• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jejak Arkeologi Islam Luwu - Repository IAIN PAREPARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Jejak Arkeologi Islam Luwu - Repository IAIN PAREPARE"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

LANGKANAE

Sejarah Kedatuan Luwu

Batara Guru menikah dengan We'nyiligtimo dan melahirkan seorang anak bernama Batara Lattu yang merupakan datu kedua Kerajaan Luwu. Opusengeng kerajaan Tompo Tikka yang melahirkan dua anak kembar, seorang putri bernama We' Tenri Abeng dan seorang putra bernama Sawerigading.10 Sawerigading menikah dengan putri raja We'cudai, yang kemudian dikaruniai dua orang putri, yaitu Simpurusiang dan We' Tenri Dio dan Putra I Lagaligo.11 I La Galigo kemudian menjadi protagonis teks La Galigo, yang merupakan karya sastra terpanjang di dunia.

Istana Kedatuan Luwu

Pada mulanya istana kepala suku Luwu merupakan pusat penguasaan wilayah Kesultanan Luwu yang sangat luas oleh seorang penguasa kerajaan yang bergelar datu'. Tujuan dari istana ini adalah untuk melestarikan adat dan budaya suku Luwu di wilayah Sulawesi Selatan.

Monumen Toddo’ Puli’ Temmalara”

Monumen Perlawanan Luwu mempunyai semboyan (Toddo' Puli' Temmalara') yang akan dibahas pada pembahasan berikut ini. Toddo 'Puli' Temmalara' adalah pepatah pertempuran yang diucapkan oleh raja sebagai pemimpin pasukan yang akan berperang.

Konsep Bangunan Rumah Adat Istana

Ruangan ini dulunya merupakan tempat anak perempuan, namun kini menjadi tempat khusus menyimpan beras. Ruang tengah (elle ritgena): kamar tidur kepala keluarga, istri dan anak kecil bersifat pribadi dan juga terdapat ruang bersalin dan ruang makan semi pribadi.

Susunan Nama-Nama Raja Kedatuan

Bentuk jendela ini hampir sama dengan pintu persegi panjang karena kondisi lingkungan dimana pada siang hari terasa hangat dan pada malam hari terasa dingin. Oleh karena itu jendela ditutup pada malam hari, namun tetap terdapat sirkulasi udara berupa kisi-kisi jendela, dan pada siang hari jendela dibuka untuk mendapatkan udara segar.

Struktur Dewan Adat Kedatuan Luwu

Masjid Jami Bua dibangun oleh Maddika Bua bernama Puang Tandi Pau (Tau Masallangnge) berdasarkan instruksi dari Datuk Sulaiman. Struktur Bangunan Masjid Jami Bua Lama Bentuk asli arsitektur Masjid Jami Bua Bentuk asli arsitektur Masjid Jami Bua mirip dengan budaya Minangkabau karena masjid ini dirancang oleh Datuk Sulaeman. Masjid Jami tua dibangun sekitar 400 tahun yang lalu pada tahun 1604 dengan berdiri di atas tiang utama masjid.32.

Ada pula informasi lain dari Sarita Pawiloy yang menyebutkan Masjid Jami Tua Palopo dibangun setelah La Patipasaung. Masjid Jami Tua Palopo memiliki tiga atap yang saling tumpang tindih seperti masjid-masjid tua lainnya di Indonesia, melambangkan Syariah, Dzat dan Mahrifat.

SALASSAE

Museum Batara Guru

Disebut Masjid Jami karena pada masa awal penyebaran Islam di Luwu, hanya ditemukan satu buah masjid yang digunakan masyarakat untuk berkumpul dan menunaikan shalat lima waktu dan shalat Jumat seperti yang diajarkan oleh Datuk Sulaeman. Masjid Jami Bua dibangun pada tanggal 1 Rajab 1013 H atau 23 November 1604 M, di Tanah Rigella. Bangunan pertama Masjid Jami Bua dikelilingi daun sagu (belopa) dan beratap jerami, dimana lokasi aslinya berada tepat di depan masjid.

Setelah lebih dari empat abad, struktur lama Masjid Jami masih utuh dan terawat, sehingga pada tahun 2002 masjid ini berhasil meraih penghargaan masjid tua terbaik di Indonesia mengalahkan ribuan masjid tua lainnya di nusantara. Bangunan tua Masjid Jami baik bentuk maupun konstruksi dindingnya dibangun dari batu gunung (cadas) yang disusun berbentuk balok-balok persegi panjang yang sangat tebal, sehingga tampak rapi dan kokoh. Warna bangunan masjid masih mempertahankan warna asli batu sebagai bahan utama pembangunan Masjid Jami Bua.

Di dalam Masjid Jami, terdapat lima tiang yang menyokong masjid, dengan satu tiang utama di tengah, dengan tiang utama adalah soko guru dua belas sisi yang melambangkan 12 suku di Kerajaan Luwu.

Gambar  di  atas  merupakan  hiasan  yang  digantung  di  dinding  Istana  pada  tahun  1932  disebut Tabere’, (tabir)
Gambar di atas merupakan hiasan yang digantung di dinding Istana pada tahun 1932 disebut Tabere’, (tabir)

PENDARATAN DATUK SULAEMAN

Desa Lapandoso

Dahulu Desa Pabbaresseng merupakan tempat atau gudang penyimpanan beras ketika kapal-kapal pengangkut beras dari berbagai daerah merapat di desa ini. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Pabbaresseng merupakan tempat penyambutan tamu dengan menggunakan perahu perang yang disebut “La Uli Bue”. Desa ini mempunyai latar belakang sejarah penting terkait kedatangan penyebar agama Islam pertama di Sulawesi Selatan.

Menurut tradisi yang berkembang di kalangan masyarakat Luwu, tempat ini kemudian disebut La Pandoso karena letaknya di muara Sungai Pabbaresseng. Sebagai bentuk apresiasi masyarakat Lapandaso kepada Datuk Sulaeman dan sebagai pengingat kepada masyarakat serta generasi muda, maka dibuatlah Tugu Lapandoso sebagai tempat pertama kali masyarakat Tana Luwu bersentuhan dengan agama Islam.

Biografi Datuk Sulaeman

Mereka menyebarkan agama Islam dengan membagi wilayah Syiaria berdasarkan keahlian yang mereka miliki serta kondisi dan budaya masyarakat Sulawesi Selatan atau Bugis-Makassar saat itu. Datuk Pattimang yang ahli tauhid menulis puisi Islam di kerajaan Luwu, Datuk ri Bandang ahli fiqhi di kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk ri Tiro ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba. Awalnya Datuk Pattimang dan Datuk ri Bandang melakukan penyebaran agama Islam di wilayah Kerajaan Luwu, menjadikan kerajaan tersebut sebagai kerajaan pertama di Sulawesi Tengah Selatan dan Tenggara yang memeluk agama Islam.

Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah meliputi Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Kota Palopo.

Pendaratan Datuk Sulaeman Tahun 1603

Masjid Jami Bua mempunyai struktur binaan sebanyak tiga tingkat yang mengikut konsep rumah pentas. Bahagian dalam Masjid Jami Bua telah diubah suai sebahagiannya, namun di bahagian tertentu masih terpelihara keasliannya dalam bentuk mimbar dan tiang tengah masjid segi lapan, diperbuat daripada kayu. Walaupun sudah beberapa kali diubah suai, namun di halaman belakang Masjid Jami Bua terdapat tembok seperti terowong, yang dikatakan tinggalan asal masjid yang pernah berfungsi.

Akhirnya setelah Masjid Jami Bua direnovasi, shelter tersebut tidak digunakan lagi karena terdapat tempat wudhu baru yang terletak tepat di sebelah masjid. Arsitektur Masjid Jami Lama Palopo tidak banyak mengalami perubahan fisik sejak berdirinya masjid ini dan hampir semuanya masih sama dengan bangunan aslinya, hanya sebagian saja yang mengalami perubahan karena rusak dan perlu diperbarui.

MASJID JAMI TUA

Berdirinya Masjid Jami Tua Bua

Masyarakat Sulawesi Selatan mempercayai ajaran Islam ketika Raja yang menjadi panutan masuk Islam. Luwu merupakan tokoh yang disakralkan oleh masyarakat, sehingga ketika Datu’ Luwu masuk Islam, seluruh rakyat kerajaan pun memeluk Islam secara bersamaan. Setelah Datuk Sulaeman membuat Raja masuk Islam di Luwu, Datuk Sulaeman mulai mengajak Puang Tandi Pau dan kerabatnya untuk membangun masjid di Bua.

Pemukulan dan pengrusakan tersebut menyulut kemarahan masyarakat Luwu yang kemudian melakukan perlawanan pada tanggal 23 Januari 1946 yang dikenal sebagai Hari Perlawanan Masyarakat Luwu dan diperingati setiap tahun oleh masyarakat Luwu.

Gambar dari id.foursquare.com
Gambar dari id.foursquare.com

Struktur Bangunan Masjid Jami Tua Bua

Terlihat masih belum jelasnya waktu pembangunan masjid ini karena adanya kesimpangsiuran mengenai tahun pembangunan dan masa kepemimpinan siapa masjid ini dibangun. Laporan Kelompok Suaka Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan di Syamzan Syukur33 menyebutkan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1615. Menurut informasi tersebut, kemungkinan pembangunan masjid ini dimulai pada masa pemerintahan La Patiwara yang kemudian disempurnakan oleh La Patipasaung.

Masjid Palopo Lama merupakan bangunan dengan gaya atau struktur dari zaman Indonesia Tengah, dimana pada saat itu budaya islam masih terlihat jelas dan didominasi oleh gaya khas seni dan budaya indonesia, namun gaya keaslian indonesia masih terlihat terutama pada bagian bangunannya. pola .36. Beliau adalah arsitek yang dipercayakan oleh Sultan Abdullah untuk membuat dan membangun Masjid kuno Palopo pada tahun 1604.

MASJID JAMI TUA PALOPO

Gambaran Umum Masjid

Bangunan masjid merupakan hasil desain yang disesuaikan dengan karakteristik alam dan budaya masyarakat setempat.29 Hal ini tercermin pada gaya arsitektur dan konstruksi masjid-masjid kuno di nusantara. Masjid ini awalnya bernama Masjid Jami, namun pada perkembangan selanjutnya ditambahkan kata tua karena masjid ini termasuk dalam kategori masjid tua di Indonesia Timur. Masjid ini berdiri kokoh di atas tanah seluas 1.679,12 meter persegi. Ukuran bangunannya adalah panjang x lebar 15x15 dan mampu menampung jemaah sekitar 300 orang.

Sejarah Masjid Jami Tua Palopo

Namun menurut Sanusi Daeng Mattala34, selain memindahkan ibu kota kerajaan dari Malangke ke Ware', Sultan Abdullah juga memerintahkan penyelesaian bagian masjid yang belum selesai. 33 Syamzan Syukur, Islamisasi Kepala Suku Luwu Abad Ketujuh Belas, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Lektur, 2009), Departemen Agama, Departemen Agama Republik Indonesia, 2009.

Arsitektur

Masjid menghadap ke timur, pintu masuk diapit tiga jendela di sisi kanan dan kiri dengan lebar 85 cm dan tinggi 117 cm. Pintu masuk ini terbuat dari batu padat dan memiliki lebar 0,94 meter dan tinggi 1,97 meter. Di bawah pintu masuk terdapat tiga anak tangga yang juga terbuat dari batu padat,38 diyakini dibuat kemudian setelah berdirinya masjid.39 Satu-satunya pintu masuk masjid menunjukkan bahwa hanya ada satu jalan menuju Allah SWT, yaitu agama Islam.

Selain itu, relief pada pintu masuk berupa pahatan batu bersayap yang mempunyai nilai estetika tinggi. Pintu masjid mempunyai dua buah pintu yang terbuat dari kayu tebal dan dipasang tanpa engsel.

Unsur Masjid Jami Tua

Kedua, Unsur Jawa, unsur ini terlihat pada bagian atapnya, dipengaruhi oleh atap rumah Jawa Jogja yang berbentuk limas bertumpuk tiga atau sering disebut tajug. Sementara pihak lainnya menolak pernyataan tersebut dan menyatakan bahwa bentuk tersebut merupakan pengembangan dari konsep lokal masyarakat Sulawesi Selatan sendiri. Dalam kearifan lokal Sulawesi Selatan, tiang penyangga bagian atas atap yang ditopang oleh empat tiang lainnya mencerminkan tiang tengah (wara) yang dikelilingi unsur lain di luar tiang tengah (palili).

Unsur Hindu terlihat pada denah masjid berbentuk persegi panjang yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur yang menyerupai hiasan candi di Jawa.

Renovasi

Selain itu, masjid juga menjadi sarana rekreasi fisik serta peninggalan arkeologis untuk memenuhi kebutuhan spiritual, itulah sebabnya masjid ini sering dikunjungi oleh berbagai peziarah dari Sulawesi Selatan dan luar Sulawesi Selatan bahkan dari luar negeri. Sejarah Islam di Sulawesi Selatan, (Makassar: CAAP Biro Sektor Agama Setda Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan LAMACCA PRESS). Menelusuri jejak; Sejarah Masuknya Islam ke Kerajaan Luwu (Cet. 1, Gowa: Yayasan Multi Media La Galigo).

Gambar

Gambar  di  atas  merupakan  hiasan  yang  digantung  di  dinding  Istana  pada  tahun  1932  disebut Tabere’, (tabir)
Foto  pada  gambar  di  atas  merupakan  Datu’
Gambar di atas merupakan bagian depan dari  Masjid  Jami  Tua  Bua,  memiliki  halaman  yang  luas  dan  juga  bersih
Gambar dari id.foursquare.com

Referensi

Dokumen terkait

[Assented - to, 21st December, 1877.1 HERE AS it is desirable to extend the Railway from the Gawler W Bailway Station to Marlcct Rcscrvc in thc 'l'awn of Gawler, as shown in thc

Diah Imaningrum,