• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: TANGGUNG JAWAB PIDANA ATAS TINDAKAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH TERHADAP ANAK KANDUNG YANG MENYEBABKAN TRAUMA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pid.Sus/2021)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: TANGGUNG JAWAB PIDANA ATAS TINDAKAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH TERHADAP ANAK KANDUNG YANG MENYEBABKAN TRAUMA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pid.Sus/2021)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

Orang tua perlu menanamkan sikap dan perilaku yang baik untuk mengembangkan kepribadian anak yang baik. Pola asuh yang baik untuk membentuk kepribadian anak yang baik adalah pola asuh yang mengutamakan kepentingan anak, namun orang tua juga mengontrol anak. Menurut Shochibo, orang tua yang otoriter dan memberikan kebebasan penuh mendorong perilaku agresif pada anak.

Untuk mengetahui dan menganalisis peraturan hukum tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak dalam peraturan perundang-undangan.

Kerangka Konsep

Dalam KUHP, ketentuan mengenai tanggung jawab diatur dalam buku I bab III pasal 44 ayat (1) yang berbunyi: “Barangsiapa melakukan suatu tindak pidana yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya karena jiwanya tidak mampu berkembang atau bermasalah karena penyakit. tidak akan dihukum". Sebagaimana terlihat dalam Pasal 44 ayat (1) dijelaskan bahwa orang yang dirusak atau diganggu jiwanya tidak dapat dihukum, karena ia tidak dapat memahami bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan perbuatan itu dilakukan di luar. karena kesadarannya, maka orang tersebut tidak dapat memikul tanggung jawab hukum. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan makna dan penafsiran istilah yang digunakan.

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban pidana adalah “suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk menyikapi kesepakatan untuk menolak suatu perbuatan tertentu.”52. Kekerasan menurut pasal 1 angka 15a undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan terjadinya penelantaran secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, kesengsaraan atau penderitaan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan. , melanggar hukum; Anak menurut pasal 1 angka 1 UUPA: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

52 Chairul Huda, Dari 'Tidak ada kejahatan tanpa rasa bersalah' menjadi 'Tidak ada tanggung jawab pidana tanpa rasa bersalah', Kencana, Jakarta, 2011, hal. Trauma trauma adalah kondisi mental atau perilaku abnormal akibat tekanan mental atau cedera fisik; luka badan atau fisik 54.

Keaslian Penelitian

Hambatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban kejahatan kekerasan seksual menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan, sejauh yang diketahui maka penelitian mengenai: Pertanggungjawaban pidana atas perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak kandung yang menimbulkan trauma (Studi kasus Putusan Mahkamah Agung no. 3021 K/Pid.Sus/ 2021) juga belum pernah dilakukan, jika dilihat dari judul dan inti permasalahannya maka penelitian ini original.

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

  • Spesifikasi Penelitian
  • Metode Pendekatan
  • Objek Penelitian
  • Alat Pengumpulan Data
  • Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data a. Jenis Data
  • UUD 1945;
  • KUHP
  • Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu “menggambarkan suatu keadaan atau fenomena yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diselidiki” 56. Analisis deskriptif akan mengkaji kaidah-kaidah yang ada dalam kaitannya dengan teori-teori hukum dan praktek-praktek pelaksanaannya mengenai permasalahan yang telah diidentifikasi. Pendekatan-pendekatan tersebut meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan sejarah, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual.57. Dalam penulisan ini, penulis cenderung menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus.

Dimana pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang sedang dipertimbangkan, sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji putusan hakim pengadilan dalam suatu perkara yang bersangkutan. Alat pengumpulan data yang penulis gunakan untuk menulis undang-undang ini adalah studi literatur atau survei dokumen. Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menelaah bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier Bahan-bahan tersebut disusun, dipelajari secara sistematis, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka atau data sekunder. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para ilmuwan, hasil penelitian, buku, majalah, internet, e-book, dan makalah. Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif yaitu uraian metode analisis berupa kegiatan pengumpulan data yang kemudian diolah terlebih dahulu kemudian dijadikan bahan kualitatif yaitu data yang memberikan sejumlah penjelasan dan wawasan mengenai isi dan kualitas isi serta fenomena sosial yang menjadi sasaran atau objek penyelidikan.59.

PENGATURAN ATAS TINDAKAN KEKERASAN OLEH ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM UNDANG

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Kekerasan Fisik

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, perasaan tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis yang berat pada diri seseorang (Pasal 7). Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual, yang salah satu atau seluruhnya bersifat parah dan/atau kronis; Gangguan jiwa berupa hilangnya kontak dengan kenyataan seperti skizofrenia dan/atau bentuk psikosis lainnya;

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan persetubuhan, pemaksaan persetubuhan dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak dikehendaki, pemaksaan persetubuhan. Hubungan seksual yang dipaksakan antara satu orang dalam rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tertentu. Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan seseorang dalam rumah tangganya, padahal menurut undang-undang yang berlaku terhadapnya atau karena perjanjian atau kesepakatan, ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau nafkah kepada orang tersebut.

Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang menimbulkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang bekerja secara layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kekuasaan orang tersebut (Pasal 9). Kekerasan ekonomi ringan, berupa upaya yang disengaja untuk membuat korban menjadi tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar. Kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena banyak faktor, yang terpenting adalah ideologi dan budaya, dimana perempuan cenderung dianggap sekunder dan bisa diperlakukan dengan cara apapun.

Kekerasan Terhadap Anak

  • Pengertian Kekerasan terhadap Anak
  • Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak

Secara ilmiah, kekerasan merupakan gangguan perilaku marah.Kekerasan terhadap anak perempuan bersifat spesifik, seperti kekerasan seksual dalam bentuk pemerkosaan. Hal unik lainnya mengenai kekerasan terhadap anak perempuan adalah kekerasan ini berbasis gender.61. Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun 2012, Anak yang berhadapan dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang berumur 12 (dua) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang menjadi tersangka. dari melakukan kejahatan.

Anak korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun yang mengalami kerugian baik fisik, mental, dan/atau ekonomi sebagai akibat dari tindak pidana tersebut.63. 23 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kekerasan terhadap anak dalam UU Perlindungan Anak no. 35 Tahun 2014 yang dimaksud dalam Pasal 1 adalah setiap perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan penelantaran, kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau, termasuk ancaman tindakan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.64 .

Oleh karena itu, kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan yang menyakitkan secara fisik atau emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lainnya. Akibat dari perilaku tersebut, korban biasanya akan merasa rendah diri, rendah diri, tidak berharga dan lemah dalam mengambil keputusan.67. 3) Pelecehan seksual adalah ketika seorang anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ikut serta atau menonton kegiatan yang bersifat seksual untuk tujuan pornografi, gerak tubuh, film atau sesuatu yang bertujuan untuk mengeksploitasi seks dimana seseorang secara seksual memuaskan hasratnya. orang lain . Kategori kekerasan atau pelanggaran hak-hak anak jenis ini mencakup segala perilaku yang mengarah pada pelecehan seksual terhadap anak, baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun di lingkungan tempat tinggal anak.

Perlindungan Hukum terhadap Anak Koban Kekerasan

Orang tua memaksa anak di bawah umur untuk ikut berkontribusi dalam perekonomian keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, anak pengemis dan lain sebagainya semakin meningkat terutama di perkotaan. faktanya berbicara kepada kita, mereka tidur di bawah jembatan dan putus sekolah. Anak yang tidak mampu berhak mendapatkan bantuan agar dapat tumbuh dan berkembang secara alami dalam lingkungan keluarganya. Anak yang mengalami masalah perilaku mendapat pelayanan dan perawatan yang bertujuan membantunya mengatasi hambatan yang terjadi pada masa tumbuh kembangnya.

Pemerintah Aceh juga telah mengeluarkan peraturan mengenai perlindungan anak, sebagaimana dirinci dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang perlindungan anak. Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota wajib memberikan bantuan hukum kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang menghadapi tindak pidana dapat diselesaikan di luar pengadilan apabila: Anak tersebut berumur 12 tahun ke bawah, Ancaman pidananya paling lama 1 (satu) tahun, Akibat tindak pidana itu sifatnya substantif dan tidak ada hubungannya dengan badan atau nyawa, Segala perkara pencurian yang tidak berkaitan dengan jiwa dan raga serta perkelahian yang tidak mengakibatkan cacat badan atau hilangnya nyawa.

Hal ini dibuktikan dengan Qanun Aceh tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa badan atau orang dewasa dilarang melakukan kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun, dan diperkuat dengan isi Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang menyatakan bahwa hak-hak anak harus dilindungi agar anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya. Anak mempunyai hak yang sama dengan anak lainnya, sebagaimana diatur dalam UU No.

Faktor-faktor Terjadinya kekerasan terhadap Anak

4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan, dimana hak ini tidak boleh diabaikan oleh orang tua, keluarga atau masyarakat. Anak menderita gangguan tumbuh kembang, anak bergantung pada lingkungan, anak cacat fisik, cacat mental, gangguan perilaku, anak yang berperilaku menyimpang dan tipe kepribadian anak itu sendiri 79. Kondisi lingkungan juga menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, termasuk anak miskin. kondisi lingkungan, sejarah penelantaran anak dan tingginya tingkat kejahatan di wilayah tersebut.

Media massa sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan media ini tentunya mempengaruhi penerimaan konsep, sikap, nilai dan prinsip. Budaya yang masih menganut praktik anggapan bahwa status anak dipandang rendah, sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya maka anak tersebut harus diberi hukuman. Bagi anak laki-laki, ada nilai di masyarakat bahwa anak laki-laki tidak boleh cengeng, atau anak laki-laki harus lulus ujian.

Pemahaman tersebut mempengaruhi dan menjadikan orang tua ketika memukul, menendang atau menindas anak adalah hal yang wajar jika anak menjadi pribadi yang kuat dan tidak menjadi lemah. 81.

Dampak Negatif Kekerasan terhadap Anak

Referensi

Dokumen terkait