PERBEDAAN HASIL BELAJAR DI KELAS PERBEDAAN HASIL BELAJAR DI KELAS Hasil penelitian sebagai berikut: (1) terdapat perbedaan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Student Facilitator and Explanatory dengan model pembelajaran konvensional.
Model pembelajaran Student Facilitator and Creating (SFE) yang dipelajari pada penelitian ini mempunyai 6 tahapan atau langkah sesuai dengan pendapat Shoimin (2016), antara lain: (1) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari dan kompetensi yang harus dicapai, ( 2) guru mendemonstrasikan atau menyajikan gambaran umum materi pembelajaran, (3) membiarkan siswa menjelaskan kepada siswa lain dengan menggunakan bahan ajar atau buku siswa, (4) guru merangkum ide atau pendapat siswa, (5) guru menjelaskan semuanya materi yang sedang disampaikan, dan (6) menyimpulkan.
Metode Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Kolaboratif Think Pair Square (TPSq) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN 4 Kota Bengkulu”. Data tes hasil belajar dianalisis menggunakan rata-rata nilai siswa dan ketuntasan belajar klasikal.
Kesimpulan
Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa dan ketuntasan klasikal belajar siswa pada setiap siklusnya. Hasil belajar yang dicapai siswa baik IPK maupun ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan pada setiap siklusnya.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DI KELAS VII
SMP NEGERI 4 AMBON
THE IMPROVEMENT OF STUDENTS ACHIEVEMENT ON THE TOPIC OF FRACTIONS OPERATIONS BY USING
COOPERATIVE LEARNING TYPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION AT SMP NEGERI 4 AMBON
Pendahuluan
Menurut Trianto, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang melibatkan siswa bekerja secara tim untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Konsep model pembelajaran kooperatif muncul dari pemikiran bahwa siswa akan lebih memahami pelajaran yang telah dipelajarinya jika berdiskusi dengan siswa lain. Dengan demikian, proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI diharapkan dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mempelajari materi operasi menghitung pecahan. Siswa dapat mengasah kemampuannya melalui pembelajaran kooperatif yang dipadukan dengan pembelajaran individual, sehingga dapat meningkatkan pembelajaran siswa. hasil.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Supported Individualization dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi operasi pecahan di kelas VII SMP Negeri 4 Ambon. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi operasi perhitungan bilangan pecahan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Supported Individualization pada kelas VII SMP Negeri 4 Ambon. Sumber data dalam penelitian ini adalah peneliti dan siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Ambon yang berjumlah 30 orang.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tes dan lembar observasi untuk guru dan siswa. Analisis data kuantitatif menggunakan statistik deskriptif untuk menentukan skor yang dicapai setiap siswa pada tes akhir siklus. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu ketuntasan siswa terhadap materi pelajaran maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Purwanto, 2009:12).
Hasil dan Pembahasan
Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif yaitu hasil tes siswa pada setiap akhir siklus, dan data kualitatif yaitu catatan pada lembar observasi pendidik dan siswa. Dari tabel 2 diatas terlihat siswa yang berprestasi KKM sebanyak 16 orang dengan share sebesar 73% dan siswa tanpa KKM yaitu sebanyak 6 orang dengan share sebesar 27%. Berdasarkan hasil tes akhir siklus I, penelitian dilanjutkan pada siklus II. siklus, karena KKM tidak tercapai lebih dari 65% siswa.
Kondisi kelas juga tertib karena peneliti dengan tegas menegur siswa yang tidak aktif dalam kelompok dan bercerita selama proses diskusi. Hal ini terlihat dari hasil observasi peneliti selama mengajar, observasi siswa saat belajar dan berdiskusi, serta hasil ulangan akhir siklus II yang lulus KKM. Hasil tes siklus II menunjukkan 16 siswa tuntas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) lebih dari 70.
Berdasarkan hasil yang dicapai pada tes akhir Siklus II dapat diketahui bahwa pelaksanaan tindakan pada Siklus II telah terlaksana dengan baik dan kriteria ketuntasan yang ditetapkan telah terpenuhi yaitu 65% siswa harus mencapai nilai. lebih dari atau sama dengan 70. Hal ini menunjukkan hipotesis tindakan tercapai yaitu adanya peningkatan hasil belajar siswa pada materi operasi perhitungan pecahan (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pecahan biasa, pecahan campuran dan pecahan desimal) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team-supported individualization. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team-supported individualization, hasil belajar siswa kelas VII1 SMP Negeri 4 Ambon pada bidang materi operasional menghitung pecahan dapat meningkat .akan ditingkatkan.
ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN
DAN VOLUME KUBUS
ANALYSIS OF STUDENT DIFFICULTY IN SOLVING PROBLEMS SURFACE AREA AND VOLUME OF CUBE
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
- Populasi dan Sampel Penelitian
- Variabel Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Instrumen Penelitian
- Teknik Analisis Data
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah betapa sulitnya siswa kelas II SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai dalam menyelesaikan soal luas dan volume kubus. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai selama 7 hari melalui tes tertulis mengenai kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah penghitungan luas permukaan dan volume kubus. Hasil dari sampel ini adalah 23 siswa, sehingga 24 siswa yang kesulitannya dapat diteliti.
Untuk soal nomor 1, terdapat tujuh siswa dengan soal konsep, lima siswa dengan soal fakta, enam siswa dengan soal aturan, dan lima siswa dengan soal keterampilan. Untuk soal nomor 2 terdapat 14 siswa yang mengalami permasalahan konsep, 6 siswa mengalami permasalahan faktual, 1 siswa mengalami permasalahan aturan, dan 2 siswa mengalami permasalahan keterampilan. Untuk soal nomer 3 terdapat 18 siswa yang mempunyai permasalahan konsep, 2 siswa mempunyai permasalahan faktual, 2 siswa mempunyai permasalahan kaidah, dan 1 siswa mempunyai permasalahan keterampilan.
Pada soal no. 4, 11 siswa mempunyai masalah konsep, 7 siswa memiliki masalah fakta, 3 siswa memiliki masalah aturan, dan 2 siswa memiliki masalah keterampilan. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah seluruh siswa adalah II. kelas SMP Negeri 1 Kabupaten Pulau Morotai dalam menyelesaikan soal luas dan volume kubus 15 dari 24 siswa (65,22%) yang mempunyai soal keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa secara umum masih mempunyai permasalahan konseptual, 5 dari 24 siswa (21,74%) bermasalah dengan aturan dan 6 dari 24 siswa (26,09%) bermasalah dengan fakta.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMP NEGERI 3 BATANGHARI
THE APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING TYPE EXAMPLES AND NON EXAMPLES TO IMPROVE CRITICAL
THINKING STUDENT OF SMP NEGERI 3 BATANGHARI
Hasil dan Pembahasan 1. Siklus 1
- Siklus 1I
- Pembahasan
Berdasarkan hasil belajar keterampilan berpikir kritis siswa pada Siklus I tiga kali pertemuan pada materi lingkaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe example-non-example terlihat tingkat ketuntasan sebesar 30,76%. Pada siklus I hasil belajar siswa belum seluruhnya tuntas, target yang ingin dicapai ≥61%. Peningkatan aktivitas belajar siswa meningkat karena adanya model pembelajaran tipe example-without-example yang membuat siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas.
Peningkatan hasil belajar yang mengacu pada keterampilan berpikir kritis ini disebabkan oleh penerapan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mampu mengolah atau mengolah hasil pemikirannya dengan mengetahui apa yang perlu dilakukan dan bagaimana caranya. Model pembelajaran tipe example-non-example ini berperan penting dalam menjadikan siswa berpikir kritis terhadap suatu gambar, sehingga pembelajaran dan berpikir siswa menjadi lebih efektif dan efisien. Model pembelajaran tipe example-non-example ini merupakan jenis model yang menggunakan media visual dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong siswa belajar berpikir kritis dalam memecahkan masalah.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe example non-examples dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas VIII5 SMP Negeri 3 Batanghari tahun ajaran 2018/2019. “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe example, non-examples dapat meningkatkan hasil belajar yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VIII5 SMP Negeri 3 Batanghari tahun pelajaran 2018/2019.” Peningkatan hasil belajar keterampilan berpikir kritis siswa dilihat dari data persentase pada siklus I sebesar 30,76%.
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, DAN SELF EFFICACY TERHADAP KINERJA GURU MATEMATIKA
THE EFFECT OF EMOTIONAL INTELLIGENCE, AND SELF EFFICACY ON JOB PERFORMANCE OF MATHEMATICS TEACHER
Hasil dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif
Dapat disimpulkan bahwa koefisien jalur adalah signifikan yang berarti kecerdasan emosional berpengaruh positif langsung terhadap kinerja guru dengan besar pengaruh sebesar 15,45%. Karena thitung > t tabel (α = 0.05, DF = 75), maka berarti menolak Ho dan menerima H adalah 1. Dapat disimpulkan bahwa koefisien jalur adalah signifikan yang berarti kecerdasan emosional guru berpengaruh positif langsung terhadap self- kemanjuran, dengan dampak tinggi sebesar 9,85%. Klaim yang memperkuat teori bahwa kecerdasan emosional (kesadaran diri, manajemen diri, motivasi, pemahaman, dan keterampilan sosial) berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dan kinerja operasional.
Herawaty, (2015a), lebih lanjut menjelaskan bahwa peningkatan kinerja guru matematika dipengaruhi secara positif oleh peningkatan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja (Supriyato & Troena, 2012; Susi Hendriani, Yulia Efni, 2013; Wibowo, 2015). Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif langsung terhadap efikasi diri guru.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif langsung terhadap kinerja guru, dimana besarnya pengaruh efikasi diri mempunyai pengaruh positif langsung terhadap kinerja guru, dengan besar pengaruh sebesar 10,57%, dan (3) guru pengaruh emosional. kecerdasan mempunyai pengaruh positif langsung terhadap efikasi diri, dengan besar pengaruh sebesar 9,85%. Upaya peningkatan kecerdasan emosional guru misalnya melalui pelatihan guru harus diperhatikan karena akan memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan efikasi diri guru dan kinerja guru. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja Dan Kinerja Manajerial (Studi Pada Bank Syariah Kota Malang).
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD KRISTEN BELSO A2 AMBON DENGAN MENGGUNAKAN
PADA MATERI PENGUKURAN PANJANG DAN BERAT
IMPROVING LEARNING OUTCOMES OF SIXTH GRADE IN ELEMENTARY SCHOOL USING DOUBLE LOOP PROBLEM
WEIGHT MATERIALS
- Prosedur Penelitian a. Tahap Persiapan
- Teknik Analisis Data
Desain penelitian ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2012) bahwa desain pra eksperimen belum merupakan eksperimen nyata karena terdapat variabel luar yang mempengaruhi pembentukan variabel terikat. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan pendapat Sugiyono (2012), bahwa penentuan sampel dengan menggunakan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya materi pengukuran tinggi badan siswa kelas IV SD Kristen Belso A2 Ambon.
Hasil perhitungan tersebut diinterpretasikan menggunakan laba ternormalisasi menurut klasifikasi Hake dalam Meltzer (2002) sebagai berikut:
Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian
- Pembahasan
Setelah pembelajaran menggunakan Model DLPS dalam materi pengukuran dilakukan tes, beberapa hasil tes siswa dapat dilihat sebagai berikut. Berdasarkan grafik di atas, Anda dapat melihat nilai terendah, nilai tertinggi, dan nilai rata-rata seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Dari grafik di atas terlihat terdapat 5 siswa yang berada pada kategori tinggi dan rendah serta 14 siswa yang berada pada kategori sedang.
Berdasarkan hasil pekerjaan siswa terlihat adanya beberapa kelemahan dalam penguasaan materi pengukuran, termasuk pemahaman tentang satuan terdekat. Pada hasil kerja yang digunakan terlihat bahwa proses berpikir yang digunakan adalah proses berpikir semi konseptual. Peningkatan tersebut selain diperoleh melalui perhitungan nilai N-Gain juga terlihat dari hasil pekerjaan siswa yang menunjukkan jawaban yang benar pada beberapa soal.
Dari hasil analisis terlihat bahwa terdapat 5 (atau 21%) siswa yang berada pada kategori tinggi, 14 (atau 58%) siswa yang berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis hasil kerja siswa terlihat perbedaan hasil kerja sebelum menggunakan model dan setelah menggunakan model sekitar 50% yang berarti penguasaan materi yang diberikan dengan menggunakan model tersebut. Model tidak memberikan kontribusi yang berbeda karena rata-rata selisih sebelum dan sesudah menggunakan model hanya sebesar 37%. Hal ini terlihat dari hasil analisis pre-test dan post-test yang menggunakan perhitungan nilai N gain ternormalisasi.