• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)4 Insititut Teknologi Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Terowongan Terowongan adalah struktur bawah tanah yang mempunyai panjang lebih dari lebar penampang galiannya, dan mempunyai gradien memanjang kurang dari 15%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "(1)4 Insititut Teknologi Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Terowongan Terowongan adalah struktur bawah tanah yang mempunyai panjang lebih dari lebar penampang galiannya, dan mempunyai gradien memanjang kurang dari 15%"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

Tergantung pada jenis tanah dan lapisan batuan yang berbeda, metode pembangunan terowongan dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada tahun 1818, Sir Marc Brunel mematenkan penggunaan metode konstruksi yang menjadi cikal bakal metode konstruksi dengan menggunakan Tunnel Boring Machine (TBM), dan pada saat itulah Sir Marc Brunel menemukan perisai. Bøhn Inilah awal mula pengembangan metode konstruksi TBM yang berkelanjutan hingga saat ini.

Prinsip metode konstruksi NATM adalah penggalian terowongan menggunakan beton curah dan baut batu sebagai penyangga sebelum memasang struktur pelapis. Menurut Ahmad, 2019, prinsip utama yang perlu diperhatikan dalam metode konstruksi NATM ini adalah sebagai berikut. Penyemprotan shotcrete atau campuran beton tipis sebagai penyangga penggalian terowongan dengan ketebalan biasanya bervariasi antara 25 mm sampai 50 mm dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Wire mesh atau wire mesh umumnya menggunakan kabel setebal 6 mm seperti terlihat pada gambar 2.8 sebelah kanan. Penyemprotan shotcrete pada setiap lapisan yang tebalnya tidak lebih dari 150 mm dapat dilihat pada gambar 2.9. Pemasangan baut batu dicontohkan pada Gambar 2.10. Pada tahap konstruksi dengan metode NATM, terdapat berbagai jenis baut batu yang dapat digunakan.

Digunakan untuk menopang bagian atas terowongan pada siklus penggalian berikutnya, hal ini dapat dilihat seperti yang ditunjukkan pada sisi kiri Gambar 2.8.

Gambar 2.2 Bentuk Terowongan Persegi  (Sumber : Wally, 2014)
Gambar 2.2 Bentuk Terowongan Persegi (Sumber : Wally, 2014)

Parameter Tanah

  • Berat Isi Tanah
  • Modulus Elastisitas Tanah
  • Sudut Geser Dalam
  • Kohesi Tanah
  • Permeabilitas tanah

Modulus elastisitas tanah (Es) merupakan nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan tegangan yang terjadi terhadap regangan. Modulus elastisitas tanah juga dapat menunjukkan tingkat kekakuan tanah, artinya semakin besar nilai modulus elastisitas maka tanah akan semakin kaku. Nilai modulus ini dapat diperoleh dari perhitungan yang berkaitan dengan nilai N-SPT atau nilai Cu, seperti pada korelasi nilai modulus elastis terhadap nilai N-SPT dan Cu (Schmertmann, 1970).

Sudut gesek internal bersama dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang diberikan dalam bentuk tekanan lateral tanah. Selain itu, sudut geser dalam juga berperan penting terhadap kekuatan tanah yang berhubungan dengan gesekan antar partikel tanah. Kohesi adalah gaya tarik menarik antar partikel tanah atau ikatan yang terbentuk antar partikel tanah.

Sama halnya dengan sudut gesek dalam, parameter kohesi merupakan parameter yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang diberikan, yaitu tegangan yang berupa gerakan lateral tanah. Permeabilitas tanah adalah laju masuknya air ke dalam tanah dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth. Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk melewatkan air, yang dapat diukur dengan pemberian air dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain tekstur tanah, distribusi ukuran pori porositas, stabilitas agregat, stabilitas struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel, 1971).

Hubungan yang lebih penting dengan permeabilitas tanah adalah distribusi ukuran pori, sedangkan faktor lain hanya menentukan porositas dan distribusi ukuran pori. Tanah berbutir kasar cenderung memiliki nilai permeabilitas yang tinggi dibandingkan dengan tanah berbutir halus karena tanah berbutir kasar mempunyai jumlah pori-pori yang banyak. Contoh tanah yang berbutir kasar adalah pasir atau kerikil, sedangkan tanah yang berbutir halus adalah tanah liat atau lanau (Das Braja, 2006).

Berdasarkan jenis tanahnya, nilai permeabilitas suatu lapisan tanah dapat dikorelasikan seperti terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.2 Tabel Korelasi Antara Jenis Tanah Dengan Berat Isi Tanah
Tabel 2.2 Tabel Korelasi Antara Jenis Tanah Dengan Berat Isi Tanah

Metode Numerik

Metode reduksi tegangan merupakan nilai faktor untuk menggambarkan pengaruh tahapan konstruksi di lapangan (kondisi 3D) untuk pemodelan pada software metode elemen hingga 2D. Karena besarnya faktor reduksi tegangan tidak dapat dipastikan, (Addenbroke dkk, 1997) mempertimbangkan perilaku material tanah pada kondisi tak terdrainasi dengan mengilustrasikan volume deformasi yang terjadi ketika deformasi yang terjadi pada terowongan lengkung mahkota sama dengan besarnya. faktor reduksi tegangan. kehilangan volume pada permukaan tanah seperti terlihat pada Gambar 2.12. Untuk memperoleh nilai faktor reduksi tegangan, berbagai literatur telah mengusulkan nilai yang berbeda, baik berdasarkan pengalaman teknik dan pengukuran, asumsi teoretis, atau diperoleh dari perbandingan perhitungan 2D dan 3D. Schikora dan Fink (1982) melaporkan nilai faktor reduksi stres berada pada kisaran 0,35 < β < 0,6 untuk terowongan dengan 2 < H / D < 4.

Laabmayr dan Swoboda (1986) memberikan nilai faktor reduksi tegangan dari persentase deformasi yang terjadi pada tanah di depan muka terowongan hingga persentase yang diukur di belakang muka terowongan sampai terowongan selesai dibangun. Untuk terowongan bertahap, mereka menyarankan faktor pengurangan stres sebesar 0,2 < β < 0,5 untuk jalur atas dan 0,4. Tinjauan literatur ini memperjelas bahwa faktor pengurang stres bervariasi dan angka pastinya sulit diperoleh.

Menurut Schanz, Hardening Soil Model merupakan model lanjutan untuk mensimulasikan perilaku berbagai jenis tanah, baik tanah lunak maupun tanah kaku. Kekakuan akibat tegangan, yaitu pengamatan terhadap fenomena peningkatan modulus kekakuan dengan meningkatnya tingkat tegangan (tegangan rata-rata). Keunggulan model Hardening Soil dibandingkan model Mohr-Coulomb tidak hanya pada penggunaan kurva tegangan-regangan hiperbolik atau kurva bi-linear, tetapi juga pengendalian akibat pengaruh tingkat tegangan.

Bila menggunakan model Mohr-Coulomb, pengguna harus memilih nilai Modulus Young yang tetap, sedangkan nilai kekakuan untuk kondisi tanah nyata bergantung pada tingkat tegangan. Oleh karena itu perlu dilakukan estimasi tingkat tegangan pada tanah dan menggunakannya untuk memperoleh nilai kekakuan yang sesuai (Schanz, 1998). Ide dasar rumusan model Hardening Soil adalah hubungan hiperbolik antara regangan vertikal (ε1) dan tegangan deviatorik (q) pada pembebanan triaksial primer (Bringkgreeve, 2019).

Berbeda dengan model berbasis elastisitas, model tanah konsolidasi elastoplastik tidak mencakup hubungan tetap antara kekakuan triaksial (tak terdrainasi) 𝐸50 dan oedometer kekakuan 𝐸𝑜𝑒𝑑 untuk kompresi satu dimensi (Bringkgreeve, 2019). Persamaan kekakuan tangen beban oedometer primer dapat ditentukan berdasarkan kurva pada Gambar 2.14. Namun, mengingat luasnya kisaran tingkat tegangan yang dapat dialami oleh batuan, ketergantungan linier terhadap tegangan seperti yang diperoleh dari model Mohr–Coulomb secara umum tidaklah cukup.

Parameter modulus batuan diperoleh berdasarkan jenis dan karakteristik batuan yang berbeda seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6. Parameter klasifikasi litologi merupakan parameter model empiris yang mengacu pada jenis batuan seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Gambar 2.12 Stress reduction method with ground loss control adopting ground  response curve (Sumber : addenbroke et al
Gambar 2.12 Stress reduction method with ground loss control adopting ground response curve (Sumber : addenbroke et al

Studi Terdahulu

Analisis Stabilitas dan Deformasi Terowongan Kreta Cepat Indonesia dengan Pendekatan Numerik Tiga Dimensi

Pemodelan Terowongan Pada Batuan Dengan Metode Finite Element, Studi Kasus Terowongan Diversion Tunnel Rencana Bendungan

Analisis Pengaruh Tebal Lining dan Shotcrete Terhadap Deformasi Pada Perkuatan Konstruksi Terowongan Kereta Cepat Jakarta-

Gambar

Gambar 2.2 Bentuk Terowongan Persegi  (Sumber : Wally, 2014)
Gambar 2.3 Tunnel Bor Machine  (Sumber : Vishal, 2016)
Tabel 2.1 Kronologis Perkembangan NATM
Gambar 2.4 Tipe Skema Desain Penggalian NATM  (Sumber : Ahmad, 2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Novel germline IGHV allele usage in bNAbs To determine whether these novel and non-IMGT germline alleles are being used by the human immune system to generate functional Abs, we