• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: PENGARUH PENDISTRIBUSIAN ZAKAT CORPORATE DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK PADA LAZISMU KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: PENGARUH PENDISTRIBUSIAN ZAKAT CORPORATE DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK PADA LAZISMU KOTA MEDAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada kekufuran. Islam sebagai Ad-diin telah menawarkan beberapa doktrin bagi manusia yang berlaku secara universal dengan dua ciri dimensi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat. Salah satu meminimalisir kemiskinan adalah dengan zakat.

Hubungan zakat dengan kesejahteraan merupakan dua unsur yang terkait satu sama lainnya. Zakat berfungsi untuk meringankan beban saudara kita yang membutuhkan, sedangkan kesejahteraan yang berarti aman, sentosa dan terlepas dari gangguan. Artinya dua unsur tersebut saling terkait satu sama lain karena saling melengkapi dimana seseorang yang melaksanakan zakat akan mensejahterakan kehidupan para mustahik dengan adanya penyaluran dana dari para muzakki.

Menurut Qardhawi, tujuan mulia dari zakat adalah agar kedudukan manusia lebih tinggi daripada harta, hal ini akan memposisikan manusia sebagai pemilik dari harta, bukan sebaliknya sebagai budak harta. Oleh karena itu, kepentingan tujuan zakat bagi si pemberi (muzakki) sebangun dengan kepentingan orang yang menerimanya (mustahik). Pada posisi inilah letak perbedaan signifikan antara kewajiban zakat dengan kewajiban pajak yang diciptakan oleh manusia. Kepentingan si pembayar pajak tidak begitu diperhatikan, kecuali diposisikan sebagai sumber pemasukan bagi keuangan negara. Seiring kemajuan zaman, telah muncul persoalan-persoalan

(2)

kontemporer terkaid dengan semakin bertambahnya jenis harta yang wajib dizakati, salah satunya adalah zakat badan usaha/perusahaan.1

Zakat perusahaan (Corporate Zakat) merupakan istilah baru dalam fiqih muamalah sebagai hasil ijtihad kontemporer. Dengan asumsi perusahaan menghasilkan sumber finansial yang mencapai nisab, maka pada saat itu, zakat harus diberikan alasan mendasar untuk menyisihkan zakat yang diperoleh, sedangkan tujuan lainnya adalah untuk pemerataan kesejahteraan. Setiap harta yang telah mencapai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat, jika tidak dilakukan maka ancamannya adalah dosa. Mukhtamar Zakat International memfatwakan bahwa perusahaan disamakan dengan “orang” atau badan hukum. Perusahaan menghasilkan pendapatan, keuntungan atau profit, maka sudah selayaknya dikenakan zakat yang dianalogikan seperti muzakki.2 Tetapi masih banyak perdebatan dari para ulama mengenai kewajiban mengeluarkan zakat perusahaan. Jenis-jenis harta yang wajib dizakati juga mengalami perkembangan.

Ada sekian banyak bentuk penghasilan yang kini dikenal tapi belum dikenal pada masa Nabi Muhammad saw. Seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas bisnis dalam perekonomian modern, pemikiran mengenai zakat juga mengalami perkembangan.3 Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat yang terus berkembang, atas dasar inilah ulama kontemporer berijtihad (berpendapat) untuk mewajibkan zakat perusahaan yang dimiliki oleh kaum muslimin. Kewajiban zakat perusahaan hanya ditujukan kepada perusahaan yang memiliki ( setidaknya secara mayoritas) oleh orang islam.

1 Yusuf Qordhawi, Hukum Zakat. ( Bogor: Penerbit PT Pustaka Libera Antar Nusa Qur’an 2013), hlm 99

2 Reza. H. 2011. Refleksi Fenomenologis Zakat Perusahaan. Jurnal Akuntansi Multipradigma, 3(1),hlm 18-57

3 Andriani, H. Mairijani, Basyirah Ainun 2020 “Zakat Perusahaan Di Indonesia Penerapan dan Potensinya” 2020 hlm 46

2

(3)

Kewajiban zakat dari usaha bersama juga didukung sebuah hadist riwayat bukhari dari Anas bin Malik : “ Harta yang terpisah tidak boleh dikumpulkan dan harta terkumpul tidak boleh dipisahkan, karena takut terkena zakat. Dan harta milik bersama dari dua orang, harus menanggung zakatnya secara seimbang.” (HR Bukhari dan Nasai)4

Hadist tersebut sebenarnya berkaitan dengan perkongsian zakat pada binatang ternak, akan tetapi ulama menerapkan sebagai dasar qiyas ( analogi) untuk perkongsian yang lain, sepeti perkongsian dalam perusahaan. Dengan dasar ini, maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha di pandang sebagai syakhsiyah hukmiyyah (bukan hukum).5

Imam Hanafi dan para pengikutnya berpendapat mengenai hadist diatas bahwa percampuran yang dimaksud tidak berpengaruh, baik pada kadar zakat maupun pada kadar nisab. Sehingga menurut pendapat ini, percampuran harta atau perserikatan usaha tidak berpengaruh pada jumlah harta yang dikenakan zakat, zakat hanya diperhitungkan atas harta pribadi yang dimiliki oleh setiap individu yang terlibat dalam usaha tersebut. Pada sisi lain, Imam Malik, Imam Syafi’I kebanyakan fukaha Anshar mengakui akan percampuran harta dan berpendapat bahwa para pemilik harta campuran mengeluarkan zakat sebagai seorang pemilik ( yakni hanya satu zakat).6 Menurut pendapat ini hukum nisab itu mengikuti hukum zakat, yang berarti nisab dari dua orang yang mencampurkan hartanya dalah dihukum sama dengan nisab seorang saja, yang berarti bahwa zakatnya juga seorang saja.7

Berdasarkan diskusi mengenai beberapa pendapat ahli fikih diatas dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa usaha/persyarikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dapat dikenakan zakat atasnya sepanjang telah memenuhi

4Mausu’ah al-Hadist al-Syarif, Shahih al-Bukhari hadist nomor 1358

5 Nasruddin, A. 2013. Kedudukan Badan Usaha Sebagai Subjek Zakat Dalam Perspektif

Hukum Islam. 2013. hlm 67

6 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul bari hlm 164

7 Ibnu Rusy. Bidayatul mujahid wa nihayatul Muqtashid: hlm. 192-193

(4)

syarat untuk pembayaran zakat. Selanjutnya, para ulama kontemporer membagi perusahaan menjadi dua macam:

1. Saham pada perusahaan yang sifatnya memproduksi jasa saja, dan tidak memperjualbelikan sejenis komoditas.

2. Saham pada perusahaan yang memperjual belikan barang, yakni yang mengolah bahan mentah dan memproduksinya kemudian menjualnya.8

Menurut para ulama, saham dalam perusahaan jenis pertama tidak diketahui zakat pada nilai alat-alat produksinya. Dikeluarkan oleh pemilik saham, jika telah berlalu setahun dan mencapai nisab. Sedang perusahaan jenis kedua, terkena zakat pada keseluruhan sahamnya yang dinilai harganya pada saat mengeluarkan zakat, sebanyak dua setengah persen setelah dipotong nilai bangunan alat produksi yang digunakan perusahaan.9 Yang menjadi landasan hukum bahwa sebuah perusahaan juga dapat dijadikan sebagai subjek zakat adalah berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum antara lain, surah Al-Baqarah ayat 267





























































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

8 Shihab, M.. Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui. Lentera Hati 2010 hlm 54

9 Ibid hlm. 60

4

(5)

keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk- buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al- Baqarah/267).

Ayat diatas secara umum memerintahkan untuk ditunaikannya zakat dari segala jenis harta yang diperoleh dengan jalan benar, serta atas setiap orang mukmin yang baik secara individu maupun kelompok (muzakki) atau harta yang dusahakan bersama, seperti dalam bentuk perusahaan, yayasan maupun badan hukum. Kemudian kebeeradaan perusahaan sebagai wadah kegiatan usaha yang selanjutnya menjadi badan hukum atau (syakhsiyyah’ Itibariyah dipandang sebagai orang atau recht person) sebab diantara individu itu kemduain muncul transaksi, pinjam meminjam, berhubungan dengan pihak luar dan juga menjalin kerjasama, dan segala kewajiban serta hasil akhir pun dinikmati bersama, maak demikian juga dalam hal kewajiban kepada Allah berupa zakat.10

Manajemen pendistribusian zakat adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan, karena pendistribusian dilaksanakan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu , pada prinsipnya pendistribusian dana zakat adalah hal yang paling urgensi dalam proses kegiatan pengelolaan zakat.

Oleh sebab itu begitu penting mendirikan Badan atau lembaga Amil Zakat yang bisa mentata kelola penerimaan dan pendistribusian zakat dengan baik. Zakat sudah lama diawasi dan dikelola di negara kita. Beberapa dialkukan oleh masyarakat secara langsung atas nama organisasi atau kelompok masyarakat tertentu , antara lain pemerintah melalui Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU), Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) dan

10 Hafidhuddin, D.. Panduan Zakat Bersama Didin hafidhuddin. Republika. 2002 hlm.30 .

(6)

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), menurut pengelolaan zakat sesuai UU No. 23 Tahun 2011.11

Lembaga Amil Zakat LAZISMU salah satu lembaga yang berada di Kota Medan, lembaga yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat.

Proses pendayagunaan dilakukan secara produktif dari dana zakat, infak, waqaf dan dana kedermawanan lainnya seperti perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002.

Selanjutnya LAZISMU Kota Medan diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No.457/21 November 2002. Dengan telah berlakunya Undang-Undang Zakat nomor 23 Tahun 2011, peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2014, dan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 333 tahun 2015.12

Peneliti memilih objek LAZISMU karena ingin mengetahui bagaimana peran LAZISMU yang notaben adalah Lembaga Amil Zakat swasta dalam membantu pemerintah khususnya dalam usaha pemberdayaan masyarakat dan sosial ekonomi. Pemanfaatan zakat yang berasal dari umat islam semaksimal mungkin dikelola dan disalurkan secara efektif sebagai suatu sisi ikhtiar pemberdayaan ekonomi umat.13 Pendistribusian zakat di LAZISMU Kota Medan dilakukan dalam berbagai program yang terencana dan terukur, salah satunya adalah program zakat Corporate (Perusahaan). Berikut merupakan tabel data penyaluran program zakat corporate LAZISMU Medan:

11 Kementrian Dalam Negeri “ Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan Zakat” Official website www Kemendagri.co.id.., (20 februari 2015)

12 Dessy Rahmadani, Yenni Samri Juliati Nasution. 2021. “ Strategi Peningkatan Jumlah

Muzakki di LAZISMU Kota Medan” (Jurnal jurusan Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sumatera Utara) 2021 hlm 24

13Mahmuid, Abdul Al-Hamid, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari‟ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada ,2006 hlm 12

6

(7)

Tabel 1.1 Data Pendistribusian Dana Corporate Pada LAZISMU Tahun 2020 – 2022

Tahun Dana Pendistribusian Jumlah Mustahik

Muzakki Lembaga

2020 2021 2022

Rp. 989.437.400 Rp. 976.984.000 Rp. 997.895.000

765 595 512

1. R1 BPKH (Hajj Financial Management Agency)

2. PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk

3. PT. Midi Utama Indonesia Tbk

4. PT. Permata Bank Syariah

5. PT. Indonesian Sharia Reinsurance

6. PT. Idol Of Light Of The Universe

7. PT. BUMIDA Syariah 8. PT. Bank Bukopin 9. PT. Mainstay Tunas 10. PT. Toedjo Star 11. Dll

(8)

Sumber. LAZISMU Medan 2022

Berdasarkan laporan keuangan pendistribusian zakat dari LAZISMU Kota Medan, sepanjang 3 tahun dari 2020 - 2022 dana zakat corporate disalurkan sebesar Rp. 1.988.209.384 dan angka tersebut tentunya tidak sedikit, dan apabila benar-benar disalurkan dan dikelola dengan baik bukan tidak mungkin akan meningkatkan kesejahteraan mustahik.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik mengangkat tema tersebut kedalam bentuk skripsi dengan judul “, “Pengaruh Pendistribusian Zakat Corporate Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik Pada

LAZISMU Kota Medan” B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah berpengaruh pendistribusian zakat Corporate dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik Pada LAZISMU Kota Medan?

2. Bagaimana pendistribusian zakat corporate dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik Pada LAZISMU Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh pendistribusian zakat corporate dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik Pada LAZISMU Kota Medan

2. Untuk mengetahui pendistribusian zakat corporate dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik Pada LAZISMU Kota Medan.

8

(9)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Manfaat yang diharapkan dari penelitan ini adalah diharapkan bisa digunakan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke dunia usaha yang sebenarnya dan sebagai tugas akhir syarat kelulusan sarjana.

2. Bagi MasyarakatPenelitian ini diharapkan sebagai bahan pedoman dalam menambah wawasan, pemahaman terhadap masalah-masalah terkait dengan peran LAZISMU Kota Medan, karena dalam pelaksanaan program mengutamakan kepada upaya pemberdayaan masyarakat miskin.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dibuat diharapkan peneliti selanjutnya dapat memberikan masukan mengenai Pengaruh Pendistribusian Zakat Corporate Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik Pada LAZISMU Kota Medan.

E. Batasan Istilah

Untuk menghindari timbulnya salah pengertian dan terjadinya suatu makna ganda dalam menafsirkan judul skripsi ini, maka perlu dikemukakan beberapa batasan yaitu:

1. Pendistribusian zakat yang dimaksud peneliti adalah kegiatan penyaluran zakat yang bersifat konsumtif, dan harus segera disalurkan kepada mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disususn dalam program kerja.

2. Zakat Corporate yang dimaksud peneliti adalah zakat yang dikeluarkan oleh perusahaan, karena keberadaan perusahaan adalah sebagai badan hukum yang di akui. Oleh karena itu diantara individu itu kemudia timbul transaksi meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar dan juga menjalin kerjasama.

(10)

3. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) yang dimaksud peneliti adalah lembaga zakat yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat,

F. Hipotesis

Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau pernyataan tentatif yang merupakan dugaan atau terkaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji kebenarannya berdasarkan peneliti selanjutnya.

Penelitian ini peneliti akan menggunakan Hipotesis Deskriptif, Hipotesis Deskriptif adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang bersifat Deskriptif atau permsalahan yang berhubungan dengan variabel tunggal. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka kesimpulan sementara penulis Adanya Pengaruh Pendistribusian Zakat Corporate Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik Pada LAZISMU adalah:

Ha : Berpengaruh signifikan Zakat Corporate terhadap Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik di LAZISMU Medan (+)

Ho : Tidak berpengaruh signifikan dan Zakat Corporate terhadap Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik di LAZISMU Medan (-)

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematis pembahasan dalam penelitian Proposal ini dibagi menjadi lima bab dan masing-masing bab berisikan beberapa bab sebagai berikut.

Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini peneliti akan menyajikan : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan dan Kegunaan Penelitian, Batasan

10

(11)

Istilah, Telaah Pustaka, Hipotesis, Landasan Teori, Sistematika Pembahasan.

BAB II: Landasan Teori

Pada bab ini peneliti akan menyajikan teori-teori yang bersangkutan dengan permsalahan dalam penelitian.

BAB III: Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan menyajikan tentang metode penelitian yang terdiri dari : lokasi Penelitian, sejarah LAZISMU Medan, Profil LAZISMU Medan, Data Nasabah, Data Pengelola Dan Pengurus LAZISMU Medan, Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan data, Teknik Analisa Dan Pengolahan Data.

BAB IV: Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan menyajikan pembahasan penelitian, yang memuat deskripsi data, Analisa data dan pembahasan.

BAB V: Kesimpulan Dan Saran

Pada bab ini peneliti akan menyajikan atau menyampaikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan

(12)

12 BAB II

LANDASAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Mengenai Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat secara bahasa adalah bertambah atau meningkat (an-Namaa), dan juga dapat di artikan berkah (barakah), banyak kebaikan (katsir al-khair), dan mensucikan (tathhir). Sedangkan zakat secara syara’ adalah nama harta tertentu ,di keluarkan dari harta yang tertentu, dengan cara-cara tertentu dan di berikan kepada golongan yang tertentu pula. Adapun makna Fitrah adalah merujuk pada keadaan manusia saat baru di ciptakan atau khilqah. Allah SWT berfirman :















































Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Ar-Rum:30)1

Dilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka (bentuk mashdar), yang mempunyai arti: berkah,tumbuh,bersih,suci dan baik.2 Selanjutnya zakat fitrah juga dapat di sebut zakat puasa atau zakat yang sebab diwajibkanya adalah futhur (berbuka puasa) pada bulan

1Departemen Agama, Alqur‟an dan Terjemahan, ( Jakarta: Bintang Indonesia,2012). Hal.

407

2Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), h. 23

(13)

Ramadhan.Dan juga bisa di sebut zakat badan karena berfungsi untuk mensucikan diri. Dalam istilah ahli fiqih (fuqaha), zakat fitrah adalah zakat diri yang di wajibkan atas setiap individu muslim yang mampu dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan.

Zakat, ialah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta’ala yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebajikan. Kata-kata zakat itu, arti aslinya ialah tumbuh, suci dan berkah, Firman Allah S.W.T:

   



Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”( Q.S At-Taubah:103)3

2. Prinsip-prinsip dan Tujuan Zakat

Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Zakat merupakan ibadah sebagai ketaatan kepada Allah (hablu minallah; vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (hablu minannas; horizontal). Zakat juga sering disebut sebagai ibadah kesungguhan dalam harta.

3Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), h. 23

(14)

Hal tersebut menjadikan zakat tidak hanya sekedar ibadah yang berorientasi pada pahala, namun juga rasa sosial dan kemanusiaan. Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi yang penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Keberadaan zakat dianggap ma’lum min addien bi adl-dlaurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari ke-islaman seseorang.

Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:

a. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agama.

b. Prinsip pemerataan dan keadilan, yaitu menekankan bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

c. Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu.

d. Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

e. Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka

f. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat yang tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui aturan yang disyariatkan.1

Para cendikiawan muslim banyak yang menerangkan tentang tujuan- tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut tatanan ekonomi, sosial, dan

1 Muhammad, Ridwan Masud, 2005 “ Zakat dan Kemiskinan, Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat”. Yogyakarta: UII Press h.5

14

(15)

kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari tujuan-tujuan nash secara eksplisit yaitu diantaranya:

a. Menyucikan harta dan jiwa muzakki.

b. Mengangkat derajat fakir miskin.

c. Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnusabil dan mustahik lainnya.

d. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dam manusia pada umumnya.

e. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta.

f. Menghilangkan sifat dengki dan iri hati orang miskin.

g. Menjembatani jurang antara sikaya dengan simiskin didalam masyarakat tidak ada kesenjangan diantara keduanya.

h. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama bagi yang miliki harta.

i. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya.

j. Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah.2 3. Syarat-syarat Wajib Zakat

Dalam mengeluarkan zakat ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, dimana persyartan tersebut telah ditentukan secara syariat Islam.

Persyaratan yang dimaksudkan adalah syarat yang harus dipenuhi dari sisi wajib zakat ( orang yang memberikan zakat0 dan dari sisi syarat harta yang dapat dikeluarkan zakatnya. Syarat ini dibagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah. Adapun syarat wajib zakat adalah:

2 Fasiha, Zakat Produktif: Alternatif Sistem Pengendalian Kemiskinan, Palopo: Laskar Perubahan, 2017, hlm. 1-107

(16)

a. Merdeka, seorang budak tidak dikenai kewajiban membayar zakat, karena dia tidak memiliki sesuatu apapun. Semua miliknya adalah milik tuannya.

b. Islam, seorang non muslim wajib membayar zakat. Adapun untuk mereka yang murtad, terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam c. Syafii orang mustad diwajibkan membayar zakat terhadap hartanya

sebelum dia murtad. Sedangkan menurut Imam Hanafi, seorang murtad tidak dikenai zakat terhadap hartanya karena perbuatan riddah-nya (berpaling dari agama islam) telah menggugurkan kewajiban tersebut.

d. Baligh dan berakal, anak kecil dan orang gila tidak dikenai zakat pada hartanya, karena keduanya tidak dikenai khitab perintah.

e. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati, harta yang memiliki kriteria ini ada lima jenis yaitu:

a) Uang, emas, perak, baik berupa uang logam maupun uang kertas b) Barang tambang dan barang temuan

c) Barang dagangan

d) Hasil tanaman dan buah-buahan

e) Menurut jumhur, binatang ternak yang merumput sendiri, atau binatang yang diberi makan sendiri.

f. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya, maksudnya ialah nisab ditentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar berikut yang mewajibkannya zakat.

Walaupun demikian, kesimpulannya adalah bahwa nisab emas adalah 20 mitsqal dan dinar. Nisab perak adalah 200 dirham. Nisab biji-bijian, buah-buahan setelah dikeringkan, menurut selain mazhab Hanafi ialah 5 watsaq (653 kg). nisab kambing adalah 40 ekor, unta 5 ekor dan nisab sapi 30 ekor.

g. Harta yang dizakati dalah milik penuh, maksudnya adalah harta milik yang sudah berada ditangan sendiri, ataukah harta milik yang hak 16

(17)

pengeluarannya berada diatngan seseorang, dan ataukah harta dimiliki secara asli.

h. Kepemilikan harta telah mencapai setahun, menuurt hitungan tahun qamariyah

i. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang

j. Harta yang dizakati melebihi kebutuhan pokok, maksudnya menyaratkan agar harta yang wajib dizakati terlepas dari uatng dan kebutuhan pokok sebab orang yang sibuk mencari harta untuk kedua hal ini sama dengan orang yang tidak memiliki harta.3

4. Hikmah dan Tujuan Zakat

Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku pedoman Zakat Praktis yang diterbitkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia mengenai hikmah dan tujuan zakat adalah sebagai berikut:

a. Sebagai bentuk perwujudan keimanan kepada Allah Swt, bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, memiliki akhlak yang mulia dengan cara menumbuhkan rasa peduli yang tinggi serta menyingkirkan sifat serakah dan kikir, menumbuhkan kedamaian dalam hidup, serta mengembangkan dan membersihkan harta dan benda yang dipunya. Dengan kata lain, apa yang diberikan atau dipercayakan Allah kepada manusia pada hakikatnya adalah bagian dari ujian-Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Apakah manusia tersebut akan bersyukur atau malah sebaliknya mereka akan kufur, apalagi terkait dengan harta. Baik dalam Al-Qur’an maupun hadist.

b. Zakat mengajarkan untuk berinfak serta memberi, sama seperti zakat yang membersihkan jiwa seorang muzakki agar memiliki rasa memberi, menyerahkan dan berinfak. Seseorang yang bersedia untuk berinfak dan mengeluarkan zakat ketika hasil panennya telah dipanen. Jika ada

3 Zuhayly, W. Zakat Kajian Berbagai Madzhab Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.

(2005). Hlm 54

(18)

mereka akan menyisihkan pendapatannya mengeluarkan zakat hewan ternaknya, menyisihkan uang dan harta dari hasil mereka berdagang, dan mengeluarkan zakat fitrah di setiap Hari Raya Idul Fitri. Dengan begitu jadilah memberi dan berinfak serta memiliki akhlak yang utama bagi diri mereka.

c. Zakat menyembuhkan hati seseorang dari rasa atau sifat cinta dunia, zakat adalah obat dan di sisi lain zakat adalah suatu peringatan bagi hati seseorang akan kewajibannya kepada Tuhan dan akhirat. Dengan menunaikan zakat hati seseorang tidak akan hanyut dalam kecintaan terhadap kekayaan dan dunia secara berlebihan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ar-Razi, jika seseorang tenggelam dalam kecintaan dunia maka hal tersebut dapat mengalihkan jiwanya dari kecintaan kepada Allah dan rasa takut akan akhirat. Di antara tujuan penyucian jiwa adalah tumbuh dan berkembangnya kekayaan batin dan optimisme yang dibuktikan dengan zakat.

d. Zakat menumbuhkan ikatan kuat yang dipenuhi dengan rasa kasih sayang , persaudaraan, serta tolong menolong yang membangkitkan rasa simpati antara masyarakat kaya dan orang lain yang kurang mampu . Apabila orang kaya memberikan hartanya kepada orang yang fakir dan apabila harta mereka bertambah dan bertambah pula harta yang mereka bagikan, maka orang fakir akan mendoakan orang kaya tersebut. Doa membawa kebaikan yang kekal dan kesuburan dimana pada hati ada dampaknya dan pada jiwa ada nyalanya.

e. Zakat adalah hak mustahik dan zakat berarti membantu mustahik hidup lebih baik dan sejahtera, mendukung dan memajukan mereka, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi secara memadai dan layak. Pada dasarnya zakat bukan hanya digunakan sebagi bentuk pemenuhan 18

(19)

kebutuhan secara konsumtif saja yang sfatnya sementara atau sesaat, tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka.4

5. Jenis Harta yang Wajib dikeluarkan Zakat a. Zakat fitrah

Zakat fitrah adalah zakat pribadi yang diwajibkan atas dari setiap muslim yang memiliki syarat-syarat yang ditetapkan yang ditunaikan pada bulan ramadhan sampai menjelang shalat sunnah idul fitri. Fitri adalah berbuka puasa, yang dimaksud di sini ialah berbuka puasa diwaktu matahari terbenam pada hari terakhir bulan ramadhan. Berakhirnya bulan ramadhan itu merupakan sebab lahiriah pada kewajiban zakat tersebut sehingga diberi nama “ zakat fitri” ( zakat fitrah). Adapun fungsi zakat fitrah adalah mengembalikan manusia muslim kepada fitrahnya, dengan mensucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran ( dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya, sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya.

b. Zakat maal/Harta

Selain zakat fitrah, terdapat pula zakat harta/maal yang perhitungannya didasrkan pada harta atau pendapatan yang diperoleh seseorang. Menurut bahasa harta adalah sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk dimilki, memanfaatkannya, menyimpannya. Sementara secara syariat harta adalah segala sesuatu yang dikuasai dan dapat digunakan secara lazim.

Perbedaan antara zakat fitrah (nafs) dengan zakat maal adalah zakat fitrah pokok persoalannya yang harus dizakati adalah diri atau jiwa bagi seorang muslim bserta diri orang lain yang menjadi tanggungannya, sedangkan dalam zakat maal persoalan pokoknya terletak pada kepemilikan harta

4 Hafidhuddin, D. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern: Jakarta. Gema Insani hlm.

47

(20)

kekayaan yang batasan dan segala ketentuannya diatur oleh syariat berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. 5

B. Identifikasi mengenai Zakat Corporate (Perusahaan) 1. Tinjauan Fiqh atas Zakat Corporate ( Perusahaan )

Pada faktanya, sampai saat ini ditinjau dari sudut pandang Fiqh, kewajiban berzakat kepada perusahaan masih jadi perdebatan. Dalam kitab- kitab Fiqh klasik nyaris tidak pernah secara khusus mendiskusikan teori yang berkenaan dengan zakat perusahaan.6

Seiring dengan perkembangan ekonomi serta mata pencaharian masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta yang dizakati pula mengalami perkembangan. Atas dasar inilah ulama kontemporer berpendapat untuk mewajibkan zakat perusahaan.7

Harta yang diinvestasikan dengan mengandalkan usaha manusia (pekerjaan) yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan merupakan salah satu harta wajib zakat. Oleh karena itu, harta yang dikelola di perusahaan yang memiliki objek berkembang, baik secara riil maupun estimasi tunduk kepada harta wajib zakat.8

Para fukaha telah bersepakat tentang wajibnya zakat pada barang- barang dagangan (urudh tijarah). Barang-barang perdagangan yang ditujukan untuk dikembangkan dan mendapat keuntungan dikiaskan dengan hewan ternak yang dikembangbiakkan sehingga wajib zakat atasnya. Hanya saja masing-masing dizakati sesuai jenisnya. Zakat perdagangan berdasarkan nilainya, sedangkan untuk zakat hewan ternak berdasarkan

5 Amira Rohaini dan Dyah Elisa Rosanti, Zakat Fitrah dan Zakat Mal. Ponorogo: Institut

Agama Islam Sunan Giri, 2022 hlm.4

6Andriani, H. Mairijani, & Ainun, B. Zakat Perusahaan di Indonesia: Penerapan dan Potensinya. Deepublish (2020). hlm 23

7 Ibid hlm 24

8 Puskas Baznas. Fiqih Zakat Perusahaan 2018 hlm 63

20

(21)

jumlahnya. Keduanya memiliki kesamaan dalam pokok dasar kewajiban zakat.9

Aset yang dikenakan zakat harus memiliki potensi pertumbuhan. Para ulama kontemporer setuju untuk memasukkan upah, gaji, pendapatan, saham dan kewajiban sebagai aset yang dikenakan zakat. Qordhawi juga mengatakan bahwa saham dan obligasi juga dikenakan zakat karena termasuk ke dalam jenis perdagangan.10

Zakat diwajibkan atas individu yang memiliki harta, maka zakat juga diwajibkan pada perusahaan atas individu yang memiliki harta khususnya pada zaman modern saat ini. Kewajiban zakat perusahaan hanya diperuntukkan kepada perusahaan yang dimilki paling tidak secara mayoritas oleh orang islam.

Kewajiban zakat perusahaan ini juga didukung oleh sebuah hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik: “Harta yang terpisah tidak boleh dikumpulkan dan harta yang terkumpul tidak boleh dipisahkan, karena takut terkena zakat. Dan harta milik bersama dari dua orang, harus menanggung zakatnya secara seimbang “( HR. Bukhari dan Nasai). Hadist tersebut sebenarnya hanya berkaitan dengan perkongsian zakat pada hewan ternak, akan tetapi para ulama menerapkan sebagai qiyas (analogi) untuk perkongsian yang lain.11

Beberapa perlakuan Fiqh yang perlu diperhatikan pada saat proses menghitung zakat perusahaan diantaarnya sebagai berikut:

a. Harta Shareholder

Pada parakteknya harta masing-masing mitra (Shareholder) harus diliat secara detail, kapan dan berapa dari segi haulnya, takaran zakatnya, nisabnya, presentasenya dan jumlahnya. Jika sudah diketahui berapa jumlah yang wajib dikeluarkan oleh masing-masing mitra sesuai kepemilikan

9 Ibid hlm 48

10Al-Qaradawi, Y (2000). Fiqh Al Zakah: A comparative study of zakah regulation and philosophly in the light of Qur‟an and Sunnah, King Abdullaziz University

11 Andriani H. Mairijani Op.cit hlm 40

(22)

sahamnya, maka setelahnya manajemen perusahaanlah sebagai wali mempunyai kewajiban untuk mengurusnya.

a. Perusahaan adalah Syakhsiyah I‟tibariyah

Dalam pandangan Fiqh, sebuah korporasi yang diibaratkan sebagai pribadi (Syakhsiyah I‟tibariyah) atau satu orang, maka zakat perusahaan layaknya dihitung sebagai satu kesatuan harta. Setelah itu dibagikan kepada semua mitra sesuai dengan saham mereka masing-masing pada modal perusahaan.

b. Kewajiban zakat pada mitra

Kewajiban zakat ditujukan hanya kepada para pemegang saham yang beragama Islam atas dasar apa yang ia miliki di perusahaan. Adapun mitra atau pemegang saham non muslim mereka tidak diwajibkan atas zakat.

Namun mereka bisa saja dibebankan dengan bayaran lain sesuai dengan regulasi perusahaan yang berlaku.

Keberadaan perusahaan sebagai wadah kegiatan usaha yang selanjutnya menjadi badan hukum atau (Syakhsiyah I’tibariyah) karena diantara individu itu kemudian timbul transaksi, pinjam meminjam, berhubungan dengan pihak luar dan menjalin kerjasama, serta seluruh kewajiban dan hasil akhirpun dinikmati bersama, hingga demikian pula dalam hal kewajiban kepada Allah berupa zakat. Berdsarkan diskusi dari beberapa ahli Fiqh dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha yang dilakukan oleh dua orang ataupun lebih dapat dikenakan zakat atasnya sejauh telah memenuhi ketentuan untuk pembayaran zakat.12

Berdasarkan telaah Fiqh, tidak terdapat larangan dalam mengembangkan model dan ragam syirkah atau perusahaan. Hal ini memberi ruang munculnya model perusahaan baru, selama itu tidak bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat Islam, dan juga akadnya memenuhi semua rukun dan syarat yang dibuat oleh para fuqaha

12 Andriani, A. R., & Fahmi, M. Y Analisis Penerapan dan Potensi Zakat Perusahaan Oleh Bank Umum Syariah di Indonesia. Proceeding of National Conference on Asbis (2016).

Journal hlm 4

22

(23)

yang berarti bahwa syariat Islam membolehkan perusahaan induk (syirkah qabidhah/ holding company) dan perusahaan konsorsium (syirkah tabi’ah) dan perusahaan dengan multinationality dan lintas benua. Begitu juga dengan perusahaan rekanan (syirkah asykhash/ partnership company) dan perusahaan kemitraan (syirkah muhashah/ particular partenrship company) selama usahanya dilakukan pada bidang yang halal dan juga baik, serta konsisten dengan hukum dan prinsip syariat Islam di dalam semua muamalahnya.13

Dalam konsep dan sistem Islam, Shahath menyatakan sebuah perusahaan dikatakan sesuai syariat apabila memenuhi beberapa unsur sebagai berikut:

a. Tujuan utama pendirian perusahaan ialah mendapatkan keuntungan yang halal dan baik. Selain mewujudkan pertumbuhan dan pertambahan pada modal, perusahaan juga mempunyai tujuan bagi kemaslahatan kehidupan bumi, dapat membiayai kebutuhan pokok dan juga membantu dalam beribadah kepada Allah Swt serta memiliki tujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi seluruh umat Islam.

b. Terikat dengan nilai-nilai kahlak yang baik dan perilaku yang lurus dalam semua sikap dan muamalah. Karena di dalamnya terdapat bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, juga sebagai salah satu sarana untuk memperoleh keuntungan, pertumbuhan dan pertambahan modal.

c. Aktivitas perusahaan sebaiknya dilakukan dalam bidang yang baik dan halal, yang dapat memebrikan manfaat dan kebaikan bagi para pemegang saham, mitra, pekerja dan juga masyarakat.

d. Memberikan hak masyarakat di daalam keuntungan. Seperti pajak dan Corporate Social Responbility. Selain itu juga tidak boleh memakan harta orang lain dengan batil atau dengan merampas hak-hak masyarakat.

13 Puskas Baznas Op.cit hlm 50

(24)

e. Menulis dan mencatat semua akad, perjanjian, kesepakatan dan transaksi demi menghindari keraguan dan adanya pertikaian.14

2. Penerapan Zakat Perusahaan

Pada saat ini sebagian besar perusahaan di kelola secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Sebuah perusahaan biasanya memiliki harta yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk. Pertama, harta dalam bentuk barang. Kedua, harta dalam bentuk uang tunai. Ketiga, harta dalam bentuk piutang. Maka dari itu, harta yang harus dizakati oleh perusahaan ialah ketiga bentuk harta tersebut dikurangi dengan harta dalam bentuk kewajiban lainnya seperti sesuatu yang harus diabyar pada saat itu juga.15

Jenis perusahaan dikategorikan dalam tiga kelompok. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika dikaitkan dengan zakat, maka produk yang dihasilkan harus halal dan dimilki oleh orang-rang yang beragama Islam, jika pemilknya bermacam-macam agamanya maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang beragama Islam.

Kedua, perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti perusahaan di bidang akuntansi. Ketiga, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, seperti lembaga keuangan, bank maupun non bank.16

Berbagai kitab fikih klasik menyebutkan bahwa beberapa jenis dan model syirkah atau perusahaan, diantaranya:

a. Syirkah „Inan

Kesepakatan antara dua orang atau lebih. Masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan juga ikut andil dalam melaksanakan pekerjaan, dimana mereka berbagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan

14 Ibid hlm 58

15 Fakhruddin. . Fiqh Dan Manajemen Zakat Di Indonesia. UIN-MALANG PRESS 2008 hlm 37

16 Hafidhuddin, Op.cit hlm 40

24

(25)

kesepakatan di awal. Pada jenis ini tidak disyaratkan kesamaan modal, pekerjaan, laba, maupun kerugian.

b. Syirkah mufawadhah

Sebuah akad kesepakatan diantara dua orang atau lebih. Dimana masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan juga ikut andil dalam melaksanakan pekerjaan. Mereka akan berbagi keuntungan dan kerugian sama besar.

c. Syirkah Wujuh

Kesepakatan antara dua orang atau lebih, dari para pelaku bisnis dan memiliki reputasi yang baik, kedudukan yang terhormat dan memiliki kemampuan mengelola barang-barang dengan baik. Mereka memiliki kesepakatan untuk membeli barang-barang secara kredit dari beberapa perusahaan.

d. Syirkah A‟mal

Kesepakatan antara dua orang untuk menerima suatu pekerjaan dan upah dari pekerjaan itu dibagi antara mereka sesuai dengan kesepakatan awal.17

Zakat perusahaan sampai saat ini telah diterapkan oleh unit-unit usaha berbasis syariah sebagai salah satu bentuk representasi syariah suatu perusahaan diharapkan dapat memicu pertumbuhan dan distribusi ekonomi yang semakin baik dan harus didukung dengan pelaksanaan sistem yang jelas sebagai upaya pelaksanaan perhitungan dan pencataan zakat yang benar.18

C. Pendistribusian Zakat Corporate (Perusahaan)

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendistribusian memiliki arti proses, cara, dan perbuatan mendistribusikan. Pendistribusian berasal dara kata “distribusi” yang dapat diartikan sebagai berikut: 1.

Penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada bebrapa orang atau ke

17 Puskas Baznas Op.cit hlm 62

18 Batubara, Z. Analisis Metode Perhitungan Zakat Perusahaan. IQTISHADUNA: Jurnal

Ilmiah Ekonomi Kita, 2008 1(2), 205-232

(26)

beberapa tempat; 2. Pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb; 3.persebaran benda dalam suatu wilayah geografi tertentu.

Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian.19

Dalam pendistribusian zakat corporate dapat digolongkan menjadi empat bentuk, yaitu:

a. Pendisitribusian yang bersifat konsumtif tradisonal, yang artinya zakat yang diberikan dimanfaatkan secara langsung oleh mustahik, misal zakat corporate yang dibagikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun yang diberikan kepada korban yang terkena dampak bencana alam.

b. Pendistribusian bersifat konsumtif kreatif, yang artinya zakat corporate yang diubah bentuknya dari barang semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa, dan berkaitan dengan kesehatan.

c. Penyaluran yang bersifat produktif tradisonal, yang artinya penyaluran zakat corporate dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti hewan ternak dan bantuan alat kerja.

d. Penyaluran yang bersifat produktif kreatif, yang artinya zakat corporate disalurkan dalam bentuk pemberian modal, baik untuk pembangunan proyek yang berkaitan dengan proyek sosial ataupun pemberian modal untuk usaha pengusaha kecil.20

19 Muhammad Hasan, Manajemen Zakat Model Pengelolaan yang Efektif . 2019 hlm.71

20Mufriani, M. (2008). Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta:Kencana (2008) hlm 5

26

(27)

D. Mustahik

a. Pengertian Mustahik

Mustahik adalah orang yang mempunyai hak untuk menerimakan zakat.

Ketentuanmengenai siapa saja yang mempunyai hak untuk menerimakan zakat telah diatur dengan jelas dalam QS At-Taubah [9]: 60















































Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.21

Dari ayat ini, dapat ditentukan bahwa orang-orang yang mempunyai hak untuk menerimakanzakat dibagi menjadi delapan ashnaf/golongan, yaitu:

1. Fakir Golongan pertama yang menerima zakat yaknifakir. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta, benda, pekerjaan serta tidak dapatmemenuhi kebutuhan sehari-hari. Yusuf Qardhawy mengatakan bahwa fakir adalah orang-orang yang tidak memiliki harta atau penghasilan yang layak, seperti : makanan, pakaian, tempat tinggal, dan segala keperluan lainnya, baik untuk diri mereka sendiri ataupun bagi keluarga mereka yang menjadi tanggungannya.

21 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya hl. 240

(28)

2. Miskin Golongan kedua yaknimiskin. Miskin adalah orang-orang yang memiliki mata pencaharian / pendapatan tetap, akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi standar kehiudpan mereka sendiri dan keluarga. Mengingat untuk memenuhi kebutuhan mereka, kelompok orang miskin ini termasuk sebagai target utama untuk alokasi atau distribusi dana Zakat.

3. Amil Golongan ketiga orang yang menerima zakat yakni amil zakat. Amil adalahorang atau lembaga yang didedikasikan untuk menhimpun, mengelola dan mendistribusikan zakat ke mustahik, dan juga berhak menerima bagian dari zakat. Menurut Wahbah, bagian yang diberikan kepada amil atau panitia zakat diklasifikasikan sebagai gaji untuk pekerjaan yang dilakukannya.

4. Muallaf Golongan keempat yang menerima zakat yakni muallaf. Muallaf adalahorang-orang yang berasal dari agama lain kemudian memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, golongan ini dianggap masih lemah imannya, karena baru saja masuk Islam. Yusuf Qardhawy berpendapat bahwa muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah kuat terhadap Islam, atau terhindar niat jahat terhadap kaum muslim.

5. Al-Riqab Golongan kelima yang menerima zakat yakni riqab (budak).

Riqab adalah jama dari raqabah, yang berarti mengeluarkan zakat untuk membebaskan budak untuk membebaskan mereka dari dunia perbudakan.

Budak yang dimaksud adalah mereka yang telah mencapai kesepakatan dengan tuannya untuk membebaskan, dan mereka tidak punya uang untuk menebus diri mereka sendiri.

6. Al-Gharim Golongan keenam orang yang menerima zakat yakni al-gharim.

Al gharim adalah orang yang memiliki hutang dan tidak akan mampu untukmelunasinya. Menurut Wahbah, Al-Gharim adalah orang yang memiliki hutang, baik hutang itu digunakan untuk dirinya sendiri atau bukan, baik hutang itu digunakan untuk perbuatan baik atau tidak. Jika hutang itu untuk keperluannya sendiri, maka ia tidak mempunyai hak atas 28

(29)

bagian zakat kecuali ia dianggap fakir. Jika hutang itu untuk kepentingan banyak orang yang berada dibawah tanggung jawabnya, maka boleh saja mereka menerima bagian dari zakat.

7. Fii Sabilillah Golongan ketujuh yang menerima zakat yaknifii sabilillah. Fii sabilllah adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Orang-orang dalam kategori 30 ini adalah orang-orang yang berjuang menurut cara Allah, dan tidak dibayar untuk markas komando karena mereka hanya berperang. Namun, menurut para ulama, berdasarkan lafadz dari sabilillah dijalan Allah, sebagian ulama mengizinkan memberi zakat untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan da’i dan lain sebagainya. Fii Sabilillah juga dikenal sebagai golongan mustahik yang dikategorikan sebagai seseorang yang melakukan yang terbaik untuk memperjuangkan kejayaan agama Islam. Oleh karena itu, fii sabilillah dapat diartikan sebagai individu atau lembaga yang bertujuan untuk kejayaan agama dan kepentingan publik.

8. Ibnu Sabil Golongan kedelapan yang menerima zakat yakni ibnu sabil. Ibnu sabil adalah orang-orang yang dalam perjalanan. Orang-orang yang melakukan perjalanan adalah orang-orang yang bepergian untuk melakukan suatu hal baik dan tidak termasuk maksiat. Jika tidak dibantu dikhawatirkan mereka tidak akan mencapai tujuannya.22

b. Identifikasi Kesejahteraan Mustahik

Kesejahteraan menurut Al-Ghazali adalah tercapainya kemaslhatan.

Kemaslahatan sendiri merupakan terpelihanya tujuan syara’ (Maqashid al- Syari‟ah), dimana manusia tidak dapat merasakan kebahagiaan dan kedamaian batin melainkan setelah tercapainya kesejahteraan yang sebenarnya dari seluruh umat manusia di dunia melalui pemenuhan

22 Muslih Adi Saputra. “Peran Dana Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq (Studi Kasus Yayasan Solo Peduli)” Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2017, h. 32.

(30)

kebuuthan-kebutuhan rohani dan materi. Untuk mencapai tujuan syar‟ agar dapat teralisasinya kemaslahatan, beliau menjabarkan tentang sumber- sumber kesejahteraan, yakni: terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Kesejahteraan selalu dikaitkan dengan materi, dimana semakin tinggi produktivitas maka pendapatan yang dihasilkan pun semkain tinggi . ukuran tingkat kesejahteraan lainnya juga dapat dilihat dari non materi seperti yang dikatakan oleh Pratama dan Mandala melalui tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.

Kesejahteraan menurut syari’ah Islamiyah adalah telah tercapainya tujuan manusia secara komprehensif ataupun secara menyeluruh sehingga manusia itu telah mencapai kebahagiaan secara holistic pula ( kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat). Sistem kesejahteraan dalam konsep ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang menganut dan melibatkan faktor atau variabel keimanan (nilai-nilai Islam) sebagai salah satu unsur fundamental yang sangat asasi dalam mecapi kesejahteraan individu dan kolektif sebagai suatu masyarakat atau negara.23 Jadi dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan mustahik adalah ketentraman dan kesenangan hidup yang diterima oleh orang yang berhak menerima zakat baik itu ketentraman dan kesenangan hidup secara lahir atau batin.

Teori kebutuhan menurut Abraham Maslow, untuk mencapai kesejahteraan sosial harus melewati beberapa tahapan yaitu meliputi beberapa aspek yang diperoleh secara bertahap dan berurutan. Tahap pertama adalah tercukupinya kebutuhan fisik (physiological needs), atau kebutuhan pokok (basic needs) seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Tahap kedua adalah kebutuhan keamanan (safety needs), kemudian diikuti tahap ketiga yaitu kebutuhan sosial (sosial needs). Tahap

23 Gian Turnando and Aliman Syahuri Zein, Analisis Pengaruh Zakat Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Mustahik” Jurnal Ekonomi dan Keislaman 7:1 (Januari-juni 2019):

hlm 174

30

(31)

keempat adalah kebutuhan akan pengakuan (esteem needs), dan tahap kelima (terakhir) adalah terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs.24). Ada tiga elemen yang tercakup dalam kehidupan yang lebih sejahtera25:

1. Peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang-barang kebutuhan hidup yang dasar, seperti makanan, paaian, tempat tinggal, kesehatan dan perlindungan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya muncul dalam bentuk peningkatan pendapatan tetapi juga dalam bentuk ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak, pendidikan yang lebih baik dan lebih banyak perhatian pada budaya dan nilai-nilai kemanusiaan. Secara keseluruhan, halhal ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan yang bersifat materi (materi well-being) tetapi juga menumbuhkan harga diri individu dang bangsa.

3. Perluasaan pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi individu dan bangsa secara keseluruhan, yang tidak hanya membebaskan mereka dari perasaan perbudakan dan ketergantunganpada orang lain dan negara- bangsa lain tetapi juga dari berbagai faktor yang menyebabkan ketidaktahuan dan penderitaan.

E. Telaah Pustaka

Kajian pustaka berguna sebagai acuan yang relevan yaitu denga cara mengkaji penelitian-penelitian terdahulu. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti melakukan telaah pustaka yang relevan dari berbagai sumber penelitian yang dirasa relevan. Sehubungan penelitian ini masih begitu

24 Naerul Edwin Kiky Aprianto, Kontruksi Sistem Jaminan Sosial dalam Perspektif Ekonomi Islam, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Economica: Jurnal Ekonomi Islam Volume 8, Nomor 2 (2017), hlm. 239,

25 Michael P. Todaro dan Stephen Smith, Pembangunan Ekonomi Edisi Kesebelas Jilid I,

Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 27.

(32)

jarang diteliti, maka ada beberapa penelitian yang secara tidak langsung berkaitan dengan pembahasan Skripsi ini, antara lain:

Tabel 2.1

No Penulis/T ahun

Judul Penelitian Lokasi Metode Kesimpulan

1. Abdul Salam, Rif’atun Nisa/

2021

Analisis

Pendistribusian Dana Zakat Terhadap Kesejahteraan Mustahik Ditinjau dengan

menggunakan Metode CIBEST Studi kasus BAZNAS Yogyakarta

BAZNAS Yogyakarta

Kuantitatif Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa

penyaluran dana zakat di

BAZNAS Kota Yogyakarta ada penurunan presentase sebesar 55%

masyarakat , dimana awalnya 34 hari dari 40 mustahik berada dalam kuadran II (Kemisikinan material), menjadi 12 dari 40 mustahik saja yang berada dalam kuadran kemiskinan.

Sedangkan untuk 32

(33)

kudran kesejahteraan sendiri mengalami peningkatan sebesar 53%.

BAZNAS Kota Yogyakarta bisa dikatakan berhasil dalam membantu masyarakat kurang mampu, dan

mendayagunakan dana zakat produktif dengan baik.

2. Ahmad Fahrurrozi / 2020

Pengaruh Pendistribusian Zakat Produktif, Pelatihan Dan Pendampingan Terhadap Kesejahteraan Mustahik Pada Badan Amil Zakat Nasional Kota Yogyakarta

Badan Amil Zakat Nasional Kota Yogyakarta

Kuantitatif Variabel distribusi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan mustahik, hasil ditunjukkan dari nilai koefesien regresi sebesar 0,284. Selain itu

(34)

juga ditunjukkan dari nilai t hitung sebesar 2,222 dengan signifikan sebesar 0,033 pada taraf signifikansi 5%

3.

Desy Fatmawati /2020

Analisis Peran Dana Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik Studi Kasus BAZNAS Kabupaten Kendal

BAZNAS Kabupaten Kendal

Kuantittaif Dalam tingkat kebutuhan pangan dalam bentuk bantuan modal usaha sudah tepat sasaran dan cukup memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat.

untuk tingkat pendapatan untuk mustahik

BAZNAS Kab.

Kendal suda terlaksana dengan baik dan cukup memberikan kesejahteraan kepada mustahik.

34

(35)

Begitu pula dalam bentuk pendidikan sudah terealisasikan dengan baik.

4 Erfita Rani/

2019

Dampak Dana Zakat Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

BAZNAS Kota Blitar

Kuantitatif Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat asset rumah tangga petani mustahik BAZNAS Kota Blitar sebelum dan setelah menerima dana zakat dan terdapat

perbedaan yang signifikan pada tingkat food security rumah tangga petani mustahik BAZNAS Kota Blitar sebelum dan setelah menerima dana zakat.

5 Syansuddi n Bidol/

Pengaruh Tata Kelola Terhadap

BAZNAS Sulawesi

Kuantitatif Hasil untuk akuntabilitas,

(36)

F. Keranga Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini adalah Pendistribusian Zakat Corporate yaitu variabel (X) berpengaruh terhadap variabel (Y) yaitu Tingka Kesejahteraan Mustahik. Kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian 2014 Perolehan Zakat

Bagi Kelangsungan Usaha Mustahik Studi Kasus

BAZNAS Sulawesi Selatan

Selatan kewajaran,

Transparansi, Profesionalisme ketiganya berpengaruh positif terhadap kelangsungan usaha mustahik.

Pendistribusian Zakat Corporate

(X)

Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik (Y)

36

Gambar

Tabel 1.1  Data Pendistribusian Dana Corporate Pada LAZISMU Tahun  2020  –  2022
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian 2014 Perolehan Zakat

Referensi

Dokumen terkait