INSULATION CURING UNTUK PENGECORAN BETON MASSAL (Studi Kasus Proyek Masjid Agung Semarang)
ABSTRAK
Satu hal yang sangat perlu diperhatikan pada pengecoran beton massal adalah panas hidrasi yang dihasilkan oleh semen. Panas ini bisa mencapai suhu 800C di inti beton massive.
Sehingga bila perbedaan suhu di inti beton dengan suhu di permukaan beton tidak di monitor dan dikontrol dengan baik akan menyebabkan keretakan pada struktur beton dan berkurangnya durabilitas.
Insulation curing adalah metode yang sangat mudah dan murah untuk mencegah keretakan akibat panas hidrasi beton yang tinggi. Metode ini dilaksanakan dengan cara mengatur pelepasan panas yang ada dalam inti secara perlahan-lahan, sehingga perbedaan suhu dengan permukaan beton tidak melebihi kapasitas batas regangan tarik beton. Metode ini cocok untuk digunakan pada pengecoran beton massal karena lebih irit, mudah dilaksanakan, aman dan cepat.
Kata kunci : perawatan terisolasi, beton massal, pejal, batas regangan tarik
INSULATION CURING IN MASS CONCRETE POUR (Masjid Agung Semarang Project Case Study)
ABSTRACT
The main concern with mass pour is heat of hydration. The heat developed during hydration can result in a temperature rise in excess of 80
0C in core of massive concrete. If the temperature difference in the core and surface concrete is not properly monitored and controlled, this may give rise to thermal cracking resulting in weaker as well as less durable concrete structures.
Insulation curing is a simple method and efficient to avoid crack consequently from heat of hydration. This method is done by managing heat release in the concrete core slowly, so the temperature difference between core and surface of concrete is less than ultimate tensile strain of concrete. This method is a good in mass concrete pour because more efficient, workable, safe and effective than the others.
Keywords : insulation curing, mass concrete, massive, ultimate tensile strength
PENDAHULUAN
Tidak ada definisi yang pasti mengenai ukuran atau volume beton massal. ACI Committe 116 (2006) mendefinisikan beton massal sebagai pengecoran beton dengan volume cukup besar sehingga diperlukan pengukuran panas untuk meminimalkan timbulnya retak.
Namun sebagai panduan umum, pengecoran beton massal merupakan pengecoran yang memerlukan perhatian terhadap timbulnya panas hidrasi dengan ketebalan tidak kurang dari 500 mm. Struktur yang mempunyai volume besar biasanya berupa pondasi matras, tubuh dam, poer pondasi, pondasi rakit, dinding, lantai dan nuclear pressure vessels. Oleh karena begitu kompleknya saat dilakukan pengecoran beton massal maka beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus antara lain pengiriman beton, urutan pengecoran, cold joints, penurunan plastis dan panas hidrasi.
Banyak metode yang bisa digunakan untuk mengendalikan agar pengecoran beton massal aman dari retak akibat panas hidrasi. Metode tersebut antara lain : penggunaan air es, perawatan beton dengan pipa berbentuk S, penggunaan gas nitrogen dan curing insulation.
Tidaklah semua metode cocok untuk diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis. Faktor biaya, kemudahan pelaksanaan, keselamatan kerja dan lamanya pengecoran merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam menentukan metode mana yang akan digunakan.
Kualitas kuat tekan beton untuk pengecoran beton massal merupakan hal yang utama untuk diperhatikan. Banyaknya jumlah benda uji yang harus diambil merupakan representasi dari keseluruhan produk pengecoran beton total. Secara otomatis banyak dan cara pembuatan benda uji akan berpengaruh pada hasil akhir kuat tekan beton. Hal ini berarti standar pengambilan benda uji mana yang dipakai, akan mempengaruhi hasil test benda uji pada pengecoran beton massal.
Dengan membandingkan semua metode yang pernah dipakai, metode curing insulation merupakan metode yang paling tepat untuk diterapkan pada pengecoran beton massal.
PEMBAHASAN
Pengendalian panas hidrasi
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembetonan massal adalah panas hidrasi.
Hidrasi semen adalah reaksi yang mengeluarkan panas (eksoterm) dan panas yang dihasilkan selama hidrasi dapat mencapai tidak kurang 800C. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menurunkan dan mengendalikan panas hidrasi beton yaitu :
1. Penggunaan air dingin/ serpihan es 2. Curing melalui jalur pipa berbentuk S 3. Penggunaan gas nitrogen/ liquid nitrogen 4. Insulation Curing
Penggunaan air dingin/ es merupakan cara yang digunakan untuk menurunkan suhu awal beton akibat reaksi hidrasi. Selain air yang digunakan berupa air dingin atau air es, suhu split / batu pecah dan pasir juga perlu diturunkan karena volume agregate mencapai 60% - 80%
dari volume beton. Bahkan diperlukan pelindung yang cukup besar untuk melindungi split/ batu pecah dan pasir yang ada di stok pile. Untuk pengecoran massal mencapai 1000 m3 diperlukan ratusan m3 balok es batu. Metode ini sangat tidak efisien dan berbiaya sangat tinggi. Selain itu juga berpengaruh jelek terhadap uniformity dari adukan sehingga mengakibatkan ketidakstabilan slump beton. Estimasi suhu beton segar dapat dihitung dengan rumus pendekatan di bawah ini :
T = (TaWa + TcWc + 5TwWw) / (Wa + Wc + 5Ww) dimana :
T = suhu beton segar (0C) Ta = suhu agregat (0C) Tc = suhu semen (0C) Tw = suhu air (0C)
Wa = berat agregat SSD (kg) Wc = berat semen (kg) Ww = berat air (kg)
Penggunaan curing dengan pipa-pipa berbentuk S merupakan metode yang pernah dipakai saat pembuatan Dam Hoover, dimana penuangan beton setinggi 1.5 meter dengan ukurang horisontal berkisar antara 8 meter dan 20 meter. Pipa dengan diameter 25 mm dipasang berkelok-kelok seperti huruf “S“ dengan jarak as ke as sekitar 1.5 meter arah horisontal. Pipa- pipa tersebut diletakkan horisontal di atas hamparan adukan setelah adukan mencapai tebal 1.5 meter. Air dingin dialirkan ke dalam pipa tersebut segera setelah selesai penuangan beton. Panas beton akan berradiasi sampai lapisan berikutnya setelah lapisan berikutnya dituang. Lapisan berikutnya baru boleh dituang setelah lapisan tersebut berumur 72 jam (3x24 jam) (Kardiyono,1997). Metode ini sangat rumit dan membutuhkan waktu pengecoran beton massal cukup lama.
Penggunaan gas nitrogen atau liquid nitrogen dipakai untuk menurunkan suhu awal beton segar. Metode ini sudah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu. Prosesnya adalah menyemprotkan gas nitrogen/ cairan nitrogen melalui pipa ke adukan beton segar. Cara ini mampu menurunkan suhu beton dari 350C ke 240C. Hal ini pernah diterapkan pada proyek State Highway 45 Turnpike, Central Texas tahun 2003. Untuk menurunkan suhu beton segar dari 350C ke 240C diperlukan biaya hampir US$ 8 per m3 (Rp 70.000/m3). Instalasi silo untuk tempat gas / liquid nitrogen di pabrik merupakan sesuatu yang harus dilakukan bila digunakan
metode ini. Pemasangan instalasi ini membutuhkan biaya US$40.000 (Rp 400 juta). Di bagian lain diperlukan kontrol oleh enginer yang berpengalaman agar tidak menyebabkan crack / retak pada drum truk mixer. Selanjutnya pengaruh terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja juga cukup besar (William Beaver, 2004).
Gambar 1. Liquid nitrogen disemprotkan pada beton di mixer (william beaver, 2004)
Insulation Curing adalah suatu metode perawatan beton pasca pengecoran dengan cara mengatur pelepasan panas yang dihasilkan dari reaksi hidrasi semen di pusat massa beton.
Metode ini dilaksanakan dengan cara menutup atau membuka bagian permukaan beton yang berhubungan langsung dengan udara luar. Bahan yang digunakan sebagai penutup biasanya berupa styrofoam atau gabus. Pembukaan dan penutupan permukaan beton dimaksudkan untuk mengatur proses pelepasan panas pada inti beton massal, sehingga perbedaan suhu antar lapisan beton massal tidak melebihi 200C. Mengapa perbedaan suhu harus 200C ? Dengan perbedaan suhu maksimal 200C, kapasitas regangan tarik ultimate beton belum terlampaui. Keretakan akan mulai terjadi jika selisih temperatur itu mencapai 25-260C. Beton yang berhubungan dengan tanah tidak perlu dikhawatirkan, karena ketika beton memanas tanah juga ikut panas.Isolasi juga perlu dilakukan untuk besi tulangan yang menonjol keluar, karena besi merupakan penghantar panas yang sangat baik.
Panas hidrasi yang dikeluarkan selama tahap awal hidrasi tidak mudah dikeluarkan dari pusat beton massal, jika dimensi minimum melebihi 1.5 m. Sebaliknya, permukaan luar beton terdinginkan oleh temperatur udara luar yang lebih rendah. Perbedaan regangan termal antara bagian dalam yang lebih panas dan permukaan yang lebih dingin, bisa melebihi kapasitas batas regangan tarik dari beton yang masih muda. Penggunaan semen yang lebih banyak untuk mutu yang lebih tinggi akan menghasilkan panas hidrasi yang lebih tinggi pula. Sehingga bila beton massal tidak dikontrol dengan baik akan menimbulkan retak termal pada usia muda beton.
Retak termal pada pengecoran beton massal dapat dihindari dengan menjaga gradien temperatur dalam elemen beton di bawah ambang batas. Hal ini bisa dicapai secara efisien dan ekonomis dengan melakukan isolasi yang baik pada permukaan luar beton / Insulation curing/perawatan terisolasi (Konstruksi,1994).
Untuk menghindari keretakan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
εt > 0.8 ∆θ α R
dimana :
εt = kapasitas regangan tarik ultimate beton (tabel 1)
∆θ = perbedaan suhu
α = koefisien ekspansi panas beton (tabel 3) R = restrain/ kekangan (tabel 2)
0.8 = faktor yang memperhitungkan akibat rangkak dan kelebihan beban
Tabel 1
Kapasitas regangan tarik beton dengan agregate yang berbeda (εt) Tipe agregat Kapasitas regangan tarik (x10-6) Gravel
Granite/crushed stone Limestone
Lightweight aggregate
70 80 90 110 (P.B Bamforth, 1984)
Tabel 2
Nilai Restraint (R)
Konfigurasi pengecoran Restraint,R
Pengecoran dinding tipis di atas beton massive
Pengecoran Massive pada elemen tertutup
Pengecoran Massive pada existing beton massal
Pelat menggantung
Pelat di antara tumpuan
0.6-0.8 pada dasar 0.1-0.2 pada permukaan
0.1-0.2
0.3-0.4 pada dasar 0.1-0.2 pada permukaan
0.2-0.4
0.8-1.0 (P.B Bamforth, 1984)
Tabel 3
Koefisien ekspansi termal (α)
Tipe agregat Koefisien ekspansi termal (α) (x10-6/ 0C) Gravel
Granite/crushed stone Limestone
Lightweight aggregate
12.0 10.0 8.0 7.0 (P.B Bamforth, 1984)
Metode insulation curing ini diterapkan pada struktur poer pondasi menara Masjid Agung Semarang. Menara ini berketinggian 99 m. Ukuran poer mempunyai panjang 19.2 meter, lebar 19,2 meter dan ketebalan 3.5 meter. Total volume pengecoran sebanyak 1300 m3 dan lama pengecoran selama 30 jam. Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan metode insulation curing ini hanya berkisar Rp. 10 juta untuk 1300 m3 beton atau hanya Rp.8000/m3 beton. Jelas bahwa metode ini lebih efektif dan berbiaya rendah bila dibandingkan dengan metode lain untuk pengecoran beton massal.
Cara mengontrol suhu pada beton massal
Pengontrolan suhu di dalam inti beton massal bisa dilakukan dengan memasang thermocouple. Pemasangan thermocouple ini cukup mudah dan harganya murah. Harga thermocouple dan recordernya hanya berkisar 5 juta rupiah. Sensor-sensor suhu dipasang pada kedalaman tertentu di dalam beton. Sensor tersebut dihubungkan dengan kabel hingga berada diluar beton. Kabel ini bisa di hubungkan dengan chart recorder sehingga suhu di dalam beton bisa diketahui. Perkembangan suhu di dalam inti beton dapat dilakukan tiap jam sekali. Pada pengecoran beton massal di Masjid Agung Semarang dipasang 9 thermocouple. Masing-masing di kedalaman -3 meter, -1.75 meter dan -0.5 meter. Penempatan thermocouple pada beton massa dapat dilihat pada Gambar 2.
Bila kontrol temperature dengan insulation curing ini dapat dilakukan dengan baik maka penutup Styrofoam / gabus di permukaan beton massal dapat dibongkar sesuai estimasi Bamforth. Estimasi lamanya pembongkaran insulation / isolasi dapat dilihat dalam tabel 4.
Namun pembongkaran isolasi harus tetap berdasarkan kontrol suhu beton dengan thermocouple.
Thermocouple
chart recorder
Gambar 2. Penempatan thermocouple pada mass concrete (Studi kasus Proyek Masjid Agung Semarang)
Untuk memperjelas teknik curing insulation, berikut ini adalah langkah-langkah proses kontrol terhadap pelepasan panas beton massal.
1. Setelah pengecoran beton massal selesai, tutup permukaan beton yang berhubungan dengan udara dengan menggunakan styrofoam.
Permukaan beton
Styrofoam
h1 h1
Gambar 3. Penutupan permukaan beton dengan styrofoam Beton massal
2. Cek suhu di tiap lapisan beton massal dengan mencolokkan kabel sensor suhu dengan recorder. Baca dan catat suhu yang terrekam pada recorder.
3. Bila selisih suhu masing-masing lapisan dengan lapisan yang lainnya jauh di bawah 200C, misal 70C, angkat styrofoam dari permukaan beton, sehingga jaraknya lebih tinggi dari jarak semula (h1 < h2). Ini untuk memudahkan sirkulasi udara luar yang membantu pelepasan panas dari inti beton massal.
h2 h1 h2 h1
Gambar 4. Pengangkatan styrofoam Beton massal
4. Bila selisih suhu di masing-masing lapisan dengan lapisan yang lainnya mendekati suhu 200C, turunkan styrofoam sehingga mendekati permukaan beton.
5. Lakukan langkah 3 dan 4 secara terus menerus sehingga suhu di pusat beton massal sekitar 500C.
Tabel 4
Waktu minimum yang aman untuk pembongkaran isolasi beton massal
Dimensi minimum pengecoran (m) Waktu minimum isolasi (hari) 0.5
1.0 1.5 2.0 2.5 4.5
3 5 7 9 11 21 (P.B Bamforth, 1984)
Pengambilan benda uji beton massal di Proyek Masjid Agung Semarang
Kebanyakan kontraktor dan konsultan Indonesia masih mendasarkan pengambilan benda uji pada PBI 1971. Hal ini sangat menyulitkan penyuplai ready mix concrete, karena pada tahun 1971 untuk menghasilkan beton 60 m3 saja diperlukan beberapa hari untuk menyelesaikannya.
Sudah saatnya engineer-engineer sipil mengadopsi beberapa peraturan luar yang lebih sesuai dengan perkembangan teknologi beton saat ini. Berikut ini adalah metode pengambilan benda uji dari beberapa peraturan.
1. Peraturan Beton Indonesia 1971
Benda uji yang diambil berupa kubus 15 x 15 x 15 cm dengan jumlah 1 buah untuk setiap 3 m3 beton untuk pengecoran beton di atas 60 m3.
2. Australia Standard
Benda uji yang digunakan berupa silinder ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
a. Truk I diambil 3 benda uji.
b. Truk II – V diambil 3 benda uji c. Truk VI – X diambil 3 benda uji d. Truk XI – XX diambil 3 benda uji
e. Tiap 10 truk selanjutnya diambil 3 benda uji.
Tiga buah benda uji masing-masing 1 benda uji ditest pada umur 7 hari dan 2 benda uji ditest pada umur 28 hari. Cara pengambilan sampel untuk pembuatan benda uji adalah adukan beton yang berada diantara volume 15%-85%. Maksudnya beton yang ada di truk mixer dibuang 15% (untuk pengecoran) dari volume total, kemudian baru bisa dilakukan pengambilan sampel untuk dibuat benda uji.
3. ACI 318 – 5.6.2.1 – 4
Satu set sampel diambil setiap 150 yd m3 (115 m3) atau untuk luasan permukaan 465 m2 diambil 1 set. Satu set terdiri dari 3 buah benda uji silinder.
Berdasarkan ketiga standar pengambilan benda uji di atas, bila kita kaitkan dengan pengecoran beton massal di Masjid Agung Semarang, dimana dalam waktu 30 jam di selesaikan pengecoran beton sebanyak 1300 m3, maka diperlukan benda uji sebagai berikut :
1. Peraturan Beton Indonesia 1971
Peraturan ini memerlukan sekitar 1300 m3 / 3 m3 = 430 buah benda uji kubus 15x15x15 cm.
2. Australia Standard
Bila setiap truk mixer beton diasumsikan bisa memuat 5 m3 beton maka diperlukan sekitar 260 truk mixer. Truk mixer ke I sampai dengan truk mixer ke XX menghasilkan benda uji sebanyak 12 buah. Selanjutnya dari Truk mixer ke 21 sampai ke 260 dihasilkan benda uji sebanyak 72 buah. Jadi total benda uji yang dihasilkan dari pengecoran massal 1300 m3 adalah 84 buah.
3. ACI 318 – 5.6.2.1 – 4
Standar ini membutuhkan benda uji sebanyak 1300 m3 / 115 m3 = 12 set (36 buah) benda uji silinder.
Berdasarkan jumlah benda uji yang harus dipenuhi dari masing-masing standar di atas adalah sangat tidak realistis bila digunakan pedoman PBI 1971. Dalam waktu 30 jam diharuskan membuat benda uji sebanyak 430 buah. Hal itu berarti setiap satu jam harus membuat 15 benda uji kubus 15x15x15 cm dari 5 truk mixer. Berdasarkan pengalaman di PT.
Jaya Readymix, untuk membuat 3 buah benda uji dari pengambilan di atas truk mixer sampai finishing diperlukan waktu 20-30 menit. Dengan catatan teknisi yang digunakan adalah teknisi
profesional. Penuangan beton di lokasi pengecoran juga terganggu karena pengambilan sampel benda uji sangat banyak.
Sedangkan Australia standar memerlukan benda uji sebanyak 84 buah, jumlah yang masih cukup besar untuk pengecoran beton massal untuk elemen massive seperti poer pondasi.
Peraturan ini akan tepat sekali bila diterapkan pada pengecoran massal pada elemen tidak massive seperti dinding yang sangat panjang ataupun slab yang sangat lebar dimana pengecoran dipecah menjadi beberapa kompartemen atau bagian.
Standar pengambilan benda uji berdasarkan ACI 318 – 5.6.2.1 – 4, benda uji yang terambil hanya 36 buah. Standar ini sangat tepat bila digunakan untuk pengambilan benda uji untuk pengecoran beton massal pada elemen massive.
Lama pembongkaran isolasi beton massal di Proyek Masjid Agung Semarang
Suhu maksimal di dalam beton massal pada Proyek Masjid Agung Semarang mencapai 850C (data ukur suhu di lampiran 1). Kondisi ini terjadi di kedalaman 1.75 m dari permukaan beton atau setengah dari ketebalan struktur beton massal, dimana ketebalan struktur beton massal adalah 3.5 m. Sementara itu suhu di kedalaman 0.5 m dari permukaan beton sebesar 820C dan di kedalaman 3 m yaitu 790C. Selisih suhu antar lapisan masih lebih kecil dari 200C, sehingga berdasarkan teori Bamfort kemungkinan timbulnya retak pada struktur beton massal sangat kecil.
Secara teoritis berdasarkan tabel yang diberikan oleh P. B. Bamforth (tabel 4), isolasi beton massal dengan ketebalan 3.5 m dapat dibongkar pada umur 16 hari. Namun dari data yang ada di lapangan pada hari ke 24 suhu maksimum masih mencapai 750C. Padahal suhu udara luar di Semarang berkisar 300C. Berarti masih menunggu beberapa hari lagi untuk membongkar isolasi Agar beton aman dari retak karena perbedaan suhu di beton dengan udara luar maka suhu inti beton maksimal adalah 500C. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Hal ini disebabkan karena isolasi (dari styrofoam / gabus) tidak diangkat dan diturunkan untuk secara optimal untuk mengatur pelepasan panas dari inti beton massal. Walaupun secara struktur hal ini tidak membahayakan, namun akan menyebabkan tertundanya pekerjaan yang harus dikerjakan di atas struktur beton massal ini. Bagi kontraktor tertundanya pekerjaan berarti kerugian dan pembengkakan biaya. Berikut ini merupakan data teknis dan sumber daya yang digunakan pada pengecoran massal di Masjid Agung Semarang sebanyak 1300 m3 yang dapat digunakan untuk referensi pengecoran beton massal yang lain.
Data teknis material : 1. Split
• Gradasi yang digunakan : 10/20 mm
• Material lolos ayakan 0.75 mm : 1%
• Water absorption : 2.80 %
• Spesific Gravity : 2.62 ton/m3
• Finennes Modulus : 5.64
2. Pasir
• Asal Material : Pasir Muntilan
• Material lolos ayakan 0.075mm : 8.47%
• Water absorption : 0.20 %
• Spesific Gravity : 2.76 ton/m3
• Finennes Modulus : 2.87
3. Semen
• Asal semen : Semen Gresik / Indocement
• Tipe : I
4. Admixture
• Perusahaan penyuplai : PT. Sika Nusa Pratama
• Jenis admixture yang digunakan
o Retarder : PCR (Plastocrete-R) o Superplastisiser : Sikament-LN
5. Air
• Sumur dalam (deep well)
Mix desain beton
Mutu : K-300
Semen (kg/m3) : 330
Slump : 10± cm
Nominal water(liter/m3) : 190
Admixture (liter) : 0.3% dari kandungan semen
Split 10/20 (kg) : 930
Pasir (kg) : 940
Sumber Daya Yang Digunakan 1. Mesin
a. Concrete Pump : 2 buah operasi 2 buah cadangan.
b. Truk Mixer : 12 buah operasi 4 buah cadangan
c. Loader : 1 buah operasi
1 buah cadangan d. Batch Plant : 1 unit operasi
Kapasitas 40 m3/jam
e. Genset : 1 buah operasi
2. Manpower
a. Bagian teknik : 10 orang
b. Produksi : 18 orang
c. Mekanik : 8 orang
d. Tim Concrete Pump : 16 orang 3. Stok Material
a. Pasir : 1000 m3
b. Split : 900 m3
c. Semen : 430 ton
d. Plastocrete R (Retarder) : 1300 liter
KESIMPULAN
Metode yang tepat untuk pengecoran beton massal bila dipandang dari segi biaya, kemudahan pelaksanaan, keselamatan kerja dan waktu adalah metode insulation curing.
Standar pengambilan benda uji untuk mengontrol kualitas beton massal yang cocok adalah berdasarkan ACI 318 – 5.6.2.1 – 4.
Lamanya pembongkaran isolasi sangat tergantung pada kontrol terhadap pelepasan panas pada inti beton, dimana hal ini bisa dikendalikan dengan mengatur naik turunnya tutup styrofoam atau gabus pada permukaan beton massal.
LAMPIRAN 1
KONTROL TEMPERATUR MASS CONCRETE PROYEK MASJID AGUNG SEMARANG
15-16 MEI 2004
Temperatur 0C(lokasi thermocouple) I II III
Kedalaman (m) Hari
ke Tanggal Jam
3 1,75 0,5 3 1,75 0,5 3 1,75 0,5
Keterangan
1 16/5/04 16,00 72 72 64 - - - 55 43 - Suhu luar 17,00 72 72 64 - - - 34 22,30 74 72 68 72 67 64 - - - Suhu luar
23,45 74 74 65 73 68 63 65 61 42 (hujan) Belum
2 17/5/04 9,30 73 75 70 74 71 69 70 68 58 diisolasi 13,00 76 78 74 75 73 72 72 70 63
16,00 77 80 76 77 76 75 74 73 67 19,45 78 80 77 77 77 76 74 74 68 3 18/5/04 9,00 74 78 75 74 75 75 73 76 73
10,30 73 76 73 68 70 70 68 74 73 12,30 72 76 72 73 75 74 69 71 70 13,30 72 75 73 72 76 71 75 77 74 14,30 75 77 74 73 79 76 72 73 71 15,30 78 80 79 74 80 78 76 78 76 17,30 79 82 79 79 81 80 77 80 77 19,30 79 82 80 79 81 80 78 79 78 21,00 78 81 79 79 81 80 79 81 79 22,00 79 81 79 78 81 80 78 81 79 4 19/5/04 3,20 79 81 79 78 81 80 78 81 79
6,30 78 81 79 77 80 80 77 80 78 9,00 75 78 76 74 77 77 74 78 75 10,00 76 80 78 76 79 79 76 80 78 12,00 76 79 76 74 77 77 75 79 78 15,00 76 79 78 76 79 79 75 79 77 18,00 78 81 79 77 81 80 77 81 79 5 20/5/04 9,00 74 78 76 74 78 78 74 79 76
17,50 78 82 80 31 81 80 76 82 80 22,00 79 82 80 31 82 81 77 83 80 6 21/5/04 3,10 79 80 81 30 81 80 75 82 81
9,30 77 81 80 76 81 79 75 81 78 13,30 72 77 74 72 77 76 72 76 73 15,00 76 81 79 75 81 79 75 81 78 21,00 79 85 82 78 84 82 77 84 81
7 22/5/07 3,15 78 80 79 80 81 79 78 80 81
6,32 77 81 81 80 81 81 77 81 79 9,30 77 82 80 76 79 76 71 79 80 12,00 73 78 75 71 78 71 73 80 77 15,30 78 83 80 76 82 80 76 83 79 18,00 76 81 79 75 81 79 75 81 78 21,00 79 85 82 78 84 82 77 84 81 24,00 79 82 80 31 82 81 77 83 80 8 23/5/04 3,00 78 80 79 80 81 79 78 80 81
6,00 77 81 81 80 81 81 77 81 79 9,00 72 78 75 72 79 76 71 79 75 12,00 73 78 75 71 78 71 73 80 77 15,30 78 83 80 76 82 80 76 83 79 18,00 76 81 79 75 81 79 75 81 78 21,00 79 85 82 78 84 82 77 84 81 24,00 79 82 80 31 82 81 77 83 80 9 24/5/04 3,00 78 80 79 80 81 79 78 80 81
6,00 77 81 81 80 81 81 77 81 79 9,00 72 78 75 72 79 76 71 79 75 12,00 72 78 74 70 77 74 73 81 77 15,00 74 81 77 73 81 78 72 81 77 18,00 76 82 79 74 82 78 74 82 78 10 25/5/04 10,00 70 80 76 71 79 75 72 81 76
12,00 72 78 74 70 77 74 73 81 77 15,00 75 81 78 72 80 76 73 82 77 18,00 75 82 79 74 82 78 74 82 78 11 26/5/04 9,30 71 78 75 71 78 75 71 80 76
12,30 73 81 76 71 79 75 72 81 76 15,30 74 81 77 72 81 77 72 81 76 12 27/5/04 9,30 70 77 73 70 79 74 71 80 75
12,00 74 81 77 71 79 74 71 80 75 15,00 72 79 75 71 79 74 71 80 75 13 28/5/04 9,00 71 77 73 69 77 71 68 77 71
12,00 74 81 77 73 81 75 73 81 76 14 29/5/04 9,00 69 76 72 68 76 71 68 77 71
12,00 73 79 74 70 78 72 69 78 72 15 30/5/07 9,00 71 77 73 69 77 71 68 77 71
12,00 73 79 74 70 78 72 69 78 72 15,00 74 81 77 71 79 74 71 80 75 16,00 78 83 80 76 82 80 76 83 79 16 31/5/04 9,00 73 80 76 73 80 72 71 80 74
12,00 71 78 73 66 74 68 67 77 71
16,00 73 80 75 72 79 73 71 79 73 18,00 74 80 76 73 80 74 72 80 74 17 1/6/04 9,00 69 76 70 68 75 69 67 76 68
12,30 70 78 73 68 74 68 66 76 68 16,00 72 79 74 71 75 72 70 79 73 18,00 73 80 74 72 79 72 72 80 73 18 2/6/2004 9,00 69 74 69 68 75 67 66 74 66
12,00 71 77 71 66 74 66 65 74 67 14,30 72 79 72 68 75 69 67 76 70 18,00 74 81 74 71 78 71 71 79 72 19 4/6/04 9,00 68 74 65 66 73 66 66 75 67
13,00 69 75 67 69 75 69 69 76 67 16,00 71 77 69 70 76 69 69 77 68 20 5/6/04 9,00 68 75 65 67 74 66 67 75 65
13,15 68 74 65 68 74 66 66 74 65 15,30 69 76 67 69 75 68 69 77 65 21 7/6/04 9,00 67 73 62 67 72 63 68 74 65
12,00 68 73 62 69 74 65 68 74 65 15,00 69 76 67 69 74 68 68 77 68 18,00 70 76 65 70 77 68 68 75 67 22 8/6/07 9,00 66 71 61 68 72 63 68 75 65
12,30 68 73 62 67 72 63 68 73 67 15,00 68 75 65 68 74 66 66 74 65 18,00 68 75 65 68 74 66 66 74 65 23 9/6/07 9,00 67 73 61 63 69 60 67 72 62
12,30 67 74 62 65 68 61 67 74 65 15,00 71 75 65 69 73 64 68 75 65 24 10/6/04 9,00 68 72 63 67 71 62 67 73 67
12,30 70 74 65 68 73 64 69 75 65 15,00 68 75 65 68 74 66 66 74 65 21,00 68 73 62 67 73 63 68 73 67 Warna merah : ada kerusakan pada kabel kontrol suhu
DAFTAR PUSTAKA
ACI Committee 116 (2006), Mass Concrete, Portland Cement Association.
Maryoto, A, 2004, Pengendalian Mutu Pengecoran Beton Massal Proyek Masjid Agung Semarang, Seminar Nasional, Dies Natalis Politeknik Negeri Semarang.
Bamforth, P.B, 1984, Mass Concrete, Concrete Society Digest No. 2, The Concrete Society, London.
Beaver, W, 2004, Liquid Nitrogen for Concrete Cooling, Special Product & Practice Spotlight, Central Texas Turnpike.
Tjokrodimuljo, K, 1997, Teknologi Beton, NF, Yogyakarta.
Konstruksi, 1994, Strategi Pengecoran plat beton tebal, Majalah Konstruksi, Jakarta.
Lee, S. L., Swaddiwudhipong, S., Tam, C.T., 1993, Strategy in Concreting Thick Section, National University of Singapore, Kent Ridge, Singapore.
Peraturan Beton Indonesia, 1971, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.