INFOKES, VOL 8 NO 1, Februari 2018 ISSN : 2086 - 2628
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 26
DAMPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH PUTRI CEMPO SURAKARTA TERHADAP PENYAKIT KULIT PADA
MASYARAKAT MOJOSONGO
1Tri Yuniarti, 2Titik Anggraeni STIKES Mambaul’Ulum Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang :Sampah mempunyai potensi untuk menimbulkan pencemaran dan menimbulkan masalah bagi kesehatan. Pencemaran dapat terjadi di udara sebagai akibat dekomposisi sampah, dapat pula mencemari air dan tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan leachate(cairan limbah) sehngga menimbulkan berbagai penyakit kulit kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme pathogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dampak lama tinggal dekat TPA, jarak TPA dan kontak dengan sampah terhadap gejala penyakit kulit di masyarakat TPA Putri Cempo Mojosongo Jebres Surakarta.
Subjek dan Metode : Penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 102 responden yang diambil dengan tekhnik accidental sampling. Variabel dependent adalah gejala penyakit kulit berupa gatal. Variabel independent adalah lama tinggal di dekat TPA, jarak rumah dengan TPA dan kontak dengan sampah. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik berganda.Hasil : Timbulnyagejala penyakit kulit dipengaruhi oleh lama tinggal antara 3-5 tahun (OR=6,0; 95% CI= 1.97 hingga 18.2;p=0,002), jarak rumah < 1 km dengan TPA (OR=
9.5; 95% CI= 3.1 hingga 28.8) dan tidak dipengaruhi oleh kontak langsung dengan sampah (OR=0.6; 95% CI= 0.1 sampai 2.9;p=0.605).Kesimpulan : Timbulnyagejala penyakit kulit dipengaruhi oleh lama tinggal antara 3-5 tahun, jarak rumah yang < 1 km dengan TPA dan tidak dipengaruhi oleh kontak lagsung dengan sampah.
Kata Kunci: gejala penyakit kulit, lama tinggal, jarak rumah ABSTRACT
Background: Garbage has the potential to cause pollution and health problems. Pollution can occur in the air as a result of waste decomposition, can also contaminate water and soil caused by leakage (liquid waste) resulting in various skin diseases. The skin disease are caused by several types of pathogenic microorganismthat live and breed in the waste. This study aimed to determine the impact of long residenceadjacent to sanitary landfill, distance to landfill, and skin contact with garbage on skin disease symptoms at Putri Cempo final waste disposal, Mojosongo, Surakarta.
Subjects and Method: This was an analyticobservational study using cross sectional design. This study was conducted in Putri Cempo final waste disposal, Mojosongo, Surakarta, Central Java.A sample of 102 residents living near the Putri Cempo waste disposal were selectedfor this study.
The dependent variable was symptoms of skin disease. The independent variables were duration ofresidence near the sanitary landfill, house distance to landfill, and skin contact with garbage.
The data were collected by questionnaire and analyzed using multiple logistic regression. Results:
Residence near the sanitary landfill near ≥ 3 years (OR= 6.00; 95% CI= 1.97 to 18.20; p= 0.002) and house distance to landfill <1 km (OR = 9.50; 95% CI= 3.10 to 28.80; p = 0.001)increased the risk of skin disease symptoms. Indirect contact with waste (OR= 0.68; 95% CI= 0.10 to 2.90; p=
0.605) was associated with decreased skin disease symptoms, but it was statistically insignificant.
Conclusion: Residence near the sanitary landfill near ≥ 3 years and house distance to landfill <1 km increase the risk of skin disease symptoms.
Keywords: skin disease, symptomp, waste disposal, sanitary landfill, residence.
PENDAHULUAN
Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh kondisi pejamu, agent (penyebab penyakit), dan lingkungan. Faktor lingkungan merupakan unsur penentu kesehatan masyarakat. Apabila terjadi
perubahan lingkungan di sekitar manusia, maka akan terjadi perubahan pada kondisi kesehatan lingkungan masyarakat tersebut, (Mukono HJ, 2006).
Sampah mempunyai potensi untuk menimbulkan pencemaran dan menimbulkan
INFOKES, VOL 8 NO 1, Februari 2018 ISSN : 2086 - 2628
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 27
masalah bagi kesehatan. Pencemaran dapat terjadi di udara sebagai akibat dekomposisi sampah, dapat pula mencemari air dan tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan leachate Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi lingkungan fisik dan kimia menjadi tidak sesuai dengan kondisi normal. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah maupun air yang menjadi terlalu asam atau basa. Tumpukan sampah dapat menjadi sarang atau tempat berkembang biak bagi berbagai vector penyakit.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di
sumber, pengumpulan,
pemindahan/pengangkuan, pengolahan dan pembuangan. Sehingga keberadaan TPA sangat mempengaruhi status kesehatan masyarakat sekitarnya.
Pembuangan sampah (limbah) yang dilakukan secara sembarangan akan mencemari lingkungan, bahkan bila dibuang di tempat yang telah disediakan (tempat sampah) juga masih tetap merupakan masalah, baik dari segi lingkungan anthropogenik maupun dari segi sosial.
(Sumantri, 2010)
Salah satu penyakit akibat sampah berupa penyakit kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme pathogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah (Soemirat, 2009). Menurut Budiono (2011) dalam Listautin (2012), Penyakit kulit merupakan penyakit pada tubuh paling luar dengan gejala berupa gatal- gatal dan kemerahan yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab misalnya bahan kimia, sinar matahari, virus, imun tubuh yang lemah, mikroorganisme, factor kebersihan diri.
Kemungkinan terjadinya penyakit kulit pada masyarakat sekitar TPA disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: lama tinggal disekitar TPA, jarak rumah dengan TPA serta faktortidak dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang dinilai dari kontak langsung maupun tidak langsung dengan sampah.
METODE
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian analitik, dengan maksud untuk mengetahui dampak sampah Putri Cempo terhadap penyakit kulit di Mojosongo Jebres Surakarta. Penelitian
ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 102 responden yang diambil dengan tekhnik accidental sampling. Variabel dependent adalah gejala penyakit kulit berupa gatal.
Variabel independent adalah lama tinggal di dekat TPA, jarak rumah dengan TPA dan kontak dengan sampah. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
1. Analisis hubungan lama tinggal di dekat TPA dengan gejala penyakit kulit.
Dalam analisis antara lama tinggal di dekat TPA dengan kemungkinan gejala penyakit kulit peneliti memberikan kategori < 2 tahun dan 3-5 tahun dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil analisis lama tinggal dan gejala penyakit kulit
Lama tinggal (tahun)
Gejala Peny.Kulit
CI p- value Gatal Tidak
gatal
3-5 57 25 1,97 0,002
2 9 11
Total 66 36
Tabel 1 menunjukan bahwa tinggal di dekat TPA selama ≥ 3 tahun (3-5 tahun) akan meningkatkan kemungkinan mengalami gejala penyakit kulit berupa gatal-gatal sebanyak 6 kali dibandingkan yang tinggal dalam kurun waktu 2 tahun atau kurang.
2. Analisis hubungan jarak tempat tinggan dengan gejala penyakit kulit.
Dalam analisis antara jarak tempat tinggal dengan TPA serta kemungkinan gejala penyakit kulit peneliti memberikan kategori
<1km dan 1-3 km dari TPA dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil analisis jarak rumah dan gejala penyakit kulit
Jarak rumah (km)
Gejala Peny.Kulit
CI p- value Gatal Tidak
gatal
< 1 58 21 3,1 0,001
1-3 8 15
Total 66 36
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa jarak rumah yang semaki dekat dapat sangat berpengaruh terhadap gejala penyakit kulit
INFOKES, VOL 8 NO 1, Februari 2018 ISSN : 2086 - 2628
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 28
yakni masyarakat yang memiliki rumah tinggal < 1 km dengan TPA 9 kali lebih mungkin untuk mengalami gejala penyakit kulit berupa gatal – gatal dan hasil ini signifikan (p value 0,001.
3. Analisis hubungan antara kontak dengan sampah dan gejala penyakit kulit.
Dalam analisis antara kontak dengan sampah dan kemungkinan gejala penyakit kulit peneliti memberikan kategori kontak langsung dan kontak tidak langsung dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil analisis jarak rumah dan gejala penyakit kulit
Kontak Gejala Peny.Kulit
OR p- value Gatal Tidak
gatal
langsung 58 32 0,68 0,060
Tidak 8 4
Total 66 36
Tabel 3 menunjukan bahwa kontak dengan sampah tidak lantas meningkatkan secara signifikan kemungkinan gejala penyakit kulit karena kontak tidak langsung hanya menurunkan 0,6 kali kemungkinan gejala penyakit kulit dan hasil tidak signifikan.
Pembahasan
Masyarakat modern dicirikan dengan tingginyaproduksi sampah (limbah rumah tangga). Hal ini menjadi masalah manajemen lingkungan dan ekonomi, yang akan mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Risiko kesehatan dapat timbul secara
langsung atau
kontak tidak langsung dengan sampah kasus yang sering dilaporkan adalah morbiditas
yang disebabkan oleh
penyakit menular dan penyakit yang ditransmisikan oleh vector (Balato, 2012)
Masyarakat yang tinggal di daerah tempat pembuangan merupakan salah satu kelompok resiko yang sering terpapar paparan sinar matahari, udara dingin,kotoran, organisme infektif, bahan
kimia, kotoran hewan,
dan benda tajam yang akan menyebabkandermatologisdi wajah, tangan, kaki dan sisanya kulit tubuh yang terbuka (Yan, Wang, Xin, 2015)
Dermatitis kontak merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan dan merupakan lebih dari 85% dari Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK), berupa
dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan (Taylor, 2008).
Penyakit kulit merupakan penyakit yang sering ditemukan pada penyakit akibat kerja, diperkirakan mencapai 10% dari penyakit akibat kerja. Hal ini bisa disebabkan karena komponen atau proses yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Pada pemulung yang selalu berkontak dengan sampah yang mengandung bahan-bahan kontaktan seperti rubber, kertas, beberapa bahan kayu, dan kaca sangat berisiko untuk menderita Penyakit Kulit Akibat Kerja (Suryani, 2011).
Bahan-bahan kimia yang berpengaruh untuk terjadinya Dermatitis adalah Arsen, Merkuri, Garam kromium, Resin venil dan akrilik, Dikromat, Heksaklorofen, Parafenildiamin, Cobalt dan Nickel (Suhariyanto, 2007). Dermatitis kontak adalah reaksi peradangan kulit yang terjadi akibat kulit kontak langsung dengan bahan yang bertindak sebagai alergen maupun iritan. Bahan tersebut kontak dengan kulit sering ditemukan dalam kehidupan senari- hari misalnya detergen, kosmetik, logam, karet tekstil, obat, bahkan bahan-bahan yang dijumpai dalam lingkungan pekerjaannya (Witasari, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Balato N.2012. Garbage and skin diseases related risk.Occup Environt Med.
PP:1-2
Listautin, 2012. Pengaruh Lingkungn Tempat Pembuangan Sampah, Personal Higiene, dan Indeks Masa Tubuh (IMT) Terhadak Keluhan Kesehatan Pada Pemulung Dikelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 (Tesis) Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Sumatra Utara.
Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press, hal 14-15 Soemirat, Juli, 2009. Kesehatan Lingkungan.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Suhariyanto B. 2007. Antibiotik topikal untuk penyakit kulit pada wisatawan.
Fakultas kedokteran. Universitas Jember
Sumantri, Arif, 2010, .Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam.
Jakarta Prenada Media
Suryani F.2011.Faktor–faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian
INFOKES, VOL 8 NO 1, Februari 2018 ISSN : 2086 - 2628
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 29
processing dan filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan.
skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Taylor, 2008. Early markers of allergicdisease in a primary prevention study using probiotics:
2.5-year follow-up phase. MEDLINE Witasari D, Sukanto H.2012. Dermatitis
Kontak Akibat Kerja : Penelitian Retrospektif. Journal of Periodical of Dermatology and Venereology.
Yan Y, Wang X, Xin L. 2015. Occupational skin disease and prevention among sanitation workers in China.African Health Science.PP: 768-774