• Tidak ada hasil yang ditemukan

implikasi hukum pengaturan kepentingan umum sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "implikasi hukum pengaturan kepentingan umum sebagai"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Adapun penulisan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk menggali implikasi hukum dari pengaturan kepentingan umum sebagai syarat penggunaan penangguhan menurut hukum positif oleh Jaksa Agung. Hasil analisis kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 c Undang-Undang Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Namun jika dicermati, ketentuan KUHAP menunjukkan adanya perbedaan antara kewenangan jaksa untuk mengakhiri penuntutan dan kewenangan jaksa agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa Indonesia menganut asas kemanfaatan, dan penerapan asas kemanfaatan di Indonesia tercermin dari kewenangan Jaksa Agung dalam mengesampingkan hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum sebenarnya adalah milik Jaksa Agung, bahkan sebelum adanya undang-undang yang mengatur kewenangan tersebut. Hingga kemudian, pada tahun 1961, hal ini secara tegas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, yang dilanjutkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Agung. Republik Indonesia, dan akhirnya diatur dalam Pasal 35(c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang, termasuk memutus perkara untuk kepentingan umum. .

Hasil penelitian disertasi Arin Karniasari yang berjudul “Tinjauan Teoritis, Sejarah, Hukum dan Praktis Kewenangan Jaksa Agung dalam Mengajukan Perkara untuk Kepentingan Umum” pada Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, sepanjang sejarahnya sampai. 5 Arin Karniasari, 2012, “Tinjauan Teoritis, Sejarah, Hukum dan Praktis Kewenangan Jaksa Agung dalam Perkara Umum Kepentingan Umum” Tesis Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia h. 2011) Ditandatangani Resmi Setoran Bibit Chandra, Diakses pada 25 Maret 2020. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merugikan kepentingan umum, yaitu kepentingan bangsa, negara, dan/atau masyarakat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan penjelasannya disebutkan bahwa pengungkapan hal-hal untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

Rumusan Masalah

Dilaksanakannya penundaan perkara akan membawa dampak terhadap hukum, baik terhadap proses peradilan dan khususnya bagi unsur-unsur yang melakukan suatu proses peradilan. Dampak negatifnya, adanya penundaan akan menimbulkan kekhawatiran terhadap proses yang tidak transparan dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga dapat menimbulkan dan menimbulkan kebingungan pada sistem peradilan dan ketertiban hukum di Indonesia. Sedangkan dampak positif dari penundaan dapat memberikan kendali atas guncangan dan gejolak fenomena kasus tertentu di masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penerapan penangguhan mempunyai akibat negatif dan positif bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga penulis tertarik untuk mendalami hal tersebut dalam bentuk disertasi yang berjudul: Implikasi Hukum Terhadap Kepentingan Umum yang Diatur sebagai Persyaratan atas penggunaan penundaan menurut hukum positif oleh Jaksa Agung. Bagaimana pengaturan kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Dalam praktiknya, temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemangku kepentingan, khususnya pembentuk undang-undang, dalam merumuskan konsep penundaan oleh Kejaksaan dalam peraturan perundang-undangan.

Orisinalitas Penelitian

Disertasi kedua berjudul “KAJIHAN TEORITIS STATUS HUKUM TERSADAP YANG DITERBITKAN OLEH KEJADIAN JENDERAL REPUBLIK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KITAB HUKUM PIDANA (KUHAP) DAN Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) yang disusun oleh Pramana Galih Saputra, mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta, mengkaji dan menganalisis baik konsepsi deportasi dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). . Namun terdapat perbedaan implikasi undang-undang pengaturan kepentingan umum sebagai persyaratan penggunaan penundaan oleh Jaksa Agung dalam hukum positif Indonesia. Hal itu berkaitan dengan penundaan, sedangkan pada tesis kajian teoritis mengenai status hukum tersangka yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) , dalam pemeriksaan ini khusus menilai status hukum terdakwa yang dikeluarkan penundaan Jaksa Agung.

Mengesampingkan sesuatu dalam hukum positif dikenal dengan istilah pengarsipan, yang berarti menahan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan, misalnya menyimpan sesuatu. Dalam pemberian penangguhan, Jaksa Agung hanya bisa mengizinkannya setelah berkonsultasi dengan beberapa pejabat senior negara mengenai hal-hal yang merugikan kepentingan umum. Sebagaimana diatur dalam pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, kewenangan Jaksa Agung adalah mengesampingkan hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.

Adapun pengertian kepentingan umum sendiri menurut penjelasan Pasal 35 sub c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah kepentingan bangsa dan atau kepentingan masyarakat luas. Suatu perkara yang dapat merugikan kepentingan umum berdasarkan pertimbangan Jaksa Agung harus dikesampingkan karena merugikan kepentingan bangsa dan negara atau masyarakat luas. Perbedaan pengajuan perkara ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif tampak pada perbedaan sumber hukum yang digunakan kedua jenis hukum yang berbeda tersebut, dimana hukum Islam berlandaskan pada kalam Allah SWT.

Khusus mengenai dasar hukum mengesampingkan perkara berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Pasal 35 huruf c Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Perbedaan antara Penyisihan Perkara Terhadap Terdakwa Pidana (Studi Banding Hukum Islam dan Hukum Positif), khususnya lebih menitikberatkan pada terdakwa pidana, sedangkan penelitian penulis adalah Implikasi Hukum Peraturan Kepentingan Umum sebagai syarat penggunaan. Pernyataan oleh Jaksa Agung Menurut Hukum Positif Indonesia. Apakah tersangka masih berstatus tersangka atau sudah tidak lagi menjadi tersangka dalam konsepsi keterangan sesuai ketentuan KUHAP dan Rancangan KUHAP.

Konsep penghentian penuntutan dan penangguhan diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mereka bersama-sama mengkaji dan menganalisis konsep penangguhan menurut ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). 1. Pengaturan kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

  • Pendekatan Penelitian
  • Sumber Bahan Hukum
  • Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
  • Analisis bahan hukum

Pendekatan hukum perundang-undangan atau normatif dilakukan dengan menganalisis seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini. Dalam pendekatan ini dilakukan dengan mempelajari dan memahami kesesuaian antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya sesuai dengan asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui kerangka filosofis negara hukum terkait dengan permasalahan yang akan dikaji dari waktu ke waktu serta untuk memahami perubahan dan perubahan.

Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis latar belakang dan perkembangan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang sedang dibahas. Pendekatan historis atau pendekatan historis dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis latar belakang permasalahan penelitian ini penyelesaian perkara baik dalam KUHP, KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penuntutan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, karya dari kalangan hukum.

Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis antara lain buku-buku hukum yang meliputi tesis, disertasi, risalah hukum dan jurnal hukum. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan petunjuk, pengertian dan penjelasan terhadap bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang digunakan penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum (Kamus Hukum).

Teknik pengumpulan bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan penelitian hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang masih berlaku di Indonesia. Berkenaan dengan bahan hukum sekunder yaitu dengan melakukan studi literatur terutama mencari pendapat para ahli hukum. Dengan demikian, terdapat tiga kegiatan pokok dalam melakukan penelitian ini, antara lain mengkaji, mengolah dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumusan masalah di atas, kemudian melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dan terakhir melakukan survei terhadap kamus. Jurusan Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum (Dictionary Of Law).

Analisis bahan hukum yang dimaksud adalah pengolahan bahan hukum yang diperoleh baik dari literatur maupun dari pendapat para ahli hukum serta pendapat para ahli di bidang terkait. Dari bahan hukum primer akan diperiksa terlebih dahulu kejelasan dan kelengkapannya kemudian disusun secara sistematis untuk memudahkan penelitian. Sama seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang timbul dari pendapat para ahli hukum ini juga akan diperiksa terlebih dahulu dan harus didukung dengan bahan hukum primer itu sendiri sesuai dengan permasalahan yang terkandung dalam rumusan masalah di atas, dari hasil penelitian hukum. literatur atau dari Hasil dari bidang ini dibahas secara deskriptif analitis.

Sitematika Penulisan

Analitik artinya gambaran yang ingin diperoleh dianalisis secara cermat sehingga dapat mengetahui tujuan penelitian ini, yaitu untuk membuktikan permasalahan sebagaimana yang dirumuskan dalam rumusan masalah yang terdapat pada latar belakang penelitian ini.

Pendahuluan

Tinjauan Pustaka

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Kesimpulan Dan Saran

Saran

Pengaturan kepentingan umum dalam Pasal 35(c) UU Kejaksaan perlu direvisi, dan harus diatur lebih detail dan lebih khusus untuk kepentingan umum, terutama dengan memberi arti 'untuk kepentingan umum' dan harus mendefinisikan kategori-kategori yang termasuk dalam “demi kepentingan umum”. Karena aparat penegak hukum berdasarkan asas diskresi memang seharusnya memiliki kewenangan untuk mengesampingkan hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pokok-pokok Kejaksaan Republik Indonesia, yang dilanjutkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan akhirnya ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945 tentang berlakunya semua lembaga pemerintah dan peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Referensi

Dokumen terkait

Orisinalitas Penelitian Berkaitan dengan penelitian ini, sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama berkaitan dengan perbandingan wasiat menurut hukum islam dan hukum perdata,