembagaPemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta)’Skripsi.Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga.

(51)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa :

1. Kedudukan remisi dalam tujuan pemidanaan dalam sistem Pemasyarakatan merupakan sarana untuk memotivasi dan mendidik warga bianaan agar berkelakuan baik selama menjalani masa pidananya sehingga setelah bebas nanti dapat diterima kembali kedalam masyarakat dengan baik. Remisi yang dilaksanakan di Lapas Kelas IIA Tembilahan hanya remisi umum, remisi khusus dan remisi kemanusiaan. Pemberian remisi merupakan hak yang dimiliki oleh narapidana tetapi hak tersebut dapat diperoleh dengan harus memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap Narapidana yang melakukan kegiatan pembinaan dengan baik dan teratur maka ia berhak mendapatkan poin, sehingga jika poin tersebut sudah banyak terkumpul maka ia berhak mendapatkan remisi.

2. Remisi tambahan melalui donor darah terhenti di tahun 2018.

Dikarenakan, adanya surat edaran yang keluar pada tahun 2019 merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 91 Tahun 2015 bahwa rekrutmen pendonor darah yang berasal dari Narapidana tidak diizinkan. Selain adanya surat edaran tersebut, pihak PMI juga mempertimbangkan kesehatan-kesehatan narapidana 48 Tembilahan

(52)

over kapasitas. Yang menyebabkan kurang terjaganya kebersihan dan mudah tersebar infeksi penyakit atau alergi. Namun, pihak PMI tidak menolak apabila ada mantan Narapidana yang ingin mendonorkan darah. Tetapi, tetap dilaksanakan sesuai prosedur yang ada.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan agar : 1. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kondisi lapas dan

kebersihan lapas. Dan perlunya meningkatkan jumlah pegawai Lapas terutama petugas keamanan agar berimbang dengan jumlah penghuni Lapas untuk meningkatkan pengawasan terhadap Narapidana. Serta pembangunan gedung yang baru yang memadai bagi warga binaan di dalam Lapas Kelas IIA Tembilahan karena terjadinya over kapasitas yang menyebabkan mudah tersebarnya virus dan alergi yang mengakibatkan pihak PMI tidak mengizinkan narapidana untuk mendonorkan darahnya. Di Lapas Kelas IIA Tembilahan juga banyak Narapidana narkotika, seharusnya pemerintah lebih meningkatkan sistem rehabilitasi.

2. Bagi petugas pemasyarakatan, untuk dapat terus meningkatkan pelaksanaan remisi di Lapas Kelas IIA Tembilahan tersebut. Agar para Narapidana memotivasi untuk selalu berbuat baik dan tentram di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

(53)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Asshiddiqie,Jimly,Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta; Sinar Grafika,2018.

Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif dengan Pidana Penjara, Semarang;

Badan Penerbit UNDIP,1996.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; PT.

Raja Grafindo Persada, 2004.

Fajar Mukti dan Achmad Yulianto., Dualisme Penelitian Hukum.Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Gunakarya,Widiada, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, CV.

Armico,Bandung,1988.

Kartono,Kartini, Pengantar Metode Riset Sosial,Alumni, Bandung, 1986.

Khayatul,Kompilasi Teori dan Penerapan Remisi.Yogyakarta:Guepedia,2021.

Loeqman, Loebby, Pidana dan Pemidanaan. Jakarta:Datacom,2020

Manan,Abdul, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta; Prenada Media, 2009.

Prasetyo,Teguh, Hukum Pidana (Depok :RajawaliPers,2018)

Priyatno,Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia(Bandung:Refika Aditama,2006)

Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia: Yogyakarta, 1992.

Samosir,Djisman,“Sekelumit Tentang Penologi&Pemasyarakatan’,Bandung;

Referensi

Dokumen terkait